Monday, May 9, 2022

ADUHAI AH 16

 

ADUHAI AH  16

(Tien Kumalasari)

 

Danarto agak terkejut, karena tubuh yang terjatuh itu mengeluarkan suara debam yang lumayan keras. Ditatapnya tubuh yang tergolek di lantai. Ia ingin membiarkannya, tapi ada rasa tak tega. Ia berdiri kemudian melangkah mendekat. Ia sedikit membungkukkan badannya dan tetap yakin bahwa gadis itu berpura-pura.

“Kamu kenapa?”

Hesti bergeming.

“Apa kamu pingsan?”

“Toloong,” sekarang tangannya menggapai sambil merintih lemas.

“Aku tahu kamu berpura-pura,” kata Danarto sambil menegakkan tubuhnya.

“Aku … sakit beneran …”

“Jangan membuat lelucon dan drama yang tidak masuk akal. Semalam kamu bisa berjalan keluar kan? Kamu kira aku tidak tahu?”

Hesti agak terkejut ketika mendengar bahwa Danarto mengetahui saat dia keluar rumah. Tapi dengan sigap ia menemukan jawabannya.

“Aku … semalam … membeli obat … “

“Oh ya? Obat apa? Ke apotek?”

“Ke … warung, badanku agak panas, sekarang aku lemas. Toloong aku … Mas…”

“Baiklah, tunggu sebentar.”

Danarto mengambil ponselnya kemudian menelpon entah siapa. Tapi Hesti mendengar Danarto mengatakan sesuatu.

“Ya di sini, di rumah aku. Baik, segera. Ya, kritis.”

Lalu Danarto menutup ponselnya, kemudian melanjutkan memasang sapatunya, dan membiarkan Hesti masih tergolek di lantai.

“Maas … “

“Sabar sebentar, dan tetaplah di situ.”

“Tolooong Mas,” rintihnya lagi.

“Aku akan menolong kamu. Aku akan membawa kamu ke rumah sakit.”

“Jangaan …”

“Apa maksudmu? Kamu banyak keluhan dan aku tidak bisa memberikan obatnya tanpa tahu apa sebenarnya penyakit kamu.”

“Antarkan aku pulang ke kost saja …”

“Tidak. Mana mungkin aku membiarkan orang sakit pulang ke tempat kost dan tidak membawanya ke rumah sakit?”

“Tolong Mas …”

Danarto sudah selesai memasang sepatunya. Ia berjalan ke arah belakang, menuang air panas ke dalam cangkir yang sudah diberinya 1 zak teh celup dan gula. Ia mengaduknya, mengambil sedotan dan dibawanya mendekati Hesti.

“Minumlah teh ini, dengan sedotan.”

Ya ampun, alangkah kejamnya dokter Danarto. Tapi ia memang sedang memberi pelajaran kepada Hesti bahwa akal-akalannya tak akan membuat hatinya goyah.

Hesti hampir menangis menyaksikan perlakuan Danarto kepadanya.

“Minumlah dengan sedotan, biar tubuhmu hangat. Lantai itu kan dingin.”

Tapi Hesti enggan meminumnya. Ia menahan keluarnya air mata dengan sekuat tenaga, tapi tak urung air mata itu menetes juga. Danarto menoleh mendengar isak Hesti. Hampir hatinya runtuh. Ia sangat tak tahan melihat wanita menangis. Tapi ia menguatkannya.

“Sudah, jangan menangis, pertolongan akan segera tiba.”

Isak Hesti semakin keras. Danarto melangkah ke teras, menunggu ambulans yang dipanggilnya.

Hesti ingin menjerit-jerit. Semua usahanya sia-sia. Danarto bergeming, enggan menyentuhnya. Tapi Hesti masih punya harapan. Ketika ambulans datang, pasti Danarto akan menggendongnya. Ia akan berdalih tak kuat berjalan karena sangat lemas.

Dan akhirnya ambulans itu datang. Hesti meringkuk lemas, sambil memejamkan matanya. Lalu terdengar langkah-langkah mendekat. Hesti membuka matanya, melihat dua orang perawat membawa usungan, lalu mengangkat tubuhnya dan meletakkannya dalam usungan. Mata Hesti terbelalak menatap Danarto yang memandangi kerja anak buahnya sambil tersenyum puas. Hati Hesti seperti dicabik-cabik. Ia tak berani meronta walau itu diinginkannya. Bukankah tadi ia bilang sangat lemas?

“Langsung ke UGD, biar dokter jaga menanganinya.” perintah Danarto.

“Ketika raung ambulans terdengar menjauh, Danarto meraih cangkir berisi minuman hangat yang tadi diberikan kepada Hesti dan tak disentuhnya. Ia membawanya ke sofa dan meminumnya dengan sekali teguk.

Danarto menyandarkan tubuhnya. Ia merasa bahwa masih ada yang harus dilakukannya. Ia masuk ke kamar dan melihat sebuah tas tergeletak diatas nakas. Ia juga melihat ponsel yang kemudian dimasukkannya ke dalam tas itu, dan meraih kunci motor yang ada di situ juga. Ia membawa semuanya keluar dan melangkah menuju garasi. Ia mengeluarkan motor  Hesti, dan memasukkan mobilnya ke dalam garasi. Ia mengunci pintu rumah, lalu mengendarai sepeda motor Hesti menuju rumah sakit.

***

Ketika ia memasuki ruang UGD, seorang dokter jaga menemuinya.

“Tak ditemukan penyakit apapun. Mungkin dia hanya kecapekan,” lapornya kepada Danarto, karena dia tahu Danarto lah yang mengirimkan pasien bernama Hesti ke rumah sakit.

Danarto mendekati Hesti yang sudah duduk di tepi pembaringan. Matanya sembab karena menangis.

“Mana lagi yang terasa sakit?”

Hesti turun dari pembaringan.

“Hesti, ini tas kamu yang tertinggal di kamar. Ada ponsel, tapi aku tak membukanya lho. Ini kunci motor kamu, aku taruh di area parkir, kalau kamu mau pulang sekarang,” katanya sambil mengulurkan tas dan kunci mobil.

Hesti tak menjawab. Ia menerima barang-barang yang diberikan Danarto kemudian melangkah keluar.

“Tunggu.”

Danarto mengejarnya sampai ke lobi, kemudian mengajaknya duduk di tempat yang agak terpisah dari orang-orang.

“Mengapa kamu melakukan semua itu? Kamu tidak sakit. Mana mungkin kamu bisa mengelabui seorang dokter?”

Hesti duduk membeku di tempatnya.

“Kamu masih sangat muda. Siapa mengajari kamu semua itu?”

“Bekas pacar Mas,” jawabnya tandas. Danarto membulatkan matanya.

“Bekas pacar aku? Siapa?”

“Yang jual gorengan.”

“Apa? Yang jual gorengan siapa?”

“Namanya Endah. Mas meninggalkannya karena dokter Desy yang jahat dan kejam itu merebutnya.”

Danarto semakin membelalakkan matanya, belum bisa menangkap arti kata yang diucapkan Hesti. Dokter Desy jahat dan kejam? Aduhai, gadis yang lembut hati walaupun agak galak itu jahat dan kejam?

“Mengapa kamu menyebutnya jahat dan kejam?”

“Dia merebut Mas dari tangan dia kan? Dan dokter Desy juga mencakar wajahnya sehingga cacat sampai sekarang.”

Danarto terpana.

“Siapa yang kamu maksud itu? Dokter Desy gadis yang baik.”

“Baik di hadapan Mas, sesungguhnya dia kejam kan? Masa demi merebut cinta Mas dia tega mencakar-cakar wajahnya sampai cacat begitu.”

“Aduh, ini dongeng dari mana pula?”

“Penjual gorengan itu, bekas pacar Mas.”

“Aku belum pernah pacaran sebelum ini. Penjual gorengan siapa?”

“Namanya Endah. Aku sudah mengatakannya tadi."

Danarto terkejut. Endah … gadis itu … Danarto tak bisa melupakannya. Bukan karena terkesan oleh kecantikannya, tapi ulahnya seperti yang dilakukan Hesti. Pura-pura sakit, lalu kabur ketika dia akan memeriksanya melalui USG. Tapi Desy mencakar wajahnya? Dan dia mengakui menjadi bekas pacarnya? Danarto ingin tertawa dalam kekesalannya.

“Mas sudah ingat sekarang?”

“Aku ingat gadis itu. Dia yang mengajari kamu pura-pura sakit? Ya lah, dia pernah melakukannya saat ingin mengejar aku.”

“Apa? Mas pernah pacaran dengan dia kan?”

Danarto menggeleng keras.

“Dia itu mimpi.”

“Apa?”

“Semua yang dia katakan itu bohong. Aku tak pernah pacaran sama dia. Aku benci pembohong itu. Dan dokter Desy gadis yang baik. Mana mungkin dia melakukannya?”

“Mas membelanya karena mencintainya?”

“Temui gadis penjual gorengan itu dan bawa ke hadapanku.”

Danarto berdiri, siap meninggalkan Hesti yang masih terpaku di tempat duduknya.

“Aku tunggu. Dia harus membuktikan kebenaran dari kata-katanya. Itu pencemaran nama baik, ada pasal yang bisa menjeratnya.”

Lalu Danarto pergi, tapi kemudian ia berhenti.

“Katakan di mana alamat ibu kamu di Surabaya.”

“Mas mau menemui ibuku?”

“Ya, di mana alamatnya?”

“Rungkut. Tunggu aku tuliskan.”

Hesti dengan bersemangat menuliskan alamat ibunya, lalu dikirimkan lewat pesan singkat kepada Danarto.

“Supaya jelas, aku tuliskan disitu.”

“Terima kasih.”

“Mas mau melamar aku kan?”

“Tidak. Aku mau bilang sama ibu kamu bahwa aku sudah punya calon isteri,” kata Danarto kemudian melangkah menjauh, meninggalkan Hesti yang pucat pasi.

***

“Ikut kamu menemui dia? Tidak. Mana mungkin …” kata Endah ketika Hesti menemuinya.

“Dia minta agar Mbak menemui dia. Dia bilang apa yang Mbak katakan itu bohong.”

“Laki-laki itu pembohong. Dan karena dia pembohong, dia mengatakan bahwa orang lain adalah  bohong.”

“Kalau begitu buktikan kalau Mbak benar. Bahwa Mbak dulu adalah pacarnya, dan wajah Mbak rusak karena dicakar oleh dokter Desy.”

“Tidak, aku tidak mau lagi berurusan sama dia.”

“Mbak harus datang. Dia mengatakan bahwa itu pencemaran nama baik, ada pasal yang bisa menjerat Mbak. Itu hukum kan? Mbak bisa dipenjara.”

“Kamu ini bodoh atau apa, Aku berusaha membantu kamu, malah kamu menjerumuskan aku pada persoalan yang pelik.”

“Aku hanya mengatakan seperti apa yang Mbak katakan.”

“Dasar bocah ingusan. Sudah, pergi sana, dan jangan menemui aku lagi.”

“Bagaimana membuktikan kebenaran kata Mbak yang sudah Mbak ucapkan?”

“Aku tidak butuh itu. Dia percaya atau tidak, terserah. Dan sekali lagi pergilah, aku sedang melayani pembeli. Dan satu lagi, jangan mengungkit masalah itu kembali. Ingat, kalau sampai terjadi proses hukum, kamu juga akan ikut dipenjara,” kata Endah tandas.

Hati Hesti menjadi ciut seketika.

***

“Selamat pagi,” sapa Danis ketika berdiri di depan teras, dan melihat Tutut baru keluar dari pintu.

“Pagi. Eh, mas Danis !!”

“Desy mana?”

“Baru mandi tuh.”

“Baru mandi? Ini sudah siang, dan baru mandi?”

“Kayaknya nggak ke rumah sakit hari ini.”

“Lhoh, karena mobilnya aku bawa?”

“Nggak. Bukan karena itu. Memang dia berniat tidak ke rumah sakit kok. Mobilnya bawa aja lagi. Tadi mbak Desy bilang begitu.”

“Wah, nggak enak dong, masa aku bawa terus mobilnya. Aku tinggal saja kalau begitu. Ini sudah siang, aku sudah terlambat.”

“Lhoh, kalau mobilnya ditinggal bukannya lebih terlambat lagi? Bawa aja Mas.”

“Enggak, tolong bilang sama Desy, terima kasih, gitu ya, aku mau naik taksi saja.”

“Jangan Mas, begini saja, aku kan mau ke kampus, aku bawa mobilnya, nanti Mas aku antar sampai ke rumah sakit.”

“Ngerepotin dong.”

“Nggak, duduk lah sebentar, aku ke belakang dulu, bilang sama mbak Desy,” kata Tutut sambil langsung membalikkan tubuhnya tanpa menunggu jawaban dari Danis.

Danis terpaksa menunggu. Diam-diam dia mengagumi Tutut yang sekarang tampak labih dewasa, dan juga … cantik. Aduhai. Belum juga mendapat sertifikat duda sudah tertarik sama seorang gadis? Danis menepuk jidatnya sendiri. Dasar mata keranjang, umpatnya dalam hati. Dulu suka sama Desy, sekarang tertarik sama adiknya?  Berkali-kali Danis memarahi dirinya sendiri.

Tak lama kemudian Tutut muncul dengan membawa tas yang digantungkan di punggungnya.

“Aku sudah bilang sama Mbak Desy  Ayo kita berangkat.”

“Lhoh, nak Danis. Lama sekali nggak ketemu ya,” tiba-tiba Tindy keluar dan menyapa ramah.

“Iya Bu,” katanya sambil mendekat dan mencium tangan Tindy.

“Kami berangkat dulu Bu, mas Danis sudah terlambat katanya,” kata Tutut.

“Baiklah, hati-hati ya.”

“Maaf merepotkan Bu.”

“Ya enggak Nak, nggak ada yang repot kok.”

“Salam buat bapak ya Bu,” kata Danis sebelum membalikkan tubuhnya.

“Iya, Bapak masih belum selesai sarapan tuh. Nanti ibu sampaikan.”

Danis mengangguk, lalu keduanya menuju ke arah mobil.

“Aku dulu yang membawa ya,” kata Danis sambil duduk di belakang kemudi.

“Okey, Pak Dokter.”

Tindy masuk ke dalam setelah keduanya keluar dari halaman.

“Siapa Bu?” tanya Haryo yang baru saja selesai menyuapkan suapan terakhirnya.

“Nak Danis, yang dulu sering datang kemari.”

“O, yang temannya Danarto?”

“Benar. Temannya Danarto. Tadi mau mengembalikan mobil, lalu mobilnya dibawa Tutut sekalian ke kampus, tapi mengantarkan nak Danis dulu.”

“Desy tidak ke rumah sakit?”

“Katanya tidak. Anak itu susah dimengerti. Ibu minta agar bicara dengan nak Danarto dulu, supaya jelas permasalahannya. Tapi dia malah menghindari ketemu. Pusing ibu memikirkan anak itu.”

“Soalnya dia ditelpon sama ibunya gadis itu.”

“Iya juga sih. Tapi harusnya dia ngomong sama nak Danarto.”

“Nanti kalau hatinya sudah tenang. Desy bukan anak-anak lagi. Dia pasti tahu apa yang harus dilakukannya.”

Tindy terdiam. Banyak sekali masalah yang harus dipikirkannya. Masalah Sarman belum selesai, sekarang Desy. Tapi Tindy memiliki kesabaran yang luar biasa. Ia percaya bahwa semua persoalan akan bisa selesai dengan sendirinya.

***

Tindy memasuki kamar Desy yang ternyata sudah selesai mandi. Ia tampak sibuk mencari sesuatu.

“Tadi nak Danis kemari.”

“Iya, Tutut sudah mengatakannya. Katanya Tutut akan mengantarkannya ke rumah sakit.”

“Memangnya mobil nak Danis kemana? Rusak?”

“Bukan, dibawa isterinya.”

“Oh, isterinya lagi bepergian?"

“Mereka akan bercerai.”

“Ya Tuhan. Mereka menikah belum lama kan? Baru setahun lebih sedikit? Dan punya anak satu? Ya kan?”

“Iya Bu, tapi namanya nggak cocok, dan bercerai itu solusi terbaik menurut mereka.”

“Kasihan anaknya.”

“Pernikahan itu ternyata sangat rumit.”

“Tidak, mengapa kamu berkata begitu? Jangan melihat pernikahan demi pernikahan yang gagal. Lihatlah pernikahan yang langgeng dan bahagia.”

Desy diam saja. Ia membuka laci almari, dan membolak-balikkan isinya.

“Sebenarnya kamu sedang mencari apa?”

“Paspor bu.”

“Apa?”

***

Besok lagi ya.



41 comments:

  1. Replies
    1. Selamat pa Bambang Juara 1 dalam menjemput kedatangan HESTI, yang nyebelin.....
      Hadiah bisa diambil di Karangrejo Tengah VII No. 12 Perumahan UNTAG Semarang.

      Delete
    2. Horreey.. pak Bambang jusraaa👍

      Delete
    3. Terimakasih bunda Tien.. salam sehat penuh rasa Aduhaaai❤️😘

      Delete
  2. Selamat Mas Bambng juara 1


    Mtnuwun mbk Tien AA 16 sdh tayang gasik

    ReplyDelete
  3. Manusang bu Tien, Aduhai Ah baca dulu yaa.

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah
    Matur nuwun bU Tiem

    ReplyDelete
  5. ADUHAI...AH_16
    Alhamdulillah sdh tayang.
    Terima kasih bunda, salam seger waras & tetep ADUHAI......
    ++mas kakek Bandung++

    ReplyDelete
  6. Aduhai....Aaah.... tnyt rumah ibunya Hesty ada di Surabaya Rungkut.... Tetanggaan dong sama sy mbak Tien.... besok2 tak samperin ah.... heheheeee

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah, yg di tunggu dah datang..
    Matur nuwun, salam sehat dan Aduhai..

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah, yg di tunggu AA16 sdh terbit..
    Matur nuwun mb Tien, salam sehat dan Aduhai..

    ReplyDelete
  9. Terima kasih Mbu Tien... makin pinisirn trs ... sehat² trs Mbu Tien...

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah, suwun Bu Tien.....sore sdh mengudara....😊
    Salam sehat selalu....🙏😊

    ReplyDelete
  11. Makasih Mbak Tien.. Salam sehat Aduhai selalu.

    ReplyDelete
  12. Terima kasih Bunda, smg sehat selalu, salam Aduhai Ah dari Pasuruan

    ReplyDelete
  13. Terimakasih bu Tien, ADUHAI AH makin ADUHAI 👍

    ReplyDelete
  14. Yang ditunggu sdh tayang. Mksh, bu Tien

    ReplyDelete
  15. Matur nuwun mbak Tien-ku ADUHAI AH sudah tayang.
    Wah Desy jadi berencana untuk belajar ke luar negeri ya, tidak menunggu klarifikasi dari Danar dulu.
    Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI AH.

    ReplyDelete
  16. Dr danarto emang oyee cerdik pandai pinter percaya diri ngk mau sembarangan mau dikadalin hesti hehehev betul dugaanku pasti telepon ambulan utk bawa hesti ke igd rs hehehe ketahuan bohongxa dr danarto laki2 yg berbudi pasti banyak ujianxa sampai difitnah endah segala dr dessyxa
    Dan utk menguji seberapa besar cintaxa dr danarto
    Dr hesti pergi ikut kakakxa lala di ln
    Makin seru dan makin penasaran menunggu selanjutxa siiiiip

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah, mtr nuwun bunda Tien.

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah....ADUHAI AH 16 dah tayang gasik terima kasih Bu Tien

    ReplyDelete
  19. alhamdulillah dah tayang...mksh bu Tien

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah ADUHAI-AH 16 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah ADUHAI AH Episode 16 sudah tayang, matur nuwun mbak Tien Kamalasari.
    Semoga tetap sehat, bahagia bersama keluarga, dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin Yaa Robbal Alamiin.

    ReplyDelete
  22. Alhamdullilah AA 16 sdh hadir..mksih y bunda..slm seroja dan aduhai dri sukabumi😘😘🙏

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah.. terimakasih mbak Tien..🙏🙏 Semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  24. Makin seru dan makin ADUHAI saja, jadi tambah penasaran ini bun...☺

    Matur nuwun bunda Tien...🙏

    ReplyDelete
  25. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  26. Dessy minggat...
    Terima kasih mbak Tien...

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah, matursuwun bu Tien
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  28. Alhamdulillah AA 16 sdh tyg. Manusang dan Slm seroja utk mb Tien dan para pctk🤗

    ReplyDelete
  29. Sekembalinya dari Surabaya untuk menyatakan perbedaan pendapat pada Sriani dan memberikan teguran mengapa sampai melakukan yang tidak sepatutnya, pada Desy sampai menelpon.

    Dengan begitu susah Danarto mendapat jawaban setuju untuk hidup bersama membangun keluarga, ke alotan Desy itu yang merupakan tantangan tersendiri bagi Danarto.

    Dia tidak mau mendapatkan secara mudah mendapatkan calon istri, bahkan sampai melakukan kebohongan seperti yang sudah-sudah dilakukan beberapa orang untuk menarik simpatinya.

    Mudah mudahan sekembalinya dari menemui Sriani, Tindy dapat memberikan pertimbangan agar Desy yang dengan alasan akan sekolah lagi menyusul Lala, bisa ditunda.

    Apalagi Sarman juga sudah memberi saran pada Desy agar jangan hanya masalah kecil dibesar besarkan, walaupun itu alasan yang lumrah, melanjutkan sekolah.

    Kemendadakan itu yang tampak Desy terlalu banyak pertimbangan, dia ingatkan dia sudah cukup usia untuk berkeluarga.

    Semoga sekembalinya dari Surabaya Danarto masih berkesempatan menjelaskan pada idaman hatinya.


    Terimakasih Bu Tien,
    ADUHAI AH yang ke enam belas sudah tayang,
    sehat sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  30. Aduh mbak Desy koq malah menghindar dari mas Danar, ngobrol dongs biar clear masalah nya.
    Ah.... Gemes aku.

    ReplyDelete

BULAN HANYA SEPARUH

BULAN HANYA SEPARUH (Tien Kumalasari) Awan tipis menyelimuti langit Lalu semua jadi kelabu Aku tengadah mencari-cari Dimana bulan penyinar a...