ADUHAI AH 14
(Tien Kumalasari)
“Danis! Jangan bercanda,” Danarto berteriak.
“Tidak, tadi dia bilang begitu. Beneran.”
Danarto menutup ponselnya, lalu bergegas keluar dari
rumah. Tapi tiba-tiba dilihatnya Hesti memasuki halaman dengan sepeda motornya.
Danarto menghempaskan napas kesal.
“Mas Danar, tolong mas,” seru Hesti setelah turun dari
sepeda motornya.
Danarto berhenti melangkah, berdiri tegak di depan
teras.
“Mas, aku kesakitan nih mas, tolong mas … “ kata Hesti
sambil nyelonong masuk ke dalam rumah, lalu membaringkan tubuhnya di sofa,
sambil merintih kesakitan.
Mau tak mau Danarto membalikkan tubuhnya lalu melangkah
mendekat.
“Maas,” rintihnya sambil memegangi perutnya.
“Kenapa sih?”
“Perutku sakit sekali, aduuh, nggak tahan mas..”
“Kalau sakit mengapa ke mari, bukannya ke klinik atau
ke rumah sakit?”
“Mas Danar gimana sih, mas Danar kan dokter, periksa
dong, aku ini kenapa? Aduuh.”
Tiba-tiba Danarto teringat sesuatu. Seorang gadis tiba-tiba
datang ke tempat dia praktek dan mengeluh sakit. Ngotot minta diperiksa, tapi
kemudian kabur ketika dia memintanya agar periksa USG. Wajah Hesti biasa saja,
yang mengatakan sakit adalah mulutnya. Apakah dia juga berpura-pura?
“Maaas, sakit sekali mas..” Hesti terus merintih
sambil mengelus perutnya, dan membiarkan pakaian atasnya sedikit tersingkap.
Danarto melewatinya, melangkah ke belakang. Ia membuka
almari obat, mengambil suatu obat, lalu menuangkan segelas air putih yang
kemudian dibawanya ke depan.
“Ini obat. Betulkan pakaianmu. Itu tidak pantas,”
katanya tandas, tanpa melihatnya.
“Maas.”
Mau tak mau Hesti menarik pakaiannya ke bawah,
sehingga yang semula terbuka kemudian tertutupi.
“Sakit mas.”
“Itu obat penawar sakit. Minumlah.”
“Kok nggak di periksa sih mas?”
Nah, ini kok seperti lagu-lagunya gadis itu. Ah ya,
gadis bernama Endah yang memaksa agar dia memeriksa tubuhnya yang sakit. Apa
Hesti ini muridnya? Pikir Danarto.
“Bagaimana aku bisa memeriksa? Aku tidak praktek
di rumah dan tidak punya alat. Penyakit tidak bisa dideteksi hanya dengan
dipegang. Minum obatnya, dan kalau tidak berkurang sakitnya, pergilah ke rumah
sakit,” katanya sambil mendekatkan gelas ke arah Hesti.
“Aduuh, untuk bangun saja rasanya nyeri,” keluhnya.
Danarto melangkah ke belakang, dan kembali dengan membawa
sedotan.
Ia mengulurkan sebutir obat.
“Maas.”
“Telan obat itu dan minum airnya dengan sedotan.”
Mau tak mau Hesti terpaksa menelan obat itu dengan air
yang disediakan Danarto.
“Adakah obat gosok?” katanya kemudian, lirih.
Danarto melangkah ke dalam kamarnya, mengambil obat
gosok, dan tanpa diminta Hesti menyingkapkan lagi baju atasnya. Tapi Danarto
hanya mengulurkan obat itu, kemudian meninggalkannya.
“Maas, aku nggak bisa membukanya.”
“Maaf, aku sedang ada perlu dan tergesa-gesa. Setelah
sakitnya reda kamu bisa pulang sendiri kan? Kunci pintunya dan letakkan dibawah
taplak meja di teras,” katanya sambil menjauh.
Hesti hanya menatapnya dengan tatapan merana. Dan
hatinya bagai diiris mendengar deru mobil Danarto terdengar menjauh.
“Ya ampun, hatinya terbuat dari batu. Bodoh. Mengapa
tidak tertarik? Aku sudah melakukan apa yang disuruh penjual gorengan bernama
Endah itu. Dia bergeming, tak sedikitpun tertarik walau aku sudah menyingkapkan
sedikit bajuku seperti sarannya,” katanya sambil bangkit, lalu
membanting-banting kakinya.
Hesti yang masih hijau termakan bujukan wanita
berpengalaman seperti Endah, agar bisa merusak hubungan Danarto dengan dokter
Desy. Nyatanya apa? Hesti gigit jari. Kemudian ia mengambil ponselnya. Ditelpon nya
Endah dengan perasaan kesal.
“Bagaimana? Berhasil kan?” sambut Endah dari seberang
sana.
“Apa… Dia meninggalkan aku begitu saja setelah
mencekoki aku dengan sebutir obat. Entah obat apa. Sekarang tubuhku jadi
berkeringat nih.”
“Jadi saat ini kamu ada di rumahnya?”
“Iya, dan dia pergi, menyuruh aku pulang setelah
sakitnya reda. Menyebalkan!”
“Dasar bocah ingusan. Jangan pulang.”
“Jangan pulang?”
“Jangan pulang, tetaplah di situ sampai dia pulang,
dan tetaplah kesakitan sampai dia menggendong kamu ke rumah sakit. Nikmat kan,
digendong dokter ganteng?” kata Endah sambil terkekeh genit.
“Oh, gitu ya.”
“Kamu harus menjadi gadis dewasa yang tak mudah
menyerah sebelum rayuan kamu mendapat sambutan. Kamu tahu, laki-laki itu gampang
ditundukkan kok. Dia itu lemah, asalkan kamu pandai meruntuhkan hatinya.”
“Bagaimana caranya?”
“Bodoh.”
“Kasih tahu dong.”
“Merintih dan merengek terus sampai dia menggendong
kamu. Sudah, aku sedang melayani pembeli.”
Dan Hesti kesal karena pembicaraan itu terhenti begitu
saja. Tapi kemudian ia mengerti satu hal, yaitu bahwa dia tak akan pergi dari
rumah itu sampai Danarto kembali.
***
“Bu, bolehkah pinjam mobil Ibu?”
“Mobilmu ke mana?”
“Desy pinjamkan ke Danis, karena dia sedang banyak
urusan. Mungkin besok dia baru akan mengembalikannya.”
“Kamu mau ke mana?”
“Mau jalan-jalan sama Tutut.”
“Ya sudah, pergi sana, tapi hati-hati ya.”
Desy memang mengajak Tutut jalan-jalan, yang diterima
adiknya dengan senang hati.
Tindy merasa belum bisa mengerti apa yang akan
dilakukan Desy setelah ia mengeluhkan tentang perjodohan Danarto dengan pilihan
almarhumah orang tuanya.
Tapi tak lama kemudian Danarto benar-benar datang.
Tindy masih duduk di teras sendirian ketika Danarto
dengan wajah kusut datang mendekatinya.
“Selamat sore Bu,” sapa Danarto sambil meraih tangan Tindy
dan diciumnya.
“Selamat sore Nak, dari mana ini?”
“Dari rumah Bu, Desy ada?”
“Desy baru saja keluar bersama Tutut. Belum ada
sepuluh menit.”
“Kemana ya Bu?”
“Katanya sih mau jalan-jalan. Nggak tahu Ibu, mereka
mau jalan ke mana.”
“Oh,” jawab Danarto lesu.
“Duduklah. Tampaknya suasana hati sedang tidak nyaman
ya Nak?”
Danarto menghela napas.
“Hari ini tiba-tiba Desy susah dihubungi,” keluh
Danarto.
“Masa? Selama di rumah sakit tidak ketemu?”
“Tidak Bu. Ada apa ya, saya bingung sekali. Itu
sebabnya saya datang kemari.”
“Ibu juga tidak mengerti. Desy pulang masih siang,
tidak seperti biasanya. Wajahnya juga seperti tidak bersemangat.”
“Apakah dia mengatakan sesuatu sama Ibu?”
“Itulah Nak, ibu heran. Kalian ini kan sudah sepakat
mau segera menikah. Kok kemudian ada kejadian seperti ini.”
“Memangnya Desy mengatakan apa Bu, saya benar-benar
tidak mengerti.”
“Mengapa Nak Danar tidak mengatakan kepada Desy bahwa
Nak Danar sudah dijodohkan dengan seseorang?”
Danarto terhenyak mendengar penuturan Tindy. Dari mana
Desy tahu tentang perjodohan itu? Memang dia tidak mengatakannya karena tidak
menganggap serius perjodohan itu.
“Mengapa Nak?” desak Tindy.
“Dari mana Desy tahu tentang perjodohan itu?”
“Jadi nak Danarto memang menyembunyikannya?” tuduh
Tindy.
“Maaf Bu, bukan menyembunyikannya. Saya juga tidak
tahu bahwa saya sudah dijodohkan. Baru beberapa minggu ini saya mendengarnya.
Tapi saya tidak mengacuhkannya karena saya memang tidak tahu bahwa sudah
dijodohkan.”
“Lalu dari mana Nak Danar tahu bahwa sudah dijodohkan?”
“Dari ibunya gadis itu, yang sesungguhnya belum lama
saya kenal. Tapi almarhumah ibu saya sendiri tidak pernah mengatakan kepada
saya tentang perjodohan itu.”
“Barangkali Desy merasa bahwa Nak Danar menyembunyikannya.
Desy itu kan susah sekali bisa menerima keadaan. Dia kan baru saja bisa
menerima Nak Danarto, setelah mungkin saja melalui beberapa pertimbangan. Dan
berita tentang perjodohan itu rupanya menumbangkan lagi kesiapannya untuk
menikah. Dia sepertinya menganggap ini sebagai sebuah kendala.”
“Tapi saya mencintai Desy Bu, hanya mencintai Desy dan
akan menjadikannya sebagai isteri saya selamanya. Bukan gadis itu.”
“Bisakah Desy mengerti? Anak itu sangat sulit
ditaklukkan. Ketakutan demi ketakutan membuatnya tak pernah berani melangkah.”
“Sebetulnya dari mana Desy tahu semua itu?”
“Dia ditelpon seseorang.”
“Siapa?”
“Katanya sih ibunya gadis itu.”
“Ya Tuhan …” keluh Danarto sambil mengusap wajahnya
dengan kedua belah tangannya.”
“Selesaikan dulu masalah Nak Danar, baru kemudian
bicara lagi dengan Desy. Barangkali saat ini dia belum bisa diajak bicara.”
***
Danarto memang tidak menunggu Desy di rumahnya. Ibunya
sudah mengatakan semuanya dan memang benar bahwa Desy belum bisa di ajak
bicara. Barangkali dia harus menunggu sampai persoalan perjodohan itu tuntas.
Dia harus bicara dengan bu Sriani bahwa Hesti bukan pilihannya.
Danarto memacu mobilnya ke rumah Danis. Ia melihat
mobil Desy diparkir di halaman. Tapi ia sudah tahu bahwa Danis memang membawa mobil
Desy sejak siang tadi.
Ia belum sempat memencet bel tamu ketika pintu sudah
terbuka dan Danis muncul sambil tersenyum menyambutnya.
“Kamu mau mengambil mobil Desy?”
“Tidak, bagaimana mungkin aku mengambilnya sedangkan
aku membawa mobil sendiri,” kata Danarto yang kemudian duduk di teras tanpa
dipersilakan.
“Kok sepi?” lanjutnya setelah Danis ikut duduk
didepannya.
“Sepi lah, aku kan bujangan,” kata Danis dengan wajah
murung.
“Apa maksudmu? Jangan bilang kamu mengaku bujangan
gara-gara tertarik sama wanita lain.”
Danis tertawa masam.
“Kebalik, tahu!”
“Kebalik bagaimana ?”
“Aku segera menjadi bujangan. Saat ini sedang mengurus
perceraian kami.”
“Danis !”
“Itu benar. Aku kan pernah cerita, isteriku sering
meninggalkan rumah dengan alasan menunggui orang tuanya yang lagi sakit?
Sebenarnya dia menemui pacar lamanya. Pacar sebelum dia menikah dengan aku.”
“Ya Tuhan. Itu benar? Aduh…”
Danarto menyandarkan tubuhnya di kursi. Tak sampai hati
ia mengeluh pada orang yang sedang punya masalah juga.
“Kenapa aduh?”
“Nggak nyangka ternyata kamu sedang punya masalah.”
“Tidak. Itu bukan masalah. Semuanya sudah selesai dan
aku ikhlas melepasnya.”
“Mengapa kamu tidak berusaha mempertahankan keluarga
kamu? Kalian sudah punya anak lho Nis.”
“Bagaimana aku harus mempertahankannya? Sebuah rumah
tangga harus didasari saling mencintai dan menyayangi. Kalau hanya salah satu
yang mencintai, maka rumah tangga itu akan pincang. Ya kan? Aku sudah berusaha
selama ini. Berusaha sabar dan mengerti. Baiklah, cinta pertama mungkin susah
dihilangkan dari ingatan. Aku biarkan ketika mereka berbincang saat ketemu di
sebuah rumah makan. Saat itu kami memang sedang makan. Lalu dia datang, dan
isteriku dengan antusias menyambutnya. Barangkali kemudian disusul dengan
pertemuan demi pertemuan, lalu dia berterus terang bahwa sesungguhnya tidak
mencintai aku, tapi dia. Lalu apa? Aku harus bersimpuh dihadapannya dan memohon
agar dia jangan pergi? Tidak Dan, ketika cinta tak lagi bertaut maka lebih baik
kami berpisah. Sudahlah, aku benar-benar ikhlas kok.”
“Ya ampun Danis, aku tidak mengira … “
“Tak ada yang mengira akan begini jadinya. Oh ya
Danar, kamu datang kemari karena ada sesuatu kah?”
“Nggak, nggak ada, aku hanya mampir.”
“Bukan karena ingin menanyakan perihal sikap Desy?”
“Memangnya apa yang kamu ketahui tentang sikapnya?”
“Nggak tahu aku, dia belum cerita apa-apa.”
“Soal mau pergi itu?” akhirnya Danarto memancing
cerita tentang Desy juga.
“Ya itu, dia cuma bilang mau pergi jauh saja. Nggak
tahu alasannya, dia belum cerita.”
“Kamu tahu Hesti kan?”
“O, dia cemburu sama Hesti?”
“Yaah, nanti dulu, bukan masalah cemburu.”
“Lalu … ?”
“Kata ibunya Hesti, aku sama Hesti itu sudah
dijodohkan sejak kecil.”
“Wauw… itu sebabnya dia selalu tampak memperhatikan kamu
saat sakit?”
“Aku tidak tahu. Almarhumah ibuku belum pernah
mengatakan adanya perjodohan diantara aku dan Hesti. Tentu saja aku menolaknya.
Tapi entah bagaimana, ibunya Hesti bisa-bisanya menelpon Desy tentang hal itu.”
“O, jadi begitu? Pasti Desy merasa ragu-ragu karena
itu. Soalnya dia menampik ketika aku mengatakan bahwa kalian akan menikah.
Siapa menikah? Katanya begitu.”
“Ini jadi rumit.”
“Sangat rumit, mengingat Desy itu gampang patah
semangat.”
“Aku akan menemui ibunya Hesti dan mengatakan bahwa
aku akan menolaknya.”
“Nah, selesaikan dulu urusan kamu dengan keluarganya
Hesti, baru bicara lagi sama Desy.”
“Baiklah, tapi aku menyesal akhirnya berkeluh di
hadapan kamu, sementara kamu juga sedang ada masalah.”
“Tidak sobat, masalahku sudah selesai begitu aku
memutuskan cerai. Barangkali lebih menyenangkan hidup menjadi bujangan ya?”
“Jangan. Carilah isteri lagi, seseorang yang
benar-benar mencintai kamu dan bisa mendampingi kamu selamanya.”
“Baiklah, doakan aku ya.”
“Doakan aku juga.”
***
Danarto memasuki halaman rumahnya dan melihat lampu
teras sudah menyala. Barangkali Hesti pergi setelah hari mulai gelap, sehingga
sempat menyalakan lampu.
“Ia masih memarkir mobilnya dan belum memasukkannya ke
garasi. Ia mencari kunci pintu dibawah taplak meja, seperti dia berpesan sama
Hesti, tapi kunci itu tak ada. Danarto menuju pintu, dan ternyata pintunya
tidak terkunci.
“Hm, bocah itu sangat sembrono. Untunglah kampung ini
aman dari pencuri,” gumamnya sambil langsung masuk ke rumah.
Ia meletakkan kunci mobil di meja, lalu membuka pintu
kamarnya. Dan betapa terkejutnya ketika melihat Hesti tergolek di ranjangnya,
tampak pulas tertidur.
***
Besok lagi ya.
Yeess
ReplyDeleteTrmksh mb Tien
ReplyDeleteAlhamdulilah...msh sore dah tayang...
ReplyDeleteAlhamdulilah suwun² mbakyu tayang santun, wassalam...dari Belitang, Ok Timur
ReplyDeleteAlhamdulillah sudah tayang, makasih Bunda
ReplyDeleteAlhamdulillah ADUHAI-AH 14 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulillah ❤️😘
ReplyDeleteAlhamdullilah bunda AA 14 sdh tayang lbh awal..slmt mlm dan slm sht sll unk 🙏🌹 🥰
ReplyDeleteSelamat jeng Nani juara 1.
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien AD...AH_14 sdh hadir ditengah para pembacanya, semoga bu Tien sehat terus dan terus sehat.
Salam ADUHAI dari Bandung.
Terimakasih bunda..
ReplyDeleteAlhamdulilah sdh tayang.. Aduhai sekali
Selamat beristirahat bunda..
Semoga sehat & bahagia selalu..,,,
Alhamdulillah ADUHAI AH ~ 14 sudah hadir .. maturnuwun Bu Tien🙏
ReplyDeleteAlhamdllh... terima kasih Mbu Tien... sehat² sllu
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah ... Terina kasih Bu Tien. Semoga sehat selalu.
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteGasik
Matur nuwun bu Tien
Alhamdulilah tks bu tien, salam sehat
ReplyDeleteHati² Danar, jangan sampai terjebak sama Hesti.
ReplyDeletePerjuangkan cintamu kpd Desi.
Makasih mba Tien.
Salam hangat selalu. Aduhai
Alhamdulillah.. terima kasih bunda Tien, sehat selalu dan Aduhai Ah..
ReplyDeleteTerima kasih Bunda, makin penasaran dengan cerita selanjutnya, bukan tulisan bunda kalau tidak bisa bikin penasaran pembacanya, salan sehat n tetap semangat, Aduhai Ah ......
ReplyDeleteAlhamdulillah sudah terbit
ReplyDeleteOh Selamat Idul Fitri mohon maaf lahir batin buat mbak Tien dan semuanya...
Alhamdulillah sdh tayang .... trimakasih bu Tien. Sehat selalu
ReplyDeleteMakasih bu Tien. Semoga bu Tien sehat selalu. Aamiin 🤲
ReplyDeletealhamdulillah...maturnuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah ADUHAI AH Episode 14 sudah tayang, matur nuwun mbak Tien.
ReplyDeleteSemoga tetap sehat, bahagia bersama keluarga, dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin Yaa Robbal Alamiin.
Alhamdulillah...
ReplyDeleteADUHAI AH dah tayang...terimakasih
Alhamdulillah ADUHAI AH 14 sdh hadir
ReplyDeletesemakin seru dan bikin penasaran lanjutan ceritanya
Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bahagia bersama keluarga.
Aamiin Yaa Robbal' Aalamiin
Terima kasih ibu Tien, antagonisnya (Hesti) sukses bisa memperkeruh suasana.. .
ReplyDeleteTerimakasih Bunda Tien,
ReplyDeleteSalam sehat selalu...
Salam aduhaiiii
Terima kasih bu tien cerbungnya
ReplyDeleteAlhamdulillah, suwun Bu Tien.....salam sehat selalu....🙏😊
ReplyDeleteAlhamdulillah. Trm ksh ibu Tien AA 14 sdh tayang.
ReplyDeleteAlhamdulillah. Matursuwun bu Tien...makin ADUHAI aja
ReplyDeletesalam sehat selalu
Mengapa kok ada orang senekad Hesti itu? Dia kan baru kenal Danarto, tapi kok seperti sudah kenal lama?
ReplyDeleteNekad Si Hesti udah di tolak mentah2 masih saja..berusaha dan nih malah mskin runyam Desy ke USA berabe deh masa LDR jgn thor ..lo Hesti nginap dah tinggal aja ke Danis dr pada jd masalah..widih pasti klu Desy tahu pasti tambah makin menjauh ..ayo Danar ...Desy cepat sakit Hsti selesaikan...masalh dgn ibu nya Hesti.trima kasih bu Tien
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteWah wah dasar Hesty gak punya urat malu.....trims Bu tien
ReplyDeleteAssalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nuwun bu Tien 🤗💖
Aduhaaii ah,, Hesti kebangetan...
Salam Sehat wal'afiat semua ya bu Tien
Matursuwun mbak Tien.
ReplyDeleteTerus kutunggu dan kutunggu
Maturnuwun sanget mbak mugi berkah. Aamiiin
ReplyDeleteAduhh, baca episode yg ini, koq saya takut mas Danar dijebak akhirnya.... 😔😔😔😔
ReplyDeleteSelamatkan mas Danar yaa Bu Tien...
Salem(Boston) MA May 07.2022. Terima kasih bunda Tien untuk tayangan Aduhai Ah ke 15, seru banget bikin saya gemes sama bitchy itu! Maaf ya saya jadi emosi jiwa hahahaha, Sela,at malam semua selamat istirahat!
ReplyDeleteBu Tien jgn ssmpai hesti yg licik berada diats angin, bikn yg julik jahat jera
ReplyDelete