Friday, May 6, 2022

ADUHAI AH 14

 

ADUHAI AH  14

(Tien Kumalasari)

 

“Danis! Jangan bercanda,” Danarto berteriak.

“Tidak, tadi dia bilang begitu. Beneran.”

Danarto menutup ponselnya, lalu bergegas keluar dari rumah. Tapi tiba-tiba dilihatnya Hesti memasuki halaman dengan sepeda motornya.

Danarto menghempaskan napas kesal.

“Mas Danar, tolong mas,” seru Hesti setelah turun dari sepeda motornya.

Danarto berhenti melangkah, berdiri tegak di depan teras.

“Mas, aku kesakitan nih mas, tolong mas … “ kata Hesti sambil nyelonong masuk ke dalam rumah, lalu membaringkan tubuhnya di sofa, sambil merintih kesakitan.

Mau tak mau Danarto membalikkan tubuhnya lalu melangkah mendekat.

“Maas,” rintihnya sambil memegangi perutnya.

“Kenapa sih?”

“Perutku sakit sekali, aduuh, nggak tahan mas..”

“Kalau sakit mengapa ke mari, bukannya ke klinik atau ke rumah sakit?”

“Mas Danar gimana sih, mas Danar kan dokter, periksa dong, aku ini kenapa? Aduuh.”

Tiba-tiba Danarto teringat sesuatu. Seorang gadis tiba-tiba datang ke tempat dia praktek dan mengeluh sakit. Ngotot minta diperiksa, tapi kemudian kabur ketika dia memintanya agar periksa USG. Wajah Hesti biasa saja, yang mengatakan sakit adalah mulutnya. Apakah dia juga berpura-pura?

“Maaas, sakit sekali mas..” Hesti terus merintih sambil mengelus perutnya, dan membiarkan pakaian atasnya sedikit tersingkap.

Danarto melewatinya, melangkah ke belakang. Ia membuka almari obat, mengambil suatu obat, lalu menuangkan segelas air putih yang kemudian dibawanya ke depan.

“Ini obat. Betulkan pakaianmu. Itu tidak pantas,” katanya tandas, tanpa melihatnya.

“Maas.”

Mau tak mau Hesti menarik pakaiannya ke bawah, sehingga yang semula terbuka kemudian tertutupi.

“Sakit mas.”

“Itu obat penawar sakit. Minumlah.”

“Kok nggak di periksa sih mas?”

Nah, ini kok seperti lagu-lagunya gadis itu. Ah ya, gadis bernama Endah yang memaksa agar dia memeriksa tubuhnya yang sakit. Apa Hesti ini muridnya? Pikir Danarto.

“Bagaimana aku bisa memeriksa? Aku tidak praktek di rumah dan tidak punya alat. Penyakit tidak bisa dideteksi hanya dengan dipegang. Minum obatnya, dan kalau tidak berkurang sakitnya, pergilah ke rumah sakit,” katanya sambil mendekatkan gelas ke arah Hesti.

“Aduuh, untuk bangun saja rasanya nyeri,” keluhnya.

Danarto melangkah ke belakang, dan kembali dengan membawa sedotan.

Ia mengulurkan sebutir obat.

“Maas.”

“Telan obat itu dan minum airnya dengan sedotan.”

Mau tak mau Hesti terpaksa menelan obat itu dengan air yang disediakan Danarto.

“Adakah obat gosok?” katanya kemudian, lirih.

Danarto melangkah ke dalam kamarnya, mengambil obat gosok, dan tanpa diminta Hesti menyingkapkan lagi baju atasnya. Tapi Danarto hanya mengulurkan obat itu, kemudian meninggalkannya.

“Maas, aku nggak bisa membukanya.”

“Maaf, aku sedang ada perlu dan tergesa-gesa. Setelah sakitnya reda kamu bisa pulang sendiri kan? Kunci pintunya dan letakkan dibawah taplak meja di teras,” katanya sambil menjauh.

Hesti hanya menatapnya dengan tatapan merana. Dan hatinya bagai diiris mendengar deru mobil Danarto terdengar menjauh.

“Ya ampun, hatinya terbuat dari batu. Bodoh. Mengapa tidak tertarik? Aku sudah melakukan apa yang disuruh penjual gorengan bernama Endah itu. Dia bergeming, tak sedikitpun tertarik walau aku sudah menyingkapkan sedikit bajuku seperti sarannya,” katanya sambil bangkit, lalu membanting-banting kakinya.

Hesti yang masih hijau termakan bujukan wanita berpengalaman seperti Endah, agar bisa merusak hubungan Danarto dengan dokter Desy. Nyatanya apa? Hesti gigit jari. Kemudian ia mengambil ponselnya. Ditelpon nya Endah dengan perasaan kesal.

“Bagaimana? Berhasil kan?” sambut Endah dari seberang sana.

“Apa… Dia meninggalkan aku begitu saja setelah mencekoki aku dengan sebutir obat. Entah obat apa. Sekarang tubuhku jadi berkeringat nih.”

“Jadi saat ini kamu ada di rumahnya?”

“Iya, dan dia pergi, menyuruh aku pulang setelah sakitnya reda. Menyebalkan!”

“Dasar bocah ingusan. Jangan pulang.”

“Jangan pulang?”

“Jangan pulang, tetaplah di situ sampai dia pulang, dan tetaplah kesakitan sampai dia menggendong kamu ke rumah sakit. Nikmat kan, digendong dokter ganteng?” kata Endah sambil terkekeh genit.

“Oh, gitu ya.”

“Kamu harus menjadi gadis dewasa yang tak mudah menyerah sebelum rayuan kamu mendapat sambutan. Kamu tahu, laki-laki itu gampang ditundukkan kok. Dia itu lemah, asalkan kamu pandai meruntuhkan hatinya.”

“Bagaimana caranya?”

“Bodoh.”

“Kasih tahu dong.”

“Merintih dan merengek terus sampai dia menggendong kamu. Sudah, aku sedang melayani pembeli.”

Dan Hesti kesal karena pembicaraan itu terhenti begitu saja. Tapi kemudian ia mengerti satu hal, yaitu bahwa dia tak akan pergi dari rumah itu sampai Danarto kembali.

***

“Bu, bolehkah pinjam mobil Ibu?”

“Mobilmu ke mana?”

“Desy pinjamkan ke Danis, karena dia sedang banyak urusan. Mungkin besok dia baru  akan  mengembalikannya.”

“Kamu mau ke mana?”

“Mau jalan-jalan sama Tutut.”

“Ya sudah, pergi sana, tapi hati-hati ya.”

Desy memang mengajak Tutut jalan-jalan, yang diterima adiknya dengan senang hati.

Tindy merasa belum bisa mengerti apa yang akan dilakukan Desy setelah ia mengeluhkan tentang perjodohan Danarto dengan pilihan almarhumah orang tuanya.

Tapi tak lama kemudian Danarto benar-benar datang.

Tindy masih duduk di teras sendirian ketika Danarto dengan wajah kusut datang mendekatinya.

“Selamat sore Bu,” sapa Danarto sambil meraih tangan Tindy dan diciumnya.

“Selamat sore Nak, dari mana ini?”

“Dari rumah Bu, Desy ada?”

“Desy baru saja keluar bersama Tutut. Belum ada sepuluh menit.”

“Kemana ya Bu?”

“Katanya sih mau jalan-jalan. Nggak tahu Ibu, mereka mau jalan ke mana.”

“Oh,” jawab Danarto lesu.

“Duduklah. Tampaknya suasana hati sedang tidak nyaman ya Nak?”

Danarto menghela napas.

“Hari ini tiba-tiba Desy susah dihubungi,” keluh Danarto.

“Masa? Selama di rumah sakit tidak ketemu?”

“Tidak Bu. Ada apa ya, saya bingung sekali. Itu sebabnya saya datang kemari.”

“Ibu juga tidak mengerti. Desy pulang masih siang, tidak seperti biasanya. Wajahnya juga seperti tidak bersemangat.”

“Apakah dia mengatakan sesuatu sama Ibu?”

“Itulah Nak, ibu heran. Kalian ini kan sudah sepakat mau segera menikah. Kok kemudian ada kejadian seperti ini.”

“Memangnya Desy mengatakan apa Bu, saya benar-benar tidak mengerti.”

“Mengapa Nak Danar tidak mengatakan kepada Desy bahwa Nak Danar sudah dijodohkan dengan seseorang?”

Danarto terhenyak mendengar penuturan Tindy. Dari mana Desy tahu tentang perjodohan itu? Memang dia tidak mengatakannya karena tidak menganggap serius perjodohan itu.

“Mengapa Nak?” desak Tindy.

“Dari mana Desy tahu tentang perjodohan itu?”

“Jadi nak Danarto memang menyembunyikannya?” tuduh Tindy.

“Maaf Bu, bukan menyembunyikannya. Saya juga tidak tahu bahwa saya sudah dijodohkan. Baru beberapa minggu ini saya mendengarnya. Tapi saya tidak mengacuhkannya karena saya memang tidak tahu bahwa sudah dijodohkan.”

“Lalu dari mana Nak Danar tahu bahwa sudah dijodohkan?”

“Dari ibunya gadis itu, yang sesungguhnya belum lama saya kenal. Tapi almarhumah ibu saya sendiri tidak pernah mengatakan kepada saya tentang perjodohan itu.”

“Barangkali Desy merasa bahwa Nak Danar menyembunyikannya. Desy itu kan susah sekali bisa menerima keadaan. Dia kan baru saja bisa menerima Nak Danarto, setelah mungkin saja melalui beberapa pertimbangan. Dan berita tentang perjodohan itu rupanya menumbangkan lagi kesiapannya untuk menikah. Dia sepertinya menganggap ini sebagai sebuah kendala.”

“Tapi saya mencintai Desy Bu, hanya mencintai Desy dan akan menjadikannya sebagai isteri saya selamanya. Bukan gadis itu.”

“Bisakah Desy mengerti? Anak itu sangat sulit ditaklukkan. Ketakutan demi ketakutan membuatnya tak pernah berani melangkah.”

“Sebetulnya dari mana Desy tahu semua itu?”

“Dia ditelpon seseorang.”

“Siapa?”

“Katanya sih ibunya gadis itu.”

“Ya Tuhan …” keluh Danarto sambil mengusap wajahnya dengan kedua belah tangannya.”

“Selesaikan dulu masalah Nak Danar, baru kemudian bicara lagi dengan Desy. Barangkali saat ini dia belum bisa diajak bicara.”

***

Danarto memang tidak menunggu Desy di rumahnya. Ibunya sudah mengatakan semuanya dan memang benar bahwa Desy belum bisa di ajak bicara. Barangkali dia harus menunggu sampai persoalan perjodohan itu tuntas. Dia harus bicara dengan bu Sriani bahwa Hesti bukan pilihannya.

Danarto memacu mobilnya ke rumah Danis. Ia melihat mobil Desy diparkir di halaman. Tapi ia sudah tahu bahwa Danis memang membawa mobil Desy sejak siang tadi.

Ia belum sempat memencet bel tamu ketika pintu sudah terbuka dan Danis muncul sambil  tersenyum menyambutnya.

“Kamu mau mengambil mobil Desy?”

“Tidak, bagaimana mungkin aku mengambilnya sedangkan aku membawa mobil sendiri,” kata Danarto yang kemudian duduk di teras tanpa dipersilakan.

“Kok sepi?” lanjutnya setelah Danis ikut duduk didepannya.

“Sepi lah, aku kan bujangan,” kata Danis dengan wajah murung.

“Apa maksudmu? Jangan bilang kamu mengaku bujangan gara-gara tertarik sama wanita lain.”

Danis tertawa masam.

“Kebalik, tahu!”

“Kebalik bagaimana ?”

“Aku segera menjadi bujangan. Saat ini sedang mengurus perceraian kami.”

“Danis !”

“Itu benar. Aku kan pernah cerita, isteriku sering meninggalkan rumah dengan alasan menunggui orang tuanya yang lagi sakit? Sebenarnya dia menemui pacar lamanya. Pacar sebelum dia menikah dengan aku.”

“Ya Tuhan. Itu benar? Aduh…”

Danarto menyandarkan tubuhnya di kursi. Tak sampai hati ia mengeluh pada orang yang sedang punya masalah juga.

“Kenapa aduh?”

“Nggak nyangka ternyata kamu sedang punya masalah.”

“Tidak. Itu bukan masalah. Semuanya sudah selesai dan aku ikhlas melepasnya.”

“Mengapa kamu tidak berusaha mempertahankan keluarga kamu? Kalian sudah punya anak lho Nis.”

“Bagaimana aku harus mempertahankannya? Sebuah rumah tangga harus didasari saling mencintai dan menyayangi. Kalau hanya salah satu yang mencintai, maka rumah tangga itu akan pincang. Ya kan? Aku sudah berusaha selama ini. Berusaha sabar dan mengerti. Baiklah, cinta pertama mungkin susah dihilangkan dari ingatan. Aku biarkan ketika mereka berbincang saat ketemu di sebuah rumah makan. Saat itu kami memang sedang makan. Lalu dia datang, dan isteriku dengan antusias menyambutnya. Barangkali kemudian disusul dengan pertemuan demi pertemuan, lalu dia berterus terang bahwa sesungguhnya tidak mencintai aku, tapi dia. Lalu apa? Aku harus bersimpuh dihadapannya dan memohon agar dia jangan pergi? Tidak Dan, ketika cinta tak lagi bertaut maka lebih baik kami berpisah. Sudahlah, aku benar-benar ikhlas kok.”

“Ya ampun Danis, aku tidak mengira … “

“Tak ada yang mengira akan begini jadinya. Oh ya Danar, kamu datang kemari karena ada sesuatu kah?”

“Nggak, nggak ada, aku hanya mampir.”

“Bukan karena ingin menanyakan perihal sikap Desy?”

“Memangnya apa yang kamu ketahui tentang sikapnya?”

“Nggak tahu aku, dia belum cerita apa-apa.”

“Soal mau pergi itu?” akhirnya Danarto memancing cerita tentang Desy juga.

“Ya itu, dia cuma bilang mau pergi jauh saja. Nggak tahu alasannya, dia belum cerita.”

“Kamu tahu Hesti kan?”

“O, dia cemburu sama Hesti?”

“Yaah, nanti dulu, bukan masalah cemburu.”

“Lalu … ?”

“Kata ibunya Hesti, aku sama Hesti itu sudah dijodohkan sejak kecil.”

“Wauw… itu sebabnya dia selalu tampak memperhatikan kamu saat sakit?”

“Aku tidak tahu. Almarhumah ibuku belum pernah mengatakan adanya perjodohan diantara aku dan Hesti. Tentu saja aku menolaknya. Tapi entah bagaimana, ibunya Hesti bisa-bisanya menelpon Desy tentang hal itu.”

“O, jadi begitu? Pasti Desy merasa ragu-ragu karena itu. Soalnya dia menampik ketika aku mengatakan bahwa kalian akan menikah. Siapa menikah? Katanya begitu.”

“Ini jadi rumit.”

“Sangat rumit, mengingat Desy itu gampang patah semangat.”

“Aku akan menemui ibunya Hesti dan mengatakan bahwa aku akan menolaknya.”

“Nah, selesaikan dulu urusan kamu dengan keluarganya Hesti, baru bicara lagi sama Desy.”

“Baiklah, tapi aku menyesal akhirnya berkeluh di hadapan kamu, sementara kamu juga sedang ada masalah.”

“Tidak sobat, masalahku sudah selesai begitu aku memutuskan cerai. Barangkali lebih menyenangkan hidup menjadi bujangan ya?”

“Jangan. Carilah isteri lagi, seseorang yang benar-benar mencintai kamu dan bisa mendampingi kamu selamanya.”

“Baiklah, doakan aku ya.”

“Doakan aku juga.”

***

Danarto memasuki halaman rumahnya dan melihat lampu teras sudah menyala. Barangkali Hesti pergi setelah hari mulai gelap, sehingga sempat menyalakan lampu.

“Ia masih memarkir mobilnya dan belum memasukkannya ke garasi. Ia mencari kunci pintu dibawah taplak meja, seperti dia berpesan sama Hesti, tapi kunci itu tak ada. Danarto menuju pintu, dan ternyata pintunya tidak terkunci.

“Hm, bocah itu sangat sembrono. Untunglah kampung ini aman dari pencuri,” gumamnya sambil langsung masuk ke rumah.

Ia meletakkan kunci mobil di meja, lalu membuka pintu kamarnya. Dan betapa terkejutnya ketika melihat Hesti tergolek di ranjangnya, tampak pulas tertidur.

***

Besok lagi ya.



42 comments:

  1. Alhamdulilah...msh sore dah tayang...

    ReplyDelete
  2. Alhamdulilah suwun² mbakyu tayang santun, wassalam...dari Belitang, Ok Timur

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah sudah tayang, makasih Bunda

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah ADUHAI-AH 14 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  5. Alhamdullilah bunda AA 14 sdh tayang lbh awal..slmt mlm dan slm sht sll unk 🙏🌹 🥰

    ReplyDelete
  6. Selamat jeng Nani juara 1.
    Terima kasih bunda Tien AD...AH_14 sdh hadir ditengah para pembacanya, semoga bu Tien sehat terus dan terus sehat.
    Salam ADUHAI dari Bandung.

    ReplyDelete
  7. Terimakasih bunda..
    Alhamdulilah sdh tayang.. Aduhai sekali
    Selamat beristirahat bunda..
    Semoga sehat & bahagia selalu..,,,

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah ADUHAI AH ~ 14 sudah hadir .. maturnuwun Bu Tien🙏

    ReplyDelete
  9. Alhamdllh... terima kasih Mbu Tien... sehat² sllu

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah ... Terina kasih Bu Tien. Semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah
    Gasik
    Matur nuwun bu Tien

    ReplyDelete
  12. Hati² Danar, jangan sampai terjebak sama Hesti.
    Perjuangkan cintamu kpd Desi.
    Makasih mba Tien.
    Salam hangat selalu. Aduhai

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah.. terima kasih bunda Tien, sehat selalu dan Aduhai Ah..

    ReplyDelete
  14. Terima kasih Bunda, makin penasaran dengan cerita selanjutnya, bukan tulisan bunda kalau tidak bisa bikin penasaran pembacanya, salan sehat n tetap semangat, Aduhai Ah ......

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah sudah terbit
    Oh Selamat Idul Fitri mohon maaf lahir batin buat mbak Tien dan semuanya...

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah sdh tayang .... trimakasih bu Tien. Sehat selalu

    ReplyDelete
  17. Makasih bu Tien. Semoga bu Tien sehat selalu. Aamiin 🤲

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah ADUHAI AH Episode 14 sudah tayang, matur nuwun mbak Tien.
    Semoga tetap sehat, bahagia bersama keluarga, dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin Yaa Robbal Alamiin.

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah...
    ADUHAI AH dah tayang...terimakasih

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah ADUHAI AH 14 sdh hadir
    semakin seru dan bikin penasaran lanjutan ceritanya
    Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bahagia bersama keluarga.
    Aamiin Yaa Robbal' Aalamiin

    ReplyDelete
  21. Terima kasih ibu Tien, antagonisnya (Hesti) sukses bisa memperkeruh suasana.. .

    ReplyDelete
  22. Terimakasih Bunda Tien,
    Salam sehat selalu...
    Salam aduhaiiii

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah, suwun Bu Tien.....salam sehat selalu....🙏😊

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah. Trm ksh ibu Tien AA 14 sdh tayang.

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah. Matursuwun bu Tien...makin ADUHAI aja
    salam sehat selalu

    ReplyDelete
  26. Mengapa kok ada orang senekad Hesti itu? Dia kan baru kenal Danarto, tapi kok seperti sudah kenal lama?

    ReplyDelete
  27. Nekad Si Hesti udah di tolak mentah2 masih saja..berusaha dan nih malah mskin runyam Desy ke USA berabe deh masa LDR jgn thor ..lo Hesti nginap dah tinggal aja ke Danis dr pada jd masalah..widih pasti klu Desy tahu pasti tambah makin menjauh ..ayo Danar ...Desy cepat sakit Hsti selesaikan...masalh dgn ibu nya Hesti.trima kasih bu Tien

    ReplyDelete
  28. Wah wah dasar Hesty gak punya urat malu.....trims Bu tien

    ReplyDelete
  29. Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh
    Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien 🤗💖

    Aduhaaii ah,, Hesti kebangetan...

    Salam Sehat wal'afiat semua ya bu Tien

    ReplyDelete
  30. Matursuwun mbak Tien.
    Terus kutunggu dan kutunggu

    ReplyDelete
  31. Maturnuwun sanget mbak mugi berkah. Aamiiin

    ReplyDelete
  32. Aduhh, baca episode yg ini, koq saya takut mas Danar dijebak akhirnya.... 😔😔😔😔

    Selamatkan mas Danar yaa Bu Tien...

    ReplyDelete
  33. Salem(Boston) MA May 07.2022. Terima kasih bunda Tien untuk tayangan Aduhai Ah ke 15, seru banget bikin saya gemes sama bitchy itu! Maaf ya saya jadi emosi jiwa hahahaha, Sela,at malam semua selamat istirahat!

    ReplyDelete
  34. Bu Tien jgn ssmpai hesti yg licik berada diats angin, bikn yg julik jahat jera

    ReplyDelete

BULAN HANYA SEPARUH

BULAN HANYA SEPARUH (Tien Kumalasari) Awan tipis menyelimuti langit Lalu semua jadi kelabu Aku tengadah mencari-cari Dimana bulan penyinar a...