BUKAN MILIKKU
02
(Tien Kumalasari)
Wajah bu Kartomo muram. Sungguh dia tak suka dengan
keinginan suaminya. Hubungannya dengan Wahyudi sudah sangat baik. Dia juga sudah
berbuat banyak untuk keluarganya, bahkan dengan suka rela menyekolahkan Retno.
Bagaimana mungkin suaminya punya pemikiran seperti itu?
“Aku kok merasa aneh,” gumamnya pelan.
“Kamu dari tadi mengatakan ‘aneh … ‘aneh’ … apa yang
aneh coba?”
“Mengapa tiba-tiba pak Sis ingin mengambil Retno
sebagai menantu? Banyak gadis-gadis kalangan atas yang lebih pantas diambil
sebagai menantu. Mengapa Retno, anak bekas buruh yang tidak punya apa-apa. Apa itu tidak aneh?”
“Kamu yang kurang bisa memahami Bu, anak kita itu
cantik. Siapa yang tidak tertarik, coba? Dia sangat pantas bersanding dengan nak
Sapto yang ganteng dan kaya raya.”
“Hanya karena Retno itu cantik?”
“Itu satu-satunya kelebihan yang dimiliki Retno, tidak
aneh kalau nak Sapto tergila-gila sama dia.”
“Apa nak Sapto belum punya istri?”
“Lho, Ibu ini gimana sih. Kalau sudah punya istri mana
mungkin dia mau menjadikan Retno sebagai isterinya?”
“Entahlah Pak, aku kok merasa aneh saja.”
“Aneh terus … kamu itu yang aneh.”
Pak Kartomo duduk dengan kesal di kursi teras,
sementara bu Kartomo langsung masuk kedalam dengan wajah muram. Naluri seorang
ibu mengatakan, bahwa kemauan itu bukan sesuatu yang baik. Namun mana bisa dia
menentang kehendak suaminya? Dan mana mau suaminya mendengarkan apa yang
dikatakannya?
Ia duduk di ruang tengah, merasa tidak tenang. Entah kenapa,
menurutnya Yudi adalah yang terbaik untuk Retno. Sudah lama mereka kenal dan
sangat dekat. Bagaimana mungkin merusak hubungan mereka? Retno juga pasti menentangnya.
Apa tidak keterlaluan meninggalkan Yudi untuk
menyandingkan Retno dengan pria lain yang bahkan Retno belum pernah kenal?
Menurut bu Kartomo, Sapto itu anak tertua keluarga
Siswanto. Dia angkuh dan suka memandang rendah orang lain. Seperti sifat
ayahnya. Berbeda dengan Budiono, adiknya, yang kecuali tampan juga sangat baik
kepada semua orang.
“Entahlah, aku hanya memohon, agar diberikan yang
terbaik untuk anakku,” gumamnya sedih.
***
Udara cerah malam itu. Hilir mudiknya kendaraan yang
terdengar gaduh dan bising, mewarnai jalanan disepanjang Jalan Nonongan.
Sepasang anak muda sedang duduk diatas tikar, diantara beberapa orang lain yang
berderet menikmati cabuk rambak yang sangat khas di kota Solo.
“Sudah lama aku tidak makan cabuk rambak Mas,” kata
Retno sambil menggigit karak agak gosong dari pincuknya.
“Ini makanan khas di kota kita. Kadang kangen juga menikmati
makanan seperti ini,” jawab Yudi sambil melahap irisan ketupat bercampur sambal
wijen.
“Mengapa ya Mas, karak yang agak gosong seperti ini
terasa lebih gurih ?”
“Tergantung siapa yang suka. Kalau aku lebih suka yang
tipis-tipis.”
“Tipis dan gosong,” sahut Retno sambil mengacungkan ibu
jarinya.
Yudi hanya tertawa. Tinggal sepotong ketupat di atas
takirnya, ketika ia melihat Retno memesannya lagi sepincuk,
“Hehee, nggak apa-apa kan aku nambah lagi?”
“Nggak apa-apa dong, tambah sebanyak-banyaknya, karena
besok kita sudah harus kembali ke Jakarta.”
“Ya sekali saja nambahnya Mas, nanti perutku meletus,
bagaimana?”
“Gunung … ‘kali …meletus,” sahut Yudi yang tak urung
ikut menambah lagi pesanannya.
“Tuh kan … ngikut juga …” ledek Retno sambil menerima
pesanannya.
“Ketularan ,” kata Yudi sambil nyengir.
“Oh ya mas, aku hampir lupa tadi Bapak minta dibeliin
sate ayam.”
“Oh, sate ayam dekat dari sini, nanti kita mampir beli
dulu sebelum pulang.”
“Iya mas, hampir lupa aku.”
“Nanti sesampai di rumah, kamu langsung tidur ya, besok
aku jemput pagi-pagi sekali.”
“Iya mas, aku sudah tahu. Tapi sebetulnya sayang ya,
pulang cuma sehari. Masih kangen sama Ibu.”
“Lain kali kalau ada libur agak lama, kita pulang
lagi.”
“Besok Mas sudah harus bekerja?”
“Bukan, aku memesan beberapa perabot rumah tangga,
yang di rumah belum ada. Kemungkinannya besok akan dikirim, jadi saat siang aku
harus sudah di rumah.”
“Perabot untuk apa sih Mas?”
“Aku kan harus nabung perabotan yang lebih pantas,
sehingga besok kalau kita menikah semuanya sudah siap. Harus dicicil, supaya
tidak berat nantinya.”
“Oh, gitu ya Mas. Aku jadi deg-degan nih. Nikahnya
kapan sih? Masih lama kan? Sekarang saja aku masih kuliah.”
“Biarpun masih lama kalau kita sudah punya segalanya
kan lebih nyaman. Kamu segera selesaikan kuliah kamu ya, supaya kita bisa
segera menikah.”
“Iya Mas, aku juga ngebut nih.”
“Jangan ngebut, jalanan lagi rame,” canda Yudi.
Keduanya tertawa renyah, sambil meninggalkan tukang
jual cabuk rambak itu, menuju ke tukang sate atas pesanan ayahnya.
***
Tapi sesampainya di rumah, ternyata pak Kartomo tidak
tampak menyambut. Yudi pun segera berpamit pulang karena besok harus menjemput
pagi-pagi.
“Bapak kemana Bu?” tanya Retno.
“Sudah tidur,” jawab Bu Kartomo singkat.
“Lhoh, tadi pesan sate ayam, ini sudah Retno bawakan,”
kata Retno kecewa.
“Ya sudah, taruh saja di meja, barangkali nanti ayahmu
bangun malam-malam, pasti dimakan.”
“Iya Bu.”
“Tadi jalan kemana saja?”
"Cuma jalan-jalan, terus beli cabuk rambak. Lama nggak
makan cabuk rambak, rasanya jadi enak ya Bu.”
“Iya lah, sudah berapa bulan kamu nggak pulang.”
“Nanti kalau ada libur panjang, Retno pasti pulang
agak lama.”
“Iya, Ibu sebenarnya masih kangen.”
“Sama Bu, Retno juga masih kangen sama Ibu sama Bapak.”
“Biasanya kumpul, tentu saja kangen.”
“Retno ingin segera menyelesaikan kuliah Retno,
soalnya mas Yudi akan segera melamar setelahnya, Bu.”
Bu Kartomo tak menjawab. Ia menatap anaknya dengan
iba. Ada yang ingin dikatakannya, tapi terhenti di bibirnya. Ia ingat pesan
suaminya, agar jangan memberi tahu apapun tentang niat pak Siswanto sore tadi.
“Bu, tadi itu ada tamu siapa?”
“Tamu?” bu Kartomo pura-pura tak tahu.
“Tadi, waktu Retno sama mas Yudi keluar, ada mobil
berhenti di depan situ. Bukan tamu untuk Bapak?”
“O, itu … itu tadi … pak Sis.”
“Pak Sis siapa?”
“Pak Siswanto, juragan kayu.”
“O, waktu itu Bapak ikut dia kan?”
“Iya. Bekas majikannya.”
“Ada perlu apa Bu? Minta agar Bapak bekerja kembali?
Apa Bapak masih kuat?”
“Tidak … tidak … itu … hanya mau.. eh .. hanya
menanyakan kabar ayahmu saja,” jawab bu Kartomo terbata-bata.
“Oh, baik sekali ya Pak Sis itu, masih ingat sama
bekas bawahannya.”
“Ya sudah, kamu ganti baju sana, lalu tidur. Ini sudah
malam,” kata bu Kartomo yang tak ingin memperpanjang pembicaraan tentang pak Siswanto.
“Iya Bu, Retno juga sudah ngantuk.”
***
Malam hari itu bu Kartomo terbangun karena mendengar
suaminya terbatuk. Ia keluar dari kamar, dan melihat sang suami sedang
menikmati lontong sate yang tadi dibawa Retno.
“Kenapa tadi tidur sore-sore?”
“Ya nggak apa-apa. Sudah ngantuk,” jawabnya sambil
menggigit satenya.
“Besok mereka mau kembali ke Jakarta, pagi-pagi.”
“Ya, aku sudah tahu.”
“Aku tidak sampai hati mengatakannya.”
“Mengatakan apa? Tentang pembicaraan dengan pak Sis?
Kan aku memang melarang kamu untuk bicara sama dia?”
“Mengapa kita tidak terus terang saja dari sekarang.
Bagaimana kalau Retno menolak?”
“Retno tidak boleh menolak kemauan orang tuanya.”
“Kemauan ayahnya. Bukan aku.”
“Kamu tidak usah ikut campur. Itu urusanku.”
“Bapak keterlaluan.”
“Sudah, mulai sekarang jangan bicara tentang masalah
itu. Nanti kalau kuliahnya Retno selesai, kita baru bicara.”
“Retno tadi bilang, kalau kuliahnya selesai, Yudi akan
segera melamarnya.”
“Terserah dia mau melamar atau tidak. Yang penting aku
mengijinkan atau tidak. Ya kan?”
“Bapak tidak tahu rasa terima kasih.”
“Justru karena aku merasa harus berterima kasih
itulah, maka aku setuju Retno dijadikan menantunya.”
“Bapak tidak memikirkan nak Yudi.”
“Sudahlah Bu, jangan ribut. Pikirkan bagaimana
kehidupan kita akan berubah, kalau menjadi besan pak Siswanto. Apa Ibu tidak
capek hidup miskin? Sudah … sudah … Aku sedang makan sate, jadi pahit rasanya
mendengar omelan kamu yang nggak jelas itu.”
Bu Kartomo urung menemaninya makan, ia berdiri lalu
masuk kembali ke kamarnya dengan perasaan tak menentu.
“Susah sekali bicara dengan orang yang sudah mabuk
oleh iming-iming harta,” gumamnya sambil merebahkan diri di tempat tidur.
Sementara pak Kartomo yang sama sekali tak memikirkan
perasaan Yudi, asyik menikmati sate ayam dan lontong yang ludes disantapnya
dengan nikmat.
***
Dan pagi hari itu ketika Yudi datang menjemput Retno,
tak dilihatnya pak Kartomo di rumah.
“Bapak mana Bu, kami mau pamit nih,” kata Retno yang
ke luar masuk rumah tanpa bisa menemukan ayahnya.
“Ayahmu pagi-pagi sekali pergi keluar,” jawab bu
Kartomo dengan wajah masam.
“Jalan pagi ya Bu?" tukas Yudi yang siap mengangkat
bawaan Retno.
“Iya nak.”
“Nggak apa-apa Bu, jalan pagi itu kan sehat. Nanti Ibu
saja yang bilang sama Bapak, bahwa kami pamit kembali ke Jakarta.”
“Iya nak, nanti Ibu sampaikan,” kata bu Kartomo sambil
memeluk anaknya dengan linangan air mata. Bukan hanya karena akan berpisah
dengan Retno, tapi lebih merasa sedih mengingat kemauan suaminya yang tak punya
perasaan, dan dianggapnya sangat kejam.
“Ibu jangan sedih, saat libur panjang Retno akan
pulang lebih lama,” bisik Retno yang mengira bahwa ibunya sedih karena dia akan
pergi.
Bu Kartomo hanya mengangguk. Dan tangis itu
benar-benar tumpah ketika Retno dan Yudi sudah hilang dari pandangannya. Ia
menjatuhkan tubuhnya di kursi, dan menangis tersedu di sana.
“Alangkah malangnya nasibmu Ret, entah apa dan
bagaimana perasaan kamu ketika benar-benar harus berpisah dengan pria yang kamu
cintai, yang sangat baik dan tulus menjagamu. Itu bukan kemauanku nduk, itu
kemauan ayahmu yang tak punya belas kasihan. Hanya mengejar hidup enak dengan
mengorbankan dirimu.”
Tangis itu terhenti ketika mendengar langkah kaki
memasuki rumah. Ia mengusap wajahnya yang basah oleh air mata. Tapi tak urung
suaminya yang masuk rumah keburu melihatnya saat mengusap air mata itu.
“Kenapa kamu ini?” tanya pak Kartomo keras.
Bu Kartomo tak menjawab. Ia berdiri lalu beranjak ke
belakang, tapi pak Kartomo mengikutinya.
“Kenapa menangis? Kamu sedih ditinggalkan anakmu, atau
sedih ditinggalkan Yudi?”
“Aku tak ingin bicara apapun sama kamu Pak. Sudah,
hentikan. Kamu tak akan pernah mau mendengar apa yang aku katakan. Tak pernah
mau merasakan apa yang aku rasakan. Jadi hentikan semuanya, jangan bicara lagi.”
“Dengar ya Bu, kalau aku melakukan sesuatu, itu untuk
kamu juga.”
“Bukan untukku. Untuk Bapak sendiri,” kata bu Kartomo
kemudian beranjak keluar rumah melalui pintu belakang.”
“Hei !! Mau kemana kamu?”
Bu Kartomo tak menjawab. Ada tukang sayur di depan dan
dia harus membelinya. Walau sekesal apapun, kewajibannya melayani suami harus
dilakukannya.
***
“Mas, perabotan ini hampir lengkap,” seru Retno ketika
datang ke rumah Wahyudi.
“Iya, bukankah tak lama lagi kamu sudah selesai?
Bagaimana menurutmu? Ada yang kurang berkenan? Kurang bagus?”
“Tidak Mas, semuanya baik. Kita tinggal membenahi yang
di bagian kamar.”
“Kamar untuk kita nanti disini, aku akan membuatnya
lebih luas. Ini kamar untuk bujangan, kalau suami isteri kurang besar. Jadi
akan aku tambah kira-kira satu setengah meter lagi.”
“Besar banget Mas.”
“Iya, memang lebih besar nantinya. Kan almari tidak
cukup satu, dan seorang wanita pasti butuh tempat untuk berdandan. Aku baru
memesannya. Besok kalau sudah siap kamu aku ajak kemari lagi untuk melihatnya.”
“Luar biasa Mas Yudi ini. Belum-belum sudah
mempersiapkan semuanya.”
“Ini demi kamu, gadis yang aku cintai. Karena aku ini
hidup sendiri, maka semuanya harus aku sendiri yang mempersiapkannya. Yang
penting pada saatnya nanti kamu akan bahagia.”
“Aku pasti bahagia Mas, karena kamu sangat
memperhatikan aku, menyayangi aku, mencintai aku.”
“Dengan sepenuh hatiku,” sambung Yudi sambil tersenyum.
“Baiklah, terima kasih ya Mas, sekarang ayo keluar.
Kelamaan di dalam kamar berdua itu bahaya. Takutnya ada setan lewat,” kata
Retno sambil beranjak keluar. Ia sangat bersyukur, memiliki kekasih yang sangat
menjaganya.
Yudi tertawa mendengar penuturan kekasihnya.
“Setan hanya lewat, tapi tak boleh berhenti,” canda
Yudi.
“Benarkah?”
“Benar dong, disini ada rambu-rambu untuk setan. Mereka
tak berani melanggar, kalau melanggar bakal kena semprit.”
Retno terkekeh.
“Seperti lalu lintas saja.”
***
Hari itu sudah sore ketika Retno pulang dari kampus.
Ia sedang mengerjakan tugas akhir, yang harus segera diselesaikannya. Tempat
kost Retno tidak jauh dari kampus, sehingga ia selalu berjalan kaki setiap
pulang dan pergi.
Namun sebelum kakinya melangkah memasuki halaman rumah
kost itu, dilihatnya sebuah mobil berhenti tepat di belakangnya. Retno menoleh,
dan melihat seorang laki-laki duduk di belakang kemudi, ketika kaca disebelahnya
terbuka. Mata laki-laki itu menatapnya tajam.
“Ganteng sih, tapi aku tidak suka melihat matanya,”
katanya dalam hati, lalu ia melangkah masuk ke halaman, tak mempedulikan
laki-laki yang masih terus menatapnya.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah Bukan Milikku sdh tayang.
ReplyDeleteTrimakasih bunda Tien....
"Laa ba'-sa thahuurun In Shaa Allah"
Delete“Tidak mengapa, semoga sakitmu ini membersihkanmu dari dosa-dosa.
In Shaa Allah”
Semoga badai cepat berlalu. Sabar ya sahabat²ku yang terkena musibah NGGREGESI NASIONAL, semoga cepat sembuh.
Selamat mbk Wiwik juara 1
DeleteMtnuwun mbk Tien
Alhamdulillah, Matur nuwun bu Tien 🤗💖
ReplyDeleteTerima kasih bu tien ..salam sehat dan aduhai dari pd gede
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMakasih bu Tien.
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Salam Aduhai
Alamdulillah...
ReplyDeleteYang ditunggu tunggu telah hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan dan tetap semangat
Salam ADUHAI dr Cilacap...
Selamat buat jeng Wiwik Suharti Juara 1 di episode kedua BM malam ini.
ReplyDeleteTerima kasih bu Tien, salam sehat.
Sudah ketemu dan bercengkerama dgn keponakan jenengan.
salam kembali katanya
Alhamdulillah Bukan milikku 2 sdh hadir.
ReplyDeleteSehat selalu nggih bunda Tien 🙏
Alhamdulillah, maturnuwun bunda Tien.
ReplyDeleteSmg selalu sehat dan bahagia bersama keluarga
Alhamdulillah BM~02 sudah hadir.. maturnuwun bu Tien 🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah, BM2 telah hadir,
ReplyDeleteTrm ksh mbak Tien, sehat selalu dan bahagia bersama keluarga. Salam aduhai
Alhamdulillah... terima kasih... sehat² trs Mbu Tien...
ReplyDeleteAlhamdulillah.. matur nuwun mbak Tien, Cerbung BUKAN MILIKKU Eps 02 sudah tayang.
ReplyDeleteSalam sehat selalu dan salam hangat.
Maturnuwun bu
ReplyDeleteSalam Aduhai dan sehat selalu
Alhamdulillah sdh datang lg BM 02...
ReplyDeleteTerima kasih ya Bu Tien.. Sehat selalu.. Semangat..
Salam *ADUHAI* dari Mbu Nina Karawang..
Alhamdulillah BM 02 dah tayang
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien,semoga sehat selalu
Salam sehat dan aduhai
Ibu......
ReplyDeleteMugi tansah pinaringan sehat. Aamiin YRA
Aamiin
DeleteMatur nuwun Ibu Butut
Alhamdulillah, sudah ada cerbung baru....
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien....dalam sehat selalu...,🙏
Alhamdulillah BM 02 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulillah.....
ReplyDeleteHallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo,
Terima kasih atas BM 2 dan sapaannya..
DeleteSaya penasaran dg Cabuk Rambak itu kayak apa..? Nanti klo ke Solo mau nyari..
Salam sehat selalu
Alhamdulillah maturnuwun Bu Tien 🙏,BM ,cerbung baru , salam sehat semangat beserta keluarga, ADUHAI ceritanya
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien sangat mengjibur.
ReplyDeleteSemoga bu Tien bersama keluarga senantiasa sehat walafiat. Begitu jg kita penikmat karya bu Tien.
Aamiin
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita,
Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
ReplyDeleteADUHAI.....
Maaf bu tien, kayaknya gak pas, menurut saya.
ReplyDelete.... Retno menoleh, dan melihat seorang laki-laki duduk di depan kemudi, ketika kaca disebelahnya terbuka....
Biasanya sopir duduk dibelakang kemudi. Kalo didepan, berarti duduk di kap mesin. Bisa jg sy yg gak tau.
Ah ...
Hahaa.. iya mas Danar. Udah saya suruh pindah dibelakang kemudi tuh.
DeleteMatur nuwun koreksinya
ADUHAI
Terima kasih bunda Tien, salam aduhai dan sehat selalu sekeluarga
ReplyDeleteAlhamdulillah, matursuwun mbak Tien
ReplyDeleteAduhai...salam sehat selalu mbak Tien
ALHAMDULILLAH YANG DITUNGGU DAH MUNCUL.
ReplyDeleteMAKASIH BUNDA TIEN SEHAT SELALU DAN TETAP SEMANGAT DALAM BERKARYA.
MET MALAM DAN MET ISTIRSHAT
Terimakasih mbak Tien...
ReplyDeleteTerimakasih mbak Tien-ku, Bukan Milikku sudah tayang.
ReplyDeleteEpisode 2 sudah mulai dheg dheg plas, ada yang menguntit Retno.
Salam sehat mbak Tien yang ADUHAI dari Sragentina.
Terimakasih bu Tien...sugeng dalu...salam sehat dari Yk.
ReplyDeleteMaturnuwun bu Tien..BM02nya...
ReplyDeleteWaduuh baru 2 eps udh ada yg bikin kesel..pak Kromo..matre..🤦♀️
Lanjuut besok lagii..
Salam sehat selalu bu Tien dan aduhaii..🙏💟🌷
Sami2 Ibu Maria
DeleteADUHAI
Matur Nuwun Bu Tien ... BM sdh tayang salam.sehat selalu ..
ReplyDeleteKasihan nasib Retno dan Yudi... Jangan2 seperti Mifah yg ayahnya menerima janji pak Carik.....
Pa kartomo ini benar² terlalu. Terlalu matre.
ReplyDeleteTerima kasih banyak mbak Tien. Salam sehat² selalu.
ReplyDeleteSami2 pak Andrew
DeleteAamiin
Puji Tuhan ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip sehingga BUKAN MILIKKU 02 hadir sangat menghibur kami para penggandrungnya.
ReplyDeleteKalau lihat prolognya, kayaknya cerbung ini gak terlalu panjang ya.
Sekarang sudah hampir selesai kuliah, sudah dijodohkan orang tuanya, sudah minta pisah sama pacar walau hati remuk redam...
Monggo dilanjut aja ibu Tien, matur nuwun Berkah Dalem...
Sami2 Ibu Yustinhar
DeleteMonggo ditunggu
Aamiin
Trmkzh up nya BM02 mb Tien... apakah laki2 yg mengikuti Retno itu sosok Sapto yg akan dijodohkan bpknya Retno? mengejarnya smp Jkt? u
ReplyDeleteutk kakek Habi benarkah ada hari nggregesi nasional? 2 mlm ini ikut galau anak ganang pg kmrn panas sorenya swab keluar hsl negatif. tp dokternya menyarankan pcr.. alhamdulilah mlm ini hsl pcr negatif juga🤲 tp msh 37an suhu tubuh.. mgkn hrs cek trombosit atau widal? 🙏
ReplyDeletebenarkah kek habi ada hr nggregesi nasional? 2 hr galau anak ganang kmrn pg panas sorenya swab negatif. disarankan pcr... alhamdulilah hsl pcr negatif.. suhu tubuh msh 37 an ... tinggal cek trombosit atau widal? smg hanya krn kebanyakan kehujanan dan kurang istirahat🤲🙏
ReplyDeleteSemoga baik2 saja jeng. Lagi usum ini
DeleteAlhamdulillah... Terima kasih Bu Tien... Selamat pagi selamat beraktifitas semoga dilancarkan semua aktifitasnya... Salam sehat penuh semangat tuk semuanya... 🙏🙏🙏
ReplyDeleteSami2 Ibu Sri
DeleteAamiin
Siapa yg nguntit Retno,Sapto kah?
ReplyDeleteMulai deh mba Tien bikin penggemarnya penasaran.
Makasih mba Tien.
Sehat selalu mba.
Salam aduhai.
Sami2 Ibu Sul
DeleteAamiin
Trims Tien cerita selalu bagus...sehat selalu Bu tien
ReplyDeleteSami2 Ibu Suparmia
DeleteAssalamualaikum wr wb. Siapa ya lelaki yg bermobil tsb dan bagaimana nasib cinta Retno kpd Yudi yg tiba tiba dihancurin ayahnya, karena keegoisannya...kasihan Retno.. Maturnuwun Bu Tien ceritanya apik, seru, ditunggu lanjutannya. Semoga Bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede....
ReplyDeleteWa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh
DeleteAamiin Ya Robb
Matur nuwun pak Mashudi
Baru lagi
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien, senangnya ada cerbung baru, mulai membuat penasaran....
ReplyDeleteSehat2 selalu ya Mbak,
salam aduhaiii
Sami2 Ibu Alfes
DeleteAamiin
ADUHAI
Mtr nuwun bu tien, sehat selalu njih..Aamiin
ReplyDeleteSami2 Ibu Eko
ReplyDeleteAamiin
Bukan main
ReplyDeleteTrima kasih.Alhamdulillah
ReplyDelete