Wednesday, March 2, 2022

BUKAN MILIKKU 02

 

BUKAN MILIKKU  02

(Tien Kumalasari)

 

Wajah bu Kartomo muram. Sungguh dia tak suka dengan keinginan suaminya. Hubungannya dengan Wahyudi sudah sangat baik. Dia juga sudah berbuat banyak untuk keluarganya, bahkan dengan suka rela menyekolahkan Retno. Bagaimana mungkin suaminya punya pemikiran seperti itu?

“Aku kok merasa aneh,” gumamnya pelan.

“Kamu dari tadi mengatakan ‘aneh … ‘aneh’ … apa yang aneh coba?”

“Mengapa tiba-tiba pak Sis ingin mengambil Retno sebagai menantu? Banyak gadis-gadis kalangan atas yang lebih pantas diambil sebagai menantu. Mengapa Retno, anak bekas  buruh yang tidak punya apa-apa. Apa itu tidak aneh?”

“Kamu yang kurang bisa memahami Bu, anak kita itu cantik. Siapa yang tidak tertarik, coba? Dia sangat pantas bersanding dengan nak Sapto yang ganteng dan kaya raya.”

“Hanya karena Retno itu cantik?”

“Itu satu-satunya kelebihan yang dimiliki Retno, tidak aneh kalau nak Sapto tergila-gila sama dia.”

“Apa nak Sapto belum punya istri?”

“Lho, Ibu ini gimana sih. Kalau sudah punya istri mana mungkin dia mau menjadikan Retno sebagai isterinya?”

“Entahlah Pak, aku kok merasa aneh saja.”

“Aneh terus … kamu itu yang aneh.”

Pak Kartomo duduk dengan kesal di kursi teras, sementara bu Kartomo langsung masuk kedalam dengan wajah muram. Naluri seorang ibu mengatakan, bahwa kemauan itu bukan sesuatu yang baik. Namun mana bisa dia menentang kehendak suaminya? Dan mana mau suaminya mendengarkan apa yang dikatakannya?

Ia duduk di ruang tengah, merasa tidak tenang. Entah kenapa, menurutnya Yudi adalah yang terbaik untuk Retno. Sudah lama mereka kenal dan sangat dekat. Bagaimana mungkin merusak hubungan mereka? Retno juga pasti menentangnya.

Apa tidak keterlaluan meninggalkan Yudi untuk menyandingkan Retno dengan pria lain yang bahkan Retno belum pernah kenal?

Menurut bu Kartomo, Sapto itu anak tertua keluarga Siswanto. Dia angkuh dan suka memandang rendah orang lain. Seperti sifat ayahnya. Berbeda dengan Budiono, adiknya, yang kecuali tampan juga sangat baik kepada semua orang.

“Entahlah, aku hanya memohon, agar diberikan yang terbaik untuk anakku,” gumamnya sedih.

***

Udara cerah malam itu. Hilir mudiknya kendaraan yang terdengar gaduh dan bising, mewarnai jalanan disepanjang Jalan Nonongan. Sepasang anak muda sedang duduk diatas tikar, diantara beberapa orang lain yang berderet menikmati cabuk rambak yang sangat khas di kota Solo.

“Sudah lama aku tidak makan cabuk rambak Mas,” kata Retno sambil menggigit karak agak gosong dari pincuknya.

“Ini makanan khas di kota kita. Kadang kangen juga menikmati makanan seperti ini,” jawab Yudi sambil melahap irisan ketupat bercampur sambal wijen.

“Mengapa ya Mas, karak yang agak gosong seperti ini terasa lebih gurih ?”

“Tergantung siapa yang suka. Kalau aku lebih suka yang tipis-tipis.”

“Tipis dan gosong,” sahut Retno sambil mengacungkan ibu jarinya.

Yudi hanya tertawa. Tinggal sepotong ketupat di atas takirnya, ketika ia melihat Retno memesannya lagi sepincuk,

“Hehee, nggak apa-apa kan aku nambah lagi?”

“Nggak apa-apa dong, tambah sebanyak-banyaknya, karena besok kita sudah harus kembali ke Jakarta.”

“Ya sekali saja nambahnya Mas, nanti perutku meletus, bagaimana?”

“Gunung … ‘kali …meletus,” sahut Yudi yang tak urung ikut menambah lagi pesanannya.

“Tuh kan … ngikut juga …” ledek Retno sambil menerima pesanannya.

“Ketularan ,” kata Yudi sambil nyengir.

“Oh ya mas, aku hampir lupa tadi Bapak minta dibeliin sate ayam.”

“Oh, sate ayam dekat dari sini, nanti kita mampir beli dulu sebelum pulang.”

“Iya mas, hampir lupa aku.”

“Nanti sesampai di rumah, kamu langsung tidur ya, besok aku jemput pagi-pagi sekali.”

“Iya mas, aku sudah tahu. Tapi sebetulnya sayang ya, pulang cuma sehari. Masih kangen sama Ibu.”

“Lain kali kalau ada libur agak lama, kita pulang lagi.”

“Besok Mas sudah harus bekerja?”

“Bukan, aku memesan beberapa perabot rumah tangga, yang di rumah belum ada. Kemungkinannya besok akan dikirim, jadi saat siang aku harus sudah di rumah.”

“Perabot untuk apa sih Mas?”

“Aku kan harus nabung perabotan yang lebih pantas, sehingga besok kalau kita menikah semuanya sudah siap. Harus dicicil, supaya tidak berat nantinya.”

“Oh, gitu ya Mas. Aku jadi deg-degan nih. Nikahnya kapan sih? Masih lama kan? Sekarang saja aku masih kuliah.”

“Biarpun masih lama kalau kita sudah punya segalanya kan lebih nyaman. Kamu segera selesaikan kuliah kamu ya, supaya kita bisa segera menikah.”

“Iya Mas, aku juga ngebut nih.”

“Jangan ngebut, jalanan lagi rame,” canda Yudi.

Keduanya tertawa renyah, sambil meninggalkan tukang jual cabuk rambak itu, menuju ke tukang sate atas pesanan ayahnya.

***

Tapi sesampainya di rumah, ternyata pak Kartomo tidak tampak menyambut. Yudi pun segera berpamit pulang karena besok harus menjemput pagi-pagi.

“Bapak kemana Bu?” tanya Retno.

“Sudah tidur,” jawab Bu Kartomo singkat.

“Lhoh, tadi pesan sate ayam, ini sudah Retno bawakan,” kata Retno kecewa.

“Ya sudah, taruh saja di meja, barangkali nanti ayahmu bangun malam-malam, pasti dimakan.”

“Iya Bu.”

“Tadi jalan kemana saja?”

"Cuma jalan-jalan, terus beli cabuk rambak. Lama nggak makan cabuk rambak, rasanya jadi enak ya Bu.”

“Iya lah, sudah berapa bulan kamu nggak pulang.”

“Nanti kalau ada libur panjang, Retno pasti pulang agak lama.”

“Iya, Ibu sebenarnya masih kangen.”

“Sama Bu, Retno juga masih kangen sama Ibu sama Bapak.”

“Biasanya kumpul, tentu saja kangen.”

“Retno ingin segera menyelesaikan kuliah Retno, soalnya mas Yudi akan segera melamar setelahnya, Bu.”

Bu Kartomo tak menjawab. Ia menatap anaknya dengan iba. Ada yang ingin dikatakannya, tapi terhenti di bibirnya. Ia ingat pesan suaminya, agar jangan memberi tahu apapun tentang niat pak Siswanto sore tadi.

“Bu, tadi itu ada tamu siapa?”

“Tamu?” bu Kartomo pura-pura tak tahu.

“Tadi, waktu Retno sama mas Yudi keluar, ada mobil berhenti di depan situ. Bukan tamu untuk Bapak?”

“O, itu … itu tadi … pak Sis.”

“Pak Sis siapa?”

“Pak Siswanto, juragan kayu.”

“O, waktu itu Bapak ikut dia kan?”

“Iya. Bekas majikannya.”

“Ada perlu apa Bu? Minta agar Bapak bekerja kembali? Apa Bapak masih kuat?”

“Tidak … tidak … itu … hanya mau.. eh .. hanya menanyakan kabar ayahmu saja,” jawab bu Kartomo terbata-bata.

“Oh, baik sekali ya Pak Sis itu, masih ingat sama bekas bawahannya.”

“Ya sudah, kamu ganti baju sana, lalu tidur. Ini sudah malam,” kata bu Kartomo yang tak ingin memperpanjang pembicaraan tentang pak Siswanto.

“Iya Bu, Retno juga sudah ngantuk.”

***

Malam hari itu bu Kartomo terbangun karena mendengar suaminya terbatuk. Ia keluar dari kamar, dan melihat sang suami sedang menikmati lontong sate yang tadi dibawa Retno.

“Kenapa tadi tidur sore-sore?”

“Ya nggak apa-apa. Sudah ngantuk,” jawabnya sambil menggigit satenya.

“Besok mereka mau kembali ke Jakarta, pagi-pagi.”

“Ya, aku sudah tahu.”

“Aku tidak sampai hati mengatakannya.”

“Mengatakan apa? Tentang pembicaraan dengan pak Sis? Kan aku memang melarang kamu untuk bicara sama dia?”

“Mengapa kita tidak terus terang saja dari sekarang. Bagaimana kalau Retno menolak?”

“Retno tidak boleh menolak kemauan orang tuanya.”

“Kemauan ayahnya. Bukan aku.”

“Kamu tidak usah ikut campur. Itu urusanku.”

“Bapak keterlaluan.”

“Sudah, mulai sekarang jangan bicara tentang masalah itu. Nanti kalau kuliahnya Retno selesai, kita baru bicara.”

“Retno tadi bilang, kalau kuliahnya selesai, Yudi akan segera melamarnya.”

“Terserah dia mau melamar atau tidak. Yang penting aku mengijinkan atau tidak. Ya kan?”

“Bapak tidak tahu rasa terima kasih.”

“Justru karena aku merasa harus berterima kasih itulah, maka aku setuju Retno dijadikan menantunya.”

“Bapak tidak memikirkan nak Yudi.”

“Sudahlah Bu, jangan ribut. Pikirkan bagaimana kehidupan kita akan berubah, kalau menjadi besan pak Siswanto. Apa Ibu tidak capek hidup miskin? Sudah … sudah … Aku sedang makan sate, jadi pahit rasanya mendengar omelan kamu yang nggak jelas itu.”

Bu Kartomo urung menemaninya makan, ia berdiri lalu masuk kembali ke kamarnya dengan perasaan tak menentu.

“Susah sekali bicara dengan orang yang sudah mabuk oleh iming-iming harta,” gumamnya sambil merebahkan diri di tempat tidur.

Sementara pak Kartomo yang sama sekali tak memikirkan perasaan Yudi, asyik menikmati  sate ayam dan lontong yang ludes disantapnya dengan nikmat.

***

Dan pagi hari itu ketika Yudi datang menjemput Retno, tak dilihatnya pak Kartomo di rumah.

“Bapak mana Bu, kami mau pamit nih,” kata Retno yang ke luar masuk rumah tanpa bisa menemukan ayahnya.

“Ayahmu pagi-pagi sekali pergi keluar,” jawab bu Kartomo dengan wajah masam.

“Jalan pagi ya Bu?" tukas Yudi yang siap mengangkat bawaan Retno.

“Iya nak.”

“Nggak apa-apa Bu, jalan pagi itu kan sehat. Nanti Ibu saja yang bilang sama Bapak, bahwa kami pamit kembali ke Jakarta.”

“Iya nak, nanti Ibu sampaikan,” kata bu Kartomo sambil memeluk anaknya dengan linangan air mata. Bukan hanya karena akan berpisah dengan Retno, tapi lebih merasa sedih mengingat kemauan suaminya yang tak punya perasaan, dan dianggapnya sangat kejam.

“Ibu jangan sedih, saat libur panjang Retno akan pulang lebih lama,” bisik Retno yang mengira bahwa ibunya sedih karena dia akan pergi.

Bu Kartomo hanya mengangguk. Dan tangis itu benar-benar tumpah ketika Retno dan Yudi sudah hilang dari pandangannya. Ia menjatuhkan tubuhnya di kursi, dan menangis tersedu di sana.

“Alangkah malangnya nasibmu Ret, entah apa dan bagaimana perasaan kamu ketika benar-benar harus berpisah dengan pria yang kamu cintai, yang sangat baik dan tulus menjagamu. Itu bukan kemauanku nduk, itu kemauan ayahmu yang tak punya belas kasihan. Hanya mengejar hidup enak dengan mengorbankan dirimu.”

Tangis itu terhenti ketika mendengar langkah kaki memasuki rumah. Ia mengusap wajahnya yang basah oleh air mata. Tapi tak urung suaminya yang masuk rumah keburu melihatnya saat mengusap air mata itu.

“Kenapa kamu ini?” tanya pak Kartomo keras.

Bu Kartomo tak menjawab. Ia berdiri lalu beranjak ke belakang, tapi pak Kartomo mengikutinya.

“Kenapa menangis? Kamu sedih ditinggalkan anakmu, atau sedih ditinggalkan Yudi?”

“Aku tak ingin bicara apapun sama kamu Pak. Sudah, hentikan. Kamu tak akan pernah mau mendengar apa yang aku katakan. Tak pernah mau merasakan apa yang aku rasakan. Jadi hentikan semuanya, jangan bicara lagi.”

“Dengar ya Bu, kalau aku melakukan sesuatu, itu untuk kamu juga.”

“Bukan untukku. Untuk Bapak sendiri,” kata bu Kartomo kemudian beranjak keluar rumah melalui pintu belakang.”

“Hei !! Mau kemana kamu?”

Bu Kartomo tak menjawab. Ada tukang sayur di depan dan dia harus membelinya. Walau sekesal apapun, kewajibannya melayani suami harus dilakukannya.

***

“Mas, perabotan ini hampir lengkap,” seru Retno ketika datang ke rumah Wahyudi.

“Iya, bukankah tak lama lagi kamu sudah selesai? Bagaimana menurutmu? Ada yang kurang berkenan? Kurang bagus?”

“Tidak Mas, semuanya baik. Kita tinggal membenahi yang di bagian kamar.”

“Kamar untuk kita nanti disini, aku akan membuatnya lebih luas. Ini kamar untuk bujangan, kalau suami isteri kurang besar. Jadi akan aku tambah kira-kira satu setengah meter lagi.”

“Besar banget Mas.”

“Iya, memang lebih besar nantinya. Kan almari tidak cukup satu, dan seorang wanita pasti butuh tempat untuk berdandan. Aku baru memesannya. Besok kalau sudah siap kamu aku ajak kemari lagi untuk melihatnya.”

“Luar biasa Mas Yudi ini. Belum-belum sudah mempersiapkan semuanya.”

“Ini demi kamu, gadis yang aku cintai. Karena aku ini hidup sendiri, maka semuanya harus aku sendiri yang mempersiapkannya. Yang penting pada saatnya nanti kamu akan bahagia.”

“Aku pasti bahagia Mas, karena kamu sangat memperhatikan aku, menyayangi aku, mencintai aku.”

“Dengan sepenuh hatiku,” sambung Yudi sambil tersenyum.

“Baiklah, terima kasih ya Mas, sekarang ayo keluar. Kelamaan di dalam kamar berdua itu bahaya. Takutnya ada setan lewat,” kata Retno sambil beranjak keluar. Ia sangat bersyukur, memiliki kekasih yang sangat menjaganya.

Yudi tertawa mendengar penuturan kekasihnya.

“Setan hanya lewat, tapi tak boleh berhenti,” canda Yudi.

“Benarkah?”

“Benar dong, disini ada rambu-rambu untuk setan. Mereka tak berani melanggar, kalau melanggar bakal kena semprit.”

Retno terkekeh.

“Seperti lalu lintas saja.”

***

Hari itu sudah sore ketika Retno pulang dari kampus. Ia sedang mengerjakan tugas akhir, yang harus segera diselesaikannya. Tempat kost Retno tidak jauh dari kampus, sehingga ia selalu berjalan kaki setiap pulang dan pergi.

Namun sebelum kakinya melangkah memasuki halaman rumah kost itu, dilihatnya sebuah mobil berhenti tepat di belakangnya. Retno menoleh, dan melihat seorang laki-laki duduk di belakang kemudi, ketika kaca disebelahnya terbuka. Mata laki-laki itu menatapnya tajam.

“Ganteng sih, tapi aku tidak suka melihat matanya,” katanya dalam hati, lalu ia melangkah masuk ke halaman, tak mempedulikan laki-laki yang masih terus menatapnya.

***

Besok lagi ya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

64 comments:

  1. Alhamdulillah Bukan Milikku sdh tayang.
    Trimakasih bunda Tien....

    ReplyDelete
    Replies
    1. "Laa ba'-sa thahuurun In Shaa Allah"

      “Tidak mengapa, semoga sakitmu ini membersihkanmu dari dosa-dosa.
      In Shaa Allah”

      Semoga badai cepat berlalu. Sabar ya sahabat²ku yang terkena musibah NGGREGESI NASIONAL, semoga cepat sembuh.

      Delete
    2. Selamat mbk Wiwik juara 1



      Mtnuwun mbk Tien

      Delete
  2. Alhamdulillah, Matur nuwun bu Tien 🤗💖

    ReplyDelete
  3. Terima kasih bu tien ..salam sehat dan aduhai dari pd gede

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda Tien
    Salam Aduhai

    ReplyDelete
  5. Alamdulillah...
    Yang ditunggu tunggu telah hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan dan tetap semangat
    Salam ADUHAI dr Cilacap...

    ReplyDelete
  6. Selamat buat jeng Wiwik Suharti Juara 1 di episode kedua BM malam ini.

    Terima kasih bu Tien, salam sehat.
    Sudah ketemu dan bercengkerama dgn keponakan jenengan.
    salam kembali katanya

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah Bukan milikku 2 sdh hadir.
    Sehat selalu nggih bunda Tien 🙏

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah, maturnuwun bunda Tien.
    Smg selalu sehat dan bahagia bersama keluarga

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah BM~02 sudah hadir.. maturnuwun bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah, BM2 telah hadir,
    Trm ksh mbak Tien, sehat selalu dan bahagia bersama keluarga. Salam aduhai

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah... terima kasih... sehat² trs Mbu Tien...

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah.. matur nuwun mbak Tien, Cerbung BUKAN MILIKKU Eps 02 sudah tayang.
    Salam sehat selalu dan salam hangat.

    ReplyDelete
  13. Maturnuwun bu

    Salam Aduhai dan sehat selalu

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah sdh datang lg BM 02...
    Terima kasih ya Bu Tien.. Sehat selalu.. Semangat..
    Salam *ADUHAI* dari Mbu Nina Karawang..

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah BM 02 dah tayang
    Terimakasih bunda Tien,semoga sehat selalu
    Salam sehat dan aduhai

    ReplyDelete
  16. Ibu......
    Mugi tansah pinaringan sehat. Aamiin YRA

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah, sudah ada cerbung baru....
    Terima kasih Bu Tien....dalam sehat selalu...,🙏

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah BM 02 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  19. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
    Wignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
    Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo,

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih atas BM 2 dan sapaannya..
      Saya penasaran dg Cabuk Rambak itu kayak apa..? Nanti klo ke Solo mau nyari..
      Salam sehat selalu

      Delete
  20. Alhamdulillah maturnuwun Bu Tien 🙏,BM ,cerbung baru , salam sehat semangat beserta keluarga, ADUHAI ceritanya

    ReplyDelete
  21. Terimakasih bu Tien sangat mengjibur.
    Semoga bu Tien bersama keluarga senantiasa sehat walafiat. Begitu jg kita penikmat karya bu Tien.
    Aamiin

    ReplyDelete
  22. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita,

    ReplyDelete
  23. Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
    ADUHAI.....

    ReplyDelete
  24. Maaf bu tien, kayaknya gak pas, menurut saya.
    .... Retno menoleh, dan melihat seorang laki-laki duduk di depan kemudi, ketika kaca disebelahnya terbuka....
    Biasanya sopir duduk dibelakang kemudi. Kalo didepan, berarti duduk di kap mesin. Bisa jg sy yg gak tau.
    Ah ...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaa.. iya mas Danar. Udah saya suruh pindah dibelakang kemudi tuh.
      Matur nuwun koreksinya
      ADUHAI

      Delete
  25. Terima kasih bunda Tien, salam aduhai dan sehat selalu sekeluarga

    ReplyDelete
  26. Alhamdulillah, matursuwun mbak Tien
    Aduhai...salam sehat selalu mbak Tien

    ReplyDelete
  27. ALHAMDULILLAH YANG DITUNGGU DAH MUNCUL.
    MAKASIH BUNDA TIEN SEHAT SELALU DAN TETAP SEMANGAT DALAM BERKARYA.
    MET MALAM DAN MET ISTIRSHAT

    ReplyDelete
  28. Terimakasih mbak Tien-ku, Bukan Milikku sudah tayang.
    Episode 2 sudah mulai dheg dheg plas, ada yang menguntit Retno.
    Salam sehat mbak Tien yang ADUHAI dari Sragentina.

    ReplyDelete
  29. Terimakasih bu Tien...sugeng dalu...salam sehat dari Yk.

    ReplyDelete
  30. Maturnuwun bu Tien..BM02nya...

    Waduuh baru 2 eps udh ada yg bikin kesel..pak Kromo..matre..🤦‍♀️

    Lanjuut besok lagii..

    Salam sehat selalu bu Tien dan aduhaii..🙏💟🌷

    ReplyDelete
  31. Matur Nuwun Bu Tien ... BM sdh tayang salam.sehat selalu ..
    Kasihan nasib Retno dan Yudi... Jangan2 seperti Mifah yg ayahnya menerima janji pak Carik.....

    ReplyDelete
  32. Pa kartomo ini benar² terlalu. Terlalu matre.

    ReplyDelete
  33. Terima kasih banyak mbak Tien. Salam sehat² selalu.

    ReplyDelete
  34. Puji Tuhan ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip sehingga BUKAN MILIKKU 02 hadir sangat menghibur kami para penggandrungnya.

    Kalau lihat prolognya, kayaknya cerbung ini gak terlalu panjang ya.
    Sekarang sudah hampir selesai kuliah, sudah dijodohkan orang tuanya, sudah minta pisah sama pacar walau hati remuk redam...

    Monggo dilanjut aja ibu Tien, matur nuwun Berkah Dalem...

    ReplyDelete
  35. Trmkzh up nya BM02 mb Tien... apakah laki2 yg mengikuti Retno itu sosok Sapto yg akan dijodohkan bpknya Retno? mengejarnya smp Jkt? u

    ReplyDelete
  36. utk kakek Habi benarkah ada hari nggregesi nasional? 2 mlm ini ikut galau anak ganang pg kmrn panas sorenya swab keluar hsl negatif. tp dokternya menyarankan pcr.. alhamdulilah mlm ini hsl pcr negatif juga🤲 tp msh 37an suhu tubuh.. mgkn hrs cek trombosit atau widal? 🙏

    ReplyDelete
  37. benarkah kek habi ada hr nggregesi nasional? 2 hr galau anak ganang kmrn pg panas sorenya swab negatif. disarankan pcr... alhamdulilah hsl pcr negatif.. suhu tubuh msh 37 an ... tinggal cek trombosit atau widal? smg hanya krn kebanyakan kehujanan dan kurang istirahat🤲🙏

    ReplyDelete
  38. Alhamdulillah... Terima kasih Bu Tien... Selamat pagi selamat beraktifitas semoga dilancarkan semua aktifitasnya... Salam sehat penuh semangat tuk semuanya... 🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  39. Siapa yg nguntit Retno,Sapto kah?
    Mulai deh mba Tien bikin penggemarnya penasaran.
    Makasih mba Tien.
    Sehat selalu mba.
    Salam aduhai.

    ReplyDelete
  40. Trims Tien cerita selalu bagus...sehat selalu Bu tien

    ReplyDelete
  41. Assalamualaikum wr wb. Siapa ya lelaki yg bermobil tsb dan bagaimana nasib cinta Retno kpd Yudi yg tiba tiba dihancurin ayahnya, karena keegoisannya...kasihan Retno.. Maturnuwun Bu Tien ceritanya apik, seru, ditunggu lanjutannya. Semoga Bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh
      Aamiin Ya Robb
      Matur nuwun pak Mashudi

      Delete
  42. Terimakasih Mbak Tien, senangnya ada cerbung baru, mulai membuat penasaran....
    Sehat2 selalu ya Mbak,
    salam aduhaiii

    ReplyDelete
  43. Mtr nuwun bu tien, sehat selalu njih..Aamiin

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 25

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  25 (Tien Kumalasari)   Saraswati menatap abdi setianya dengan pandangan aneh. Tangannya yang masih memegan...