Thursday, March 3, 2022

BUKAN MILIKKU 03

 

BUKAN MILIKKU  03

(Tien Kumalasari)

 

Retno terus melangkah masuk, tapi sebelum memasuki kamarnya yang memang terletak paling ujung, sekali lagi dia menoleh, dan dengan heran ia melihat bahwa laki-laki di dalam mobil itu masih mengawasinya.

“Siapa dia? Mengapa seperti mengawasi aku terus? Hih, jangan-jangan orang jahat,” gumam Retno sambil membuka kamarnya kemudian menguncinya rapat-rapat.

Retno berdebar. Namun dia merasa lega, ketika mengintip dari balik jendela kamarnya, dilihatnya mobil berikut pengendaranya tak lagi tampak.

Walau demikian dia tetap merasa tak nyaman. Sebelum berganti pakaian dia memerlukan menelpon Yudi.

“Ya Ret, ada apa?” tanya Yudi ketika Retno menelponnya.

“Mas Yudi lagi sibuk ?”

“Tidak, aku sudah mau pulang. Ada apa?”

“Nggak ada apa-apa sih, tapi aku kok agak berdebar-debar.”

“Memangnya kenapa?”

“Aku tuh baru pulang dari kampus, ketika aku sampai didepan tempat kost, sebelum aku memasuki halaman, tiba-tiba ada mobil berhenti di belakangku. Aku menoleh sekilas, dan ada seorang laki-laki di belakang kemudi yang terus mengawasi aku.”

“Siapa dia?”

“Nggak tahu, aku belum pernah melihatnya. Bahkan sampai aku memasuki kamar, dia masih didepan sana.”

“Sekarang masih ?”

“Tidak ada sih, tapi aku kok merasa nggak enak. Jangan-jangan dia orang jahat, atau yang ingin berbuat jahat sama aku.”

“Lapor kepada pemilik tempat kost itu. Ada satpam berjaga di sana kan?”

“Ada.”

“Bilang kepada pemilik kost agar memerintahkan kepada satpam itu untuk lebih berjaga-jaga, dan mengawasi orang asing yang berkeliaran di tempat itu.”

“Ya Mas, akan aku lakukan. Tapi aku takut keluar kamar saat ini,” kata Retno yang masih merasa takut.

“Baiklah, aku saja yang menelpon. Aku kenal pemilik tempat kost itu. Kamu tidak usah terlalu takut. Ponsel jangan dimatikan, dan kalau ada apa-apa segera hubungi aku.”

“Baiklah.”

Retno merasa agak tenang setelah menelpon kekasihnya. Setelah itu barulah dia mandi dan berganti pakaian. Retno mengambil sepotong biskuit karena merasa sedikit lapar, lalu ingin beristirahat sebentar.

Tapi baru beberapa saat dia merebahkan diri di pembaringan, sebuah ketukan terdengar. Jantung Retno kembali berdetak kencang. Ia tak ingin membukanya. Ia bermaksud menelpon Yudi ketika sebuah panggilan terdengar dari luar pintu.

“Retno,” itu suara ibu kost nya.

Retno merasa sedikit lega. Ia bangkit dan membuka pintu. Dilihatnya ibu kost itu tidak sendiri.

“Ret, ada tukang kirim makanan on line mengirim makanan untuk kamu.”

“Oh, padahal saya tidak memesannya Bu.”

“Dia bilang untuk mbak Retno, terima sajalah, mungkin Yudi yang mengirimnya,” kata ibu kost yang memang mengenal Yudi.

“Oh, baiklah Bu.”

Retno menerima sekotak makanan  yang diberikan pengirim itu, lalu mengucapkan terima kasih.

“Terima kasih Bu,” katanya kepada sang ibu kost, setelah kurir itu pergi.

“Ya. Yudi menelpon aku, katanya kamu ketakutan.”

Retno tersipu.

“Jangan takut, tempat ini aman, dan ada yang jaga selama duapuluh empat jam.”

“Iya Bu.”

“Ya sudah, nikmati makanannya, dan istirahatlah,” kata sang ibu kost sambil berlalu.

Retno mengunci kembali pintunya, dan membuka kotak kecil yang telah diletakkannya di meja.

“Kok mas Yudi tahu kalau aku sedang lapar,” gumamnya sambil mencomot sebuah roti coklat yang ada didalam kotak makanan itu.

Kok tumben mas Yudi mengirimkan makanan. Biasanya dia hanya berpesan, kalau lapar, pesan saja makanan apa yang kamu mau.

“Hm, ya sudahlah, barangkali dia tahu kalau aku sangat letih karena sejak pagi berkutat menyelesaikan tugasku,” katanya sambil menghabiskan dua potong roti lagi.

“Hm, benar-benar aku rakus ya. Sepotong roti coklat, sepotong roti keju dan sepotong roti pisang,” lalu Retno teringat belum mengucapkan terima kasih. Diambilnya ponselnya dan diputarnya nomor kontak kekasihnya.

“Ya Ret,” sapa Yudi dari seberang.

“Mas sudah sampai di rumah?”

“Baru saja masuk.”

“Terima kasih ya Mas, aku sudah habis tiga potong nih.”

“Apanya?” tanya Yudi dengan heran.

“Roti sekotak yang Mas kirimkan,” kata Retno riang soalnya kan dia sudah merasa kenyang.

“Sekotak roti? Aku tidak mengerti.”

Mata Retno terbelalak. Ponsel yang dipegangnya hampir melompat dari pegangannya.

“Bukan Mas yang mengirimkan sekotak roti itu?”

“Bukan. Aku tidak mengirimkan apa-apa.”

Retno ingin memuntahkan roti yang sudah ditelannya.

“Mas, ada yang mengirimkan makanan itu dari seorang kurir. Ibu kost mengatakan bahwa mungkin saja dari Mas. Aku sedang lapar, lalu aku sudah menghabiskan tiga potong sebelum menelpon Mas,” suaranya terdengar memelas karena ketakutan.

“Aneh.”

“Bagaimana kalau aku diracun Mas? Bagaimana kalau sebentar lagi aku mati?” rengeknya.

“Sekarang kamu merasakan apa? Mual? Perutmu sakit? Panas? Atau apa?”

“Tidak ada. Aku merasa kenyang. Tadi langsung makan karena aku memang merasa lapar.”

Yudi menghela napas lega.

“Ada seorang penggemar mengirimi kamu makanan.”

“Mas kok gitu. Memangnya aku artis?”

“Buktinya ada yang perhatian sama kamu. Ketika kamu lapar, dia memberikan makanan. Berterima kasihlah.”

“Mas, aku ketakutan, tahu,”

“Kalau kamu merasa ada yang aneh, misalnya mual, muntah atau perut kamu melilit sakit, segera kabari aku. Kita ke rumah sakit. Tapi kalau tidak apa-apa, segeralah tidur.”

Retno membaringkan tubuhnya setelah Yudi menghiburnya. Tapi ia tetap saja merasa ketakutan. Tak biasanya ia menerima pemberian tanpa tahu siapa yang memberinya. Tiba-tiba Retno teringat laki-laki aneh yang memperhatikannya sore tadi.

“Dia kah?”

Kegelisahan itu mengusiknya sampai membuatnya tidak bisa segera tidur.

***

Pagi hari itu Retno bersiap pergi ke kampus. Ada yang harus dicarinya di perpustakaan untuk kelengkapan tugas akhirnya. Tak ada yang dirasakannya dan membuatnya khawatir setelah makan tiga potong roti semalam. Tak ada mual apalagi muntah. Sakit perut, juga tidak.

“Syukurlah roti itu tidak mengandung racun,” gumamnya pelan.

Ia meneguk segelas air dingin, dan berniat membeli sarapan nanti di kantin kampus. Tiba-tiba ia melirik ke atas meja, masih ada beberapa potong roti dan sangat mengundang seleranya. Ia meraih sepotong roti lagi, tapi kemudian diletakkannya kembali. Ingatan akan entah siapa yang memberinya, membuatnya merasa tak enak untuk memakannya.

“Makan di kantin saja,” gumamnya sambil memakai sepatunya.

Tapi tiba-tiba terdengar ketukan pelan. Retno kembali berdebar. Ia benar-benar merasa seperti di teror oleh sesuatu yang tidak dimengertinya.

“Retno.”

Tapi suara panggilan itu membuatnya lega. Dengan masih mengenakan sebuah sepatu pada kakinya, ia terpincang membuka pintu kamarnya.

“Mas,” senyumnya melebar.

“Kenakan dulu sepatumu,” kata Yudi sambil duduk di depan kamar.

Retno kembali masuk, dan mengenakan sepatunya sambil duduk.

Ketika keluar, ia membawa kotak roti yang masih tersisa beberapa potong, diberikannya kepada Yudi.

“Ini ? Roti tak bertuan itu?” tanya Yudi.

Retno mengangguk sambil mengernyitkan hidungnya.

“Kamu tidak merasakan apa-apa, semalam?”

“Tidak, aku sudah khawatir sehingga tak bisa tidur. Kalau aku tiba-tiba mati, bagaimana?”

“Aku akan mati bersamamu,” kata Yudi sambil menatap mesra kekasihnya.

“Mas Yudi jangan main-main.”

“Itu benar. Tanpa kamu, apalah arti hidup ini?”

“Percayalah, kita akan selalu bersama-sama.”

“Aamiin,” kata Yudi sambil mencomot sepotong roti keju dari dalam kotak makanan itu.

“Orang yang memberi roti ini sangat dermawan. Roti enak, dan bermerek. Harganya tidak murah,” katanya sambil mengunyah rotinya.

“Aku tadi mau mengambilnya, tapi nggak jadi,” kata Retno sambil duduk di depan Yudi.

“Kenapa? Makan saja, nggak bagus menampik rejeki.”

“Nggak mau lagi. Nggak jelas siapa orang yang memberinya.”

“Yang jelas adalah bahwa dia pengagum kamu.”

“Iih, semalam bilang penggemar aku, sekarang pengagum aku. Memangnya aku ini siapa?”

“Kamu itu cantik, tidak aneh kalau banyak yang suka sama kamu.”

“Hmh, bohong.”

“Benar.”

“Itu membuat aku ketakutan, tahu.”

“Aku yang takut.”

“Kok Mas yang takut sih?”

“Ya takut lah. Takut kehilangan kamu. Itu sebabnya aku selalu berharap agar kamu segera selesai, lalu kita menikah. Kalau kita sudah menikah, aku merasa lega. Siapa yang berani mengambil milik aku?” kata Yudi sambil tertawa.

“Iya mas, ini aku juga sudah ngebut. Nggak sampai tiga tahun aku selesai.”

“Syukurlah, aku juga sudah mempersiapkan semuanya.”

“Tapi ngomong-ngomong kok pagi-pagi Mas kemari sih? Nggak ke kantor?”

“Aku ijin agak terlambat ke kantor, karena khawatir tentang kamu.”

“Oo, ya sudah, sekarang mas ke kantor sana gih, aku mau ke kampus.”

“Rotinya dimakan dulu. Lumayan, bisa irit sekali makan di kampus lhoh.”

“Nggak mau. Bawa saja oleh Mas. Aku nggak mau lagi,” kata Retno sambil menutup kotaknya, kemudian mengambil sebuah kantong plastik, lalu memasukkan kotak roti itu dan diberikannya pada Yudi.

“Bener nih, nggak mau?”

“Nggak mau,” kata Retno sambil menutup pintu kamarnya.”

“Ya sudah, aku bawa ke kantor saja. Ayo aku boncengin sampai ke kampus.”

“Kan cuma dekat, biar aku jalan kaki saja.”

“Sekalian aku jalan kan?”

Retno pun menurut. Yudi memboncengkannya sampai ke kampus. Tapi tanpa mereka sadari sepasang mata menatap mereka dengan tatapan geram.

***

Pak Kartomo sedang menikmati singkong goreng yang dihidangkan isterinya. Sesekali diteguknya teh yang masih hangat.

“Lain kali makanan singkong ini tidak akan pernah kita nikmati lagi,” kata pak Kartomo sambil mengambil lagi sepotong.

“Memangnya kenapa? Bukankah ini makanan kesukaan Bapak?”

“Iya, benar aku suka, apalagi kamu menggorengnya selalu empuk tapi renyah. Bumbunya juga terasa meresap ke dalam.”

“Tentu saja, aku membumbuinya ketika merebus sehingga bumbunya meresap.”

“Ini direbus dulu?”

“Iya, direbus dulu. Kenapa Bapak bilang kalau lain kali kita tidak akan makan singkong lagi? Ada berita bahwa singkong akan langka?”

“Bukan. Kalau Retno sudah menjadi isteri orang kaya, mana mungkin kita makan makanan yang tidak bermutu seperti ini? Yang ada hanya roti, roti, dan roti.”

“Huh, belum kaya sudah sombong. Yang namanya singkong itu makanan sehat.  Justru roti itu makanan tidak sehat, terlalu tinggi karbohidrat, bisa membuat gula darah naik.”

“Wuihh, dapat dari mana kamu pengetahuan seperti itu?”

“Ya dari mendengarkan siaran di televisi atau membaca masalah kesehatan. Ibu ini biarpun bodoh tapi suka memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan. Saat ibu-ibu PKK kumpul di kelurahan juga sering membahas masalah kesehatan. Makan enak itu belum tentu sehat.”

“Dasar bodoh.”

“Siapa yang bodoh? Bapak itu belum-belum sudah tergiur pada kemewahan yang belum pasti akan didapat. Belum-belum sudah meremehkan keseharian kita yang sederhana tapi sehat.”

“Namanya manusia itu juga pasti menginginkan hal terbaik bagi hidupnya. Bukan seperti kamu, seperti orang yang tidak punya keinginan untuk hidup lebih baik.”

“Hidup yang baik itu adalah hidup yang tenang, dan bahagia. Dan itu ukurannya bukan harta.”

“Sok tahu kamu.”

“Itu benar. Terserah saja kalau bapak tidak mau mendengar,” kata bu Kartomo yang kemudian beranjak ke belakang.

Akhir-akhir ini pertengkaran demi pertengkaran selalu mewarnai kehidupan mereka. Hal itu dipicu oleh keinginan pak Kartomo yang bermimpi segera menjadi kaya dengan kehadiran pak Sis yang menawarkan kehidupan mewah yang tak pernah diimpikan sebelumnya.

Pak Kartomo membiarkan isterinya yang sepertinya kesal. Sepiring singkong goreng yang hanya tinggal tiga potong ditinggalkannya, ketika mendengar suara mobil berhenti di luar pagar. Ia bergegas kearah depan. Senyumnya  merekah ketika melihat siapa yang datang.

Dengan terbungkuk-bungkuk disambutnya kedatangan pak Sis yang kali itu datang bersama isterinya.

“Selamat datang pak Sis, bersama Ibu, silakan masuk,” sambutnya.

“Tidak, aku hanya sebentar, duduk di luar saja,” kata pak Sis yang kemudian juga mengajak isterinya duduk.

“Baiklah, maaf Bu, dan terima kasih telah datang di rumah kami yang sederhana ini.”

“Lain kali kamu harus bisa merubah rumah gubug ini menjadi lebih baik,” kata Pak Sis dengan wajah masam.

“Iya Pak, baiklah.”

“Aku beri kamu uang untuk bebenah. Tapi kamu harus segera memastikan bahwa kamu akan memberikan anak kamu untuk Sapto.”

“Tentu saja Pak. Sebuah karunia bagi kami kalau Retno bisa menjadi keluarga Pak Sis.”

“Kapan kuliahnya selesai?”

“Ketika datang yang terakhir kali, dia bilang bahwa tahun ini dia akan selesai.”

“Bagus. Aku menunggu beritanya. Seperti kamu ketahui, Sapto sudah melihat anakmu saat dia ke Jakarta.”

“Oh, benarkah?”

“Tampaknya dia setuju. Jadi kamu harus bersiap-siap.”

“Baiklah, baiklah.”

“Perbaiki rumahmu. Besok akan ada orang yang akan membangun rumah ini, supaya saat menikah rumah ini pantas dilihat para tamu.”

“Baiklah, terima kasih banyak Pak,” kata pak Kartomo sambil terbungkuk-bungkuk.”

“Tapi ingat, aku tidak akan mengadakan pesta besar-besaran. Cukup menikah disini, dan tidak akan ada undangan seperti yang kamu bayangkan. Hanya kerabat dekat dan tetangga dekat yang boleh diundang. Mengerti?”

Pak Kartomo mengangguk dan sedikit kecewa. Tapi ia senang akhirnya yang diimpikan akan segera menjadi nyata.

***

Besok lagi ya.

 

82 comments:

  1. Replies
    1. Alhamdulillahi......... BeeM_03 sdh tayang.
      Terima kasih bu Tien, dalam SEROJA dan tetap semangat.

      Selamat ya buat jeng Nanu Nur'Aini, sang Juara, saya tut wuri handayani saja ....

      Delete
    2. Selamat bu Nani..mugi tansah sehat

      Delete
    3. Yey selalu juara, selamat j. Nani. Bu Tien, makin seru aja deh, aduhai

      Delete
  2. Alhamdulillah gasik... hooreeee matur suwun bu Tien

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah...
    salam aduhai
    semoga bi Tien sehat selalu

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah
    Matur nuwun bu Tien BM nya,,
    Salam sehat wal'afiat ya bu Tien 🤗💖

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah BM~03 telah hadir lebih awal... maturnuwun bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  6. Suwun BM 03 sudah tayang salam aduhai bu Tien

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah BM 03 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah ... mbak Tien kliatan suka intrik perjodohan niih .. hehehehe ..

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah.Aduhai Maturnuwun

    ReplyDelete
  10. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
    Wignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
    Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo,

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alamdulillah...
      Yang ditunggu tunggu telah hadir
      Matur nuwun bu Tien
      Semoga bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan dan tetap semangat
      Salam ADUHAI dr Cilacap...

      Delete
  11. Matur nuwun Bu Tien, B M 03 udah hadir lagi salam aduhai dr kota Pasuruan

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah... Terima kasih Bu Tien... Selamat malam selamat beristirahat semoga Bu Tien selalu sehat... Salam... 🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  13. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita,

    ReplyDelete
  14. Maturnuwun bu Tien...BM03 sudah tayang...

    Waduuh2 bener pak Kartomo mimpiii...

    Kasian Retno & Yudi jg sedang bermimpi...
    Yg kirim roti Saptokah?..

    Lanjuut besook..

    Salam sehat selalu bu Tien dan aduhaiii...🙏💟🌷

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah, terima kasih Bu Tien....salam sehat selalu....🙏

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah, maturnuwun bunda Tien.
    Salam sehat dan bahagia . . .

    ReplyDelete
  17. Terimakasih Mbak Tien...kog sy yg deg degan ya...
    Kasian klu gak jadi ama Yudi...trus Retno bukan bahagia malah dipermainkan...

    Sehat2 ya Mbak Tien, salam aduhai

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sami2 Ibu Alfes
      Salam ADUHAI tanpa deg2an ya Ibu

      Delete
  18. Aduhaiii bikin gregetan sekali sama pak Kastomo yg matre banget nih.
    Tambah hari tambah seru sj ,tks mbak Tien.Salam aduhai dr Tegal.

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah Bukan Milikku Eps 03 sudah tayang.. matur nuwun mbak Tien.
    Salam sehat selalu dari Tangerang

    ReplyDelete
  20. Matur nuwun mbak Tien-ku Bukan Milikku sudah tayang.
    Wah, kalau Kembang Titipan dulu sampai ada tindak pidana , gara - gara sang ayah matre. Yang BM ini pastinya lebih seru karena si matre lebih maju.
    Salam sehat dari Sragentina, mbak Tien yang selalu ADUHAI .

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah BM 03 sdh tayang, jadi bisa tugas ( turu gasik )
    Matursuwun mbak Tien, ADUHAI salam sehat selalu

    ReplyDelete
  22. Puji Tuhan BM 03 sudah hadir bagi kami para penggandrungnya.
    Rasanya cuma sedulit ya..
    Maaf...

    Rencana nikah bagi orang kaya yg secara diam2 sebenarnya suatu isyarat ada sesuatu yg disembunyikan.

    Semoga Retno punya alasan yg baik untuk menolak kemauan ayahnya agar tetap bahagia bersama Yudi.

    Monggo ibu Tien dilanjut aja penasaran. Matur nuwun Berkah Dalem.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sami2 Ibu Yustinhar
      Aamiin
      Masa sih sedulit, kayaknya sama deh

      Delete
  23. Terimakasih Bu Tien BM 3 sdh tayang ,

    ReplyDelete
  24. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda selalu sehat walafiat
    Salam sehat dan aduhai

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah. BM 03 sdh hadir... Terima kasih Ibu Tien..
    Kasihan sekali ya Retno dan Yudi kl di pisahkan..

    Semangat dan sehat terus ya Ibu...
    Salam *ADUHAI* dari Mbu Nina Karawang..

    ReplyDelete
  26. Terima kasih bu tien, bm sdh tayang ... sebel dg pak kartomo....salam sehat dan salam aduhai dari pd gede

    ReplyDelete
  27. Terima kasih mbak Tien, semoga sehat² selalu.
    Pa kartomo matre sekali. Payah.

    ReplyDelete

  28. Mb Tien, maturnuwun
    Deg2 an apa Sapto yg ngasi roti
    Wah pak Kar kok matrek ya
    Salam manis n aduhai mb Tien
    Yuli Semarang

    ReplyDelete
  29. Alhamdulillah, BM3 telah hadir,
    Aduh sdh terbawa alur cerita, gegara p.Kartomo jd ikutan jengkel, kasihan Retno dan Yudi.
    Trm ksh mbak Tien, sehat selalu dan bahagia bersama keluarga. Salam aduhai

    ReplyDelete
  30. Makasih mba Tien.
    Salam hangat selalu, aduhai

    ReplyDelete
  31. Alhamdulillah....maturnuwun bu Tien ....aduhai...salam sehat dari Yk.

    ReplyDelete
  32. Trimakasih bu Tien... Alhamdulillah sdh tayang. Semoga bu Tien sehat selalu

    ReplyDelete
  33. Alhamdulillah
    Terimakasih bu Tien semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  34. Assalamualaikum wr wb.. Selamat pagii bubda Tien.. Terimaksih BM 3 nya🙏Salam sehat sll dri Sukabuni🙏🥰🥰

    ReplyDelete
  35. Assalamu'alaikum wr wb. Kartomo Sdh gila harta, shg mau saja menjual anaknya, demi kesenangannya sensitive, tanpa mempertimbangkan perasaan Retno. Mungkinkah terlaksana keinginan Sapto. Sabar menunggu lanjutannya. Maturnuwun Bu Tien, selalu membuat penasaran, semoga Bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan lahir Dan batin, bahagia bersama keluarga. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh
      Aamiin Allahumma Aamiin
      Matur nuwun pak Mashudi
      Salam sehat dan ADUHAI

      Delete
  36. Kasihan Retno jg Yudi dah berkorban banyak tok di hargai ...trims Bu Tien udah menghibur

    ReplyDelete
  37. Alhamdulillah. Sehat kan bu Tien.💐💐💐💪

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 37

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  37 (Tien Kumalasari)   Laki-laki yang baru saja membuka pintu itu adalah Sulistyo. Matanya menatap gadis y...