BUKAN MILIKKU
03
(Tien Kumalasari)
Retno terus melangkah masuk, tapi sebelum memasuki
kamarnya yang memang terletak paling ujung, sekali lagi dia menoleh, dan dengan
heran ia melihat bahwa laki-laki di dalam mobil itu masih mengawasinya.
“Siapa dia? Mengapa seperti mengawasi aku terus? Hih,
jangan-jangan orang jahat,” gumam Retno sambil membuka kamarnya kemudian
menguncinya rapat-rapat.
Retno berdebar. Namun dia merasa lega, ketika
mengintip dari balik jendela kamarnya, dilihatnya mobil berikut pengendaranya
tak lagi tampak.
Walau demikian dia tetap merasa tak nyaman. Sebelum
berganti pakaian dia memerlukan menelpon Yudi.
“Ya Ret, ada apa?” tanya Yudi ketika Retno
menelponnya.
“Mas Yudi lagi sibuk ?”
“Tidak, aku sudah mau pulang. Ada apa?”
“Nggak ada apa-apa sih, tapi aku kok agak
berdebar-debar.”
“Memangnya kenapa?”
“Aku tuh baru pulang dari kampus, ketika aku sampai
didepan tempat kost, sebelum aku memasuki halaman, tiba-tiba ada mobil berhenti
di belakangku. Aku menoleh sekilas, dan ada seorang laki-laki di belakang
kemudi yang terus mengawasi aku.”
“Siapa dia?”
“Nggak tahu, aku belum pernah melihatnya. Bahkan
sampai aku memasuki kamar, dia masih didepan sana.”
“Sekarang masih ?”
“Tidak ada sih, tapi aku kok merasa nggak enak.
Jangan-jangan dia orang jahat, atau yang ingin berbuat jahat sama aku.”
“Lapor kepada pemilik tempat kost itu. Ada satpam
berjaga di sana kan?”
“Ada.”
“Bilang kepada pemilik kost agar memerintahkan kepada
satpam itu untuk lebih berjaga-jaga, dan mengawasi orang asing yang berkeliaran
di tempat itu.”
“Ya Mas, akan aku lakukan. Tapi aku takut keluar kamar
saat ini,” kata Retno yang masih merasa takut.
“Baiklah, aku saja yang menelpon. Aku kenal pemilik
tempat kost itu. Kamu tidak usah terlalu takut. Ponsel jangan dimatikan, dan
kalau ada apa-apa segera hubungi aku.”
“Baiklah.”
Retno merasa agak tenang setelah menelpon kekasihnya.
Setelah itu barulah dia mandi dan berganti pakaian. Retno mengambil sepotong
biskuit karena merasa sedikit lapar, lalu ingin beristirahat sebentar.
Tapi baru beberapa saat dia merebahkan diri di
pembaringan, sebuah ketukan terdengar. Jantung Retno kembali berdetak kencang.
Ia tak ingin membukanya. Ia bermaksud menelpon Yudi ketika sebuah panggilan
terdengar dari luar pintu.
“Retno,” itu suara ibu kost nya.
Retno merasa sedikit lega. Ia bangkit dan membuka
pintu. Dilihatnya ibu kost itu tidak sendiri.
“Ret, ada tukang kirim makanan on line mengirim
makanan untuk kamu.”
“Oh, padahal saya tidak memesannya Bu.”
“Dia bilang untuk mbak Retno, terima sajalah, mungkin
Yudi yang mengirimnya,” kata ibu kost yang memang mengenal Yudi.
“Oh, baiklah Bu.”
Retno menerima sekotak makanan yang diberikan pengirim itu, lalu mengucapkan
terima kasih.
“Terima kasih Bu,” katanya kepada sang ibu kost,
setelah kurir itu pergi.
“Ya. Yudi menelpon aku, katanya kamu ketakutan.”
Retno tersipu.
“Jangan takut, tempat ini aman, dan ada yang jaga
selama duapuluh empat jam.”
“Iya Bu.”
“Ya sudah, nikmati makanannya, dan istirahatlah,” kata
sang ibu kost sambil berlalu.
Retno mengunci kembali pintunya, dan membuka kotak kecil yang telah diletakkannya di meja.
“Kok mas Yudi tahu kalau aku sedang lapar,” gumamnya
sambil mencomot sebuah roti coklat yang ada didalam kotak makanan itu.
Kok tumben mas Yudi mengirimkan makanan. Biasanya dia
hanya berpesan, kalau lapar, pesan saja makanan apa yang kamu mau.
“Hm, ya sudahlah, barangkali dia tahu kalau aku sangat
letih karena sejak pagi berkutat menyelesaikan tugasku,” katanya sambil
menghabiskan dua potong roti lagi.
“Hm, benar-benar aku rakus ya. Sepotong roti coklat,
sepotong roti keju dan sepotong roti pisang,” lalu Retno teringat belum
mengucapkan terima kasih. Diambilnya ponselnya dan diputarnya nomor kontak
kekasihnya.
“Ya Ret,” sapa Yudi dari seberang.
“Mas sudah sampai di rumah?”
“Baru saja masuk.”
“Terima kasih ya Mas, aku sudah habis tiga potong nih.”
“Apanya?” tanya Yudi dengan heran.
“Roti sekotak yang Mas kirimkan,” kata Retno riang
soalnya kan dia sudah merasa kenyang.
“Sekotak roti? Aku tidak mengerti.”
Mata Retno terbelalak. Ponsel yang dipegangnya hampir
melompat dari pegangannya.
“Bukan Mas yang mengirimkan sekotak roti itu?”
“Bukan. Aku tidak mengirimkan apa-apa.”
Retno ingin memuntahkan roti yang sudah ditelannya.
“Mas, ada yang mengirimkan makanan itu dari seorang
kurir. Ibu kost mengatakan bahwa mungkin saja dari Mas. Aku sedang lapar, lalu
aku sudah menghabiskan tiga potong sebelum menelpon Mas,” suaranya terdengar
memelas karena ketakutan.
“Aneh.”
“Bagaimana kalau aku diracun Mas? Bagaimana kalau
sebentar lagi aku mati?” rengeknya.
“Sekarang kamu merasakan apa? Mual? Perutmu sakit?
Panas? Atau apa?”
“Tidak ada. Aku merasa kenyang. Tadi langsung makan
karena aku memang merasa lapar.”
Yudi menghela napas lega.
“Ada seorang penggemar mengirimi kamu makanan.”
“Mas kok gitu. Memangnya aku artis?”
“Buktinya ada yang perhatian sama kamu. Ketika kamu
lapar, dia memberikan makanan. Berterima kasihlah.”
“Mas, aku ketakutan, tahu,”
“Kalau kamu merasa ada yang aneh, misalnya mual,
muntah atau perut kamu melilit sakit, segera kabari aku. Kita ke rumah sakit.
Tapi kalau tidak apa-apa, segeralah tidur.”
Retno membaringkan tubuhnya setelah Yudi menghiburnya.
Tapi ia tetap saja merasa ketakutan. Tak biasanya ia menerima pemberian tanpa
tahu siapa yang memberinya. Tiba-tiba Retno teringat laki-laki aneh yang
memperhatikannya sore tadi.
“Dia kah?”
Kegelisahan itu mengusiknya sampai membuatnya tidak
bisa segera tidur.
***
Pagi hari itu Retno bersiap pergi ke kampus. Ada yang
harus dicarinya di perpustakaan untuk kelengkapan tugas akhirnya. Tak ada yang
dirasakannya dan membuatnya khawatir setelah makan tiga potong roti semalam.
Tak ada mual apalagi muntah. Sakit perut, juga tidak.
“Syukurlah roti itu tidak mengandung racun,” gumamnya
pelan.
Ia meneguk segelas air dingin, dan berniat membeli
sarapan nanti di kantin kampus. Tiba-tiba ia melirik ke atas meja, masih ada
beberapa potong roti dan sangat mengundang seleranya. Ia meraih sepotong roti
lagi, tapi kemudian diletakkannya kembali. Ingatan akan entah siapa yang
memberinya, membuatnya merasa tak enak untuk memakannya.
“Makan di kantin saja,” gumamnya sambil memakai
sepatunya.
Tapi tiba-tiba terdengar ketukan pelan. Retno kembali
berdebar. Ia benar-benar merasa seperti di teror oleh sesuatu yang tidak
dimengertinya.
“Retno.”
Tapi suara panggilan itu membuatnya lega. Dengan masih
mengenakan sebuah sepatu pada kakinya, ia terpincang membuka pintu kamarnya.
“Mas,” senyumnya melebar.
“Kenakan dulu sepatumu,” kata Yudi sambil duduk di depan
kamar.
Retno kembali masuk, dan mengenakan sepatunya sambil duduk.
Ketika keluar, ia membawa kotak roti yang masih
tersisa beberapa potong, diberikannya kepada Yudi.
“Ini ? Roti tak bertuan itu?” tanya Yudi.
Retno mengangguk sambil mengernyitkan hidungnya.
“Kamu tidak merasakan apa-apa, semalam?”
“Tidak, aku sudah khawatir sehingga tak bisa tidur.
Kalau aku tiba-tiba mati, bagaimana?”
“Aku akan mati bersamamu,” kata Yudi sambil menatap
mesra kekasihnya.
“Mas Yudi jangan main-main.”
“Itu benar. Tanpa kamu, apalah arti hidup ini?”
“Percayalah, kita akan selalu bersama-sama.”
“Aamiin,” kata Yudi sambil mencomot sepotong roti keju
dari dalam kotak makanan itu.
“Orang yang memberi roti ini sangat dermawan. Roti
enak, dan bermerek. Harganya tidak murah,” katanya sambil mengunyah rotinya.
“Aku tadi mau mengambilnya, tapi nggak jadi,” kata
Retno sambil duduk di depan Yudi.
“Kenapa? Makan saja, nggak bagus menampik rejeki.”
“Nggak mau lagi. Nggak jelas siapa orang yang
memberinya.”
“Yang jelas adalah bahwa dia pengagum kamu.”
“Iih, semalam bilang penggemar aku, sekarang pengagum
aku. Memangnya aku ini siapa?”
“Kamu itu cantik, tidak aneh kalau banyak yang suka
sama kamu.”
“Hmh, bohong.”
“Benar.”
“Itu membuat aku ketakutan, tahu.”
“Aku yang takut.”
“Kok Mas yang takut sih?”
“Ya takut lah. Takut kehilangan kamu. Itu sebabnya aku
selalu berharap agar kamu segera selesai, lalu kita menikah. Kalau kita sudah
menikah, aku merasa lega. Siapa yang berani mengambil milik aku?” kata Yudi
sambil tertawa.
“Iya mas, ini aku juga sudah ngebut. Nggak sampai tiga
tahun aku selesai.”
“Syukurlah, aku juga sudah mempersiapkan semuanya.”
“Tapi ngomong-ngomong kok pagi-pagi Mas kemari sih?
Nggak ke kantor?”
“Aku ijin agak terlambat ke kantor, karena khawatir
tentang kamu.”
“Oo, ya sudah, sekarang mas ke kantor sana gih, aku
mau ke kampus.”
“Rotinya dimakan dulu. Lumayan, bisa irit sekali makan
di kampus lhoh.”
“Nggak mau. Bawa saja oleh Mas. Aku nggak mau lagi,”
kata Retno sambil menutup kotaknya, kemudian mengambil sebuah kantong plastik,
lalu memasukkan kotak roti itu dan diberikannya pada Yudi.
“Bener nih, nggak mau?”
“Nggak mau,” kata Retno sambil menutup pintu kamarnya.”
“Ya sudah, aku bawa ke kantor saja. Ayo aku boncengin
sampai ke kampus.”
“Kan cuma dekat, biar aku jalan kaki saja.”
“Sekalian aku jalan kan?”
Retno pun menurut. Yudi memboncengkannya sampai ke kampus.
Tapi tanpa mereka sadari sepasang mata menatap mereka dengan tatapan geram.
***
Pak Kartomo sedang menikmati singkong goreng yang
dihidangkan isterinya. Sesekali diteguknya teh yang masih hangat.
“Lain kali makanan singkong ini tidak akan pernah kita
nikmati lagi,” kata pak Kartomo sambil mengambil lagi sepotong.
“Memangnya kenapa? Bukankah ini makanan kesukaan
Bapak?”
“Iya, benar aku suka, apalagi kamu menggorengnya
selalu empuk tapi renyah. Bumbunya juga terasa meresap ke dalam.”
“Tentu saja, aku membumbuinya ketika merebus sehingga
bumbunya meresap.”
“Ini direbus dulu?”
“Iya, direbus dulu. Kenapa Bapak bilang kalau lain
kali kita tidak akan makan singkong lagi? Ada berita bahwa singkong akan
langka?”
“Bukan. Kalau Retno sudah menjadi isteri orang kaya,
mana mungkin kita makan makanan yang tidak bermutu seperti ini? Yang ada hanya
roti, roti, dan roti.”
“Huh, belum kaya sudah sombong. Yang namanya singkong
itu makanan sehat. Justru roti itu
makanan tidak sehat, terlalu tinggi karbohidrat, bisa membuat gula darah naik.”
“Wuihh, dapat dari mana kamu pengetahuan seperti itu?”
“Ya dari mendengarkan siaran di televisi atau membaca
masalah kesehatan. Ibu ini biarpun bodoh tapi suka memperhatikan hal-hal yang
berhubungan dengan kesehatan. Saat ibu-ibu PKK kumpul di kelurahan juga sering
membahas masalah kesehatan. Makan enak itu belum tentu sehat.”
“Dasar bodoh.”
“Siapa yang bodoh? Bapak itu belum-belum sudah tergiur
pada kemewahan yang belum pasti akan didapat. Belum-belum sudah meremehkan
keseharian kita yang sederhana tapi sehat.”
“Namanya manusia itu juga pasti menginginkan hal
terbaik bagi hidupnya. Bukan seperti kamu, seperti orang yang tidak punya
keinginan untuk hidup lebih baik.”
“Hidup yang baik itu adalah hidup yang tenang, dan
bahagia. Dan itu ukurannya bukan harta.”
“Sok tahu kamu.”
“Itu benar. Terserah saja kalau bapak tidak mau
mendengar,” kata bu Kartomo yang kemudian beranjak ke belakang.
Akhir-akhir ini pertengkaran demi pertengkaran selalu
mewarnai kehidupan mereka. Hal itu dipicu oleh keinginan pak Kartomo yang
bermimpi segera menjadi kaya dengan kehadiran pak Sis yang menawarkan kehidupan
mewah yang tak pernah diimpikan sebelumnya.
Pak Kartomo membiarkan isterinya yang sepertinya kesal. Sepiring singkong goreng yang
hanya tinggal tiga potong ditinggalkannya, ketika mendengar suara mobil
berhenti di luar pagar. Ia bergegas kearah depan. Senyumnya merekah ketika melihat siapa yang datang.
Dengan terbungkuk-bungkuk disambutnya kedatangan pak
Sis yang kali itu datang bersama isterinya.
“Selamat datang pak Sis, bersama Ibu, silakan masuk,”
sambutnya.
“Tidak, aku hanya sebentar, duduk di luar saja,” kata
pak Sis yang kemudian juga mengajak isterinya duduk.
“Baiklah, maaf Bu, dan terima kasih telah datang di
rumah kami yang sederhana ini.”
“Lain kali kamu harus bisa merubah rumah gubug ini
menjadi lebih baik,” kata Pak Sis dengan wajah masam.
“Iya Pak, baiklah.”
“Aku beri kamu uang untuk bebenah. Tapi kamu harus
segera memastikan bahwa kamu akan memberikan anak kamu untuk Sapto.”
“Tentu saja Pak. Sebuah karunia bagi kami kalau Retno
bisa menjadi keluarga Pak Sis.”
“Kapan kuliahnya selesai?”
“Ketika datang yang terakhir kali, dia bilang bahwa
tahun ini dia akan selesai.”
“Bagus. Aku menunggu beritanya. Seperti kamu ketahui,
Sapto sudah melihat anakmu saat dia ke Jakarta.”
“Oh, benarkah?”
“Tampaknya dia setuju. Jadi kamu harus bersiap-siap.”
“Baiklah, baiklah.”
“Perbaiki rumahmu. Besok akan ada orang yang akan
membangun rumah ini, supaya saat menikah rumah ini pantas dilihat para tamu.”
“Baiklah, terima kasih banyak Pak,” kata pak Kartomo
sambil terbungkuk-bungkuk.”
“Tapi ingat, aku tidak akan mengadakan pesta
besar-besaran. Cukup menikah disini, dan tidak akan ada undangan seperti yang
kamu bayangkan. Hanya kerabat dekat dan tetangga dekat yang boleh diundang. Mengerti?”
Pak Kartomo mengangguk dan sedikit kecewa. Tapi ia
senang akhirnya yang diimpikan akan segera menjadi nyata.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah....
ReplyDeleteAlhamdulillahi......... BeeM_03 sdh tayang.
DeleteTerima kasih bu Tien, dalam SEROJA dan tetap semangat.
Selamat ya buat jeng Nanu Nur'Aini, sang Juara, saya tut wuri handayani saja ....
Selamat bu Nani..mugi tansah sehat
DeleteIyessss. . . 👍
DeleteYey selalu juara, selamat j. Nani. Bu Tien, makin seru aja deh, aduhai
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSalam sehat...
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah gasik... hooreeee matur suwun bu Tien
ReplyDeleteHoreee
DeleteSami2 Ibu Wiwik
Alhamdulillah...
ReplyDeletesalam aduhai
semoga bi Tien sehat selalu
Aamiin
DeleteMatur nuwun Ibu Nanik
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien BM nya,,
Salam sehat wal'afiat ya bu Tien 🤗💖
Sami2 ibu Ika Laksmi
DeleteAamiin
Alhamdulillah BM~03 telah hadir lebih awal... maturnuwun bu Tien 🙏
ReplyDeleteSami2 Pak Djodhi
DeleteSuwun BM 03 sudah tayang salam aduhai bu Tien
ReplyDeleteSami2 Ibu Atiek
DeleteADUHAI
Alhamdulillah BM 03 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Sami2 Ibu Uchu
DeleteAamiin
Suwun bu Tien
ReplyDeleteADUHAI
Sami2
DeleteADUHAI
Alhamdulillah ... mbak Tien kliatan suka intrik perjodohan niih .. hehehehe ..
ReplyDeleteMasa sih Pak Pri?
DeleteTapi beda2 alurnya kan?
Alhamdulillah.Aduhai Maturnuwun
ReplyDeleteSami2 pak Herry
DeleteADUHAI
Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo,
Alamdulillah...
DeleteYang ditunggu tunggu telah hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan dan tetap semangat
Salam ADUHAI dr Cilacap...
Sami2 Pak Wedeye
DeleteAamiin
ADUHAI
Matur nuwun Bu Tien, B M 03 udah hadir lagi salam aduhai dr kota Pasuruan
ReplyDeleteSami2 Ibu Mundjiati
DeleteSalam ADUHAI
Alhamdulillah... Terima kasih Bu Tien... Selamat malam selamat beristirahat semoga Bu Tien selalu sehat... Salam... 🙏🙏🙏
ReplyDeleteSami2 Ibu Sri
DeleteAamiin
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita,
Maturnuwun bu Tien...BM03 sudah tayang...
ReplyDeleteWaduuh2 bener pak Kartomo mimpiii...
Kasian Retno & Yudi jg sedang bermimpi...
Yg kirim roti Saptokah?..
Lanjuut besook..
Salam sehat selalu bu Tien dan aduhaiii...🙏💟🌷
Sami2 Ibu Maria
DeleteADUHAI
Alhamdulillah, terima kasih Bu Tien....salam sehat selalu....🙏
ReplyDeleteSami2 Pak Prim
DeleteSalam sehat
Alhamdulillah, maturnuwun bunda Tien.
ReplyDeleteSalam sehat dan bahagia . . .
Sami2 Ibu Ermi
DeleteADUHAI
Terimakasih Mbak Tien...kog sy yg deg degan ya...
ReplyDeleteKasian klu gak jadi ama Yudi...trus Retno bukan bahagia malah dipermainkan...
Sehat2 ya Mbak Tien, salam aduhai
Sami2 Ibu Alfes
DeleteSalam ADUHAI tanpa deg2an ya Ibu
Aduhaiii bikin gregetan sekali sama pak Kastomo yg matre banget nih.
ReplyDeleteTambah hari tambah seru sj ,tks mbak Tien.Salam aduhai dr Tegal.
Sami2 Ibu Neni
DeleteADUHAI
Alhamdulillah Bukan Milikku Eps 03 sudah tayang.. matur nuwun mbak Tien.
ReplyDeleteSalam sehat selalu dari Tangerang
Sami2 Mas Dudut
DeleteADUHAI
Matur nuwun mbak Tien-ku Bukan Milikku sudah tayang.
ReplyDeleteWah, kalau Kembang Titipan dulu sampai ada tindak pidana , gara - gara sang ayah matre. Yang BM ini pastinya lebih seru karena si matre lebih maju.
Salam sehat dari Sragentina, mbak Tien yang selalu ADUHAI .
Sami2 Pak Latif
DeleteDitunggu ADUHAI nya ya
Alhamdulillah BM 03 sdh tayang, jadi bisa tugas ( turu gasik )
ReplyDeleteMatursuwun mbak Tien, ADUHAI salam sehat selalu
Sami2 Ibu Umi, selamat ber tugas
DeleteADUHAI
Puji Tuhan BM 03 sudah hadir bagi kami para penggandrungnya.
ReplyDeleteRasanya cuma sedulit ya..
Maaf...
Rencana nikah bagi orang kaya yg secara diam2 sebenarnya suatu isyarat ada sesuatu yg disembunyikan.
Semoga Retno punya alasan yg baik untuk menolak kemauan ayahnya agar tetap bahagia bersama Yudi.
Monggo ibu Tien dilanjut aja penasaran. Matur nuwun Berkah Dalem.
Sami2 Ibu Yustinhar
DeleteAamiin
Masa sih sedulit, kayaknya sama deh
Matur nuwun bunda Tien...🙏
ReplyDeleteSami2 Ibu Padmasari
DeleteTerimakasih Bu Tien BM 3 sdh tayang ,
ReplyDeleteSami2 jeng Werdi
DeleteTerimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda selalu sehat walafiat
Salam sehat dan aduhai
Sami2 Ibu Salamah
DeleteAamiin
ADUHAI
Alhamdulillah. BM 03 sdh hadir... Terima kasih Ibu Tien..
ReplyDeleteKasihan sekali ya Retno dan Yudi kl di pisahkan..
Semangat dan sehat terus ya Ibu...
Salam *ADUHAI* dari Mbu Nina Karawang..
Sami2 Ibu Nina
DeleteSalam ADUHAI..
Terima kasih mbak Tien
ReplyDeleteSami2 KP LOVER
ReplyDeleteTerima kasih bu tien, bm sdh tayang ... sebel dg pak kartomo....salam sehat dan salam aduhai dari pd gede
ReplyDeleteSami2 Ibu Sri
DeleteSalam sehat dan ADUHAI..
Terima kasih mbak Tien, semoga sehat² selalu.
ReplyDeletePa kartomo matre sekali. Payah.
Sami2 Pak Andrew
Delete
ReplyDeleteMb Tien, maturnuwun
Deg2 an apa Sapto yg ngasi roti
Wah pak Kar kok matrek ya
Salam manis n aduhai mb Tien
Yuli Semarang
Sami2 Ibu Yuli
DeleteManis dan ADUHAI Yaa
Alhamdulillah, BM3 telah hadir,
ReplyDeleteAduh sdh terbawa alur cerita, gegara p.Kartomo jd ikutan jengkel, kasihan Retno dan Yudi.
Trm ksh mbak Tien, sehat selalu dan bahagia bersama keluarga. Salam aduhai
Sami2 Ibu Pudys
DeleteAamiin
Makasih mba Tien.
ReplyDeleteSalam hangat selalu, aduhai
Sami2 Ibu Sul
DeleteSalam hangat dan ADUHAI
Alhamdulillah....maturnuwun bu Tien ....aduhai...salam sehat dari Yk.
ReplyDeleteSami2 Ibu Alian
DeleteADUHAI salam sehat
Trimakasih bu Tien... Alhamdulillah sdh tayang. Semoga bu Tien sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien semoga sehat selalu.
Assalamualaikum wr wb.. Selamat pagii bubda Tien.. Terimaksih BM 3 nya🙏Salam sehat sll dri Sukabuni🙏🥰🥰
ReplyDeleteSami2 Ibu Farida
DeleteSalam sehat dan ADUHAI..
Assalamu'alaikum wr wb. Kartomo Sdh gila harta, shg mau saja menjual anaknya, demi kesenangannya sensitive, tanpa mempertimbangkan perasaan Retno. Mungkinkah terlaksana keinginan Sapto. Sabar menunggu lanjutannya. Maturnuwun Bu Tien, selalu membuat penasaran, semoga Bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan lahir Dan batin, bahagia bersama keluarga. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede...
ReplyDeleteWa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh
DeleteAamiin Allahumma Aamiin
Matur nuwun pak Mashudi
Salam sehat dan ADUHAI
Kasihan Retno jg Yudi dah berkorban banyak tok di hargai ...trims Bu Tien udah menghibur
ReplyDeleteSami2 Ibu Suparmia
DeleteADUHAI..
Alhamdulillah. Sehat kan bu Tien.💐💐💐💪
ReplyDelete