Tuesday, March 1, 2022

BUKAN MILIKKU 01

 

BUKAN MILIKKU  01

(Tien Kumalasari)

 

Wahyudi sedang duduk di kursi tamu di rumah keluarga Kartomo. Dia pulang ke Solo hanya untuk bertemu Retno Harsanti, yang hari ini menunggu  kelulusannya di sekolah SMA. Memang Retno masih belia, tapi Wahyudi mencintainya sejak lama. Ia bahkan rela kalau nanti harus menunggu lagi, sampai Retno siap di persuntingnya.

Retno gadis cantik dan pintar. Memang Kartomo bukan orang berada, tapi kesederhanaan keluarga Kartomo itulah yang menarik bagi Wahyudi. Mereka keluarga yang rendah hati. Terlebih Retno yang manis budi dan sangat menawan, yang setiap saat hadir di dalam angan-angannya. Mereka berkenalan sejak lama, dan Retno yang beranjak dewasa tak pernah menampik kedatangan Wahyudi yang selalu memberi perhatian kepada keluarganya.

Hari itu sekardus oleh-oleh dibawa Wahyudi untuk menyenangkan hati keluarga Kartomo. Ada makanan yang khusus dibawanya dari Jakarta.

“Mengapa nak Yudi selalu repot setiap kali datang kemari? Kedatangan nak Yudi saja sudah membuat kami senang, karena kami merasa menemukan saudara yang sangat perhatian kepada kami,” kata bu Kartomo yang merasa sungkan.

“Itu bukan sesuatu yang merepotkan Bu, hanya makanan kecil, yang semoga Ibu juga suka.”

"Ibu itu nggak boleh bilang begitu. Itu namanya menampik rejeki. Rejeki itu harus disyukuri, ya kan?" kata pak Kartomo yang rupanya suka sekali mendapatkan sesuatu yang membuatnya senang. 

“Terima kasih banyak ya nak. Tapi jam berapa ini ya, mengapa Retno belum pulang juga?”

“Iya, sudah dari tadi perginya, padahal hanya melihat pengumuman saja,” sambung pak Kartomo sambil melongok ke arah jalan.

“Mungkin sedang bersenang-senang dengan temannya, kalau mereka lulus semua,” kata Wahyudi.

“Tapi sayang sekali ya Bu, setelah Retno lulus, kita tidak akan bisa menyekolahkan ke jenjang yang lebih tinggi,” keluh pak Kartomo.

“Yah, apa mau dikata Pak, beaya sekolah, apalagi kuliah, sangat mahal. Hanya orang-orang yang banyak uang saja yang bisa menyekolahkan anaknya.”

“Tidak usah sedih Bu, kita tidak sendirian. Banyak orang yang hanya bisa menyekolahkan anaknya sampai SMA. Itu sudah lumayan. Biarlah setelahnya nanti Retno mencari pekerjaan saja.”

Wahyudi menatap pak Kartomo dengan rasa iba. Laki-laki itu tampak tak bersemangat ketika membicarakan perihal pendidikan lanjutan bagi puterinya.

“Pak, Bu, sebelumnya saya minta maaf. Kalau boleh, biarlah Retno ikut saya ke Jakarta.”

Pak Kartomo menatap Wahyudi tak mengerti.

“Tapi Retno masih anak-anak, mana mungkin dia bisa menjadi isteri?” katanya tajam.

“Bukan untuk saya nikahi Pak, saya ingin membantu menyekolahkan Retno, di Jakarta.”

“Tapi Nak,” kata bu Kartomo ragu. Maklum, Retno adalah anak gadisnya. Mana tega mereka melepas Retno ketempat jauh?

“Bapak sama Ibu harus percaya, saya akan menjaga Retno, seperti menjaga keluarga saya sendiri.”

Pak Kartomo tampak berbincang dengan isterinya. Memang mereka sudah lama mengenal Wahyudi, dan yakin bahwa Wahyudi adalah laki-laki yang baik. Dan pendidikan lanjutan bagi Retno pastilah juga menjadi harapan mereka.

“Saya mencintai Retno, dan saya akan menjaganya lebih dari apapun,” janji Wahyudi.

“Baiklah Nak, tapi nanti semuanya juga tergantung pada Retno, apakah dia mau atau tidak bersekolah di sana,” akhirnya kata pak Kartomo.

Wahyudi tersenyum lega. Alangkah bahagianya kalau bisa selalu berdekatan dengan gadis yang dicintainya. Sungguh keinginannya adalah bersih dari niat yang tidak benar, karena cinta haruslah dijaga, jangan sampai berbaur dengan nafsu semata.

“Bapaaak, Ibu…..” sebuah teriakan terdengar. Langkah-langkah kecil yang ringan berjalan lincah mendekati pintu, dengan wajah berbinar.  Tapi langkah itu terhenti ketika melihat Yudi duduk di antara ke dua orang tuanya.

“Mas Yudi ?” lalu senyumnya merekah.

“Bagaimana? Lulus?” tanya pak Kartomo.

“Alhamdulillah Pak, Bu, Retno lulus,” katanya sambil mencium tangan ayah dan ibunya, lalu menerima uluran tangan Yudi yang memberinya selamat.

“Selamat ya Ret, senang mendengar kamu lulus.”

“Terima kasih Mas. Kapan datang?”

“Baru tadi pagi, langsung kemari. Aku pikir bisa mengantar kamu melihat pengumuman, ternyata kamu sudah pergi.”

“Aku tadi berangkat pagi-pagi bersama teman-teman aku. Setelah pengumuman, ada yang mentraktir es krim. Jadi lama baru pulang,” kata Retno yang kemudian duduk di antara mereka.

“Ternyata jalan-jalan dulu, makanya lama pulangnya,” kata pak Kartomo.

Retno hanya tertawa meringis.

“Nggak tahu kalau mas Yudi datang sih.”

“Gini lho nduk, kamu kan tahu, bahwa Bapak ini tidak akan mampu menyekolahkan kamu?”

“Iya pak, betapapun besar keingingan Retno untuk melanjutkan kuliah, tapi Retno tahu kok keadaan Bapak itu bagaimana. Nanti Retno akan mencari pekerjaan saja,” kata Retno dengan wajah sendu.

“Tapi begini Ret, tadi nak Yudi menawarkan, kalau kamu mau ikut ke Jakarta, dia akan membiayai kuliah kamu,” lanjut pak Kartomo.

Retno menatap Yudi tak percaya. Tapi dilihatnya Yudi mengangguk sambil tersenyum.

“Benar ?” wajah Retno berbinar.

“Kamu mau?” tanya Yudi.

“Keinginanku adalah melanjutkan kuliah. Jadi tentu saja aku mau. Tapi sungkan ah, menyusahkan mas Yudi."

“Tidak, itu kemauan aku. Tapi aku tidak memaksa, pikirkan dalam sehari dua hari ini, dan jawab sebelum aku kembali ke sana. Kalau semuanya oke, kamu akan aku carikan tempat kost dekat kampus. Bukan di rumahku.”

Pak Kartomo dan isterinya merasa lega mendengar penuturan Yudi. Bukankah akan ada kekhawatiran seandainya nanti Retno akan serumah dengan laki-laki yang bukan apa-apanya?

***

Sudah setengah tahun Retno kuliah di Jakarta. Yudi menepati janjinya, ia sangat menjaga gadis yang dicintainya, dan menumpahkan segala cinta yang dimilikinya dengan sangat santun. Pak Kartomo dan isterinya merasa lega, karena saat pulang Retno kelihatan begitu menikmati kuliahnya dan berharap bisa segera menyelesaikannya.

“Apakah sikap nak Yudi baik?” tanya pak Kartomo ketika Retno diantar pulang oleh Yudi. Yudi sendiri juga langsung pulang ke rumahnya sendiri, tak mau mengganggu Retno yang sedang melepas rindu dengan keluarganya.

“Sangat baik pak. Kami jarang sekali ketemu, kecuali kalau sedang liburan. Itupun kalau mas Yudi sedang tidak ada kesibukan.”

“Syukurlah Ret. Yang namanya orang tua, melepas anak gadis ke tempat yang jauh, pasti kekhawatiran itu ada. Tapi kalau nak Yudi benar-benar menjaganya, Bapak sama Ibu ini kan jadi lega. Tidak merasa was-was."

“Mas Yudi sangat mencintai Retno Pak. Dia bilang setelah lulus akan melamar Retno.”

“Iya, itu kan masih lama, yang penting kamu menyelesaikan dulu kuliah kamu.”

“Iya Pak, Bu, selalu doakan Retno ya.”

“Bapak sama Ibu selalu mendoakan kamu nak. Kami bangga kalau kamu bisa menyelesaikan kuliah kamu,” kata pak Kartomo.

“Dan kami juga harus berterima kasih kepada nak Yudi karena bersedia membeayai kuliah Retno, ya kan pak?” sambung bu Kartomo.

“Tentu saja. Tanpa nak Yudi mana mungkin kita bisa menyekolahkan anak kita seperti yang dia inginkan.

“Nanti sore kami mau jalan-jalan, sudah lama Retno tidak melihat-lihat kota kelahiran Retno ini.”

“Terserah kamu saja. Tapi harus selalu hati-hati,” pesan bu Kartomo.

“Bapak sama Ibu mau dibawain oleh-oleh apa?”

“Sudah, nggak usah dibawain apa-apa, kan tadi sudah banyak oleh-oleh yang kamu bawa,” kata bu Kartomo.

“Kalau kebetulan ketemu tukang sate, bapak mau,” sambung pak Kartomo.

“Sate ayam?”

“Iya, tapi jangan yang banyak lemaknya. Pilih yang daging saja.”

“Iih, bapak. Nggak sungkan sama nak Yudi. Tadi sudah dibawain oleh-oleh juga lho," tegur bu Kartomo.

“Lha Retno nawarin, ya aku mau,” kata pak Kartomo enteng.

Bu Kartomo merengut. Sungguh sebenarnya sungkan merepotkan Yudi lagi. Sudah banyak yang diberikan Yudi untuk keluarganya. Tapi pak Kartomo tampak tak mempedulikannya.

“Nggak apa-apa Bu, Retno juga punya uang kok, karena biarpun sedikit, mas Yudi juga memberi Retno uang saku. Jadi nanti Retno yang akan membelikan,” kata Retno.

Sore itu Yudi datang untuk menjemput Retno. Setelah meminta ijin, mereka segera berangkat. Namun saat berjalan keluar dari halaman itu, sebuah mobil berhenti diluar pagar.

“Ada tamu tampaknya Ret,” kata Yudi sambil menghentikan langkahnya.

“Biarkan saja. Itu bukan tamu Retno kok.”

Keduanya terus melangkah, tapi seorang laki-laki setengah tua yang ada di dalam mobil itu mengawasi mereka. Wajahnya tampak muram. Ia segera turun dan memasuki halaman rumah pak Kartomo.

Pak Kartomo yang masih berdiri di teras, terkejut melihat siapa yang datang.

“Pak Siswanto?”

“Bagus kamu masih masih mengenal aku Mo.”

“Bagaimana saya bisa melupakan pak Siswanto yang sudah banyak menolong saya? Aduh, angin apa yang membawa Bapak datang kemari?” kata pak Kartomo yang tampak begitu menghormati tamunya.

“Kamu tidak mempersilakan aku masuk Mo?”

“Aduh, maaf … maaf pak, saking gugupnya saya. Silakan masuk, silakan masuk … “

“Disini saja. Sumpeg kalau aku masuk ke dalam rumahmu yang sempit itu.”

“Maaf Pak, memang rumahnya kecil.”

“Ya sudah, aku duduk di sini saja.”

“Baiklah pak. Silakan, sebentar saya suruh ibunya anak-anak membuatkan minuman.”

“Tidak usah, tidak usah. Aku hanya mau ketemu kamu, bukan untuk minum-minum,” katanya tak suka. Pak Kartomo menatap tamunya takut-takut. Wajah pak  Siswanto memang tampak kurang sedap dipandang. Ia juga selalu kelihatan sombong dan angkuh. Tapi pak Kartomo selalu menghormatinya karena pak Siswanto pernah menolongnya saat dia sakit keras. Membayar pengobatannya sampai sembuh. Itu karena pak Kartomo dulu adalah pegawainya. Pak Siswanto adalah juragan kayu yang kaya raya, dan pak Kartomo pernah bekerja di sana. Tapi setelah pak Kartomo sembuh dari sakit tipes yang dideritanya waktu itu, pak Siswanto tak mau menerimanya lagi bekerja di sana.

“Aku tadi melihat anakmu.”

“Maksud Bapak, Retno?”

“Nah, itu tadi Retno bukan? Keluar dari rumah. Sama siapa tadi?”

“O, itu … itu hanya temannya.”

“O, teman ya. Anakmu sudah dewasa. Menurut perhitunganku, sekarang ini, anakmu itu sudah lulus SMA. Ya kan?”

“Ya Pak. Betul sekali.”

“Kamu tahu Mo, aku ingin sekali mengambil anakmu.”

Pak Kartomo sangat terkejut. Ia bingung apa maksud pak Siswanto barusan.

“Kamu menatap aku seperti heran sih Mo. Bukan untuk aku, tapi untuk anakku.”

Pak Kartomo menghempaskan napas lega. Tapi ia berdebar. Mengapa tiba-tiba sekali pak Siswanto mengatakan itu.

“Un … tuk.. untuk putera Bapak?”

“Ya, untuk Sapto.”

“Tt.. tapi … apa benar begitu Pak? Bapak sudi berbesan sama … sama … saya?”

“Kamu pikir aku ini bercanda” kata pak Sis dengan nada tinggi.

“Maaf … maaf pak … soalnya saya kan merasa … bahwa saya ini hanya orang rendahan, sedangkan pak Siswanto kan juragan yang kaya raya dan terhormat … jadi ....”

“Tidak usah berputar-putar. Pokoknya aku ingin anak kamu. Titik.”

“Tapi … begini Pak, saat ini Retno sedang kuliah di Jakarta.”

“Kuliah di Jakarta? Mengapa kuliah jauh-jauh amat sih?”

“Soalnya di Jakarta ada yang membeayai pak.”

“Siapa?”

“Itu … ss … saudara saya.”

“Kapan selesai kuliah?”

“Baru satu semester Pak.”

“Suruh anakmu menyelesaikan segera. Aku senang kalau menantuku punya gelar juga seperti anakku.”

“Saya akan bicara dengan isteri saya dulu Pak.”

“Bicaralah terserah kamu, aku mau pulang sekarang,” kata pak Sis sambil berdiri, dan tanpa permisi langsung melangkah keluar menuju mobilnya.

Pak Kartomo masih terpaku diteras, ketika isterinya keluar dan menepuk lengannya.

“Ada apa? Tamunya siapa? Aku baru selesai mandi, tamunya sudah pergi.”

“Itu tadi pak Siswanto.”

“Siswanto pemilik perusahaan kayu Jati Mulia itu? Tempat Bapak bekerja dulu?”

“Iya.”

“Tumben datang kemari. Mau menyuruh Bapak bekerja lagi?”

“Tidak. Dia minta supaya Retno menjadi menantunya.”

“Apa? Itu benar pak?”

“Ya benar, masa dia bercanda?”

“Apa jawaban Bapak?”

“Aku bilang Retno masih kuliah. Dia akan menunggu.”

“Bapak tidak menolaknya?”

“Menolak? Kita orang miskin dan orang kaya mau berbesan dengan kita, mengapa aku harus menolaknya?”

“Bapak bagaimana sih? Bukankah nak Yudi sudah bilang kalau kuliah Retno selesai maka dia akan menjadikannya isteri? Dia sudah melakukan banyak hal untuk kita lho Pak.”

“Bagaimana sih kamu itu Bu? Pak Sis itu orang kaya nomor satu di kota ini. Bodoh sekali kalau kita menolaknya.”

“Tapi aku tidak setuju.”

“Apa maksudmu tidak setuju Bu?”

“Menurutku ini aneh.”

“Aneh bagaimana?”

“Mengapa tiba-tiba orang sekaya dan seterkenal pak Sis mau berbesan dengan kita?”

“Sudah, jangan berprasangka buruk terhadap maksud baik seseorang. Dan ingat, jangan dulu bilang apa-apa sama Retno, apalagi Yudi.”

***

Besok lagi ya.

71 comments:

  1. Replies
    1. Mbk Iin juara 1 di cerbung baru

      Mtnuwun mbk Tien

      Delete
    2. Walau nun jauh disana.... Tetap setia jaga gawang....
      Sementara karena informasinya masih dicoret-coret, maka saya asyik baca Canting versi Arswendo Atmowiloto.

      Selamat buat sang juara.


      Alhamdulillahi......
      *BUKAN MILIKKU* episode 1, sudah tayang.
      Terimakasih bu Tien, salam sehat & tetap semangat menghibur pembacanya. ADUHAI......

      Delete
  2. Alhamdulillah Bukan Milikku telah tayang perdana, terima kasih banyak bu Tien, semoga ridho Allah Tuhan YME senantiasa menyertai kita semua, Aamiin YRA.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  3. Matur nuwun Mbak Tien. Yg ditunggu hadir juga.

    ReplyDelete
  4. Horeee....,akhirnya janji buTien terbit.
    Matur nuwun buu

    ReplyDelete
  5. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik,

    ReplyDelete
  6. Terima kasih ibu, ada cerita baru
    😊😊

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sami2 Ibu Tita. Baru sekali komen ya Bu.
      ADUHAI

      Delete
    2. This comment has been removed by the author.

      Delete
  7. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  8. Trima kasih Ibu Tien , yg di tunggu" telah hadir, semoga Ibu dan keluarga slalu dilimpahkan keberkahan & kesehatan , Aamiin

    ReplyDelete
  9. Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
    ADUHAI.....

    ReplyDelete
  10. Matur nuwun bunda Tien, cerbung barunya. Semoga semakin aduhai, salam sehat bunda

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah Bukan Milikku tayang perdana, Maturnuwun mbak..🙏

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah bukan milikku dah tayang
    Terimakasih bunda Tien
    Salam sehat dan aduhai

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah ... cerbung baru penambah imun tubuh ...
    Matur nuwun Mbak Tien , semoga kita sehat semua Aamiin.🌷🌷🌷🌷🌷

    ReplyDelete
  14. Selamat mlm bunda Tien.. AlhamdullilahBukan Milikku perdana sdh bs tayang.. Terimaksih🙏.. SalamSeroja unk bunda Tien dri sukabumi🥰🥰🙏🙏

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah cerbung baru Bukan Milikku sudah hadir.. maturnuwun bu Tien..🙏

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah terima kasih mbak Tien cebung baru nya *Bukan Milikku*
    Semoga sehat² dan makin tambah aduhai,

    ReplyDelete
  17. Maturnuwun bu Tien...BM tayang perdana...
    Sudah menungguuuuu...

    Salam sehat selalu dan aduhaiii bu Tien..🙏💟🌷

    ReplyDelete
  18. Asik cerita baru udah tayang trims bu tien

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah sdh ada cerita baru. Matur nuwun

    ReplyDelete
  20. Makasih mba Tien.
    Seperti biasa, ceritanya pasti asiik.
    Aduhai..Sehat selalu mba

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah cerbung baru Bukan Milikku sdh hadir.
    Terima kasih Bu Tien, semoga sehat dan sukses selalu
    Salam ADUHAI selalu

    ReplyDelete
  22. 𝐀𝐥𝐡𝐚𝐦𝐝𝐮𝐥𝐢𝐥𝐥𝐚𝐡...𝐦𝐚𝐭𝐮𝐫 𝐬𝐮𝐰𝐮𝐧 𝐛𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧 𝐬𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭 𝐝𝐚𝐧 𝐛𝐚𝐡𝐚𝐠𝐢𝐚 𝐛𝐮𝐚𝐭 𝐢𝐛𝐮 𝐝𝐚𝐧 𝐤𝐞𝐥𝐮𝐚𝐫𝐠𝐚..🙏🙏

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah cerbung Bukan Milikku Episode 01 perdana sudah tayang menghibur. Matur nuwun mbak Tien.
    Salam sehat dan salam hangat.

    ReplyDelete
  24. Terima kasih bunda Tien cerbung baru Bukan Milikku, salam sehat selalu dan aduhai, ah nya bersambung bu?

    ReplyDelete
  25. Alhamdulilah.cernung baru onsyaa allah bagus ...tks bu tien

    ReplyDelete
  26. Asyik cerita baru sudah datang
    Maturnuwun,mb Tien
    Salam manis nan aduhai

    Yuli Suryo
    Semarang

    ReplyDelete
  27. Aduhai mbak Tien memang mantap baru edisi 1 sj sdh bikin sewot dan penasaran sm bpk Kartomo yg matre....
    Salam seroja mbak Tien dr Tegal.

    ReplyDelete
  28. Alamdulillah...
    Yang ditunggu tunggu telah hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan dan tetap semangat
    Salam ADUHAI dr Cilacap..

    ReplyDelete
  29. Awal saja sdh greget.
    Terimakasih bu Tien.
    Semoga sehat selalu bersama keluarga

    ReplyDelete
  30. Hhooorreeeee... sudah tayang cerbung baru, tiwas ditinggal klekaran.
    Matur nuwun mbak Tien-ku, Bukan Milikku sudah mulai.
    Tampaknya kelas bawah yang selalu ditekan kelas atas.
    Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.

    ReplyDelete
  31. Terima kasih bu Tien
    Semoga sht selalu beserta keluarga

    ReplyDelete
  32. Trmkah up ya BM 01...bulan baru cerbung baru... bukan miliku? apakah Retno bukan milik Wahyudi? krn ada hutang budi masa lalu... antaravpKattomobdan p Siswanto? kita tunggu eps selanjutnya... smg aduhai endingnya ya mb Tien? slm seroja sll🙏🤲

    ReplyDelete
  33. Terima kasih Bu Tien untuk cerbung barunya - Bukan Milikku 01. Sehat² dan bahagia selalu nggih Bu. Amin 🙏🥰

    ReplyDelete
  34. Matur nuwun bunda Tien cerbung barunya..🙏

    ReplyDelete
  35. Alhamdulillah....
    Mtur nuwun Bun....
    Mugi2 tansah pinaringan rahayu wilujeng sedoyonipun

    ReplyDelete
  36. Alhamdulillah...cerbung baru sudah tayang matur nuwun bu Tien...salam aduhai

    ReplyDelete
  37. Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh
    Alhamdulillah BM1 sdh hadir , Matur nuwun bu Tien 🤗💖

    Salam sehat wal'afiat semua n Aduhaaii 🙏🌿🌼🌿

    ReplyDelete
  38. Makasih mbak Tien.. stoknya sdh dikeluarkan

    ReplyDelete
  39. Alhamdulillah, BM1 telah hadir, awal cerita agak greget dgn sikap p.Kartomo yg kelihatan matre..semoga alur cerita be happy.
    Trm.ksh mbak Tien, sehat selalu dan salam aduhai

    ReplyDelete
  40. Trimakasih cerbung barunya. Semoga bu Tien sehat selalu.
    Dalam aduhai

    ReplyDelete
  41. BaruMuncul eh Bukan Miliku 1..Alhamdulillah Maturnuwun Mbak.salam sehat sejahtera

    ReplyDelete
  42. Alhamdulillah...
    maturnuwun bu Tien
    semoga selalu sehat

    ReplyDelete
  43. Alhamdulillah BM sudah mulai tayang. Matursuwun mbak Tien
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  44. Alhamdulillah ..sdh hadir dgn judul baru...aamiin🤲salam sehat

    ReplyDelete
  45. Alhamdulillah
    Makasih bu Tien, cerbung barunya, semoga bu Tien sekeluarga sehat selalu. Aamiin 🤲

    ReplyDelete
  46. Selamat pagi Bunda, wah makasih untuk CERBUNG barunya dah mulai tayang.
    Sehat selalu dan tetap semangat dalam berkarya.
    Salam dari kami berdua buat Bunda Tien dan Mas Dayat.

    ReplyDelete
  47. Alhamdulillah. Mtr nuwun cerbung barunya bunda Tien.
    Semoga bunda dan keluarga selalu sehat wal afiat. Aamiin

    ReplyDelete
  48. Alhamdulillah... Cerbung baru telah terbit 😊... Terima kasih Bu Tien... Selamat pagi selamat beraktifitas semoga dilancarkan segala aktifitasnya, salam sehat penuh semangat tuk semuanya 🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  49. Assalamualaikum wr wb. Seneng bener pagi ini sdh bisa menikmati cerbung BM 01, diawali dgn cerita yg seru. Maturnuwun Bu Tien, semoga senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede...

    ReplyDelete
  50. Suwun bu Tien...salam sehat dari Yk...

    ReplyDelete
  51. Alhamdulillah baru ketemu judul baru.. Terima kasih Ibu Tien.. Semoga sehat selalu.. Salam *ADUHAI*

    Terima kasih Kakek Habi Bandung.. Skrng sy sdh ada nama jd tdk UNKNOWN lg.. Hehe..

    ReplyDelete
  52. Terimakasiih, mtr tengkiu, nbak Tien ..salam ADUHAI, sehat hahagia

    ReplyDelete
  53. Kisah Retno dan Yudi sepertinya tersandung oleh keinginan pak Siswanto, jalan cerita masih panjang kita ikuti terus. Salam seroja dan ADUHAI Bu Tien

    ReplyDelete
  54. Terimakasih Mbak Tien...salam sehat dan semangat selalu

    ReplyDelete
  55. Alhamdulillah, ada cerbung baru dari pengarang fav saya, terimakasih teh Tien Kumalasari.Senang sekali membacanya,semoga tth sehat selalu & terus berkarya
    Dari penggemar setia (hihihi walaupun sdh buibu eh enin"/pensiunan guru (tetapi tetap menjadi penggemar setia tth, salam sehat dari bajuri bandung).

    ReplyDelete
  56. Alhamdulillah BM 15 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  57. Assalamu alaykum. Wah baru sempat baca cerbung Bukan Milikku. Terima kasih. Mbak Tien sehat selalu

    ReplyDelete
  58. Cerita baru mulai, sudah muncul karakter yang mungkin akan membuat ramai cerita ini. Sifat ayah yang materialistis , sifat ibu yang baik dan bijak. BK 1

    ReplyDelete

BULAN HANYA SEPARUH

BULAN HANYA SEPARUH (Tien Kumalasari) Awan tipis menyelimuti langit Lalu semua jadi kelabu Aku tengadah mencari-cari Dimana bulan penyinar a...