BUKAN MILIKKU
01
(Tien Kumalasari)
Wahyudi sedang duduk di kursi tamu di rumah keluarga
Kartomo. Dia pulang ke Solo hanya untuk bertemu Retno Harsanti, yang hari ini menunggu
kelulusannya di sekolah SMA. Memang
Retno masih belia, tapi Wahyudi mencintainya sejak lama. Ia bahkan rela kalau
nanti harus menunggu lagi, sampai Retno siap di persuntingnya.
Retno gadis cantik dan pintar. Memang Kartomo bukan
orang berada, tapi kesederhanaan keluarga Kartomo itulah yang menarik bagi Wahyudi. Mereka
keluarga yang rendah hati. Terlebih Retno yang manis budi dan sangat menawan, yang setiap saat hadir di dalam angan-angannya. Mereka berkenalan sejak lama, dan
Retno yang beranjak dewasa tak pernah menampik kedatangan Wahyudi yang selalu
memberi perhatian kepada keluarganya.
Hari itu sekardus oleh-oleh dibawa Wahyudi untuk
menyenangkan hati keluarga Kartomo. Ada makanan yang khusus dibawanya dari Jakarta.
“Mengapa nak Yudi selalu repot setiap kali datang
kemari? Kedatangan nak Yudi saja sudah membuat kami senang, karena kami merasa
menemukan saudara yang sangat perhatian kepada kami,” kata bu Kartomo yang
merasa sungkan.
“Itu bukan sesuatu yang merepotkan Bu, hanya makanan kecil,
yang semoga Ibu juga suka.”
"Ibu itu nggak boleh bilang begitu. Itu namanya menampik rejeki. Rejeki itu harus disyukuri, ya kan?" kata pak Kartomo yang rupanya suka sekali mendapatkan sesuatu yang membuatnya senang.
“Terima kasih banyak ya nak. Tapi jam berapa ini ya,
mengapa Retno belum pulang juga?”
“Iya, sudah dari tadi perginya, padahal hanya melihat
pengumuman saja,” sambung pak Kartomo sambil melongok ke arah jalan.
“Mungkin sedang bersenang-senang dengan temannya,
kalau mereka lulus semua,” kata Wahyudi.
“Tapi sayang sekali ya Bu, setelah Retno lulus, kita
tidak akan bisa menyekolahkan ke jenjang yang lebih tinggi,” keluh pak Kartomo.
“Yah, apa mau dikata Pak, beaya sekolah, apalagi
kuliah, sangat mahal. Hanya orang-orang yang banyak uang saja yang bisa
menyekolahkan anaknya.”
“Tidak usah sedih Bu, kita tidak sendirian. Banyak
orang yang hanya bisa menyekolahkan anaknya sampai SMA. Itu sudah lumayan.
Biarlah setelahnya nanti Retno mencari pekerjaan saja.”
Wahyudi menatap pak Kartomo dengan rasa iba. Laki-laki
itu tampak tak bersemangat ketika membicarakan perihal pendidikan lanjutan bagi
puterinya.
“Pak, Bu, sebelumnya saya minta maaf. Kalau boleh,
biarlah Retno ikut saya ke Jakarta.”
Pak Kartomo menatap Wahyudi tak mengerti.
“Tapi Retno masih anak-anak, mana mungkin dia bisa
menjadi isteri?” katanya tajam.
“Bukan untuk saya nikahi Pak, saya ingin membantu
menyekolahkan Retno, di Jakarta.”
“Tapi Nak,” kata bu Kartomo ragu. Maklum, Retno adalah
anak gadisnya. Mana tega mereka melepas Retno ketempat jauh?
“Bapak sama Ibu harus percaya, saya akan menjaga
Retno, seperti menjaga keluarga saya sendiri.”
Pak Kartomo tampak berbincang dengan isterinya. Memang
mereka sudah lama mengenal Wahyudi, dan yakin bahwa Wahyudi adalah laki-laki
yang baik. Dan pendidikan lanjutan bagi Retno pastilah juga menjadi harapan
mereka.
“Saya mencintai Retno, dan saya akan menjaganya lebih
dari apapun,” janji Wahyudi.
“Baiklah Nak, tapi nanti semuanya juga tergantung pada
Retno, apakah dia mau atau tidak bersekolah di sana,” akhirnya kata pak Kartomo.
Wahyudi tersenyum lega. Alangkah bahagianya kalau bisa selalu berdekatan dengan gadis yang dicintainya. Sungguh keinginannya adalah
bersih dari niat yang tidak benar, karena cinta haruslah dijaga, jangan sampai berbaur
dengan nafsu semata.
“Bapaaak, Ibu…..” sebuah teriakan terdengar. Langkah-langkah
kecil yang ringan berjalan lincah mendekati pintu, dengan wajah berbinar. Tapi langkah itu terhenti ketika melihat Yudi
duduk di antara ke dua orang tuanya.
“Mas Yudi ?” lalu senyumnya merekah.
“Bagaimana? Lulus?” tanya pak Kartomo.
“Alhamdulillah Pak, Bu, Retno lulus,” katanya sambil
mencium tangan ayah dan ibunya, lalu menerima uluran tangan Yudi yang memberinya
selamat.
“Selamat ya Ret, senang mendengar kamu lulus.”
“Terima kasih Mas. Kapan datang?”
“Baru tadi pagi, langsung kemari. Aku pikir bisa
mengantar kamu melihat pengumuman, ternyata kamu sudah pergi.”
“Aku tadi berangkat pagi-pagi bersama teman-teman aku.
Setelah pengumuman, ada yang mentraktir es krim. Jadi lama baru pulang,” kata
Retno yang kemudian duduk di antara mereka.
“Ternyata jalan-jalan dulu, makanya lama pulangnya,”
kata pak Kartomo.
Retno hanya tertawa meringis.
“Nggak tahu kalau mas Yudi datang sih.”
“Gini lho nduk, kamu kan tahu, bahwa Bapak ini tidak
akan mampu menyekolahkan kamu?”
“Iya pak, betapapun besar keingingan Retno untuk
melanjutkan kuliah, tapi Retno tahu kok keadaan Bapak itu bagaimana. Nanti
Retno akan mencari pekerjaan saja,” kata Retno dengan wajah sendu.
“Tapi begini Ret, tadi nak Yudi menawarkan, kalau kamu
mau ikut ke Jakarta, dia akan membiayai kuliah kamu,” lanjut pak Kartomo.
Retno menatap Yudi tak percaya. Tapi dilihatnya Yudi
mengangguk sambil tersenyum.
“Benar ?” wajah Retno berbinar.
“Kamu mau?” tanya Yudi.
“Keinginanku adalah melanjutkan kuliah. Jadi tentu
saja aku mau. Tapi sungkan ah, menyusahkan mas Yudi."
“Tidak, itu kemauan aku. Tapi aku tidak memaksa, pikirkan dalam sehari dua
hari ini, dan jawab sebelum aku kembali ke sana. Kalau semuanya oke, kamu akan
aku carikan tempat kost dekat kampus. Bukan di rumahku.”
Pak Kartomo dan isterinya merasa lega mendengar
penuturan Yudi. Bukankah akan ada kekhawatiran seandainya nanti Retno akan
serumah dengan laki-laki yang bukan apa-apanya?
***
Sudah setengah tahun Retno kuliah di Jakarta. Yudi
menepati janjinya, ia sangat menjaga gadis yang dicintainya, dan menumpahkan
segala cinta yang dimilikinya dengan sangat santun. Pak Kartomo dan isterinya
merasa lega, karena saat pulang Retno kelihatan begitu menikmati kuliahnya dan
berharap bisa segera menyelesaikannya.
“Apakah sikap nak Yudi baik?” tanya pak Kartomo ketika
Retno diantar pulang oleh Yudi. Yudi sendiri juga langsung pulang ke rumahnya
sendiri, tak mau mengganggu Retno yang sedang melepas rindu dengan keluarganya.
“Sangat baik pak. Kami jarang sekali ketemu, kecuali
kalau sedang liburan. Itupun kalau mas Yudi sedang tidak ada kesibukan.”
“Syukurlah Ret. Yang namanya orang tua, melepas anak
gadis ke tempat yang jauh, pasti kekhawatiran itu ada. Tapi kalau nak Yudi
benar-benar menjaganya, Bapak sama Ibu ini kan jadi lega. Tidak merasa was-was."
“Mas Yudi sangat mencintai Retno Pak.
Dia bilang setelah lulus akan melamar Retno.”
“Iya, itu kan masih lama, yang penting kamu
menyelesaikan dulu kuliah kamu.”
“Iya Pak, Bu, selalu doakan Retno ya.”
“Bapak sama Ibu selalu mendoakan kamu nak. Kami bangga
kalau kamu bisa menyelesaikan kuliah kamu,” kata pak Kartomo.
“Dan kami juga harus berterima kasih kepada nak Yudi
karena bersedia membeayai kuliah Retno, ya kan pak?” sambung bu Kartomo.
“Tentu saja. Tanpa nak Yudi mana mungkin kita bisa
menyekolahkan anak kita seperti yang dia inginkan.
“Nanti sore kami mau jalan-jalan, sudah lama Retno
tidak melihat-lihat kota kelahiran Retno ini.”
“Terserah
kamu saja. Tapi harus selalu hati-hati,” pesan bu Kartomo.
“Bapak sama Ibu
mau dibawain oleh-oleh apa?”
“Sudah, nggak
usah dibawain apa-apa, kan tadi sudah banyak oleh-oleh yang kamu bawa,” kata bu
Kartomo.
“Kalau kebetulan
ketemu tukang sate, bapak mau,” sambung pak Kartomo.
“Sate ayam?”
“Iya, tapi
jangan yang banyak lemaknya. Pilih yang daging saja.”
“Iih, bapak.
Nggak sungkan sama nak Yudi. Tadi sudah dibawain oleh-oleh juga lho," tegur bu Kartomo.
“Lha Retno
nawarin, ya aku mau,” kata pak Kartomo enteng.
Bu Kartomo merengut.
Sungguh sebenarnya sungkan merepotkan Yudi lagi. Sudah banyak yang diberikan
Yudi untuk keluarganya. Tapi pak Kartomo tampak tak mempedulikannya.
“Nggak
apa-apa Bu, Retno juga punya uang kok, karena biarpun sedikit, mas Yudi juga
memberi Retno uang saku. Jadi nanti Retno yang akan membelikan,” kata Retno.
Sore itu Yudi
datang untuk menjemput Retno. Setelah meminta ijin, mereka segera berangkat.
Namun saat berjalan keluar dari halaman itu, sebuah mobil berhenti diluar
pagar.
“Ada tamu
tampaknya Ret,” kata Yudi sambil menghentikan langkahnya.
“Biarkan
saja. Itu bukan tamu Retno kok.”
Keduanya terus
melangkah, tapi seorang laki-laki setengah tua yang ada di dalam mobil itu
mengawasi mereka. Wajahnya tampak muram. Ia segera turun dan memasuki halaman
rumah pak Kartomo.
Pak Kartomo
yang masih berdiri di teras, terkejut melihat siapa yang datang.
“Pak Siswanto?”
“Bagus kamu
masih masih mengenal aku Mo.”
“Bagaimana
saya bisa melupakan pak Siswanto yang sudah banyak menolong saya? Aduh, angin
apa yang membawa Bapak datang kemari?” kata pak Kartomo yang tampak begitu
menghormati tamunya.
“Kamu tidak
mempersilakan aku masuk Mo?”
“Aduh, maaf …
maaf pak, saking gugupnya saya. Silakan masuk, silakan masuk … “
“Disini saja.
Sumpeg kalau aku masuk ke dalam rumahmu yang sempit itu.”
“Maaf Pak,
memang rumahnya kecil.”
“Ya sudah,
aku duduk di sini saja.”
“Baiklah pak.
Silakan, sebentar saya suruh ibunya anak-anak membuatkan minuman.”
“Tidak usah,
tidak usah. Aku hanya mau ketemu kamu, bukan untuk minum-minum,” katanya tak
suka. Pak Kartomo menatap tamunya takut-takut. Wajah pak Siswanto memang tampak kurang sedap
dipandang. Ia juga selalu kelihatan sombong dan angkuh. Tapi pak Kartomo selalu
menghormatinya karena pak Siswanto pernah menolongnya saat dia sakit keras.
Membayar pengobatannya sampai sembuh. Itu karena pak Kartomo dulu adalah pegawainya.
Pak Siswanto adalah juragan kayu yang kaya raya, dan pak Kartomo pernah bekerja
di sana. Tapi setelah pak Kartomo sembuh dari sakit tipes yang dideritanya
waktu itu, pak Siswanto tak mau menerimanya lagi bekerja di sana.
“Aku tadi
melihat anakmu.”
“Maksud
Bapak, Retno?”
“Nah, itu
tadi Retno bukan? Keluar dari rumah. Sama siapa tadi?”
“O, itu … itu
hanya temannya.”
“O, teman ya.
Anakmu sudah dewasa. Menurut perhitunganku, sekarang ini, anakmu itu sudah lulus SMA. Ya kan?”
“Ya Pak.
Betul sekali.”
“Kamu tahu
Mo, aku ingin sekali mengambil anakmu.”
Pak Kartomo
sangat terkejut. Ia bingung apa maksud pak Siswanto barusan.
“Kamu menatap
aku seperti heran sih Mo. Bukan untuk aku, tapi untuk anakku.”
Pak Kartomo
menghempaskan napas lega. Tapi ia berdebar. Mengapa tiba-tiba sekali pak
Siswanto mengatakan itu.
“Un … tuk..
untuk putera Bapak?”
“Ya, untuk
Sapto.”
“Tt.. tapi …
apa benar begitu Pak? Bapak sudi berbesan sama … sama … saya?”
“Kamu pikir
aku ini bercanda” kata pak Sis dengan nada tinggi.
“Maaf … maaf
pak … soalnya saya kan merasa … bahwa saya ini hanya orang rendahan, sedangkan
pak Siswanto kan juragan yang kaya raya dan terhormat … jadi ....”
“Tidak usah
berputar-putar. Pokoknya aku ingin anak kamu. Titik.”
“Tapi …
begini Pak, saat ini Retno sedang kuliah di Jakarta.”
“Kuliah di
Jakarta? Mengapa kuliah jauh-jauh amat sih?”
“Soalnya di
Jakarta ada yang membeayai pak.”
“Siapa?”
“Itu … ss …
saudara saya.”
“Kapan selesai
kuliah?”
“Baru satu
semester Pak.”
“Suruh anakmu
menyelesaikan segera. Aku senang kalau menantuku punya gelar juga seperti
anakku.”
“Saya akan bicara
dengan isteri saya dulu Pak.”
“Bicaralah
terserah kamu, aku mau pulang sekarang,” kata pak Sis sambil berdiri, dan tanpa
permisi langsung melangkah keluar menuju mobilnya.
Pak Kartomo
masih terpaku diteras, ketika isterinya keluar dan menepuk lengannya.
“Ada apa?
Tamunya siapa? Aku baru selesai mandi, tamunya sudah pergi.”
“Itu tadi pak
Siswanto.”
“Siswanto
pemilik perusahaan kayu Jati Mulia itu? Tempat Bapak bekerja dulu?”
“Iya.”
“Tumben
datang kemari. Mau menyuruh Bapak bekerja lagi?”
“Tidak. Dia
minta supaya Retno menjadi menantunya.”
“Apa? Itu
benar pak?”
“Ya benar,
masa dia bercanda?”
“Apa jawaban
Bapak?”
“Aku bilang
Retno masih kuliah. Dia akan menunggu.”
“Bapak tidak
menolaknya?”
“Menolak? Kita
orang miskin dan orang kaya mau berbesan dengan kita, mengapa aku harus
menolaknya?”
“Bapak
bagaimana sih? Bukankah nak Yudi sudah bilang kalau kuliah Retno selesai maka
dia akan menjadikannya isteri? Dia sudah melakukan banyak hal untuk kita lho
Pak.”
“Bagaimana
sih kamu itu Bu? Pak Sis itu orang kaya nomor satu di kota ini. Bodoh sekali
kalau kita menolaknya.”
“Tapi aku tidak
setuju.”
“Apa maksudmu
tidak setuju Bu?”
“Menurutku
ini aneh.”
“Aneh
bagaimana?”
“Mengapa tiba-tiba
orang sekaya dan seterkenal pak Sis mau berbesan dengan kita?”
“Sudah,
jangan berprasangka buruk terhadap maksud baik seseorang. Dan ingat, jangan
dulu bilang apa-apa sama Retno, apalagi Yudi.”
***
Besok lagi ya.
Yes
ReplyDeleteMbk Iin juara 1 di cerbung baru
DeleteMtnuwun mbk Tien
Horeeeee
DeleteTrmksh mb Tien
DeleteWalau nun jauh disana.... Tetap setia jaga gawang....
DeleteSementara karena informasinya masih dicoret-coret, maka saya asyik baca Canting versi Arswendo Atmowiloto.
Selamat buat sang juara.
Alhamdulillahi......
*BUKAN MILIKKU* episode 1, sudah tayang.
Terimakasih bu Tien, salam sehat & tetap semangat menghibur pembacanya. ADUHAI......
Alhamdulillah Bukan Milikku telah tayang perdana, terima kasih banyak bu Tien, semoga ridho Allah Tuhan YME senantiasa menyertai kita semua, Aamiin YRA.
ReplyDeleteUR.T411653L
Matur nuwun Mbak Tien. Yg ditunggu hadir juga.
ReplyDeleteHoreee....,akhirnya janji buTien terbit.
ReplyDeleteMatur nuwun buu
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik,
Terima kasih ibu, ada cerita baru
ReplyDelete😊😊
Sami2 Ibu Tita. Baru sekali komen ya Bu.
DeleteADUHAI
This comment has been removed by the author.
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteTrima kasih Ibu Tien , yg di tunggu" telah hadir, semoga Ibu dan keluarga slalu dilimpahkan keberkahan & kesehatan , Aamiin
ReplyDeleteSami2 Ibu Munjiati
DeleteAamiin
Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
ReplyDeleteADUHAI.....
Matur nuwun bunda Tien, cerbung barunya. Semoga semakin aduhai, salam sehat bunda
ReplyDeleteAlhamdulillah Bukan Milikku tayang perdana, Maturnuwun mbak..🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah bukan milikku dah tayang
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
Salam sehat dan aduhai
Alhamdulillah ... cerbung baru penambah imun tubuh ...
ReplyDeleteMatur nuwun Mbak Tien , semoga kita sehat semua Aamiin.🌷🌷🌷🌷🌷
Selamat mlm bunda Tien.. AlhamdullilahBukan Milikku perdana sdh bs tayang.. Terimaksih🙏.. SalamSeroja unk bunda Tien dri sukabumi🥰🥰🙏🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah cerbung baru Bukan Milikku sudah hadir.. maturnuwun bu Tien..🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah terima kasih mbak Tien cebung baru nya *Bukan Milikku*
ReplyDeleteSemoga sehat² dan makin tambah aduhai,
Maturnuwun bu Tien...BM tayang perdana...
ReplyDeleteSudah menungguuuuu...
Salam sehat selalu dan aduhaiii bu Tien..🙏💟🌷
Asik cerita baru udah tayang trims bu tien
ReplyDeleteAlhamdulillah sdh ada cerita baru. Matur nuwun
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteSeperti biasa, ceritanya pasti asiik.
Aduhai..Sehat selalu mba
Alhamdulillah cerbung baru Bukan Milikku sdh hadir.
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, semoga sehat dan sukses selalu
Salam ADUHAI selalu
𝐀𝐥𝐡𝐚𝐦𝐝𝐮𝐥𝐢𝐥𝐥𝐚𝐡...𝐦𝐚𝐭𝐮𝐫 𝐬𝐮𝐰𝐮𝐧 𝐛𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧 𝐬𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭 𝐝𝐚𝐧 𝐛𝐚𝐡𝐚𝐠𝐢𝐚 𝐛𝐮𝐚𝐭 𝐢𝐛𝐮 𝐝𝐚𝐧 𝐤𝐞𝐥𝐮𝐚𝐫𝐠𝐚..🙏🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah cerbung Bukan Milikku Episode 01 perdana sudah tayang menghibur. Matur nuwun mbak Tien.
ReplyDeleteSalam sehat dan salam hangat.
Terima kasih bunda Tien cerbung baru Bukan Milikku, salam sehat selalu dan aduhai, ah nya bersambung bu?
ReplyDeleteBerikutnya ya..
DeleteADUHAI AH Ibu Komariyah
Alhamdulilah.cernung baru onsyaa allah bagus ...tks bu tien
ReplyDeleteAsyik cerita baru sudah datang
ReplyDeleteMaturnuwun,mb Tien
Salam manis nan aduhai
Yuli Suryo
Semarang
Aduhai mbak Tien memang mantap baru edisi 1 sj sdh bikin sewot dan penasaran sm bpk Kartomo yg matre....
ReplyDeleteSalam seroja mbak Tien dr Tegal.
Terima kasih mbak Tien...
ReplyDeleteAlamdulillah...
ReplyDeleteYang ditunggu tunggu telah hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan dan tetap semangat
Salam ADUHAI dr Cilacap..
Awal saja sdh greget.
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien.
Semoga sehat selalu bersama keluarga
Hhooorreeeee... sudah tayang cerbung baru, tiwas ditinggal klekaran.
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku, Bukan Milikku sudah mulai.
Tampaknya kelas bawah yang selalu ditekan kelas atas.
Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Terima kasih bu Tien
ReplyDeleteSemoga sht selalu beserta keluarga
Trmkah up ya BM 01...bulan baru cerbung baru... bukan miliku? apakah Retno bukan milik Wahyudi? krn ada hutang budi masa lalu... antaravpKattomobdan p Siswanto? kita tunggu eps selanjutnya... smg aduhai endingnya ya mb Tien? slm seroja sll🙏🤲
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien untuk cerbung barunya - Bukan Milikku 01. Sehat² dan bahagia selalu nggih Bu. Amin 🙏🥰
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien cerbung barunya..🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah....
ReplyDeleteMtur nuwun Bun....
Mugi2 tansah pinaringan rahayu wilujeng sedoyonipun
Alhamdulillah...cerbung baru sudah tayang matur nuwun bu Tien...salam aduhai
ReplyDeleteAssalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh
ReplyDeleteAlhamdulillah BM1 sdh hadir , Matur nuwun bu Tien 🤗💖
Salam sehat wal'afiat semua n Aduhaaii 🙏🌿🌼🌿
Makasih mbak Tien.. stoknya sdh dikeluarkan
ReplyDeleteAlhamdulillah, BM1 telah hadir, awal cerita agak greget dgn sikap p.Kartomo yg kelihatan matre..semoga alur cerita be happy.
ReplyDeleteTrm.ksh mbak Tien, sehat selalu dan salam aduhai
Trimakasih cerbung barunya. Semoga bu Tien sehat selalu.
ReplyDeleteDalam aduhai
Salam aduhai....
ReplyDeleteBaruMuncul eh Bukan Miliku 1..Alhamdulillah Maturnuwun Mbak.salam sehat sejahtera
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeletematurnuwun bu Tien
semoga selalu sehat
Alhamdulillah BM sudah mulai tayang. Matursuwun mbak Tien
ReplyDeleteSalam sehat selalu
Alhamdulillah ..sdh hadir dgn judul baru...aamiin🤲salam sehat
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMakasih bu Tien, cerbung barunya, semoga bu Tien sekeluarga sehat selalu. Aamiin 🤲
Selamat pagi Bunda, wah makasih untuk CERBUNG barunya dah mulai tayang.
ReplyDeleteSehat selalu dan tetap semangat dalam berkarya.
Salam dari kami berdua buat Bunda Tien dan Mas Dayat.
Alhamdulillah. Mtr nuwun cerbung barunya bunda Tien.
ReplyDeleteSemoga bunda dan keluarga selalu sehat wal afiat. Aamiin
Alhamdulillah... Cerbung baru telah terbit 😊... Terima kasih Bu Tien... Selamat pagi selamat beraktifitas semoga dilancarkan segala aktifitasnya, salam sehat penuh semangat tuk semuanya 🙏🙏🙏
ReplyDeleteAssalamualaikum wr wb. Seneng bener pagi ini sdh bisa menikmati cerbung BM 01, diawali dgn cerita yg seru. Maturnuwun Bu Tien, semoga senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede...
ReplyDeleteYang baru.. Yang baru..
ReplyDeleteSuwun bu Tien...salam sehat dari Yk...
ReplyDeleteAlhamdulillah baru ketemu judul baru.. Terima kasih Ibu Tien.. Semoga sehat selalu.. Salam *ADUHAI*
ReplyDeleteTerima kasih Kakek Habi Bandung.. Skrng sy sdh ada nama jd tdk UNKNOWN lg.. Hehe..
Terimakasiih, mtr tengkiu, nbak Tien ..salam ADUHAI, sehat hahagia
ReplyDeleteKisah Retno dan Yudi sepertinya tersandung oleh keinginan pak Siswanto, jalan cerita masih panjang kita ikuti terus. Salam seroja dan ADUHAI Bu Tien
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...salam sehat dan semangat selalu
ReplyDeleteKereennnn
ReplyDeleteAlhamdulillah, ada cerbung baru dari pengarang fav saya, terimakasih teh Tien Kumalasari.Senang sekali membacanya,semoga tth sehat selalu & terus berkarya
ReplyDeleteDari penggemar setia (hihihi walaupun sdh buibu eh enin"/pensiunan guru (tetapi tetap menjadi penggemar setia tth, salam sehat dari bajuri bandung).
Alhamdulillah BM 15 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Assalamu alaykum. Wah baru sempat baca cerbung Bukan Milikku. Terima kasih. Mbak Tien sehat selalu
ReplyDeleteCerita baru mulai, sudah muncul karakter yang mungkin akan membuat ramai cerita ini. Sifat ayah yang materialistis , sifat ibu yang baik dan bijak. BK 1
ReplyDelete