ROTI CINTA 38
(TIEN Kumalasari)
“Pergi ?” tanya Witri agak berteriak.
“Sssttt..” bu Narti mengingatkan agar tidak berteriak, tapi Witri justru pergi ke sebelah untuk menemui keluarga Kusno.
“Bu, apa yang terjadi?” tanya Witri setelah masuk. Dilihatnya bu Kusno sedang duduk di kursi sedang menangis, sedangkan pak Kusno bersedakap sambil menyandarkan tubuhnya.
“Nak Witri, Ningsih pergi tanpa pamit,” kata bu Kusno.
“Mengapa tiba-tiba dia pergi ?”
“Dia selalu mengeluh, kenapa hidupnya seperti tak punya arti, dan membuat susah orang tua, begitu nak. Ibu sudah menghiburnya, bahwa itu bukan salah dia, tapi dia terus menerus merutuki dirinya sendiri. Ibu sedang didapur ketika bapaknya berteriak-teriak memangil Ningsih yang dikiranya ada dikamar, tapi ternyata dia sudah pergi.”
“Kira-kira kemana ya bu, barangkali ada saudara dekat yang dikunjungi? Atau teman dekat?”
“Bapak sudah menelpon kemana-mana, tidak ada yang tahu. Bapak juga berpesan, kalau dia datang bapak suruh ngabari kemari.”
“Baiklah pak, lebih baik ditunggu saja dulu, barangkali nanti salah seorang yang bapak telpon akan mengabari kemari, atau mungkin mbak Ningsih perginya hanya sebentar,” hibur Witri.
“Dia tak pernah pergi tanpa pamit. Ibu khawatir dia akan melakukan hal-hal yang menakutkan bagi ibu.”
“Tidak bu, tenanglah, mbak Ningsih bukan anak kecil.. dia pasti melakukan hal-hal baik.”
“Tapi dia selalu merasa bersalah. Dia tidak mengira hidupnya akan seperti ini nak. Bagaimana kalau dia nekat? Ibu sangat takut.”
“Ibu tenang ya, dan selalu berdoa agar mbak Ningsih tidak melakukan hal-hal yang nekat atau membahayakan dirinya. Menurut Witri dia hanya akan menenangkan dirinya.”
“Semoga saja begitu nak. Sebetulnya bapak sudah bilang, sudah, jangan dipikirkan soal sertifikat itu, dan jangan menyesali apapun.”
“Tapi dia tetap menyalahkan dirinya terus menerus.”
“Iya pak, sabar ya. Sebenarnya saya ini juga ingin menemui mbak Ningsih, akan menawarkan pekerjaan barangkali dia mau.”
“Pekerjaan apa itu nak?”
“Seperti saya, bekerja sebagai kasir di toko roti dan resto.”
“Bagus sekali itu nak. Kalau bisa bekerja, ibu akan senang sekali. Tapi dianya sekarang dimana, bingung ibu.”
“Ibu, lebih baik tenang dan berdoa. Witri percaya bahwa mbak Ningsih hanya ingin menenangkan diri, nanti juga dia pasti kembali.”
“Apa dia punya uang sih bu?” tanya pak Kusno kepada isterinya.
“Dia bilang ketika dipulangkan, Nurdin memberinya uang tiga juta.”
“Uang itu dibawanya?”
“Sepertinya iya pak, ibu membuka almarinya, ibu tidak menemukan dompetnya. Mungkin dia juga membawa beberapa baju.”
“Kalau begitu dia berniat akan menginap, entah dimana bu. Jadi ibu tidak perlu khawatir, karena kalau dia akan berbuat nekat, maka dia tidak akan membawa apapun,” kata Witri.
“Itu benar bu, apa yang dikatakan nak Witri itu tidak salah.”
“Iya pak, semoga saja demikian.”
***
Namun sampai pagi harinya, Ningsih memang belum kembali. Dan berita dari sanak saudara juga tak kunjung tiba. Berkali-kali pak Kusno menelpon, tak pernah berhasil, dia mematikan ponselnya sejak pergi dari rumah.
Ketika sampai di tempat kerjanya, Dian langsung menanyakan perihal Ningsih, dan terkejut ketika mendengar Ningsih kabur dari rumah.
“Kabur? Apakah kedua orang tuanya menyalahkannya ketika suaminya menceraikan dia?”
“Tidak, dia sendiri yang tampaknya merasa bersalah.”
“Mengapa gampang sekali dia putus asa ?”
“Sebetulnya ada hal yang menyakitkan bagi keluarga pak Kusno.”
“Hal apa?”
“Nurdin mencuri sertifikat rumah pak Kusno.”
“Haa? Untuk apa?”
Lalu Witri akhirnya menceritakan semua yang menimpa keluarga pak Kusno karena ulah Nurdin. Sesuatu yang tadinya ia tak ingin menceritakannya.
“Ada orang seperti itu ?”
“Aku juga heran, laki-laki itu sangat kejam dan tidak berperikemanusiaan. Untunglah dulu aku menolaknya. Alangkah sengsaranya memiliki suami seperti itu.”
“Yah, kamu orang baik, Allah pasti akan menghindarkan kamu dari perilaku buruk,”
“Bukan begitu mas, setiap manusia pasti melalui liku-liku hidup yang berbeda. Tidak semuanya didalam menjalani hidup ini selalu mulus tanpa hambatan. Suka ada tapi duka juga pasti ada,” kata Witri sambil melayani pembeli yang membayar belanjaannya.
“Wah, hebat calon isteriku ini. Aku suka, aku suka, dan aku juga bahagia. Terimakasih Ya Allah, telah memberikan hambamu ini seorang calon isteri yang baik dan bijak,” kata Dian sambil menadahkan tangannya.
“Sst.. mas.. ngapain sih, dilihat orang tuh,” tegur Witri.
“Memangnya kenapa, orang berterimakasih kepada Yang Maha Kuasa, masa nggak boleh?”
“Nanti ada tempatnya, bukan ditempat ramai seperti ini.”
“Baiklah calon isteri. Tapi ngomong-ngomong bagaimana dengan Ningsih tadi? Aku juga kasihan mendengar ceritanya,” kata Dian.
“Itulah mas, semoga saja dia segera pulang. Kasihan ibunya menangis terus.”
“Nanti kalau dia pulang, suruh segera datang kemari, siapa tahu kami bisa membantu. Mungkin kita harus melaporkannya ke polisi.”
“Tapi Nurdin telah membuat surat hutang palsu yang sudah ditandatangani pak Kusno.”
“Polisi kan tidak begitu saja percaya pada sebuah bukti. Akan dicari bukti itu dari mana dan bagaimana bisa ada. Kita akan mencari pengacara yang bisa membuktikan kebenaran bukti itu.”
“Semoga segera ada jalan keluar, dan Ningsih segera kembali.”
“Sebenarnya aku sudah bilang sama bapak dan ibu tentang Ningsih, dan mereka setuju.”
“Syukurlah mas. Tinggal menunggu kapan Ningsih kembali.”
“Sekarang aku tinggal dulu ya, cari teman kamu, aku akan menyelesaikan tugasku dulu,” kata Dian.
“Ya baiklah mas, mas tinggal saja, kan ada petugasnya sendiri.”
***
“Mas Rustanto, besok kapan mas akan berhenti jualan?” tanya Dina ketika mereka sama-sama melihat kios yang sedang dibangun.
“Saya sudah bilang kepada majikan saya, bahwa MInggu depan akan berhenti.”
“Syukurlah, setelah itu kita akan bersama-sama mencari perabot yang kita perlukan. Barangkali akan banyak, ya kan? Dan tukang masak yang akan membantu mas Rustanto. Itu juga penting kan?”
“Iya saya tahu, ada teman saya yang akan membantu. Dulunya tukang masak di majikan saya, tapi berhenti karena sakit agak lama. Ketika mau kembali, majikan saya sudah dapat gantinya.”
“Bagus kalau begitu. Mungkin nanti kita juga butuh beberapa orang. Aku sudah memasang iklan untuk merekrut pelayan.”
“Berapa banyak dibutuhkan pelayan?”
“Mungkin dua atau tiga dulu ya mas.”
“Ya, kita belum tahu seberapa banyak nanti pelanggan kita, soal nanti harus menambah kan gampang. Sementara aku juga bisa jadi pelayan.”
“Jangan mas, pekerjaan mas hanya mengawasi masakan, dan mencatat semua penghasilan bersama saya. Itu sebabnya saya buat ruangan kantor untuk kita berdua.”
“Wah, tapi kalau belum banyak pelanggan kan kita jadi belum banyak pekerjaan.”
“Banyak yang harus kita benahi untuk usaha itu. Saya inginnya usaha ini tidak akan berhenti disini. Siapa tahu bisa jadi warung bakso yang lebih besar.”
“Semoga berhasil ya Din.”
“Aamiin.”
“Sekarang saya kembali dulu ke tempat saya jualan, tadi saya tinggal sebentar dan hanya saya titipkan ke penjual buah disebelah saya.”
“Oh, baiklah, kalau begitu saya mau menyusul kesana. Lapar nih.”
***
Ketika Rustanto sampai ditempatnya berjualan, dilihatnya seseorang duduk disebuah bangku, sambil meletakkan tangannya di meja yang dibuatnya menyangga kepalanya.
“Lho, mas Ferry ?”
“Saya menunggu dari tadi, mas Rus kemana ?”
“Saya melihat-lihat kios yang sedang dibangun, cepet sekali. Senang melihatnya.”
“Oh, mbak Dina jadi membuat warung bakso?”
“Iya, jadi. Mas Ferry kok sudah keluar dari rumah sakit?”
“Sudah. Saya lebih baik istirahat dirumah saja. Nggak enak kelamaan di rumah sakit. Biayanya kan mahal.”
“Tapi kan mas Bian yang membiayai.”
“Justru itu yang membuat saya sungkan.”
“Tapi kalau belum sehat benar sebaiknya ya istirahat dulu mas, nanti malah sakitnya tambah parah.”
“Saya sudah merasa lebih baik.”
“Harusnya mas beristirahat dulu kalau begitu. Kok malah kemari ? Kalau perlu saya akan bawakan baksonya dan saya antarkan ke tempat kost mas Ferry.”
“Saya berharap bisa bertemu mas Abian disini. Saya merasa sangat berdosa. Ketika saya kecelakaan, mas Bian yang menolong. Dia tidak saja membayar semua biaya perawatan, tapi juga membetulkan sepeda motor saya yang rusak. Sepeda motor itu dari bengkel dikirimkan ke rumah sakit. Ketika saya sembuh saya tinggal pulang dengan sepeda motor saya. Tuh lihat, semuanya sudah kembali seperti semula.”
“Ya mas, mas Bian orang baik. Dan mas Ferry yang menyadari kesalahan juga baik,” kata Rustanto sambil mengambilkan semangkuk bakso untuk Ferry dengan pangsit yang lebih banyak seperti biasanya, juga segelas teh panas.
“Lho, Ferry kok ada disini ?” tiba-tiba Dina muncul dan langsung duduk didepan Ferry.
“Iya mbak, kangen baksonya mas Rustanto.”
“Memangnya kamu sudah sembuh ? Wajah kamu masih pucat begitu.”
“Sudah mbak, nggak enak lama-lama di rumah sakit.”
“Tapi kamu masih kelihatan pucat.”
“Dokter mengijinkan obat jalan dengan istirahat cukup. Itu lebih baik, saya sungkan merepotkan mas Bian.”
“Ya ampun Fer, Bian itu orangnya baik. Dia tak akan memperhitungkan apa yang sudah dikeluarkan.”
“Justru itu mbak, saya sungkan.”
“Lalu kenapa kamu datang kemari. Apakah tempat ini dekat dengan rumah kost kamu?”
“Agak jauh sih.. tapi aku datang kemari berharap bisa ketemu mas Bian untuk mengucapkan terimakasih.”
“Kamu bisa menelponnya kan Fer.”
“Saya tidak punya nomor kontaknya, dan merasa lebih baik kalau bertemu, agar saya merasa lega.”
“Baiklah. Begini saja, kalau siang ini Bian tidak datang, aku antar kamu ke kantornya, bagaimana ? Motor kamu bisa dititip disini, nanti aku antar lagi kamu kemari.”
“Aduh, itu menyusahkan mbak Dina.”
“Sudah, jangan banyak protes. Sepertinya siang ini Abian tidak akan datang, karena ini sudah lewat jam istirahat. Selesaikan makan baksonya, aku juga mau makan dulu.”
“Ini Dina, sudah saya siapkan,” kata Rustanto sambil menyodorkan bakso dan teh panas untuk Dina.
Setelah mereka makan, Dina mengantarkan Ferry ke kantor Abian. Dina memaksanya walau Ferry menolak lantaran terlalu sungkan. Ia baru menyadari bahwa disekitarnya banyak orang-orang baik, tidak seperti dirinya yang telah berbuat seenaknya.
***
Abian terkejut melihat Ferry muncul dihadapannya bersama Dina.
“Mas Ferry, kok sudah pulang?”
“Iya mas, sudah lebih baik, lalu saya minta rawat jalan saja.”
“Mengapa begitu? Kalau belum sehat benar sebaiknya istirahat dulu dirumah sakit.”
“Dirumah juga sama kan mas, saya mau istirahat seperti anjuran dokter kok.”
“Tapi mas Ferry masih kelihatan pucat lho.”
“Mungkin, tapi saya merasa baik kok.”
“Ini tadi menunggu kamu di warungnya mas Rustanto. Karena kamu tidak datang lalu aku antar dia kemari,” sela Dina.
“Memangnya ada apa mas, rumah sakit akan mengontak saya seandainya ada kekurangan,”kata Bian.
“Bukan karena itu. Saya ingin ketemu mas Bian karena ingin mengucapkan terimakasih, dan minta maaf atas semua kesalahan saya.”
“Mas Ferry kan sudah mengucapkannya berkali-kali, bahkan setiap saya membezoek mas Ferry.”
“Sekarang saya sudah merasa baik. Tak ada yang harus saya lakukan selain mengatakan itu kembali kepada mas Bian. Bahkan sepeda motor saya sudah pulih, bahkan lebih bagus. Saya tidak tahu dengan apa harus membalasnya.”
“Saya tidak menghutangkan apapun mas Ferry, lupakan semuanya. Saya senang bisa melakukan sesuatu untuk sesama. Dan untuk mas Ferry, jadikan semua itu sebagai pelajaran dalam mengarungi hidup. Bersikap lebih bijak dalam menghadapi kekecewaan dan sakit hati, bersikap baik kepada semua orang. Maaf, bukan saya menggurui, karena saya juga mendapatkan pelajaran itu dari orang-orang yang lebih tua, kemudian saya menularkannya kepada mas Ferry. Marilah kita belajar lebih santun dalam menyikapi semua pengalaman hidup.”
“Ya mas, terimakasih banyak. Semua ini akan menjadi pelajaran dalam hidup saya. Saya akan berusaha menjadi manusia baik seperti mas Bian.”
“Bukan saya mas, saya juga masih belajar. Jadi marilah kita saling belajar. Dan kalau saya salah, mas Ferry juga berhak mengingatkan.”
Ferry berdiri, mendekati Abian dan merangkulnya penuh haru.
Dina mengusap air mata terharu melihat Ferry merangkul Bian dengan linangan air mata juga.
***
Ningsih melangkah mendekati sebuah rumah yang sudah sangat dikenalnya. Kemarin dia terbang dari Jakarta ke Padang dengan bekal yang sangat minim. Uang pemberian Nurdin yang tidak seberapa dibuatnya untuk biaya perjalanannya, demi satu tujuan, merebut kembali sertifikat rumah bapaknya yang dicuri Nurdin karena alasan yang tidak masuk akal. Penderitaan ke dua orang tuanya membuatnya nekat dan tidak takut apapun yang akan terjadi. Ia merasa bersalah ketika dulu menerima Nurdin, hanya karena iming-iming harta. Memperbaiki rumah orang tuanya, dan memberinya kehidupan yang lebih baik. Tapi apa yang sekarang dilakukannya? Karena dia mandul maka dia menceraikannya, dan memperhitungkan apa yang telah dikeluarkan dengan mengambil sertifikat orang tuanya.
Hari sudah siang ketika itu, dia melihat rumah Nurdin terbuka. Ia berharap Nurdin ada dirumah.
Namun ketika dia memasuki rumah, yang ada hanyalah pembantunya yang sudah mengenal baik dirinya.
“Yaah, ibu sudah kembali..?” kata sang pembantu dengan girang, karena Ningsih memang selalu bersikap baik kepadanya.
“Bapak kemana ?”
“Bapak pergi sudah sejak tadi, katanya ada urusan, begitu.”
Ningsih berdebar. Ia melihat tas yang kemarin dibawa Nurdin, tergeletak diatas meja.
“Bik, buatkan saya minum ya.”
“Iya bu, segera..” kata pembantunya yang segera beranjak ke belakang.
Ningsih mendekati tas itu, dan membukanya perlahan.
Ada sebuah map terselip disitu, ia menariknya, dan hampir bersorak ketika melihat sertifikat bapaknya ada didalamnya.
***
Besok lagi ya.
Yes...Rocin 38 tayang
ReplyDeleteMksh bunda Tien sehat selalu dan ttp ADUHAI
Alhamdulillah ....
DeleteYang ditunggu tunggu telah hadir..... Matur nuwun bu Tien..
Mugi Bu Tien tansah pinaringan sehat selalu.
Aamiin..... .
Yeesss... Rocin 38 udah tayang. Makasih Mbak Tien.
DeleteJeng In... sendal jepitnya pakai roket ya....?😂
DeletePedhot mb Trien mlayu nyeker
DeleteAlhamdulillah.....
DeleteRoti Cinta 38 sdh tayang.
Terimakasih bu Tien... Salam ADUHAI...
Alhamdulillah, Rocin sdh hadir, terimaksih bu Tien, Salm sehat tetap semangat
DeleteMbk Iin maning …..
ReplyDeleteBen ta mbah Wil.....playune isih banter...sing tuwo ngalah.
DeleteSugeng dalu sugeng maos cerbung rocin 38.
Kakek udah capek gowes
DeleteIstirahat dulu kl capek tar ga ada yg mijit
Tar hadiah mobilnya kita bagi2 deh
Wkwkwk...ADUHAI
Alhamdulillah
ReplyDeleteTrimakasih Bu Tien
ReplyDeleteHallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Sastra, Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik
Horreee bu lin juara 1 lg.. nanti dpt hadiah nih dari ... (Siapa ya?😀)
ReplyDeleteTerimakasih bunda e . Salam sehat penuh Aduhaaaai ❤️😘
Matur nuwun Bun, bisa tidur sore nih.
ReplyDeleteSehat selalu buat Bunda
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun Mbak Tien
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi
Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
ReplyDeleteADUHAI.....
Waduh Ningsih sdh mendapatkan sertifikat bapaknya moga2 saja tidak ketahuan Si Nurdin...tapi kita tunggu saja kelanjutannya yang pasti makin Aduhai...🙏👍🙏👍
ReplyDeleteAlhamdulilah. Rocin sdh hadir lagi..
ReplyDeleteMakasih Bunda Tien semoga sehat selalu dan lancar terus.
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bu tien ..... semoga bu tien sehat2 selalu
Matur nuwun mbak Tien-ku, roti-nya sudah sampai.
ReplyDeleteAlhamdulilah, terima kasih bu tien... suguhan sdh tayang semoga bu tien selalu sehat, dan selalu bahagia.. salam aduhai dari pondok gede
ReplyDeleteMaturnuwun bu Tien..
ReplyDeleteSg istirahat
Turnuwun Bunda
ReplyDeleteAlhamdulillah..... Terima kasih Bu Tien.
ReplyDelete
ReplyDeleteSmoga aja sertifikatnya bisa diambil kembali..
Trima kasih ibu tuk Ro cin nya
Sehat selalu tuk ibu dan kluarga
Salam aduhai.
I love ibu Tiem...
Terima kasih Mbak Tien , ROCIN 38 sdh hadir ... Smg sehat sll & Salam Aduhai .
ReplyDeleteAlhamdulillah Rocin 38 dah tayang
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
Semoga bunda Tien sekeluarga selalu srhat
Salam sehat dan aduhai dari Purworejo
Alhamdulillah.
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien semoga sehat walafiat
Salam dari wonosobo
Alhamdulillah.... trmksh mb Tien Rocin 38 msh kebnul2
ReplyDeleteSalam seroja ASUHAI BUANGET
Semoga ningsih bisa ambil sertifikat tanpa diketahui nurdin.
ReplyDeleteTerima kasih bu tien cerbungnya
Salam sehat
Matur nuwun bu Tien rocinnya semoga Ningsih berhasil membawa pulang sertifikat ayahnya
ReplyDeleteAlhamdulillah, Roti cintanya sudah hadir lagi... Permasalahannya berkembang....semoga para tokoh berhati mulia selalu dalam kebaikan. Salam sehat dan semangat Mbak Tien ...
ReplyDeleteTrimakasih bunda
DeleteSelamat malam
Sehat selalu,salam hormat dr Bogor pecinta karangan ibu
Hallo Bogor, bolehkah sertakan nama?
DeleteAlhamdulillah rotinya sudah keluar dari oven. Kunikmati sebelum tidur. Makasih mbak Tien. Salam aduhai selalu
ReplyDeleteSemoga Ningsih bisa membawa pulang sertifikat itu ya. Nurdin jangan pulang dulu sampai Ningsih pergi membawa sertifikat yang dicuri Nurdin. Orang terdholimi pasti akan ditolong Allah. Orang jahat seperti Nurdin akan dapat balasan setimpal.
ADUHAI ibu Mahmudah
DeleteAyo Ningsih, ambil sertifikat bapakmu. Itu hak kamu. Kalo Nutdin bisa melakukN dengan cara yg licik, kamu juga bisa mbalas dengan cara yg sama. Ayo jangan takut. Ambil aja sertifikat itu dan pulanglah. Orang tuamu bingung mencarimu. Kasihan mereka.
ReplyDeleteMatur nuwun Mbak Tien. Semakin seru ceritanya. Semakin tidak sabar menunggu lanjutannya. Smoga Mbak Tien selalu sehat dan terus berkarya. Salam Aduhai selalu.
Aamiin
DeleteSalam ADUHAI jeng Ira
Alhamdulillah sertifikat udah Ningsih dpt
ReplyDeleteAyo buruan plg Ningsih,kshn bu Kusno nangis sedih deh anak semata wayang pergi tanpa pamit
Moga lanjut bs kerja di Rocin utk kedepan lbh baik
Mksh bunda Tien,ttp sehat selalu dan ttp ADUHAI
Salam sayang bunda
Muaaah...muuuaaach
Salam sayang dan ADUHAI, JUARA
DeleteKalau sertifikat langsung diambil bisa jadi ramai nih... Apalagi kalau terus ketemu Nurdin, wah.. rebutan sertifikat jadi tontonan orang banyak. Bisa" sampai urusan dengan polisi.
ReplyDeleteSalam sehat penuh semangat untuk mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Selalu ADUHAI pak Latief
DeleteAlhamdulillah... terimakasih... rocin nya... sehat² trs bunda tien dan keluarga...
ReplyDeleteAamiin
DeleteMatur nuwun pak Zimi
Alhamdulillah Roti Cinta~38 sudah tayang.. maturnuwun bu Tien, semoga tetap sehat dan aduhai..
ReplyDeleteTetap sehat dan ADUHAI pak Djodhi
Deleteakhirnya sampai juga Roti Cintà di Bekasi...
ReplyDeletesemoga Ningsih bisa pulang membawa sertifikat dan bekerja di tempat mas Dian...kapan warung baksonya Dina buka...semoga kita semua di undang...
bisa2 bangkrut ding Dina..
suwun mba Tien...semoga selalu sehat semangat dan bahagia...Aamiin
So bakso..
DeleteADUHAI papa Wisnu
Semoga tidak terjadi sesuatu dg ningsih…
ReplyDeleteTerima kasih bu Tien … salam sahat selalu
Salam sehat dan ADUHAI IBU NW KG
DeleteMaturnuwun bunda tien
ReplyDeleteSami2 ibu Leni
ReplyDeleteAlhamdulillah makasih bu Tien, makin seru roti cintanya
ReplyDeleteAlhamdullilah rocin 38 sdh tayang.. Makasihmbak Tien. Sht sll y.. Salamaduhai dri skbmi🥰🥰😍😍😘😘
ReplyDeleteAlhamdulillah rotcint 38 sdh up, tks bu tien, sehat selalu..
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien..Rocin sudah tayang, mugi Ibu tansah sehat.
ReplyDeleteSelanjutnya..seru..berhasilkah Ningsih membawa kembali sertifikat rumah bapaknya...?
Salam aduhai..
Wah jadi Nurdin itu orang Padang ya mbak Tien!
ReplyDeleteKerjanya yang di Padang
DeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteMtur nuwun bun...
Mugi2 tansah pinaringan rahayu wilujeng sedoyonipun.....
Aamiin, wo
DeleteAlhamdulillah, selesai baca ROCIN 38
ReplyDeleteCepat ambil sertifikatnya, segera pulang, jangan ditunda - tunda keburu Nurdin pulang.
Salam sehat n ADUHAI .
Matur nuwun Bunda Tien.
Trimakasih mbak Tien RC38nyaa..
ReplyDeleteIkut terharu liat Ferry dgn Abian..😰
Waduuh..ikut dheg2an bacanya..takut klo ketahuan Nurdin tuh Ninhsih dtg buka2 tasnya..semoga selamet..
Ningsih bener2 jd brani..sampe terbang ke padang..👍
Semoga berhasil dan cepet plg lg..🤲
Salam sehat dan aduhaii bangeet mbak Tien..🙏🥰⚘
Salam sehat ADUHAI banget jeng Maria
DeleteAlhamdulillah, suwun mbak Tien ROCIN 38 sdh datang
ReplyDeletesalam sehat selalu nggih mbak Tien
Salam sehat ibu Umi
DeleteRotinya semakin menggugah selera ini.
ReplyDeleteSemangat, sehat dan selalu aduhai.
Makasih mba Tien
Alhamdulillah ... Terimakasih Bu Tien ... Semoga sehat selalu 🙏🙏🙏
ReplyDeleteAduhai Ningsih pinter... tapi hati-hati.... jreng jreng...
ReplyDeleteADUHAI jeng dokter
DeleteAlhamdulillah..Rocin 38 sdh tayang..semg tidak ada kendala lagi buat Ningsih untuk memperoleh hak orangtuanya.... Semakin aduhai ceritanya..sehat selalu bunda Tien....
ReplyDeleteAamiin
DeleteADUHAI ibu Swissti
Alhamdulillah...
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien....🙏🙏
Salam sehat selalu
Hallo mbak Tien...cukup lama aku nggak nulis komen di sini, tapi jelas-jelas menunggu kedatangan Dian-Sawitri tiap malam
ReplyDeleteHmm...makin seru saja, Ningsih ternyata sangat berani mwmbulatkan tekad untuk merebut kembali sertifikat ayahnya (sertifikat rumah lho...bukan sertif vaksin). Deg2an aku, semoga Ningsih gercep segera membawa pulang sertifikat rumah itu, dan tidak terhalang oleh kedatangan si Nurdin.
Tapi...piye kalau ketahuan..lalu Ningsih disakiti..ugh awas kamu ya Nurdin !
Hallo juga jeng Iyeng
DeleteTampaknya sibuk terus nih. Pokoke sukses dalam karya asal jangan lupa sama saya.
ADUHAI
Smg berhsl ambil sertifikat itu dan tdk ketahuan Nurdin.. trmksh mb Tien rc sdh tayang🤗
ReplyDeleteSemoga ADUHAI
DeleteAlhamdulillah,terima kasih Bu Tien..senantiasa sehat nggih,Aamiin.
ReplyDeleteAamiin
DeleteSami2 dan ADUHAI ibu Rini
Alhamdulillah RC38 telah tayang, terima kasih bu Tien, sehat n bahagia selalu.
ReplyDeleteUR.T411653L
Sami2 ibu Uchu
DeleteADUHAI
Ningsih jadi juga menyatroni rumahnya Nurdin sesuai dugaku, semoga lancar; kan maksud nya baek mengambil sertifikat yang dicuri Nurdin dari rumah orang tuanya.
ReplyDeleteHarapan Dian menggebu setelah mencerna pendapat Witri tentang perjalanan kehidupan yang kadang tidak selalu mulus dilakoni, ada kebijakan ada pemakluman.
Manager cantik Dina minta penegasan keseriusan Rustanto dalam memulai usaha bersama.
Mereka nantinya satu ruangan, ruang manager
ADUHAI ..
Bian menunjukan pemimpin yang bijak, hingga meluluh yang pembencinya dengan cinta
Terimakasih Bu Tien roti cintanya yang ke tiga puluh delapan sudah muncul, sehat sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta 🙏
Aamiin
DeleteMatur nuwun Nanang
ADUHAI
Assalamualaikum wr wb. Merinding melihat Ningsih membuka tas Nurdin dan terkejut melihat apa yg dicarinya. Semoga tdk ketahuan Nurdin. Maturnuwun Bu Tien, ceritanya mengalir begitu indahnya untuk di baca. Semoga Bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin, berbahagia bersama keluarga tercinta. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
ReplyDeleteSalam sehat dari Pondok Gede...
Aamiin Ya Robbal Alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun pak Mashudi
Makasih Mba Tien untuk Rocin ke 38 nya , selalu ditunggu lanjutannya ... aku selalu setia baca cerita2 nya mba Tien .. idolaku..😍
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien, semoga tetap sehat untuk Ibu dan semuanya, aamiin.
ReplyDeleteAamiin
ReplyDeleteTerimakasih ibu Reni
Maturnuwun Bu Tien ROCIN 38,kali ini pahlawan kesiangan 😀,asal tidak kecelik😀😀, salam sehat dan ADUHAI, semoga Bu Tien sekeluarga sehat, aamiin ya rabbal'alamiin
ReplyDeleteAyo Ningsih... jangan kelamaan...
ReplyDeleteLangsung ambil saja sertifikatnya,nanti keburu Nurdin pulang..
Ceritanya makin berliku... seru... seru...
Bu Tien memang hebat mengaduk aduk perasaan pembaca.
Ningsih... sosok yg baru muncul tapi udah bikin gemes
Apakah mungkin dia nanti jodohnya Ferry....
Selain Dian dan Witri, Bian dan Dita sepertinya Dina juga ada sinyal" dengan Rustanto nih...
Tinggal Ferry yg blm
Ditangan bu Tien yg memang lihai mengotak atik peran pasti Ferry segera menemukan jodohnya
Apakah itu Ningsih....
Keputusan ada di tangan bu Tien....
Salam sehat dan aduhai dari Bojonegoro.
O ternyata Nibgsih nekat nyusul mantan suaminya ke Padang deni memperjuangkan sertifikat rumah orang tuanya. Semoga segera bisa diselamatkan sebelum Nurdin datang. Ayo bu Tien dibantu dong..kasihan kalau Nungsih harus menderita terus. Semoga bu Tien sehar selalu sehingga kita bisa jadi saksi dalam pernikahan Dian dan Witri...Dina dan Rustanto..Dita dan Bian..dan siaa lagi monggo bu dalang
ReplyDelete