Wednesday, April 22, 2020

KEMBANG TITIPAN 05

KEMBANG TITIPAN  05

(Tien Kumalasari)

 

Sri meronta, pegangan ayahnya terlepas, karena Darmin sedang menatap mobil yang baru datang. Seorang laki-laki dengan masih berseragam warna khaki.. turun dari dalam mobil. Pak lurah Mardi.

"Ada apa ini ?" Tegur pak lurah sambil menatap si Sri..

"Ini kang.. eh..pak lurah.." kata si Sri sambil menuding kearah ayahnya.

Darmin melangkah keluar dari halaman. Ia sungkan terhadap lurah dusun yang tiba-tiba datang. Ditinggalkannya si Sri begitu saja.

"Bapak tunggu kamu dirumah !!" kata Darmin sambil menjauh, sambil melotot kearah anaknya. 

"Ada apa Sri?"

"Silahkan masuk .. tiba-tiba mbah Kliwon sudah keluar juga. Lega rasanya melihat Darmin sudah pergi.

"Saya dengar dari Marni, katanya mbah Kliwon sakit, makanya dari kelurahan saya langsung kemari." kata pak lurah Mardi sambil mendekati mbah Kliwon.

"Ooh, bu lurah berlebihan. Cuma kemarin saya masuk angin. Ayo pak lurah, silahkan masuk.." kata mbah Kliwon sambil mendahului masuk kerumah.

Wajah Sri masih pucat, ia berjalan agak sedikit dibelakang pak lurah.

"Ada apa Sri?"

Si Sri hanya menunduk. Tak terbayangkan kalau tadi pak lurah tidak datang, pasti ia akan diseret disepanjang jalan menuju rumahnya, lalu semua orang melihatnya.

"Silahkan pak lurah. Ayo Sri, buatkan minum untuk pak lurah," ujar mbah Kliwon .

Lurah Mardi duduk, Sri beranjak kebelakang untuk membuatkan minuman.

"Kemarin agak kurang enak badan, lalu nggak bisa tidur, jadi bangunnya kesiangan. Tapi saya tidak apa-apa kok."

"mBah, kalau memang badan kurang enak, lebih baik ke puskesmas saja, disana ada dokter yang menangani, lalu dikasih obat.,"

"Iya,  Sri sudah membuatkan saya wedang jahe, lalu saya merasa lebih baik."

"Syukurlah mbah, tapi ingat ya, kalau terasa badan kurang enak, harus periksa ke dokter."

"Baik pak lurah."

"Itu tadi kan pak Darmin. Kenapa dia? Sepertinya marah sama Sri."

"Dia itu kan pemabuk, jadi ya begitulah kalau orang lagi mabuk."

"Pemabuk? Saya dengar sudah lama dia tidak pernah minum-minum."

"Ya, beberapa waktu berhenti minum karena tidak punya uang, tapi tampaknya ada yang memberi dia uang, sehingga kumat."

"Oh, bekerja apa dia?"

"Bekerja apa, ya cuma lontang lantung begitu. Merokok nggak mau berhenti, uangnya minta dari si Sri."

"Aduh, kasihan Sri ya mbah."

Sri datang menghidangkan minuman.

"Silahkan pak lurah."

"Srii.."

"Ya pak lurah.."

"Tadi tuh kenapa bapakmu narik-narik kamu?"

"Saya disuruh pulang, tapi saya nggak mau. Simbah agak masuk angin, dan pekerjaan belum selesai."

"Ada apa sampai maksa-maksa begitu?"

"Ah, nggak tau pak lurah.. bapak memang suka memaksakan kehendak."

"Sepertinya tadi sedang mabuk, aku mencium bau minuman keras."

"Benar pak lurah."

"Lain kali akan aku suruh petugas untuk memperingatkan. Mabuk-mabukan itu dilarang."

"Mungkin hanya pak lurah yang bisa memperingatkannya."

"Mudah-mudahan mbah."

"Silahkan diminum .." kata Sri.

Pak lurah meneguk minuman yang disuguhkan.

"Beberapa hari yang lalu mas Timan kemari kan?" katanya sambil menatap si Sri.

"Ya..." jawab Sri pelan.

  "Semoga ada pembicaraan yang lebih serius ya Sri?"

Sri menunduk tersipu.

"Ya itulah pak lurah, nak Timan kan sudah bilang mau mengambil Sri sebagai isterinya. Kemarin saya sebetulnya ingin bicara so'al itu sama Darmin, tapi jawabannya sungguh diluar dugaan."

"Maksudnya?"

"Dia bicara kasar sama saya, dan bilang supaya saya tidak usah memikirkan Sri, karena Sri adalah anaknya."

"Dan karena itu simbah jadi sakit semalam."

"Ya ampun, mengapa dia menolak? Bukankah mas Timan orangnya baik, dan sudah mapan?"

"Saya belum sempat mengatakan siapa dia dan bagaimana dia, dia sudah menggebrag meja dengan kata-kata yang menyakitkan."

"Jangan-jangan Sri sudah dijodohkan dengan seseorang.."

"Saya juga mengira begitu," kata mbah Kliwon.

"Kamu tau siapa kira-kira orang yang dijodohkan sama kamu?"

"Nggak tau saya, tapi kalau laki-laki setengah tua yang memberi uang sama bapak, dan baju-baju buat saya, saya tidak akan mau."

"Oh, kenapa? Dia jelek? Kurang tampan?" goda pak lurah.

"Dia laki-laki setengah tua, tapi sangat kurangajar. Sri benci, dia jelas bukan laki-laki yang baik. Tapi Sri nggak tau, apa maksud laki-laki itu dengan semua pemberiannya."

"Kemungkinan besar ya. Tapi kalau dia bukan laki-laki baik, harusnya pak Darmin mencegahnya. Masa anak gadisnya akan diberikan kepada laki-laki yang tidak akan bisa membuat anaknya bahagia?"

"Ya, kalau  itu orang waras, tapi apa dia itu waras?"

"Nanti kalau mas Timan datang, saya akan mengantarnya menemui pak Dar,min, tampaknya pak Darmin punya rasa segan sama saya."

"Terimakasih sebelumnya pak lurah," kata mbah Kliwon penuh harap.

 

***

 

Sore itu Sri langsung mandi, lalu masuk kedalam kamarnya. Dia tak perlu melayani bapaknya karena akhir-akhir ini Darmin selalu beli makanan sendiri yang dihabiskannya tanpa perduli pada anaknya. Dan tampaknya sejak tadi dia juga tak melihat bayangan ayahnya. Mungkin pergi entah kemana, membeli minuman keras kekota, atau berfoya foya dengan uangnya.

Sri merebahkan tubuhnya dan berusaha memejamkan matanya. Tiba-tiba wajah tampan dengan mata teduh itu membayang dipelupuk matanya.

"Kalau kaamu ingin, jadilah isteriku.." kata-kata itu terngiang kembali, ketika Sri mengatakan keinginannya bisa berjualan dipasar. 

Sri tersenyum. Seperti mudah mengatakan itu, membuat hatinya berbunga bunga. Seandainya dia adalah kembang liar yang tumbuh ditepi jalan, betapa mudah ketika Timan ingin memetiknya. Tapi dia adalah kembang yang tumbuh ditanah kering, kerontang tanpa air sebagai penyiram dahaga. Dan tanah kering itu berada dalam kekuasaan raksasa yang maha kejam dengan taring sebesar pisau belati, dan mata selalu memancarkan api.

Sri teringat dongeng ibunya ketika masih kecil.

"Sang putri jelita diculik oleh raksasa, disembunyikan didalam goa yang hanya punya satu pintu, dan dipintu itu duduk seekor singa yang siap menerkam siapa saja yang berani memasukinya."

"Apakah puteri  itu menangis?" tanya Sri kecil yang mendengarkan dongeng itu sambil berlinang air mata, karena kasihan pada sang putri.

"Tentu saja puteri itu menangis, siang dan malam."

"Kasihan..."

"Tapi, sang puteri yang baik hati dikasihani oleh Allah Yang Maha Pengasih."

"Lalu Dia menolongnya?"

"Ya, seorang pangeran dengan kuda putih  berhenti dimulut goa, karena mendengar tangisan sang putri. Pangeran tampan itu turun dari kuda, berjalan menuju guha. Tapi tiba-tiba terdengar auman keras, lalu muncullah seekor singa yang menampakkan gigi-gigi runcingnya.

"Berhenti !!" kata singa itu.

"Siapa yang menangis didalam sana?"

"Itu bukan urusanmu. Segera pergi kalau tak ingin aku mengunyak-ngunyah tubuhmu."

Sri kecil menutup mulutnya.

"Tapi sang pangeran tidak takut. Dia mengeluarkan pedangnya dan bertarung melawan singa itu. Dan berkali-kali pedang sang pangeran melukai tubuh singa yang mengamuk membabi buta. Akhirnya singa itu kalah dan mati."

"Syukurlah.. lalu bagaimana sang putri?" Sri kecil memeluk ibunya.

Sang pangeran kemudian masuk kedalam goa, mendekaati sang putri dan menggendongnya."

"Asyiiiik.." teriak Sri kegirangan.

"Lalu sang putri didudukkannya diatas kuda putih, dan sang pangeran membawanya ke istananya."

Sri menghela nafas, matanya setengah terpejam, seandainya dia puteri itu, siapakah pangeran berkuda putih yang akan membawanya ke istananya?

Sri terlelap dalam mimpi, tentang pangeran berkuda putih, yang membawanya berkeliling dunia,  melihat pemandangan indah yang terhampar disekelilingnya.

Bahagia rasanya, bersandar didada pangeran yang memeluknya dari belakang, mendengar bisikan-bisikan cinta yang membuatnya terbuai disepanjang perjalanan.

***

 

Tapi pagi itu sebelum berangkat, ayahnya memanggilnya. Rupanya belum lama dia pulang, dan baru mau berangkat tidur. 

"Sriii !!"

Sri yang baru mau melangkahkan kakinya keluar dari pintu, kemudian  berhenti.

"Sini kamu !"

Sri kembali masuk, dilihatnya ayahnya berdiri didepan pintu kamarnya.

"Kamu itu bandel ya. Kan bapak sudah bilang, jangan memakai baju-baju kumal itu lagi!"

"Ini bukan baju kumal. Ini bersih dan masih bagus."

"Itu baju perempuan dusun yang tidak berkelas."

Sri melebarkan matanya. Darimana bapaknya mendapatkan kata-kata berkelas itu? Selama ini dia adalah gadis dusun. Kelas itu dipandang dari mana? 

"Kamu harus menjadi perempuan yang punya kelas."

"Kelas itu apa?" tanya Sri dengan wajah kesal.

"Bodoh !! Kelas adalah nilai derajat seseorang."

"Haaa.. darimana derajat itu dilihat? Bukankah derajat adalah sebuah perilaku yang tampak dan yang terpuji? Bukan dari pakaian yang dikenakan?" kata Sri dengan berani. mBah Kliwon sering mengatakan itu dan terpateri dalam ingatannya.

"Apa katamu? Siapa mengajarimu?"

"Hidup yang mengajari Sri. Ma'af ya pak, kelakuan bapak itu yang tidak berkelas." kata Sri makin berani, karena kebencian pada ayahnya semakin memuncak.

 Darmin maju selangkah dan sebuah tamparan mendarat dipipi si Sri.

"Auuw !" Sri menjerit lirih sambil memegangi pipinya. Kalau saja ada kaca disana pasti Sri akan melihat bahwa pipinya berbekas merah.

"Kamu semakin kurangajar pada bapak? Kamu tidak punya rasa hormat !"

"Bapak tidak mengajari saya bicara dengan hormat. Bapak menyakiti simbah, dan tidak menghormati simbah sebagai ayah dari almarhum ibu."

Darmin mengayunkan lagi tangannya, siap menyakiti Sri dengan tamparan yang lebih keras, tapi Sri sudah membalikkan tubuhnya.

"Heii! Dengar !! Bilang pada simbahmu, jangan ikut-ikutan mengurusi kamu!!"teriak Darmin penuh amarah.

Lalu Sri berlari keluar, membiarkan air matanya terburai sepanjang perjalanannya kerumah Lastri.

Darmin urung mengejarnya karena rasa kantuk memberati matanya. Ia memasuki kamarnya sambil membanting pintu.

***

Ketika tiba dihadapan mbah Kliwon, Sri melihat mbah Kliwon sudah duduk di kursi bambu, dan dua gelas wedang jahe terhidang dihadapannya. Tidak hanya wedang, ada sepiring ketela menemani wedang itu. Masih panas.

"mBah.. simbah bangun sangat pagi," sapa Sri sambil duduk didepan simbahnya.

"Ya, simbah merasa lebih enak. Itu wedang buat kamu, minumlah dulu," kata mbah Kliwon.

Sri mengambil wedangnya dan menghirupnya pelan.

"Hm, enak mbah.. "

"Kamu tadi menangis?" tanya mbah Kliwon sambil menatap cucunya. Rupanya  mata tuanya masih sempat melihat sembab diwajah si Sri.

Sri menghirup lagi wedangnya.

"Bapakmu marah-marah? Apa yang dikatakannya kemarin begitu kamu sampai dirumah?"

"Ketika Sri sampai dirumah, bapak tidak ada. Entah pergi kemana..Baru pagi tadi pulang, ketika Sri mau berangkat."

"Bilang apa dia?"

"Biasa mbah, tidak perlu Sri ceritakan."

"Kamu menangis?"

"Hampir setiap hari Sri menangis." kata Sri sambil mengupas ketela sepotong yang diambilnya. Masih panas, Sri mengupasnya pelan.

"Apa bapakmu mengatakan bahwa kamu akan dijodohkan dengan seseorang? Yang namanya Basuki itu.. misalnya?"

"Tidak, bapak belum mengatakan apa-apa. Tapi kalau demikian halnya, maka Sri akan menolaknya. Tak mungkin dia bujangan. Umurnya sudah setengah abad kira-kira, dan matanya kelihatan bukan mata orang baik-baik. Jijik Sri melihatnya."

"Kebangetan bapakmu itu.. pikirannya sudah tidak waras. Keracunan minuman keras. Tidak memikirkan perasaan anaknya."

"Ya sudah mbah, jangan difikirkan, mari kita bekerja..," kata Sri sambil berdiri.

 

*** 

 

Sore itu Sri pulang dengan perasaan segan. Sungguh menyebalkan dirumah sendiri, bersama orang tuanya, tapi tak membuat hatinya nyaman. Salah siapa kalau Sri lebih menyayangi simbahnya daripada bapaknya?

Kalau ada kesempatan nanti Sri akan minta kepada ayah nya agar boleh tinggal bersama simbahnya saja. Bolehkah? Bagaimana kalaau tidak boleh? Beranikah dia nekat? Beribu pertanyaan memenuhi benaknya. 

Tapi untuk terus bersama ayahnya, dia merasa tak betah. Darmin sepeerti orang asing baginya. Seperti tak ada ikatan darah yang membuatnya merasa sayang. Air mata Sri menitik, lalu diusapnya. 

Sri memantapkan hatinya untuk bicara dengan ayahnya. Ia harus berani. 

Namun  kira-kira sepuluh langkah sebelum dia memasuki pagar rumahnya, dilihatnya sebuah mobil berhenti. Sri terkesiap. Itu seperti mobil si kurangajar itu. Sri membalikkan tubuhnya karena tak ingin bertemu Basuki. Ia mempercepat langkahnya, namun sebongkah batu membuatnya tersandung sehingga dia jatuh tersungkur. Sebuah langkah cepat menghampiri. Wajah Sri pucat pasi. Tartatih berusaha bangun, tapi sebuah tangan menangkap lengannya. Lengan yang kuat dan sedikit berbulu. Sri bergidik, mencoba meronta, tapi tangan itu begitu kuat.

*** 

besok lagi ya

 

 

 

 

 

 

 

 


27 comments:

  1. Alhamdulillah... terima kasih Mbak Tien yg selalu hadir utk para penggemat. Makin seru dan gregetan sekaligus penasaran utk selalu ingin tahu apa yg akan terjadi di eps besuk. Lanjut....

    ReplyDelete
  2. Mksh mb tien....sdh memberikan hiburan utk dibaca disaat lockdown....cerbungnya selalu dinanti setiap hari....sehat selalu ya mb....agar bs trs berkarya....

    ReplyDelete
  3. Matur nuwun Bu Tien , smga Bu Tien selalu sehat.

    ReplyDelete
  4. Terima kasih jeng tien cerbungnya bisa menjadi bacaan dumah saja

    ReplyDelete
  5. Tks bu Tien si Sri sdh hadir Jogya FCTK setia menunggu...

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah...haturnuhun mb Tien cerbungnya semakin seru.
    Salam sehat selalu dr bekasi

    ReplyDelete
  7. manteeeb.... Jambi hadir... sehat teras n suksees njiih mba...

    ReplyDelete
  8. Waduuuh ngeri..🤦‍♀️ jangan ah kasihan Sri mudah2an bukan yang jahat...
    Sehat senantiasa mbak Tien...tks

    ReplyDelete
  9. Kasihan si Sri 😭😭
    Smoga pangeran berkuda putih segera datang menjemputnya.
    Maturswun bu Tien , salam hangat dan sehat slalu 🙏😘
    Lanjuuuut buuuuk......

    ReplyDelete
  10. Asyiik kena nggo kegiatan di rumah saja... Makasih mbak Tien ....

    ReplyDelete
  11. Makasih mba Tien.Moga penderitaan si Sri berganti kebahagiaan. Ditunggu mba

    ReplyDelete
  12. Makasih.....ditunggu slalu Lanjutannya

    ReplyDelete
  13. Terimakasih dan salam hangat buat Jambi Bandung Harut Malang Bekasi. Jogya Jakarta.. pangkalpinang.. Wonogiri. Sriwedari.. semuaaa...

    ReplyDelete
  14. Garut.. bukan Harut..
    Kakek Habi manaa

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hadir jeng Tien, sambil buka kamus bahasa Indonesia, ternyata "guha" itu tudak ada, yang benar penulisannya adalah "gua" atau "goa"

      Setahu saya (mantan Ketua RT 3 periode) Jabatan Lurah (perkotaan)/Kepala Desa,itu membawahi Desa yang terdiri dari beberapa Dusun.
      Jadi Lurah Mardi bukan Kepala Dusun, tapi Kepala Desa/Kepala Kelurahan.

      1. Mbah Kliwon keluar juga. Lega rasanya melihan Darwin sudah pergi.
      # melihan = melihat

      2. "Ya, seorang pangeran dengan kuda putih berhenti dimulut guha,
      # guha = "gua"

      3. Sri melebarkan matany.
      # .......matanya.

      4. ....Bapak menyakmiti simbah.....
      # ... Bapak menyakiti simbah...

      5. ....siap menyakiti Sri dengan tamparan yanglebih.....
      # tamparan yang lebih ....

      6. Salah siapa kalai Sri lebih...
      # Salah siapa kalau Sri....

      Hanya ini bahan koreksi yang dapat saya berikan, mohon naaf selalu terlambat hadir, karena tidak tau persisnya jam tayang tepatnya jam berapa. Matur nuwun jeng Tien, kebengisan Darmin, menjadikan cerita ini lebih hidup betapa berat perjuangan Timan untuk mendapatkan si Sri sebagai pendamping hidupnya.

      Lanjut, jam pira sesuk???

      Delete
    2. Saya mengetik sa'at ada waktu luang. Bisa dirumah.. bisa diapotik kalau lagi sepi. Jadi jam tayangnya nggak pasti. Ma'af ya. Btw terimakasih selalu buat kakek Habi dan seluruh pemerhati. Salam hangat

      Delete
  15. Semakin seru dan pinisirin...salam sehat, Bu Tien.

    ReplyDelete
  16. Magelang hadir .. duka bahagia silih berganti ... yg gak ganti itu stiap akhir episode .. sll bikin penasaran ..

    ReplyDelete
  17. Episode 6 kok blm nongol ya mb...

    ReplyDelete
  18. Tyt KT 05 hadir lbh awal... Trmkzh mb Tien bacaan pelepas lelah...
    Kepada mb Tien dan seluruh pembaca cerbung KT slmt menjlnkan ibadah puasa mulai esok hari...slm seroja

    ReplyDelete
  19. episode 6 blm ada ya...mba tien lg sibuk nyiapin buat saur pertama heeee.....semangat mba tien...pengusir lelahnya dgn mmbaca cerbung tambah muantaaab...selamat menunaikan ibadah shaum pertama.....maaf lahir dan bathin

    ReplyDelete
  20. KT_06 kok belum tayang ya, jika gak "ditiliki" tau-2 komentarnya sdh panjang.

    ReplyDelete
  21. Salam kenal kakek Habi....sama para pensiunan di comunitas kami sejak jam 12.00 sdh nanya teruus gimana bu Tien ..jam segini kemarin sudah tayang...walau begitu Jogya sabar menanti ..salam Tahes Ulales...

    ReplyDelete
  22. Cianjur hadir...
    TRIms mba Tien....ceritanya smkin seru...

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 02

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  02 (Tien Kumalasari)   Sinah masih terus mengoceh, yang sekilas tampak seperti sedang merasa sayang kepada...