Saturday, April 18, 2020

KEMBANG TITIPAN 01

KEMBANG TITIPAN  01

(Tien Kumalasari)



Timan menyibakkan kerumunan tamu-tamu yang datang dari Sarangan. Ada satu bis penuh yang  datang, bersama rombongan pak lurah Mardi. Ini pestanya Bayu dan Lastri. Pernikahan yang diwarnai oleh gempita bahagia, yang melalui liku peristiwa yang sangat rumit dan panjang dan semula susah dijalani. Tapi bahagia itu akhirnya datang, bagai bintang terburai diantara gemerlap pesta yang digelar oleh keluarga Marsudi.

Timan terus mencari-cari. Ia sudah menyalami pak lurah Mardi dan isterinya, juga bu lurah sepuh yang ikut bersama, lalu beberapa kerabat desa yang dekat dengan Lastri. Lalu mBah Kliwon. Timan mengamati mbah Kliwon, ada yang dicarinya, dikiri kanannya, atau belakangnya, namun yang dicari tak juga ditemukan.

"Nak Timan..." sapaan mbak Kliwon jurstru membuatnya terkejut, karena dia tak segera menyapanya.

"Eh, pak.. ma'af, selamat datang. Sendiri ?"

"Itu, banyak sekali yang datang bersama."

Timan menebarkan pandangan kesekelilingnya.

"Maksud saya, dik Sri ?"

"Oh... si Sri .. tidak ikut nak, nggak dibolehin sama bapaknya."

Ada yang tiba-tiba hilang dari hatinya. Jadi dia nggak datang. Timan lalu mempersilahkan tamu-tamu duduk ditempat yang sudah disediakan.

Rasa kecewa menyelimuti hatinya, karema yang diharapkan datang ternyata tak  ada. Dilarang oleh bapaknya? Mengapa? Ini kan sebuah pesta, dan anak muda mana yang nggak suka datang kesebuah pesta? Apalagi pesta seapik ini. 

Ah, sudahlah, Timan kemudian menghibur dirinya dengan beramah tamah bersama pak lurah Mardi dan isterinya, yang kali itu juga membawa anaknya yang masih bayi.

"Tidak terasa, belum sempat menengok bu lurah waktu melahirkan, tau-tau sudah segede ini bayinya," kata Timan sambil mengelus pipi Jarot, anak pak lurah.

"Iya mas Timan, ini sudah lima bulan lebih."

"Wah, lumayan lama tidak kesana saya."

"Kapan mas Timan menyusul?" goda lurah Mardi.

Timan tertawa.

"Belum ada yang mau, pak lurah.."

"Masa sih.."

"Iya, benar, carikan deh pak."

"Benar, mau saya carikan? Gadis desa mau?"

Timan tertawa.

"Ya mau dong pak, kan Timan juga orang desa. Memangnya kenapa kalau orang desa? "

"Baguslah, nanti kita carikan ya bu," kata pak lurah sambil menoleh kearah isterinya yang sejak tadi diam saja.

"Itu lho mas, si Sri.. dia cantik kan?" tiba-tiba kata bu lurah yang tentu saja membuat Timan berdebar-debar.

"Haa... iya...itu cucunya mbah Kliwon."

"Ada apa, nyebut-nyebut nama saya," tiba-tiba mbah Kliwon yang duduk dikursi belakangnya nyeletuk. Pak lurah tertawa.

"Ini mbah, mas Timan, ingin cari jodoh gadis desa. mBah Kliwon kan punya cucu yang sudah dewasa dan cantik."

mBah Kliwon tertawa.

"Jodoh itu kan Gusti Allah yang menentukan. Kalau memang jodohnya pasti juga nanti akan kesampaian. Ya kan nak Timan."

"Mengapa tidak diajak pak?" tanya Timan. Ia lupa tadi sudah menanyakannya.

"Anaknya ingin ikut, sudah menyiapkan baju bagus. Bapaknya itu susah. Nggak diijinin tadi."

"Oh..." 

Timan hanya mengangguk-angguk. Jawaban itu sudah didengarnya, rasa kecewa itu juga sudah dirasakannya. 

Gempita penuh bahagia itu masih berlangsung. Timan menoleh kearah pelaminan. Dilihatnya Lastri dan Bayu dengan wajah berseri seri menerima ucapan selamat dari para tamu undangan. Timan mengehela nafas. Ada do'a dipanjatkannya. Semoga aku akan segera menyusulnya. Lalu terbayang wajah lugu dengan senyum malu-malu ketika bertemu untuk pertama kalinya, tapi membuat dadanya bedebar debar. 

 

***

 

Si Sri duduk dilincak depan rumahnya, memandangi bulan sepotong yang mengambang diawang. Ada rasa kecewa ketika ayahnya melarang dirinya ikut bersama mbah Kliwon untuk datang kepesta pernikahan Lastri.

"Tidak Sri, kamu nggak boleh ikut."

"Tapi aku bersama simbah pak."

"Biar bersama mbahmu, tetap saja nggak boleh ikut. Kamu itu sudah dewasa, nggak pantas pergi kemana mana." kata pak Darmin sengit.

Si Sri tak menjawab. Ia tak tau mengapa kalau sudah dewasa kemudian nggak boleh pergi kemana-mana..

"Perempuan kalau sudah dewasa harusnya tinggal dirumah saja. Bapak memberi kamu ijin untuk membantu mbahmu, karena Lastri memberi kamu gaji yang bagus. Bisa menambah uang buat kita makan. Tapi selain kesitu, kamu nggak boleh pergi kemana-mana." kata pak Darmin lagi sore itu.

 Si Sri termangu. Ia tetap saja tak bisa mencerna apa yang dikatakan ayahnya. Apa dia gadis pingitan? Dia punya banyak teman sebaya, tapi orang tuanya tidak begitu mengikat anaknya sampai nggak boleh keluar kemana-mana. 

"Bagaimana ya, pengantin orang kota? Seramai pengantin disini? Lalu menanggap wayang? Mertua yu Lastri kan  orang berada. Atau ada joged-joged seperti ketika pak lurah Mardi menikah?" gumam si Sri sambil terus memandangi rembulan. Terkadang segumpal awan lewat, menutupi rembulan itu, sekilas, kemudian bersinar lagi dengan sangat cemerlang. 

"Enaknya jadi rembulan, bisa menatap gumpalan mega, menatap bumi dan sekitarnya, dan mungkin juga dia sedang menatap aku," lagi-lagi si Sri bergumam.

Terdengar pintu berderit, lalu pak Darmin melongok keluar.

"Sri, kamu itu masih diluar ta?"

"Iya pak, belum ngantuk."

"Ini sudah malam, nggak bagus anak gadis sudah malam masih duduk diluar rumah."

Si Sri menghela nafas. Anak gadis nggak boleh pergi kecuali bekerja, nggak boleh ada diluar sa'at malam, lalu apa lagi? Tapi si Sri seorang anak yang patuh kepada  orang tuanya, atau lebih tepatnya takut, karena ayahnya sangat keras dalam bersikap. Tapi sesungguhnya dia kurang suka pada sikap ayahnya. Ia merasa, ibunya meninggal karena ayahnya kurang memperhatikannya.

Si Sri masih ingat, ketika ibunya sakit keras, kemudian sampai meninggal, sedih rasanya.

Darmin adalah seorang penjudi. Harta dan rumahnya sudah habis terjual, dan meninggalkan banyak hutang. Kemudian ibunya sakit-sakitan. O, sedihnya ketika itu. 

"Bapak, tolonglah, simbok sakit, ayo kita bawa ke dokter." kata si Sri yang waktu itu masih kira-kira berumur 6 tahun.

"Enak saja ke dokter, memangnya ke dokter itu tidak bayar? Besok bawa saja ke mbah Kerto, tukang pijat. Dia itu juga orang pintar. Pasti bisa menyembuhkan mbokmu," kate Darmin yang baru saja pulang menjelang pagi, lalu langsung masuk kekamarnya dan tak lama kemudian terdengar dengkurnya yang keras.

"Sudah Sri, kamu tidak usah bilang apa-apa pada bapakmu, simbok tidak apa-apa., kembalilah tidur," kata ibunya lemah.

Si Sri membaringkan tubuhnya disamping ibunya, memegangi keningnya  yang terasa panas."

"Simbok panas sekali."

"Tidak apa-apa. Besok carilah daun dadap serep untuk mengompres simbokmu ini. Pasti panasnya turun."

Si Sri kecil belum bisa berfikir jauh. Ia tidak tau apa benar daun dadap bisa menyembuhkan ibunya. Pagi-pagi dia berjalan menyusuri kampung dan bertanya kepada setiap orang apa ada yang mempunyai pohon dadap. Lalu pohon itu ditemukannya. Si Sri minta beberapa lembar lalu dibawanya pulang. Dirumah bapaknya belum bangun. Ibunya masih tergolek ditempat tidur. Si Sri membawa daun dadap itu kepada ibunya.

"mBok, ini daun dadapnya," katanya sambil menunjukkan daun yang sudah dicucinya.

"Remas-remas dan tempelkan dikening simbok ini."

Si Sri menurut, suara ibunya sangat lemah, panasnya masih tinggi. ia menempelkan daun yang sudah diremasnya di kening ibunya. Kemudian ia pergi kedapur untuk membuatkan minuman hangat, dan merebus ketela untuk sarapan.

Tapi hari itu juga sang simbok meninggal. Si Sri menangis tak henti-hentinya. 

Terdengar lagi pintu berderit.

"Sri...masih disitu? Masuklah..."

"Kali itu si Sri menurut. Udara dingin menusuk tulang. Si Sri hampir menggigil. Ia masuk kekamarnya dan mencoba merebahkan dirinya. Tapi ingatan akan simbok membuatnya tak bisa tidur. Lalu rasa kesal terhadap ayahnya kembali meliputi hatinya.

***

Darmin juga sudah masuk kedalam kamarnya. Ia merasa semakin tua, dan tak mampu bekerja. Ia tak merasa sungkan makan dari jerih payah si Sri, dan terkadang diberi oleh ayah mertuanya. Ia ingat, dulu ketika muda dia amat kuat dan perkasa. Ia bekerja dikebun tuan Cokro dan dipercaya membawahi pekerja-pekerja disana. Namun Darmin punya kebiasaan buruk. Ia suka berjudi dan minum minuman keras. Kalau saja dia bisa memanfa'atkan gajinya, ia bisa hidup layak bersama isteri dan seorang anaknya. Tapi tidak, uang dihabiskannya dimeja judi.

Rumah pemberian mertuanya sudah masuk gadai. Lalu dia tak mampu menebusnya, lalu rumah itu hilang, lalu isterinya meninggal, lalu hidupnya terlilit utang.

Ia kembali ke desa Sarangan dan mertuanya membuatkan gubug sederhana untuk dirinya dan Si Sri. Beruntung kemudian si Sri bisa membantu mbah Kliwon untuk mencatat barang-barang yang diperdagangkan. Karena Lastri, dia bersama ayahnya bisa makan sehari tiga kali. Terkadang mbah Kliwon membantunya, memberi beras dan sayuran. Darmin tak mampu bekerja, atau mungkin juga sedikit malas. Sebenarnya bisa saja dia membantu para petani, menggarap kebun mereka dan mendapatkan sedikit upah, tapi dia tidak melakukannya.  Badannya yang kurus membuat dia merasa lemah. Yang dikerjakannya dirumah hanya duduk, dilayani oleh anak semata wayangnya sebelum berangkat kerumah mbah Kliwon. Selebihnya dia hanya tiduran, dan masih merokok pula.

Si Sri membiarkannya. Mungkin segan menegur ayahnya, atau justru takut dihardiknya. Jadi sepenuhnya dialah yang mencari makan untuk dirinya dan ayahnya.

mBak Kliwon bukannya tak tau kelakuan menantunya, tapi dia seorang tua yang tidak banyak bicara. Ia melakukan apa yang bisa dilakukan. Tak pernah sekalipun dia menegurnya.

***

Jam sembilan malam, pesta pernikahan Bayu dan Lastri sudah usai. Bayu dan Lastri menemui pak Lurah dengan wajah berseri.

"Teruimakasih pak lurah, sudah bersusah payah datang menghadiri pernikahan kami," kata Bayu.

"Sudah seharusnya kami datang. Ini pesta yang sangat luar biasa. Saya ikut merasakan suka dukanya Lastri ketika jauh dari mas Bayu," kata lurah Mardi sambil melirik kearah Lastri.

"Tapi sekarang mereka sudah bahagia mas, yang lalu nggak usah diingat ingat lagi, iya kan Tri?" sambung Marni yang sudah menjadi bu lurah.

"Iya yu, aduh.. Jarot sudah gede, lucunya, kok enak sekali tidurnya, nggak terusik keramaian yang begini memekakkan telinga," kata Lastri sambil mengelus kepala Jarot kecil, yang lelap dalam gendongan ibunya.

"Dia kalau sudah tidur nggak perduli suara apapun . Semoga kamu segera dapat momongan ya Tri."

"Iya yu, do'akan ya yu."

"Mana mbah KLiwon?" kata Lastri lagi sambil mencari-cari.

"Itu, disana, sama mas Timan."

"Oh.. iya,  mengapa Si Sri tidakikut?"

"Katanya tadi juga mau ikut, tapi dilarang oleh bapaknya," kata Marni.

"Kok dilarang, memangnya kenapa?"

"Nggak tau tuh, kan kamu tau sendiri, pak Darmin itu orangnya susah."

"Iya, aku belum pernah  berbincang sama dia. Kayaknya jarang keluar rumah ya yu."

"Iya, kapan-kapan datang kerumah Tri."

"Iya yu, nanti kalau sudah selesai semuanya."

"Mas Timaaan," teriak Lastri.

Timan sedang berbincang dengan mbah Kliwon.

"Baiklah nak, nanti akan saya sampaikan. Tadi juga mau saya ajak, tapi bagaimana lagi, bapaknya susah diajak bicara."

"Mas Timaan !" Lastri berteriak lagi.

TIman bergegas mendekat, diikuti mbah Kliwon.

"Pasti ada pesan khusus yang dititipkan mbah Kliwon, ya kan?" gola Lastri.

"Tau aja kamu.." kata Timan tersipu.

"Ya taulah, tapi baguslah, si Sri gadis yang baik."

"Saya dukung mas Timan kalau mau mendekati si Sri," kata pak lurah.

Semua tertawa, dan Timan hanya tersipu.

***

 

Pagi itu si Sri seperti biasa menyiapkan minum teh hangat dan sarapan untuk bapaknya, sebelum berangkat bekerja.

Ada teh hangat dan kimpul rebus yang diletakkan di piring.  Darmin belum bangun, tapi si Sri telah menanak nasi dan oseng kangkung yang diletakkannya dimeja. Ada sepotong ikan asin sisa kemarin yang sudah digoreng ulang.

Si Sri bersiap untuk berangkat ketika tiba-tiba pak Darmin memanggilnya.

"Sri..!"

"Ya pak, ada apa, si Sri mau berangkat," kata si Sri sambil menghentikan langkahnya.

"Hari masih pagi. Masih gelap begini," kata pak Darmin sambil melangkah keluar dari kamarnya.

"Biasanya Sri juga berangkat ketika hari masih gelap. Keburu banyak barang yang datang dan nanti simbah kebingungan sendiri."

"Tunggu sebentar."

"Ada apa?"

"Rokok bapak habis nduk," kata pak Darmin tanpa sungkan.

Si Sri menghela nafas. Ia membuka dompet kecilnya dan mengeluarkan selembar puluhan ribu."

"Mengapa cuma sepuluh ribu?"

"Uang Sri tinggal duapuluh ribu pak."

"Ya sudah mana yang duapuluh ribu itu sekalian, nanti bapak akan beli sekalian untuk persediaan."

Si Sri mengambil lagi puluhan ribu yang tertinggal, diserahkan ayahnya lalu dia melangkah keluar rumah.

Pak Darmin meletakkan uang pemberian si Sri diatas meja, menghirup tehnya, menyantap tiga potong kimpul yang disediakannya. Ia menghabiskannya dengan lahap, lalu menutupkan pintu depan, kemudian kembali kekamarnya, tidur.

***

"Aku kesiangan ya mbah ?" kata si Sri sambul memasuki ruangan, dimana mbah Kliwon sedang menerima beberapa keranjang sayuran dirumah Lastri.

"Enggak, sudah simbah pilah-pilah semuanya, kamu tinggal mencatat."

"Oh.. ya."

"Kamu sudah sarapan?"

"Nanti saja mbah."

"Sarapan saja dulu, ada nasi jagung sama sambal teri pemberian bu lurah baru saja."

"Wah, enaknya.. yu Marni rajin ya mbah, jam segini sudah masak."

"Iya benar, hampir setiap pagi simbah dikirimi sarapan." 

"Rajin dan baik hatinya."

"Ya sudah sarapan dulu."

"Ayo sama simbah kalau begitu."

Selama sarapan itu, mbah Kliwon menatap wajah cucunya. Ada duka disembunyikannya. Pasti karena ulah bapaknya.

"Kamu kenapa?" 

"Apanya mbah?"

"Wajahmu kusut begitu.."

Si Sri meneguk air putih yang ada didekatnya, sambel buatan yu Marni sangat pedas.

"Kenapa?"

"Sambelnya pedas sekali mbah, tapi enak."

"Maksud simbah, wajahmu kusut begitu, ada apa?"

"Nggak apa-apa mbah."

"Dimarahi bapakmu lagi?"

"Enggak mbah.."

"Jangan bohong."

Si Sri terdiam.

"Kamu masih kecewa karena kemarin nggak boleh ikut ke pesta pernikahannya Lastri?"

"Iya sih mbah, kecewa. Bagaimana yu Lastri? Pasti cantik sekali dengan pakaian pengantinnya."

"Iya lah, kan Lastri memang cantik."

"Alangkah beruntungnya dia."

"Kamu sudah pengin nikah?"

"Ah, simbah.. enggak.. "

"Enggak gimana, kamu itu sudah dewasa, sudah sa'atnya disunting priya. Lagian kalau kamu sudah menikah bapakmu tidak akan mengganggu kamu lagi. Yaah, mungkin masih menjadi beban kamu karena memang dia nggak becus mencari nafkah, tapi setidakn ya kalau sudah nggak lagi kumpul sama kamu, tidak setiap hari dia mengganggu kamu."

Si Sri termenung. Benarkah dia sudah pantas menikah? Siapa yang mau sama gadis miskin yang anak bekas penjudi?

"Kamu dapat salam Sri.."

"Salam, dari siapa?"

"Kamu ingat mas Timan kan?"

"O, mas Timan yang temannya yu Lastri itu."

"Iya.. "

Si Sri tersenyum. Ia ingat cara Timan menatapnya ketika malam-malam dia mengantarkannya pulang bersama simbahnya. Tatapan yang menurutnya aneh, tapi si Sri menyukainya. Dalam remang malam itu, tersirat wajah tampan dan ramah, serta sangat baik hati. Aduhai. Si Sri tersedak-sedak.

"Pelan-pelan, minum dulu," kata mbah Kliwon.

Si Sri minum, wajah itu terbayang lagi.

"Tampaknya dia suka sama kamu."

Si Sri terbatuk lebih keras,

"Kenapa kamu itu, dapat salam dari mas Timan, malah tersedak, terbatuk.."

"Sayang Sri nggak ikut ya mbah,"

"Menyesal kan, tidak bertemu dia?"

"Simbah ada-ada saja, cuma titip salam saja dibilang suka. Mana ada laki-laki suka sama si Sri?"

Lalu si Sri berdiri, menumpuk piring-piring yang sudah kosong, dibawanya kebelakang.

mBah Kliwon tersenyum, setidaknya tidak ada penolakan dari cucunya. mBah Kliwon berharap Timan bisa menjadi jodohnya si Sri. mBah Kliwon tau, Timan laki-laki yang baik.

***

Sore itu si Sri pulang dengan membawa rantang berisi lauk. Ada sayur sawi dan tahu bacem yang tadi siang dimasaknya dirumah mbahnya, lalu sebagian disuruhnya si Sri membawanya pulang. Hampir setiap hari begitu karena mbah Kliwon tau bahwa beban kebutuhannya dan ayahnya ada dipundak si Sri.

Hari masih terang ketika si Sri memasuki pagar rumahnya. Ada mobil diluar sana, yang entah milik siapa. Ketika dia masuk rumah, dilihatnya ayahnya sedang duduk bersama seorang laki-laki. Laki-laki itu tinggi besar dan tidak muda lagi. Barangkali sudah empatpuluh tahunan atau lebih umurnya. Si Sri merasa pernah melihat laki-laki itu, tapi lupa kapan dan dimana.  Si Sri mau langsung masuk kebelakang ketika laki-laki itu memanggilnya.

"Kamu si Sri kecil itu kan?"

Si Sri berhenti sebentar, lalu mengangguk. Ia ingin segera berlalu, karena risih melihat tatapan laki-laki itu. Itu tatapan yang tidak menyenangkan. Menatap sambil bibirnya tersenyum nakal. Si Sri terus melangkah masuk.

Tapi tiba-tiba ayahnya memanggilnya.

"Sri, sini dulu, kamu lupa ini siapa?"

***

besok lagi ya

 

 

 

 

 

 

 

"

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

29 comments:

  1. Alhamdulillah telah hadir Kembang Titipan, terima kasih semoga Mbak Tien selalu sehat sehingga dpt menghibur para penggemar melalui karya2 yg indah dan menarik. Aamiin...

    ReplyDelete
  2. Sayang Si Sri tdk boleh ikut tp tetap seru. lanjut.... Mbak Tien.

    ReplyDelete
  3. Ayo mas Timan cepat menemui Sri di Sarangan kayanya si Sri akan dijodohkan tamu yg dtg.. lebih cepat lebih baik keburu dilamar org laim..

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah... Akhirnya yang ditunggu tunggu datang, makasih mba untuk cerita nya. Sehat slalu dan semangat

    ReplyDelete
  5. Aaa.....Alhamdulillah, ywng ditunggu akhirnya muncul juga.
    Terima kasih ya Mbak Tien. Sehat selalu. Aamiin.

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah. Episode bakar2 emosinya dah mulai n langsung tancap gas... hebuatt...

    ReplyDelete
  7. mantaaab..... the Lastri session 2 telah hadir... dari jambi terus menyimak ....

    ReplyDelete
  8. Maturnuwun ibu Tien... Cerbung pengantar tidur yang selalu saya nantikan... Semoga ibu sehat selaluu... Salam hangat dari Banyumas... Sugeng ndalu...

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah, Kang Timan sudah muncul...jadi pengantar tidur malam Minggu. Terima kasih, Bu Tien. 🙏

    ReplyDelete
  10. Alhmdulillah terimakasih ibu Tien...ditunggu cerita selanjutnya
    😊

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah mas Timan sdh dateng... dr bekasi sll setia menunggu lanjutannya. Sehat selalu nggih mb Tien... Assalamu'alaikum

    ReplyDelete
  12. Alhdulillah, sht2 ibu, biar keluar lajutannya, kami menunggu

    ReplyDelete
  13. Terima kasih mbak Tien...lanjutan Lastri sudah tayang, ditunggu episode selanjutnya...

    ReplyDelete
  14. Terima kasih jeng tien cerbungnya
    Salam sehat

    ReplyDelete
  15. Ahamdulillah fans club Tien Kumalasari Jogja area setia menunggu kembang titipan selanjutnya tks bu Tien K

    ReplyDelete
  16. Terimakasih akhirnya yg ditunggu2 muncul jg

    ReplyDelete
  17. Welcome back ya bu Tien , maturswun cerbung yg baru dah hadir lagi 🙏

    Sore itu Lastri pulang dengan membawa rantang berisi lauk.
    # Sore itu Sri pulang.....

    Maaf bantu koreksi dikit ya bu Tien , salam hangat dari tangerang 😘😘😘

    ReplyDelete
  18. Replies
    1. Selamat malam jeng Tien, maaf saya terlambat hadir. Tidak ada pemberitahuan sih, saya kira istirahatnya bbrp hari. Padahal aku sdh pernah kirim nomor WA-ku
      Terimakasih Timan sdh hadir.
      Ada nggak ya yang perlu dikoreksi?

      1. Pernikahan yang diwarnai oleh gempita bahagia, yang melalui liku peritiwa yang sangat rumit dan...
      # peristiwa yang sangat.....

      2. Lalu mBak Kliwon. Timan mengamati mbah Kliwon,.... # Lalu mBah Kliwon.

      3. Lalu mBak Kliwon. Timan mengamati mbah Kliwon,
      Ada yang tiba-tiba hilang dari hatinya. # Lalu mBah Kliwon,.....

      4. karema yang diharapkan datang ternyata takada.
      # karena yang diharapkan datang ternyata tidak ada.

      5. ..... yang keli itu juga membawa anaknya yang masih bayi.
      # yang kala / sa'at itu juga....

      6. "Belm ada yang mau, pak lurah.."
      # "Belum ada yang mau, pak lurah.."

      7. .....rumahnya, memandangi bulan sepotong yang mengambang diawang.
      # mengambang diawang-awang.

      8. "Biar bersama mbahmu, tetap saja nggak boleh ikut.
      # "Biar bersama simbahmu, tetap saja nggak boleh ikut.

      9. Pasti bisa menyembuhkan mbokmu," kate Darmin.
      # Pasti bisa menyembuhkan mbokmu," kata Darmin

      10. mBak Kliwon bukannya tak tau kelakuan menantunya, .......
      # mBah Kliwon bukannya tak tau kelakuan menantunya,........

      11. "Teruimakasih pak lurah, sudah bersusah payah datang menghadiri pernikahan kami,"
      # "Terimakasih pak Lurah, sudah....

      12. "Oh.. iya, mengapa Si Sri tidakikut?"
      # "Oh.. iya, mengapa Si Sri tidak ikut?" (kurang spasi)

      13. "Mas Timaan !" Lastri berteriaklagi.
      TIman bergegas mendekat, diikuti mbah Kliwon.
      # "Mas Timaan !" Lastri berteriak lagi. (kurang spasi)
      Timan bergegas mendekat, diikuti mbah Kliwon.

      14. Lalu si Sri berdiri, menumpuk piring-piring nyang sudah kosong, dibawanya kebelakang.
      # piring-piring yang sudah kosong,

      15. Timan bisa mnjadi jodohnya si Sri. # menjadi jodohnya si Sri.

      16. karena risih melihat tataoan laki-laki itu.
      # karena risih melihat tato yang berada dilengan laki-laki itu.

      Maaf, sdh kemarin ya.... kehadiran KEMBANG TITIPAN.
      Selamat malam jeng Tien, jangan bosan ya.

      Delete
  19. Replies
    1. Waduh..... !!!
      Maaf, sampai tiga kali diabsennya.
      Hadir, ada disini (sambil jingkrak-jingkrak mengacungkan tangan kanannya)

      Delete
  20. Yang ditunggu akhirnya datang. Makasih mba Tien.

    ReplyDelete
  21. Besuk jam berapa tayang? Emailku kemarin dijawab, nggak ya???

    ReplyDelete
  22. Minggu libur ya mbak Tien.. Hehehe... OK deh yang penting sehat selalu ya mbak..

    ReplyDelete
  23. Sabaaar teman2 baru awal cerita blm bisa ditebak. Ya kan jeng

    ReplyDelete
  24. alhamduilillah....makasih mba tien cerbungnya....menemaniku disaat lock down

    ReplyDelete
  25. Makasih bu tien sy menggemar baru ini.. Lastri 2 hadir menemaniku.. Sambil dines mlm.. Jaga bel kl ada psn yg membutuhkan bantuan.. Skali lagi mksh byk.. Aq suka.. Aq suka...

    ReplyDelete
  26. Mbak Tien..seri 16,22,23,24,27dst kok nggak ada nih ?
    Penasaran aku jadinya...
    Seandainya diperbolehkan aku minta seri tersebut ya Mbak🙏
    Terimakasih
    Aku suka gaya cerita Mbak Tien Kumalasari
    (Aku jadi pengin mengenal lebih dekat dengan Mbak🙏)





    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 01

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  01 (Tien Kumalasari)   Seorang wanita cantik dengan pakaian anggun sedang duduk di sebuah kursi, di dalam ...