Thursday, March 19, 2020

SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA 50



SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA  50

(Tien Kumalasari)

Pak Broto dan Bu Broto terkejut. Galang mengangkat tubuh isterinya dan membawanya kedalam kamar. Putri tergolek lemah, bibirnya pucat... Galang menciumnya lembut. Putri bukannya tak sadar, mata indahnya mengerjap-kerjap. Dipandanginya wajah suaminya yang tampak khawatir.

"Kenapa dia?"

"Biar ibumu panggil dokter saja,"

Bu Broto dan suaminya ikut-ikutan panik. Tapi ketika melihat Putri sudah tersadar, mereka lega.

"Kenapa nduk?"

"Nggak apa-apa, hanya pusing," jawab Putri lemah.

"Bu, panggil dokter cepat," seru pak Broto ..

Bu Broto segera menelpon dokter langganannya, sementara simbok membawakan teh hangat sambil menggendong Adhit.

"Ya ampun Adhit, sini sama bapak, hati-hati mbok, itu kan air panas,: tegur Galang yang segera mengambil Adhit dari gendongan simbok.

"Ma'af pak, simbok panik begitu melihat jeng Putri pingsan. Diminum dulu tehnya jeng," kata simbok sambil mengangkat kepala Putri, supaya bisa minum dengan enak.

Putri meneguk tehnya.

"Aku nggak apa=apa. Mas, segera berangkat, nanti ketinggalan pesawat," kata Putri lirih.

"Masih dua jam an lagi, kamu tak apa-apa?"

"Pergilah, aku nggak apa-apa mas," kata Putri sambil memegang lengan suaminya.

"Jangan khawatir, aku akan segera menjemput kamu,"

Putri hanya mengangguk.Sesungguhnya ia tak mengerti mengapa suaminya kembali ke Jakarta begitu cepat. Hatinya bagai teriris ketika merasakan keraguan didalam sikap Galang terhadap dirinya.

"Banar, nanti kamu terlambat, ibumu sudah memanggil dokter, pasti semuanya baik-baik saja," kata pak Broto menimpali.

"Benar Galang, sini, Adhit biar sama eyang."

Adhit merengek, lalu menangis keras. Tampaknya ia tau bahwa orang yang sangat mengasihinya akan pergi.

"O, sayang, bapak pergi hanya sebentar, jangan menangis le.." kata Galang yang merasa berat meninggalkan Adhitama.

Ia menyerahkan Adhit kepada isterinya, tapi Adhit  terus saja menoleh kearah Galang sambil terus menangis.  Putri sedih, ia segera mendekap Adhit, maksudnya mau disusuinya, tapi Adhit menolak. Ia menangis semakin keras.

"Ada apa ngger, cah bagus.."

Galang tak tega, kembali mendekati Putri dan mengangkat Adhitama, yang begitu Galang menggendongnya langsung menghentikan tangisnya.

"Anak pinter, sudah bisa *klayu* sama bapaknya," kata bu Broto yang mengikuti Galang membawa Adhit keluar kamar.

Putri menitikkan air mata yang kemudian cepat-cepat diusapnya.  Kepergian Galang bukan hanya menyakiti hatinya, tapi juga hati Adhit. Walau bukan darah dagingnya, tapi kedekatannya sejak masih dalam kandungan, menciptakan benang kasih sayang yang melebihi apapun, seperti kepada orang tuanya sendiri.

"Sayang, bapak hanya ingin menenangkan diri, ma'afkan bapak ya, nanti bapak akan menjemput Adhit, sama ibu, bapak janji," bisik Galang ditelinga Adhit, yang seakan mengerti apa yang diucapkan ayahnya, Adhit menatap wajah laki-laki ganteng yang sedang menggendongnya.

"Kamu mengerti kan nak?" bisik Galang lagi sambil mencium kedua pipi Adhit, ber kali-kali. Setitik air mata Galang menetes dipipi Adhit, yang segera diusapnya.

"Mobil sudah siap pak," kata Sarno tiba-tiba.

"Oh ya, terimakasih pak Sarno," jawab Galang.

"Adhit, dengar kata bapak ya, jangan rewel, bapak janji akan menjemput kalian, secepatnya," bisik Galang lagi ditelinga Adhit. Adhit mengangkat tangannya, memegangi wajah Galang, membuat Galang kembali berurai air mata. Kembali diciumnya Adhit berkali=kali.

"Sudah Galang, mari, Adhit biar sama eyang, nggak boleh nangis ya?" Bu Broto mengulurkan tangannya untuk mengambil Adhit dari tangan Galang.

Bayi mungil itu mengangkat angkat kepalanya, agar bisa melihat kepergian ayahnya.

"Galang pamit pakde, bude," diciumnya tangan kedua mertuanya, tapi tak tahan Galang kembali berlari kearah kamar, dimana dilihatnya isterinya tengah mengusap air matanya.

"Putri.." Galang mendekap wajah Putri dan diciumnya sepuas puasnya.

"Pergilah mas," bisik Putri.

Galang melepaskan pelukannya, lalu keluar dari dalam kamar itu.

***

Teguh Raharjo sudah kembali dari rumah Retno, ibunya menunggu untuk pergi kerumah Naning bersama-sama. Naning yang sudah berhias cantik berjingkrak jingkrak melihat Raharjo ada didepannya. Naning langsung bangkit dari duduknya dan merangkul Teguh sampai anak muda itu gelagapan.

"Heeiii.... kamu itu calon pengantin.. nanti kalau calon suami kamu tau kamu memeluk-meluk orang ganteng bagaimana?" kata bu Marsih berseloroh.

Naning  melepaskan pelukannya, wajahnya yang sudah dipoles make up tebal tampak lebih cantik, walau badannya sedikit gemuk.

Naning terkekeh.

"Orang ganteng ini kan mantan aku bu," kata Nanging tanpa malu-malu. Tapi ketika melihat wajah Teguh tampak lesu, Naning heran.

"Mas Teguh sakit?"

"Nggak, aku biasa-biasa saja," kata Teguh sambil duduk disebuah bangku yang ada dikamar pengantin itu.

"Tapi mas Teguh kelihatan lesu deh, apa mas Teguh sedih karena Naning mau menikah?" tanya Naning masih tetap tanpa malu.

"Mas, dari dulu kan Naning menunggu mas Teguh, tapi mas Teguh nggak perduli, sekarang giliran Naning mau menikah mas Teguh sedih, Naning jadi menyesal mau menikah besok pagi," kata Naning sambil merengut lucu.

Teguh tertawa.

"Apa kamu sudah gila? Mengapa aku harus sedih melihat kamu mau menikah? Aku senang, kamu cocog sama Pulung, pasangan yang pas, sama-sama gendut seperti bola," kata Teguh mencoba bercanda.

"Aaah.... mas Teguh..."

"Mas Teguhmu ini baru datang tadi, trus pergi kerumah temannya karena ada titipan, trus kesini, jadi kalau wajahnya kelihatan lesu itu ya karena capek Ning," kata Bu Marsih.

"Hm, kirain patah hati mendengar Naning mau menikah," kata Naning masih dengan mulut manyun..

"Kamu sukanya berpikiran aneh-aneh Ning. Oh ya, jam berapa besok ijab kabulnya?"

"Ijab kabul pagi jam 9, baru sorenya resepsi. Mas Teguh masih disini kan?"

"Nggak Ning, aku hanya akan menunggui kamu pas ijab saja, sorenya harus sudah kembali ke Jakarta."

"Mmm.., mas Teguh kok gitu, kenapa nggak nungguin resepsinya juga?"

"Mas Teguh kan kerja Ning, jadi nggak bisa ijin lama-lama, Senin nya sudah harus masuk." kata bu Marsih menimpali.

"Kamu sudah harus berterimakasih aku datang menyaksikan kamu menikah."

"Aku bilang sama bu Marsih, kalau mas Teguh nggak datang aku nggak mau menikah."

"Iya, aku datang karena ingin kamu menikah. Aku senang kamu mendapat jodoh yang baik. Besok kalau sudah menikah, sudah jadi isteri, kamu harus merubah sifat kamu yang kadang seperti anak kecil, tau!"

"Ya mas, aku tau. Aku juga mau berdo'a untuk mas Teguh, supaya segera menikah dengan gadis cantik, baik, seperti aku."

"Moooh..." teriak Teguh.

"Kok emoh?" Naning merengut lagi.

"Kalau seperti kamu, gendut kaya bola... aku nggak mau.. gerah !"

Dan Naning terkekeh senang. Sungguh bahagia akhirnya laki-laki yang dicintainya sejak awal mau menungguinya menikah seperti yang diinginkannya.

Ketika Teguh akan pulang, tiba-tiba Naning menarik tangannya.

"Ada apa?" tanya Teguh yang merasa khawatir Naning akan melakukan hal yang macam-macam.

"Mas, aku minta ma'af, dulu sekali, seorang wanita menelpon mas, aku mengatakan bahwa aku calon isterimu, itu aku sudah pernah mengatakan sama kamu kan mas? Sekarang aku sadar, aku salah, aku minta ma'af ya. Sekarang bagaimana dia, apa menganggap mas Teguh benar-benar menjadi suamiku? Mas Teguh tau siapa dia? Aku lupa menanyakan namanya," kata Naning panjang lebar. Teguh jadi teringat kembali, ketika ia marah-marah pada Naning gara-gara ditelepon mengaku calon isterinya. Ya Tuhan, apakah itu benar telepone dari Putri, yang kemudian mengnggap dirinya sudah punya calon isteri, dan itukah sebabnya maka dia menikah dengan Galang? Beribu pertanyaan berkecamuk dibenak Teguh, bahkan ketika ia sudah merebahkan dirinya ditempat tidur malam itu.

***

Ketika dokter datang memasuki kamar Putri, Putri sudah duduk memangku anaknya yang sudah tertidur. Putri baru saja menyusukan anaknya, setelah rewel karena kepergian ayahnya.

"Hallo Putri, " sapa dokter Frans, dokter pribadi keluarga Broto.

"Hallo dokter,"

"Kami masih cantik seperti dulu. Ini anakmu?"

"Ya dokter."

"Hm, cakep, dan sehat," kata dokter Frans sambil duduk dikursi yang disediakan. Simbok datang untuk mengambil Adhitama dari pangkuan Putri, karena bu Broto menyiapkan kamar tidur khusus untuk cucunya.

"Apa yang kamu rasakan, katanya tadi kamu pingsan.." dokter Frans mengambil stetoskop dari dalam tas dan dikenakannya.

"Berbaringlah, biar aku periksa."

Putri berbaring, dibelakang dokter Frans, pak Broto dan bu Broto menunggui dengan wajah khawatir.

"Dia itu sebenarnya lemah dok, sakit sedikit saja pingsan," kata bu Broto.

"Ya, aku tau, tapi nggak apa-apa, dia baik-baik saja." kata dokter Frans setelah memeriksa Putri.

"Apa kamu sedang memikirkan sesuatu yang berat?" tanya dokter sambil memandangi Putri yang masih terbaring.

"Tekanan darahmu sangat rendah," sambung dokter Frans lagi.

"Oke, saya akan beri kamu resep. Dan periksa darah ke laborat ya,"

Dokter setengah tua itu menuliskan sesuatu di sebuah kertas, satu untuk membeli obatnya, dan satu lagi untuk periksa ke laborat.

"Apa ada yang sangat menghawatirkan?" tanya pak Broto.

"Nggak ada, baik kok, jangan khawatir ya pak. Oh ya, mana suami Putri?" dokter Frans melihat ke sekeliling.

"Baru tadi kembali ke Jakarta dok."

"O, itu sebabnya Putri sakit," kata dokter Frans sambil terkekeh.

Putri tertunduk, tersipu, benarkah? Tapi Putri merasa perasaannya tertekan. Ia yakin suaminya belum bisa menerima pertemuannya dengan Teguh, yang ternyata bekas kekasih Putri. Apapun yang dikatakannya belum membuatnya tenang, dan Putripun merasa gundah atas sikap suaminya itu. Itukah sebabnya dia limbung dan merasa sakit?

***

Galang sudah sampai di Jakarta, sudah berbaring dikamar tidurnya yang dingin dan senyap.

Ia menoleh kearah box bayi yang memenuhi kamar tidurnya yang kecil, melongok kesana dan kosong karena Adhitama berada jauh dikota Solo lalu ditinggalkannya.Lalu jiwanya juga merasa kosong, dan semuanya menjadi tanpa makna. Mengapa semua itu terjadi,  mengapa bertemu Raharjo, bersahabat, dan kemudian ternyata dia adalah bekas kekasih isterinya, yang ternyata masih mencintainya, aduhai...

Terngiang kembali isak isterinya, mas, aku mencintai kamu, sangat mencintai kamu mas... Dan Galang kemudian menarik guling disampingnya, dipeluknya erat-erat.

Jo, apakah kamu masih mencintai bekas kekasihmu itu? tanyanya pada suatu hari, rasa itu ssudah digulung hari dan masa, cintaku tinggal sekeping mas. Tapi kan rasa itu masih ada? Lalu Retno juga mengatakan bahwa Raharjo masih mencintai kekasihnya yang hilang setahun lebih yang lalu. Ya Tuhan, ya Tuhan... apa yang harus aku lakukan?

Malam telah larut, tapi Galang belum bisa memejamkan matanya. Ia nanap memandang kearah ponselnya ketika tiba-tiba telepone berdering. Siapa menelponnya ditengah malam buta seperti ini? Galang meraih ponselnya, dan membaca siapa penelpun dimalam larut itu.

***

besok lagi ya






































5 comments:

  1. Loh.... .koq dimunculkan lagi?
    Salah ngambil file, ya jeng Tien.
    Tp gpp sing penting sehat, setiap hari bisa menghibur pembacanya.
    Lanjutttttt

    ReplyDelete
    Replies
    1. Di sini yang no 50 hilang. Ada yang nyomot gak tau kenapa. Saya cari filenya terus saya masukin lagi

      Delete
    2. Di sini yang no 50 hilang. Ada yang nyomot gak tau kenapa. Saya cari filenya terus saya masukin lagi

      Delete
  2. Salam kenal mba Tien... maaf saya pengunjung baru

    ReplyDelete
  3. Numpang promo ya gan
    kami dari agen judi terpercaya, 100% tanpa robot, dengan bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% segera di coba keberuntungan agan bersama dengan kami
    ditunggu ya di dewapk^^^ ;) ;) :*

    ReplyDelete

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...