Sunday, April 19, 2020

KEMBANG TITIPAN 02

KEMBANG TITIPAN  02

(Tien Kumalasari)

Namun si Sri sungguh tidak ingat, dimana pernah mengenal laki-laki ini. Wajahnya bersih, tubuhnya tegap, barangkali sih, so'alnya ketika duduk tampak badannya besar dan tegap.Bukan anak muda, tapi wajahnya lumayan ganteng. Hanya saja Si Sri benci melihat mata dan senyumnya. Si Sri belum banyak bergaul dengan laki-laki, tapi pandangan matanya sungguh membuatnya muak. Sepertinya dia laki-laki penyuka perempuan. 

Mendengar panggilan bapaknya, si Sri mendekat.

"Duduklah."

Si Sri duduk.kepalanya menunduk. 

"Kamu sungguh pemalu Sri, coba tatap mataku.," kata laki-laki itu.

Tapi si Sri masih tetap menunduk.

Laki-laki itu terbahak. Tertawanya sangat  membuat Si Sri merinding.

"Sri, ini namanya tuan Basuki. Ia anaknya tuan Cokro yang dulu memperkerjakan bapak diperkebunan miliknya.".

Si Sri baru ingat Benar, namanya Basuki, anaknya tuan Cokro. Ketika dia dan bapaknya pindaah kedesa itu, Basuki masih remaja. Tapi si Sri sering melihat dia membawa banyak teman-teman wanita, diajaknya bersenang senang dirumahnya. Basuki juga sering mengganggunya setiap kali dia datang kerumah bapaknya. Menowel lengannya, mengelus kepalanya, sungguh menyebalkan.

Tak disangka sore itu dia datang, dan berbincang akrab dengan bapaknya.

Si Sri ingin pergi kebelakang. Risih berada dihadapan tamu menyebalkan itu berlama-lama. Ia bangkit berdiri.

"Hei.. mau kemana cantik?"

"Kemana nduk?"

"Buat minuman," jawab si Sri sekenanya. Menurutnya lebih baik dia pergi, dengan alasan apapun.

"Tidak Sri, aku tidak ingin minum. Aku hanya datang sebentar, untuk mengingatkan bapakmu. Bagus, si Sri sudah tumbuh dewasa, aku suka.  Tapi sekarang aku harus pergi."

"Syukurlah, syukurlah, lebih cepat lebih baik," bisik hati si Sri.

Laki-laki bernama Basuki itu berdiri. Ya, tinggi sekali, pak Darmin yang berdiri disampingnya hanya setinggi pundaknya. Si Sri masih berdiri didepan kursi yang semula didudukinya.

"Sri, antarkan tuan Basuki kedepan," perintah pak Darmin.

"Hiih.. ngapain harus mengantarkan? Kayak anak kecil saja," kata hati si Sri dengan wajah cemberut.

"Sri..."

Si Sri melangkah pelan, tuan Basuki sudah sampai didepan pintu, ia harus menunduk kalau tak ingin kepalanya terantuk kepintu yang tidak begitu tinggi.

"Aku pergi dulu, cantik," kata Basuki, sambil menowel pipi si Sri.

Wajah si Sri pucat, Bencinya tak tertahankan. Mengapa bapaknya diam saja? Banyak batasan-batasan yang harus dipatuhinya. Tidak boleh keluar rumah kecuali bekerja, jangan lama -lama berada diluar, tidak belh datang ke pesta.. tapi mengapa dibiarkannya laki-laki asing menjamah wajahnya?

Si Sri berlari masuk kedalam. Membasuh wajahnya berkali-kali. Jijik pipinya dijamah laki=laki itu.

  "Sriiiii..." teriak bapaknya.

Sei mengelap wajahn ya dengan handuk. Ia  ingin mandi, tapi lebih dulu menghampiri bapaknya, karena kalau tidak akan bertambah keras teriakannya.

"Kamu itu bagaimana, ada tuan Basuki tidak menyambutnya dengan baik,"

"Memangnya mengapa? Sri kan dilrang bergaul dengan sembarang orang?"

"Dia itu lain. Lihat, buka bungkusan besar itu," kata pak Darmin sambil menunjuk keatas meja. Sri menoleh kearah yang ditunjuk bapaknya. Karena kesal dia tak memperhatikan. Ternyata diatas meja ada sebuah bungkusan besar. Dari laki-laki kurangajar itu?

"Buka isinya, kata tuan Basuki itu buat kamu."

"Buat Sri?" 

"Iya, buat kamu, bukalah."

"Nggak pak, Sri mau mandi dulu."

"Eeeh... mandinya nanti saja. Buka dulu."

Itu sebuah perintah, dan si Sri tak berani mmbantahnya. Dengan muka cemberut dibukanya bungkusan itu. Sri terkejut. Isinya baju-baju perempuan. Ada banyak. Ada celana panjang, blouse dari kaos, rok dengan aksen yang mewah,  Celana lagi, yang ini jean, ada atasan berwarna biru muda, pokoknya ada banyak. Sri sama sekali tak tertarik.

"Dia minta kamu memakainya."

"Nggak ah, Sri nggak suka."

"Apa katamu? Itu pemberian orang kaya, pasti bukan barang murah."

"Ini pakaian orang kota, mana pantas Sri memakainya?"

"Jangan bandel! Kamu harus memakainya, dan buang baju-baju kamu yang lusuh dan kumal."

Si Sri membalikkan tubuhnya, tak memperdulikan baju-baju yang terserak diatas meja.

"Eeeh... Sriii!!"

"Si Sri berhenti melangkah."

"Simpan dulu barang-barang ini kedalam kamar kamu!"

Sri membalikkan badan, dengan satu raupan dibawanya tumpukan baju itu kekamarnya, lalu  disebarnya dilantai.

***

Pagi itu Marni mengajak anaknya jalan-jalan. Ditangannya menjinjing rantang. Berisi nasi dan balur dimasak pedas. Ia akan memberikannya kepada mbah Kliwon. Pagi masih remang, Marni berjalan seenaknya. Tiba-tiba ia berpapasan dengan si Sri.

"Sri...!" panggilnya

"Eh, yu Marni.. eh.. bu lurah..."

"Ya sudah, yu Marni saja seperti biasanya, pakai diralat segala."

"Hehee.. iya yu. Aduuh.. Jarot, sini digendong yu Sri ya..."

Si Sri meminta Jarot yang berada dalam gendongan Marni.

"Kamu sudah pengin punya anak Sri?"

"Wah... seneng banget aku kalau punya anak, tapi kan aku belum bersuami, mana bisa punya anak?"

"Sudah pengin punya suami?"

"Nggak ah, belum mikirin suami yu. Gendong Jarot aja aku mau.. ya le?" katanya sambil menciumi pipi Jarot dengan gemes."

"Wong ya sudah pantes gitu lho..."

"Pantes ngapain yu?"

"Itu, pantes gendong anak."

"Ah, yu Marni ada-ada saja."

"Tapi diam-diam ada yang suka sama kamu lho."

"Haaa... ada yang suka sama aku?"

"Iya, bener."

"Siapa to yu, yang suka sama gadis seperti si Sri?"

"Ada pokoknya."

"Siapa yu? Jadi penasaran."

"Orangnya ganteng, sudah mapan pokoknya."

"Hm... siapa sih?"

"Tapi memang umurnya sama kamu terpaut agak jauh sih, cuma saja apa pentungnya umur? Yang lebih penting adalah, bahwa dia bisa mencintai kamu apa adanya, bisa membahagiakan kamu. Ya kan?"

"Iya sih, tapi siapa?"

"Kamu ingat mas Timan ?"

Berdegup dada si Sri mendengar nama itu. Beberapa hari yang lalu mbah Kliwon mengatakan bahwa ada salam dari mas Timan. Aduhai...

"Oh, ya ampun.. dia.. ingat sih."

"Mau nggak kamu jadi isterinya dia?"

"Ya ampun yu..  aku ini siapa .. takut aku yu."

"Takut apa? Sudah besar pakai takut segala."

"Aku ini siapa yu, apalagi kalau nanti dia tau bagaimana bapakku, pasti dia akan kecewa."

"Yang jelas kamu itu gadis yang baik. Dan kamu juga sudah sa'atnya punya suami lho Sri."

"Nggak taulah yu, aku bingung. Lha ini yu Marni mau kemana?"

"Lha ini, mau ketemu mbahmu, aku bawakan nasi buat sarapan."

"Wah, yu Marni tiap hari kok mesti kirim makanan buat simbah. Lha itu yang makan aku juga lho yu."

"Ya nggak apa-apa, memang itu untuk kamu berdua."

"Yu Marni rajin ya, jam segini sudah masak."

"Aku tuh masak sore hari Sri, jadi kalau mas Mardi keburu harus berangkat pagi-pagi, sarapan sudah siap."

"Oh, pantesan. Nah, itu simbah sudah sibuk didepan rumahnya yu Lastri." kata si Sri sambil menunjuk kearah mbah Kliwon yang sedang menerima beberapa petani sayur.

"Iya, mbah Kliwon memang rajin. Sudah tua masih giat mengerjakan apapun."

"Kapan yu Lastri kesini yu, sekarang sudah jadi isteri orang,  pasti akan jarang datang kemari."

"Iya, semuanya diserahkan pada mas Mardi untuk mengurusnya, dibantu mbahmu itu."

"Aku sedih kemarin pas perikahannya yu Lastri nggak bisa ikut."

"Iya, Lastri juga menanyakan kamu. Mas Timan juga."

Si Sri tersenyum.

"Itu lagi.."

"Memang iya. Mas Mardi bilang akan mengundang mas Timan kemari."

"Oh ya, kapan?"

"Belum tau waktunya, maksudnya biar bisa ketemu kamu."

Si Sri berdebar. Wajah tampan ramah itu terbayang lagi. Apakah dia suka?

"Sini, Jarot sama ibu dulu, yu Sri mau bekerja, ya le?" kata Marni sambil mengulurkan  tangannya untuk menggendong Jarot, lalu menyerahkan rantangnya kepada si Sri.

"Ini Sri, nanti dimakan sama simbah ya."

"Terimakasih ya yu. Hm, baunya enak."

"Itu balur dimasak pedas."

"Waah, belum-belum sudah ngiler aku yu."

Mereka berpisah, karena si Sri harus membantu mbah Kliwon. Tapi kata-kata Marni masih membekas dihatinya. Benarkah Timan suka sama dia? Diam-diam si Sri merasa senang, aduhai, seandainya itu benar.

"Bawa apa Sri?" tiba-tiba pertanyaan mbah Kliwon mengejutkan si Sri. Dia sedang membayangkan laki-laki tampan dengan pandangan teduh dan mendebarkan itu.

"Oh, ini mbah, ketemu bu lurah disana."

"Dari bu lurah?"

"Iya, simbah sarapan dulu."

"Ayo, sarapan sama kamu, setelah itu baru bekerja."

***

 

Begitu memasuki rumah, pak Darmin marah-marah karena si Sri tidak memakai pakaian yang diberikan Basuki.

"Apa maksud kamu Sri,  sudah diberi barang-barang bagus, tapi kamu tidak mau memakainya."

"Si Sri kan mau bekerja, pekerjaannya itu kadang mengangkat sayur yang mungkin masih kotor oleh tanah, jadi untuk apa memakai pakaian bagus?"

"Biar nanti jadi kotor, tapi kan kamu harus menghargai pemberian orang. "

"Iya, lain kali Sri akan pakai." jawab Sri kesal, lalu langsung masuk kedalam rumah.

Ketika si Sri berangjkat, pak Darmin masih tidur, itulah sebabnya dia tidak tau kalau si Sri tetp memakai bajunya sendiri.

"Buang baju-baju kamu yang kumal itu."

Si Sri tidak menjawab

Ketika mau memasuki kamar, hidungnya mencium sesuatu. Sesuatu yang sudah lama tidak tercium dirumahnya. Bau minuman keras. Si Sri melongok kekamar bapaknya, dan melihat beberapa botol minuman keras terletak dimeja. Beberapa botol kosong terserak dilantai. . Si Sri geram, apa laki-laki kurangajar itu yang memberinya?

"Ada apa kamu melongok kekamarku?" tanya pak Darmin yang tampak gusar.

"Bapak beli minuman keras lagi?"

"Jangan kamu kira aku memakai duitmu untuk membelinya. Ini, aku kembalikan uang yang kamu berikan kemarin. Masih utuh duapuluh ribu," katanya sambil melemparkan dua lembar puluhan ribu kewajah si Sri.

"Lalu dengan apa bapak membelinya?"

"Kamu tidak usah tanya, apa kamu nggak suka kalau bapak senang?"

"Aku tidak suka bapak minum-minum lagi."

"Berani kamu melarang aku?"

"Pak, bapak itu sudah sering sakit. Batuk nggak berhenti-berhenti, kenapa masih suka merokok dan sekarang ditambah minum-minuman keras?"

"Minuman ini tidak membuat aku sakit, justru membuat aku sehat. Lihat, hari ini aku sangat bersemangat."

Si Sri tak menjawab, ia masuk kekamarnya, lalu menguncinya dari dalam.  Sedih hatinya memikirkan perangai bapaknya yang ternyata belum berubah juga, walau kemiskinan sudah menderanya.

"Pasti laki-laki itu telah memberi uang pada bapak," gumamnya kesal.

Sore itu si Sri tidak melayani bapaknya makan. Ia melihat beberapa bungkusan makanan terserak dimeja, berarti bapaknya sudah makan,  tapi si Sri enggan membersihkannya. Kira-kira berapa banyak laki-laki itu memberi bapak uang sehingga bisa membeli makanan dan minuman keras begitu banyak? pikir si Sri dengan wajah kusut.

"Tak mungikin bapak mau mendengarkan kata-kataku."

***

 

Beberapa hari ini wajah si Sri tampak kusut. mBah Kliwon sudah tau, pasti karena ulah bapaknya.

"Sri, kamu kan sudah tau tabiat bapak kamu, jadi sebaiknya kamu tak usah memikirkannya. Biarkan saja dia mau melakukan apa, agar tidak menjadikan beban buat kamu." kata mbah Kliwon ketika mereka sedang istrirahat siang.

"Sedih si Sri mbah. Beberapa hari yang lalu ada tamu, bapak memanggilnya tuan Basuki. Hanya sebentar si Sri melihatnya, karena ketika si Sri datang sore itu, dia sudah mau pulang. Tampaknya laki-laki itu memberi bapak uang. Dia juga memberi si Sri banyak pakaian."

"O, apakah itu Basuki anaknya tuan Cokro?'

"Ya, mbah. Tapi yang membuat si Sri sedih, bapak akhir-akhi ini  jadi sering membeli minuman keras."

"Masa nduk?"

"Iya mbah, sudah Sri peringatkan, tapi justru bapak marah. Sri jadi sedih mbah."

mBak Kliwon menghela nafas panjang. Ia teringat anak perempuannya, mboknya si Sri, yang akhirnya meninggal karena suaminya tak memperhatikannya ketika dia sakit. Tapi mbah Kliwon bisa menerimanya dengan ikhlas. Ia hanya mengingat cucunya yang hanya satu-satunya.

"Ya sudah, seperti kata simbah tadi, nggak usah dipikirkan. Yang penting kamu berangkat kerja pagi hari, pulang sore, lakukan apa yang menjadi tugasmu dan jangan hiraukan bapakmu."

Si Sri mengangguk. Hanya mbah Kliwon yang bisa menghiburnya.

Si Sri mau melanjutkan pekerjaannya mencatat pemasukan hari itu, ketika tiba-tiba didengarnya sebuah mobil berhenti  didepan rumah.

Si Sri melongok keluar, dan dadanya berdebar kencang begitu melihat siapa yang datang.

 

***

 

besok lagi ya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

18 comments:

  1. Alhamdulillah..., terima kasih Mbak Tien yg selalu hadir utk para penggemat.
    Semakin seru dan tambah penasaran. Lanjut.....

    ReplyDelete
  2. Terimakasih mbak Tien cerbung barunya

    ReplyDelete
  3. Ada Marni dibilang Lastri. Mungkin lebih baik Sri saja bukan si Sri. Mana kakek Habi ya? Salam kenal dan sayang untuk Jeng Tien yang 👍👍👍

    ReplyDelete
  4. manteb.... ndak terasa tau tau udah bersambung lagi...
    salam dari Jambi Sumatra Indonesia... sukses mba Tien... sehat terus n lyar biasaaa....

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah, akhirnya muncul...seharian nungguin...terima kasih Bu Tien, salam sehat dari Yogya.😍

    ReplyDelete
  6. Oh, pantesan. Nah, itu simbah sudah sibuk didepan rumahnya yu Lastri." kata Lastri sambil menunjuk
    # kata Sri sambil menunjuk.....

    Monggo di lanjut bu Tien. Smoga sllu sehat 🙏🙏😘

    ReplyDelete
  7. Smg mas Timan yg dtg...jgn sampai keduluan p Basuki... Cinta byutuh perjuangan mas Timan... Lanjut mb Tien..

    ReplyDelete
  8. Halloww
    ..Jogya Jambi.. Bandung.. mbak Jum tetimakasih

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hadir 🙋 selamat pagi jeng Tien,
      Selamat pagi para pecinta cerbung.

      1. Namun sin Sri sungguh tidak ingat, # si Sri sungguh....

      2. Si Sri duduk.kepalanya menunduk.  kurang spasi
      # Si Sri duduk, kepalanya menunduk. 

      3. tidak belh datang ke pesta.. tapi mengapa # tidak boleh....

      4. Jijik pipinya dijamah laki=laki itu. # laki-laki itu.

      5. Sei mengelap wajahn ya dengan handuk. Ia  ingin .......
      # Sri mengelap wajahnya dengan handuk. Ia  ingin .....

      6. "Memangnya mengapa? Sri kan dilrang bergaul dengan sembarang orang?" # dilarang bergaul....

      7. Sri tak berani mmbantahnya.
      # membantahnya.

      8. cuma saja apa pentungnya umur? # apa pentingnya umur?

      9. Ketika si Sri berangjkat, pak Darmin masih tidur, itulah sebabnya dia tidak tau kalau si Sri tetp memakai bajunya sendiri.
      # Ketika si Sri berangkat, pak Darmin masih tidur, itulah sebabnya dia tidak tau kalau si Sri tetap memakai bajunya sendiri.

      10. "Tak mungikin bapak mau mendengarkan kata-kataku."
      # "Tak mungkin bapak....

      Monggo jeng Tien dilanjut.
      Saiki gasik ya metune cerbung.
      Esuk-2 lha kok wis ana.
      Matur suwun.

      Delete
  9. Halloww
    ..Jogya Jambi.. Bandung.. mbak Jum tetimakasih

    ReplyDelete
  10. Alhamdul8llah smg yg datang mas Timan nggih... bekasi hadir mb Tien, salam sehat selalu... ditunggu lanjutannya

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah sdh tayang part 2 tks bu Tien K FCTK ( Fans Club Tien Kumalasari ) Yogyakarta sabar menanti kelanjutannya smg ibu Tien K selalu dlm lindungan Alloh SWT....Aamiin YRA...

    ReplyDelete
  12. Senangnya si Sri sdh muncul. Mas Timan kah yg datang? Ditunggu lanjutannya mba Tien

    ReplyDelete
  13. mudah2an. yg datang mas timan. . maunya aku ..emba Tien lanjut. salam hangat dari garut jawa barat

    ReplyDelete
  14. Matur nuwun Bu Tien cerbung Kembang Titipan , smga Bu Tien sllu sehat.

    ReplyDelete
  15. Lanjutmbak Tien,sy mengikuti terus,sukses selalu njih.

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah...ada lagi cerbung mba Tien...jadi ada yg kutunggu cerita serunya
    Trim mba Tien..👍👍👍💪

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 17

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  17 (Tien Kumalasari)   Sinah terpana, ia mengucek matanya berulang kali. Barangkali salah melihatnya.  Tap...