ADA MAKNA 25
(Tien Kumalasari)
Wanda masih berdiri di depan petugas rumah sakit, sambil menatap tak percaya.
“Benarkah? Masa dia sudah pulang?”
“Masa kami berbohong Bu? Kalau tidak percaya, silakan lihat sendiri, apakah dokter Guntur masih ada di dalam, atau tidak,” kesal perawat jaga yang diajaknya bicara.
Wanda membuka pintunya perlahan, dan tersenyum senang. Ia melihat seseorang terbaring sendirian. Lalu bergegas mendekat dengan wajah berseri.
“Dasar pembohong,” serunya kesal. Ia merasa dibohongi oleh perawat itu.
Seseorang itu tidur membelakangi arah dia masuk. Tiba-tiba saja Wanda memeluk dari belakang.
“Bagaimanapun kamu bilang membenci aku, tapi aku tetap menyayangi kamu,” katanya tanpa melepaskan pelukannya.
Tapi tiba-tiba terdengar suara wanita mendekat. Ia baru keluar dari kamar mandi.
“Heiii! Kamu siapa?”
Wanda terkejut, pelukan itu dilepaskan, dan laki-laki yang semula terbaring miring kemudian telentang. Itu bukan Guntur, dan wanita itu adalah wanita asing yang menatapnya penuh kemarahan.
“Jadi kamu perempuan selingkuhan suami aku, yang membuat dia jatuh sakit?” hardik perempuan itu lagi, sambil mendekati Wanda penuh ancaman.
“Ap … apa? Buk … bukan, aku tidak … iiini .. aku salah …”
“Mau tidak mengaku? Telingaku bukan tuli, aku mendengar dengan jelas bahwa kamu mengatakan sayang … sayang …”
“Aku salah … aku … salah …”
Wanda berusaha melangkah menyimpang untuk menghindari perempuan yang menatapnya garang, tapi sebuah tamparan mengenai pipi kirinya.
Plaaakkk!!
“Aauughh!”
“Bu … Bu … kamu salah orang … aku .. tidak kenal dia,” teriak si laki-laki.
”Pembohong!! Kamu sudah sakit seperti itu, tapi masih mau mengingkari perbuatan busuk kamu Pak?”
Wanda berusaha mendorong wanita yang menghalangi jalannya, tapi sekali lagi sebuah tamparan yang menimbulkan suara nyaring terdengar, lalu iapun menjerit lagi.
Plaakk!!
“Dasar gila!!” Wanda mengumpat.
“Kamu yang gila! Jelas-jelas sudah ketahuan, masih berani mengumpat!!”
Wanda mendorong perempuan itu sekali lagi, lalu berlari keluar sambil memegangi pipinya yang kemerahan.
“Orang gila!!” katanya sambil membanting pintu.
Perawat jaga terkejut.
“Kenapa Bu? Kan saya sudah bilang bahwa dokter Guntur tidak ada lagi di sini. Ibu kenapa?”
“Kenapa … kenapa … ? Di dalam ada perempuan gila!” katanya sambil masih memegangi pipinya, dan meninggalkan tempat itu untuk menuju keluar.
Perawat yang penasaran segera masuk ke dalam ruangan, dan mendengar pasiennya bertengkar hebat dengan istrinya.
Pertengkaran itu mereda ketika perawat mengatakan bahwa wanita yang baru saja keluar itu salah masuk, mengira kerabatnya masih dirawat di ruangan itu.
“Tapi dia bilang sayang … sayang pada suami aku.”
“Dia salah orang, aku kan menghadap kesana, tahu-tahu memeluk dari belakang,” jawab laki-laki yang cedera sebelah kakinya karena terjatuh.
Perawat itu keluar sambil tersenyum geli.
“Mengapa ya, wanita itu selalu membuat onar?” gumamnya yang disambut senyuman lucu dari teman-temannya, begitu dia menceritakan apa yang terjadi.
***
Wanda mengomel tak berhenti, ketika menunggu taksi yang dipanggilnya. Tiba-tiba dia terkejut, ketika seseorang menyapa.
“Bu Wanda?”
Wanda menoleh, seorang wanita menyapanya. Dia adalah ibu dari salah seorang murid di sekolahnya.
“Sudah seminggu lebih bu Wanda tidak masuk ya? Waktu rapat orang tua murid kemarin, banyak yang membicarakannya.”
“Oh, iya. Anak saya sakit, dioperasi, lalu saya sendiri juga habis sakit.”
“Iya, mereka juga berkata begitu, tapi mereka tidak bisa membezoek putra bu Wanda karena bu Wanda tidak mengatakan di mana putra bu Wanda dirawat.”
“Iya, saya tidak ingin mereka repot. Hanya teman-teman sekolahnya yang datang membezoek.”
“Putra bu Wanda masih di rumah sakit?”
“Tidak, sudah di rumah dan sudah masuk sekolah.”
“Bu Wanda sakit apa? Pipinya bengkak begitu?”
“Oh, saya sakit gigi. Permisi, taksi saya sudah datang.”
Wanda bergegas masuk ke dalam taksi yang kemudian membawanya pulang. Ia sampai lupa menanyakan, ke mana Guntur pulang, gara-gara bertemu perempuan yang dianggapnya gila, padahal dirinya sendiri yang salah orang.
***
Ketika Wanda sampai di rumah, dilihatnya Wahyu sudah lebih dulu pulang. Wahyu melihat pipi sang ibu bengkak kemerahan, dan merasa heran.
“Ibu dari mana?”
“Dari rumah sakit.”
“Ibu benar-benar sakit? Apa kata dokter?”
“Bukan untuk periksa sakit ibu.”
“Lalu kenapa ke rumah sakit?”
“Sedianya ingin menemui Guntur.”
“Ketemu?”
“Nggak.”
“Masih dilarang menemui?”
“Tidak. Dia sudah pulang.”
“Sudah sembuh? Bukankah kemarin Reihan juga ke sana?”
“Ya, karena itulah ibu ingin ke sana, soalnya gadis jahat itu kata Reihan sudah pulang. Aku pikir kalau sudah tidak ada dia, maka aku bisa menemuinya. Ternyata dia sudah pulang.”
“Kemana bapak Guntur pulang?”
”Entahlah, aku lupa menanyakannya. Apa Reihan tahu ya? Dia tidak mengatakan kalau ayahnya sudah mau pulang.”
“Untuk apa lagi Ibu ingin bertemu bapak?”
“Namanya bekas suami, bagaimanapun ibu ingin menanyakan keadaannya. Kalau tidak dihalangi gadis setan itu pasti ibu sudah bisa berbincang.”
“Lebih baik tidak usah memikirkannya lagi, yang penting Reihan sudah bisa bertemu ayahnya. Lalu kenapa pipi ibu itu? Agak bengkak dan kemerahan?”
“Sakit gigi.”
“Ibu belum bisa bekerja lagi dong?”
“Besok ibu mau bekerja. Bagaimana wawancara kamu?”
“Masih harus menunggu hasilnya.”
“Ibu masih berharap kamu bisa berjodoh dengan Tia. Tapi ayahnya sombong sekali.”
“Ibu terkadang aneh. Wahyu tidak suka Ibu bersikap begitu. Masalah jodoh biar Wahyu sendiri memikirkannya. Wahyu sedang fokus mencari pekerjaan,” katanya sambil pergi meninggalkan sang ibu.
Wanda merasa kesal. Kesal gagal bertemu Guntur, kesal karena maksud baiknya juga tidak diterima baik oleh anaknya. Sejak kepulangannya menemui Suryawan, sikap Wahyu terhadap ibunya juga berubah.
***
Sepulang dari bekerja, Kinanti sudah melihat Emmi pulang dari rumah sakit. Ardi juga ada di rumah. Ia meninggalkan pekerjaannya karena harus mengantarkan Emmi periksa banyak macam di rumah sakit, termasuk ct scan juga.
“Sudah pulang? Bagaimana hasilnya?”
“Kata dokter ada perdarahan otak,” jawab Ardi.
“Perdarahan otak? Separah apa?”
“Kata dokter tidak parah, tapi harus operasi.”
“Ya Tuhan,” keluh Kinanti dengan tatapan sedih.
Ardi menyerahkan hasil pemeriksaan laborat.
“Apakah ini akibat jatuh waktu Emmi masih kecil? Bodohnya aku, tidak merasa bahwa akan menjadi separah ini.”
“Tidak parah, kata dokter tidak perlu khawatir. Nanti aku mau konsultasi lagi dengan dokter yang memeriksa kemarin. Kalau perlu ditangani, biar segera ditangani.”
“Pantesan dia sering sekali merasa pusing. Nanti sore aku mau ikut ke dokternya. Aku harus tahu bagaimana penanganan selanjutnya.”
“Baiklah, tapi kamu tidak usah merasa khawatir dulu. Sekarang ilmu kedokteran sudah sangat canggih. Semoga semuanya bisa diatasi dengan baik,” hibur Ardi sambil menepuk-nepuk bahu istrinya.
***
Emmi tidak begitu takut kalau memang harus menjalani operasi. Nanti ayah dan ibunya akan membawanya lagi ke dokter yang kemarin memeriksanya. Ia gadis yang kuat dan tabah, tidak seperti sang ibu yang mungkin karena masa lalunya, kemudian menjadi seperti ringkih, sehingga apa yang dikatakan suaminya membuatnya sedikit khawatir. Sebenarnya Emmi masih memikirkan ayah Guntur, sejak ia meninggalkan sang ayah di rumah sakit. Ia belum bisa memahami kemarahan sang ayah, walaupun bapak Ardi dan ibunya sudah menerangkannya. Rasa rendah, rasa tidak dihargai, atau tidak berharga, belum bisa diterimanya. Menurut Emmi, sebuah maksud baik seharusnya diterima dengan baik. Mengapa justru marah?
Tiba-tiba ponselnya berdering, dari dokter Dian.
“Selamat sore, Dok.”
“Kok masih dok lagi sih?” tegur dokter Dian.
“Mas Dian.”
“Nah, begitu lebih manis kedengarannya.”
“Ada berita apa? Bagaimana keadaan bapak?”
“Dokter Guntur memaksa pulang hari ini.”
“Pulang? Benar-benar pulang?”
“Aku tidak bisa mencegahnya. Dia juga seorang dokter, dia tahu apa yang harus dilakukannya.”
“Apakah karena bapak masih marah pada Emmi?”
“Tidak sepenuhnya begitu, hanya saja kita harus bisa memahami keinginan orang tua. Dan itu pasti bukan tanpa alasan.”
“Apakah sebenarnya bapak sudah sembuh?”
“Kalau sembuh sih, juga belum bisa dikatakan sembuh, tapi kita harus percaya bahwa bapak akan bisa menyembuhkan dirinya sendiri.”
“Maksudnya apa karena dia dokter?”
“Bukan hanya dokter. Setiap orang bisa melakukannya. Yang penting bagi penderita seperti bapak itu adalah rasa tenteram dan nyaman. Sebaiknya kita biarkan saja dulu apa yang diinginkannya. Saya janji akan mengawasinya dari jauh, dan menjenguknya setiap senggang.”
“Apa saya harus menemui bapak, dan meminta maaf?”
“Sementara ini biarkan dulu. Jangan diganggu. Biarkan saya mengawasi kesehatannya.”
“Sebenarnya di mana bapak sekarang? Pulang ke Wonosobo?”
“Maaf, saya tidak berani mengatakannya, karena bapak bilang tidak ingin diganggu.”
“Baiklah Mas, saya mohon dikabari tentang perkembangannya. Saat ini saya sendiri juga sakit.”
“Kamu sakit?”
“Kemarin periksa ke dokter, saya diperiksa macam-macam, katanya ada perdarahan otak.”
“Kamu?” dokter Dian berteriak.
“Katanya sih tidak parah. Mungkin harus dioperasi.”
“Saya akan menghubungi lagi nanti, kalau mungkin saya akan datang ke rumah. Sebentar, ada pasien nih. Nanti saya hubungi lagi.”
Ketika pembicaraan selesai, Emmi masih saja termenung. Bukan karena sakitnya sendiri, tapi karena keinginan ayah Guntur yang memilih pulang.
Bahkan ketika pulang dari dokter, dan sang dokter menyarankan untuk dioperasi, Emmi masih tidak memikirkan dirinya sendiri, tapi memikirkan sang ayah yang entah sekarang berada di mana.
***
Malam hari itu ketika sudah setengah tidur, Emmi terkejut karena merasa ada yang memeluknya. Ketika ia membuka mata, ternyata sang ibu berbaring di sampingnya.
“Ibu?” Emmi membuka matanya.
“Maafkan ibu,” kata Kinanti lirih.
“Mengapa Ibu harus minta maaf? Emmi tidak mengerti.”
“Ketika kamu terjatuh saat masih kecil, ibu tidak memperhatikannya. Sekarang kamu baru merasakannya.”
“Ibu, mengapa berpikir sejauh itu? Emmi tidak merasa bahwa itu kesalahan Ibu. Penyakit bisa datang kapan saja bukan?”
“Ibu tidak ingin kalian sakit, menderita, atau apapun yang membuat kalian sedih.”
“Tapi Emmi tidak sedih. Dokter mengatakan bahwa sakit Emmi tidak parah.”
“Tapi kamu sering merasa pusing.”
“Tidak apa-apa. Emmi masih bisa melakukan banyak hal. Emmi tidak takut seandainya harus dioperasi.”
“Tapi ibu takut.”
“Ibu, jangan begitu. Emmi akan sembuh.”
“Ibu ini sangat ringkih, rapuh. Sudah banyak penderitaan yang ibu rasakan. Ibu hanya ingin hidup tenang di hari tua ibu.”
“Tentu saja. Bukankah ibu memiliki keluarga bahagia? Suami yang mencintai, anak-anak yang menyayangi, apa lagi yang kurang dari kehidupan kita?”
“Tapi kenapa kamu tiba-tiba sakit?”
Emmi mengusap air mata yang meleleh dipipi sang ibu, lalu memeluknya erat.
“Emmi tidak akan apa-apa. Emmi kuat dan tidak takut menghadapi apapun, jadi ibu juga tidak boleh khawatir.”
Ketika tiba-tiba pintu kamar Emmi terbuka, Emmi melepaskan rangkulannya.
“Ternyata Ibu di sini?” tanya Ardi.
Kinanti bangkit, lalu beranjak turun.
“Bapak mencari aku?”
“Iyalah, tiba-tiba kamu menghilang. Aku kira ke dapur mengambil minum atau apa, ternyata ada di sini. Kamu habis menangis?”
“Ibu memikirkan sakitnya Emmi,” kata Emmi sambil tersenyum.
“Ibu ini kenapa, kan dokter bilang bahwa operasi itu tidak berbahaya. Emmi saja tidak takut,” kata Ardi sambil merangkul istrinya dan diajaknya keluar dari kamar.
Emmi terharu atas perhatian ibunya.
“Sebenarnya ibuku sangat rapuh,” bisiknya penuh haru, lalu kembali membaringkan tubuhnya.
***
Reihan sedang bersiap mau berangkat ke sekolah, ketika tiba-tiba Wanda menghentikannya.
“Rei, kamu tahu bahwa ayahmu sudah pulang kemarin pagi?”
“Bapak sudah pulang?”
“Iya, siangnya ibu ke sana, bapakmu sudah tidak ada.”
“Kok bapak tidak bilang apa-apa ketika Reihan ke sana?”
“Kamu punya nomor kontak ayahmu?”
“Ada.”
“Ibu minta dong.”
Klakson mobil bertalu-talu terdengar, rupanya Wahyu sudah menunggu Reihan untuk diantar ke sekolah.
Reihan bergegas ke arah depan.
“Rei, nomor kontaknya dulu.
“Nanti Reihan kirimkan sambil jalan.”
Wanda senang ketika sudah mendapatkan nomor bekas suaminya. Ia segera memutar dan menelponnya dengan sebuah harapan yang menggebu-gebu.
Ia juga senang ketika panggilannya diterima, tapi begitu dia menyapa’hallo’, ponsel itu segera dimatikan. Wanda mencobanya lagi, tapi benar-benar ponselnya sudah tak bisa tersambung lagi.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah Ada Makna 25 sdh tayang.
ReplyDeleteTerimakasih Bu Tien, semoga Bu Tien sehat dan tetap ADUHAI.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteSami2 mas Kakek
Matur suwun Bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteAlhamdulilah, maturnuwun bu Tien " Ada Makna 25" sampun tayang, Semoga bu Tien sekeluarga sll sehat, bahagia dan dlm lindungan Allah SWT aamiin yra 🤲🤲
ReplyDeleteSalam hangat dan aduhai aduhai bun 🩷🩷
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteSami2 ibu Sri
Aduhai 2x
Alhamdulillaah Ada Makna 25 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga sehat selalu
Aamiin Yaa Robbal' Aalaamiin🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteSami2 ibu Ting
Matur nuwun mbak Tien-ku Ada Makna sudah tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien❤️🌹🌹🌹🌹🌹
Sami2 ibu Susi
DeleteMakasih mbak Tien
ReplyDeleteSami2 mas Bambang
DeleteAlhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " ADA MAKNA 25 "
ReplyDelete🌷🌹 🙏🙏🙏Semoga Bunda selalu sehat wal afiat 🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteSami2 pak Herry
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda tien
Semoga sehat walafiat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteSami2 ibu Endah
🌸💞🌸💞🌸💞🌸💞
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏 💝
Cerbung ADA MAKNA_25
sudah tayang
Matur nuwun sanget.
Semoga Bu Tien & kelg
sehat terus, banyak berkah
& dlm lindungan Allah SWT.
Aamiin.Salam seroja🌹🦋
🌸💞🌸💞🌸💞🌸💞
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteSami2 ibu Sari
Aduhai
Matur nwn bu Tien, salam sehat dari mBantul
ReplyDeleteSami2 pak Bam's
DeleteSalam hangat dari Solo
Alhamdullilah AM25 sdh tayang.terima kasih bundaqu..slmt mlm dan slmt istrhat..🙏🥰❤️🌹
ReplyDeleteSami2 ibu Farida
DeleteSelamat malam juga
Matur nuwun, Bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anikb
DeleteAlhamdulillah ADA MAKNA~25 telah hadir.. maturnuwun.Bu Tien 🙏
ReplyDeleteSemoga Bu Tien tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
Aamiin YRA 🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteSami2 pak Djodhi
Wah, saya kok jadi bingung ya...disebutkan bahwa orang tua murid teman2 Reihan tidak bisa membezuk karena tidak tahu Reihan dirawat di mana...tapi lalu dikatakan bahwa teman2 Reihan sudah menjenguknya, kan seharusnya mereka bisa memberitahu orang tuanya?🤔😁
ReplyDeleteBtw, terima kasih ibu Tien...salam sehat selalu ya...🙏🏻🙏🏻🙏🏻😀
Yang ketemu Wanda kan wali murid tempat Wanda mengajar, yang membezoek teman Reihan.
DeleteJadi lain sekolah, tidak ada hubungan.
Ibu Nana, sudah dijawab pak Latief
DeleteMatur nuwun bu Nana. Matur nuwun pak Latief
Matur nuwun bunda Tien...🙏🙏
ReplyDeleteSehat selalu kagem bunda..
🤲🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteSami2 ibu Padma Sari
Terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien selalu sehat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteSami2 ibu Salamah
Alhamdulillah, ADA MAKNA (AM),25 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteSami2 ibu Uchu
Alhamdulillah... Sehat selalu mbakyu
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteSami2 jeng
Sehat selalu
Haruskah kasihan dengan nasib Wanda yg pernah beruntung? Matur nuwun Bunda Tien Kumalasari, sugeng dalu sugeng istirahat
ReplyDeleteSami2 ibu Mundjiati
DeleteAlhamdulillah..... teeima kasih Bu Tien semoga sehat selalu.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteSami2 ibu Yati
Apa jenis penyakit gila Wanda itu?...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Hihii.
DeleteSetengah gila..
Terima kasih Mas MERa
Hangat
ReplyDelete
ReplyDeleteAlhamdullilah
Matur nuwun bu Tien
Cerbung *ADA
MAKNA 25* sdh hadir...
Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
Aamiin...
ReplyDeleteAlhamdullilah
Matur nuwun bu Tien
Cerbung *ADA
MAKNA 25* sdh hadir...
Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
Aamiin...