ADA MAKNA 24
(Tien Kumalasari)
Reihan menundukkan kepalanya. Sesungguhnya alangkah sungkan dia mengucapkan kata-kata meminta kepada sang ayah, mengingat keadaannya yang pastinya masih membutuhkan banyak kebutuhan saat menderita sakit. Tapi dia tak punya jalan lain. Ibunya sakit, katanya tak bisa mengambil uang sementara kakaknya di luar kota dan tidak bisa dihubungi. Padahal uang itu harus dibayarkannya besok pagi.
Dokter Dian yang merasa tak enak segera mohon pamit dengan alasan ada pasien yang harus ditangani.
“Reihan, mengapa kamu tampak sedih?” tanya Guntur.
“Pak, saya mohon maaf. Sebenarnya saya tidak ingin mengganggu Bapak, tapi_”
“Kamu tidak mengganggu. Bapak senang kamu mau berbagi tentang kesulitan kamu. Bukankah bapak sudah berjanji akan membantu kamu, dan karenanya bapak menyuruh kamu membuka rekening untuk kamu sendiri? Nanti akan bapak transfer ke rekening kamu, dan besok pagi kamu sudah akan bisa mengambilnya untuk keperluan sekolahmu.”
“Terima kasih banyak Pak, nanti kalau Reihan punya uang, pasti uang Bapak akan Rei ganti.”
Guntur tersenyum senang, tapi ia juga merasa geli mendengar perkataan anak laki-lakinya.
“Rei, apa ada orang tua menghutangkan uang kepada anaknya? Pakai saja uang itu, kalau ada sisa, mudah-mudahan cukup untuk membantu membayar biaya kuliah kamu. Tolong catatkan nomor rekening kamu. Kamu punya kertas?”
Reihan tersenyum haru. Ia mengambil secarik kertas dari dalam tas sekolahnya, lalu menuliskan nomor rekeningnya, kemudian meraih tangan sang ayah untuk diciumnya berkali-kali.
“Mas Wahyu sudah berjanji, kalau dia sudah bekerja, dia akan membiayai kuliah Rei.”
“Anak baik semuanya. Senang bapak mendengarnya. Sekarang kamu pulanglah, sudah malam.”
Reihan mengangguk, lalu sekali lagi mencium tangan sang ayah. Tapi kemudian sang ayah merengkuh tubuhnya dalam pelukan yang hangat dan erat.
“Jadilah dokter seperti keinginan kamu. Bapak akan berdoa untuk kamu.”
“Terima kasih, Pak,” katanya sambil matanya mencari cari. Ia tak melihat Emmi sejak tadi.
“Mbak Emmi mana?”
“Sudah pulang,” jawab Guntur singkat.
“Sudah pulang? Bapak sama siapa?”
“Bapak kan bukan anak kecil, sendiri tidak apa-apa. Lagipula bapak sudah sembuh, dan kakakmu juga harus kuliah.”
Ketika Reihan kemudian meninggalkannya, Guntur mengusap matanya yang basah. Entah mengapa, di awal malam itu dia merasa bahagia. Ada sesuatu yang bisa dilakukannya. Dengan tangannya.
Guntur segera meraih ponselnya, lalu mentransfer hampir seluruh tabungannya ke rekening Reihan.
“Masih ada uang pensiun aku bulan ini yang bisa aku pergunakan. Aku bahagia Reihan memintanya, dan aku bisa memberikannya. Akhirnya aku merasa punya makna,” bisiknya perlahan setelah ia berhasil mentransfer uangnya.
***
Ardi pulang ke rumah agak terlambat, karena banyak antrian ketika ia ingin memeriksakan Emmi.
“Kok lama Pak? Mampir-mampir? Atau beli obat sekalian?” tanya Kinanti.
“Obat akan dikirim dari apotek. Hari ini, baik di tempat praktek dokternya, maupun di apotek, pasien berjubel.”
“Udara sedang tidak enak, banyak orang sakit,” kata Kinanti.
“Benar.”
“Apa kata dokter?”
“Dokter baru memeriksa sekilas, tapi ia tampaknya mencurigai sesuatu. Apa Emmi pernah terjatuh? Maksudnya jatuh sampai kepalanya terbentur sesuatu?”
”Terjatuh?”
Kinanti tampak mengingat-ingat.
“Terjatuh, pernah. Waktu ketemu anak Zaki di pemakaman itu, Emmi bilang jatuh. Tapi kepalanya tidak apa-apa. Lututnya yang terluka. Ya kan Em?” tanyanya kemudian kepada Emmi.
“Iya, kepala Emmi tidak terbentur apapun. Lutut Emmi, yang terluka.”
“Mudah-mudahan bukan sesuatu yang serius,” kata Ardi.
Ketika Emmi sudah beranjak ke kamarnya, Kinanti tiba-tiba teringat sesuatu.
“Iya, Emmi pernah terjatuh, tapi waktu itu Emmi masih kecil. Umur berapa ya ketika itu, empat atau lima tahunan kurang lebih. Ia terjatuh dari kursi ketika mau mengambil album di atas almari.”
“Kepalanya terbentur lantai, atau apa?”
“Iya, waktu itu kepalanya sampai benjol. Tapi kemudian dia baik-baik saja.”
“Apa itu penyebab dia sering pusing ya?”
“Kata dokternya apa?”
“Dia cuma bilang kalau mencurigai sesuatu. Tapi dia memberi surat agar besok Emmi diperiksa lagi.”
“Besok ke sana lagi?”
“Ke rumah sakit. Emmi harus menjalani citiscan.
“Ya ampun, apakah penyakit Emmi berbahaya?”
“Tidak, jangan takut, kan baru akan diperiksa.”
”Jangan-jangan ada … ah tidak, semoga semuanya baik-baik saja,” gumam Kinanti.
“Kalau ada sesuatu, dokter pasti akan menangani dengan baik.”
Pembicaraan itu terhenti ketika terdengar bel tamu berdering.
“Sepertinya obatnya sudah dikirim,” kata Ardi yang segera beranjak ke arah depan.
“Kok cepet, katanya apotek juga rame.”
“Karena obat paten, bukan racikan," kata Ardi sambil menjauh.
***
Wanda masih tiduran di kamarnya, ketika Reihan datang.
“Kenapa baru pulang? Katanya hanya ke rumah teman?” tanyanya.
“Tadi mampir ke rumah sakit.”
“Ngomong apa saja?”
“Hanya cerita-cerita ringan.”
“Gadis reseh itu ada juga?”
“Gadis reseh itu siapa?”
“Itu … saudara tiri kamu.”
“O, mbak Emmi? Mengapa ibu mengatakannya reseh? Dia sangat baik pada Reihan.”
“Jadi kamu sempat ngobrol juga sama dia?”
“Mbak Emmi sudah pulang.”
“Jadi ayahmu sendirian?”
“Iya.”
“Kalau begitu besok ibu mau ke sana. Kalau ada dia, ogah. Tapi kalau ibu sudah tidak pusing lagi.”
“Ibu sakit apa? Kenapa tidak ke dokter?”
“Ibu hanya banyak pikiran. Kesal juga, kakakmu ngomelin ibu terus menerus gara-gara aku pergi ke rumah Tia.”
“Salah ibu sendiri, pergi ke sana tanpa bilang sama mas Wahyu.”
“Kalau bilang ya pasti ibu dihalangi.”
“Ya sudah, Rei ke kamar dulu, belum mandi juga,” katanya sambil keluar dari kamar ibunya. Ia tak menceritakan tentang uang yang diberi ayahnya. Ia khawatir sang ibu akan marah-marah seperti ketika pertama kali menerima uang yang diberikan Emmi ketika ia mau dioperasi.
***
Malam itu, Suryawan memanggil Tia untuk diajaknya bicara. Ketika Wanda datang ke rumah, kemudian Wahyu juga menemuinya, ia belum pernah mengatakannya pada Tia. Tapi sekarang ia ingin mengatakannya. Ada perasaan bersalah karena pembicaraan itu kan ada hubungannya dengan Tia. Bagaimana kalau ternyata Tia juga menyukai Wahyu? Ia harus menghalanginya.
“Ada apa nih, tumben Bapak ngajakin bicara di kamar?”
“Bapak lupa memberi tahu kamu.”
“Tentang apa?”
“Tentang kedatangan bu Wanda ke rumah ini.”
“Bu Wanda, datang kemari? Mau apa dia? Berkali-kali menelpon Tia, tapi TIa hanya mengangkatnya sekali, itupun hanya sebentar. Setelahnya Tia tidak pernah mengangkatnya. Apa saja yang dia bicarakan?”
“Bicara sok akrab, dan merasa bahwa dia dan bapak ini sudah siap berbesan.”
“Maksudnya?”
“Dia merasa yakin bahwa kamu dan Wahyu memang berjodoh.”
“Lalu Bapak menjawab apa?”
“Apa kamu suka pada dia? Maksud bapak … Wahyu.”
“Tidak … entahlah, Tia juga kurang suka pada ibunya. Sudah kelihatan perangainya kurang bagus.”
“Benar. Ketika itu bapak bilang bahwa kamu sudah punya calon.”
“Ah, Bapak nih …” kata Tia sambil tersenyum.
“Asal saja. Soalnya bapak bingung mengatakan alasannya untuk menolak.”
“Ya sudah, tidak apa-apa Pak.”
“Tapi dua hari setelahnya, Wahyu juga datang kemari.”
“Wahyu? Mengapa? Berkali-kali menelpon Tia juga tidak pernah menerimanya.”
“Tadinya bapak mengira dia akan nekat ingin mendekati kamu, tapi ternyata tidak. Dia hanya minta maaf atas kedatangan ibunya kemari. Dia mengatakan bahwa dia tidak tahu kalau ibunya datang kemari.”
“Oh, jadi Wahyu tidak tahu kalau ibunya datang kemari?”
“Kelihatannya dia kesal pada ibunya. Dia juga mengatakan tidak ingin membicarakan masalah jodoh.”
“Syukurlah.”
“Anak itu sesungguhnya baik. Sikapnya berbeda dengan ibunya.”
“Iya, Tia tahu.”
“Apa kamu suka pada dia?”
“Bapak gimana sih, kan Tia sudah menjawab, tadi.”
“Dia bilang sudah lulus, dan sedang mencari pekerjaan.”
“Syukurlah,” lalu Tia ingat bahwa dirinya pernah berjanji pada Wahyu untuk mencarikan pekerjaan untuknya.
“Baiklah, bapak senang kalau kamu tidak menanggapi perasaannya. Kelakuan orang tuanya pasti akan berpengaruh pada hubungan kalian.”
Tia mengagguk. Ia tahu kalau Wahyu sebenarnya baik. Tapi untuk melanjutkan hubungan, rupanya ia harus berpikir beribu-ribu kali.
Cintakah Tia kepadanya? Entahlah, waktu yang akan berbicara. Dan banyak yang harus menjadi pertimbangan seandainya itu benar.
***
Emmi sudah selesai minum obat yang diberikan dokter, kemudian ingin segera beristirahat, ketika tiba-tiba ponselnya berdering. Dari dokter Dian. Nomor dokter Dian diberikan ayahnya sebelum dia pulang. Tampaknya sang ayah sangat berharap agar ia bisa berkenalan lebih dekat dengan dokter muda itu.
“Selamat malam, Emmi.”
“Selamat malam, Dokter.”
“Mengapa memanggilku dokter? Mulai sekarang panggil saja namaku, jangan ditambah embel-embel dokter.”
“Bukankah itu benar?”
“Tolong jangan begitu. Aku tidak sedang menjadi dokter, jadi panggil aku Dian. Kamu tidak lupa bahwa itu namaku bukan?”
“Baiklah, pak Dian.”
“Yah, apa aku sudah terlalu tua sehingga kamu memanggilku pak Dian?” tanya dokter Dian, terkekeh.
“Gimana dong.”
“Dian saja, atau mas, itu lebih enak di dengar.”
“Baiklah, Mas. Ada apa?”
“Hanya ingin menanyakan keadaan kamu.”
“Baik-baik saja.”
“Syukurlah. Aku terkejut ketika tadi datang ke ruang dokter Guntur dan tidak melihat kamu ada di sana.”
“Saya sudah pulang. Bapak yang menyuruh. Entah mengapa bapak mengusir saya,” kata Emmi sedih.
“Bapak tidak mengusir kamu. Menurut aku, hanya karena mengingat bahwa kamu harus kuliah, jadi memintanya untuk pulang.”
“Iya,” hanya itu jawaban Emmi.
”Bagaimana keadaan bapak?” lanjutnya.
“Baik, tadi sore waktu aku sedang di sana, adik kamu datang.”
“Reihan?”
“Iya. Tapi entah mereka bicara apa, aku langsung pamit. Nggak enak saja, kalau barangkali mereka akan bicara serius.”
“Reihan sangat perhatian pada bapak. Saya senang. Dia anak yang baik.”
“Dokter Guntur sudah menceritakan semuanya.”
“Oh ya?”
“Saya bisa mengerti semuanya, dan saya menghormati apa yang dilakukannya,” kata dokter Dian, hati-hati.
“Ada baiknya dokter mengerti, siapa tahu penyakit bapak ada hubungannya dengan perjalanan hidupnya.”
“Kamu benar, aku akan sekuat tenaga membantu. Hanya saja kelihatannya dokter Guntur ingin bisa segera pulang.”
“Apakah sekiranya keadaan kesehatannya memungkinkan untuk bisa bilang seperti keinginannya?”
“Sebenarnya aku ingin mencegahnya. Semoga bisa.”
Mereka berbincang agak lama, dan Emmi merasa senang, dokter Dian tampaknya serius dengan keinginannya. Jatuh cinta, belum sih, tapi apa susah mencintai dokter pintar muda dan tampan seperti dokter Dian? Entahlah, terkadang cinta bukan tergantung pada wajah rupawan. Cinta akan datang semaunya, dan pergi juga semaunya. Ketika meletakkan kembali ponselnya di meja, Emmi masih tersenyum-senyum.
***
Reihan senang ketika ia bisa membayar keperluan sekolahnya di hari itu. Tapi ia terkejut melihat sisa saldonya yang begitu banyak.
“Rupanya bapak memberi uang sangat banyak untuk aku. Pantas saja bapak bilang kalau ada sisa gunakanlah untuk membantu biaya kuliahku. Aku harus bertemu bapak lagi, kalau tidak nanti ya besok,” gumam Reihan. Tapi lagi-lagi Reihan tak ingin mengatakan tentang uang itu pada ibunya. Ia hanya mengatakan pada Wahyu, ketika pulang pada sore harinya.
“Ya sudah, bersyukurlah karena sudah punya modal untuk biaya kuliah nanti. Aku pasti akan membantu,” kata Wahyu senang.
“Bagaimana dengan hasil wawancaranya?”
“Tampaknya baik, tapi nanti mas akan ditelpon. Doakan ya.”
“Ya, pasti aku doakan.”
***
Pagi hari itu Wanda sudah berdandan. Ia harus pergi ke rumah sakit untuk menemui Guntur. Ia yakin sikap Guntur yang seperti acuh tak acuh ketika dia datang, disebabkan karena adanya Emmi. Sekarang Emmi sudah tidak ada, akan lebih mudah baginya untuk bicara. Bagaimanapun Guntur tidak pernah dilupakannya.
Melangkah ke rumah sakit dengan dandanan yang apik, Wanda langsung menuju ke ruang rawat inap Guntur. Ia bersyukur perawat jaga tidak menghalanginya masuk.
“Sudah jelas dulu yang membuat aku tidak diijinkan masuk itu adalah gadis jahat itu. Buktinya sekarang aku bisa melenggang sampai ke depan pintu dan tidak ada yang menghalanginya.
Tapi ketika ia akan membuka pintu, seorang petugas menyapanya.
“Ibu mencari siapa?”
“Dokter Guntur, bukankah ini ruangannya? Apa ada yang menghalangi aku masuk?”
“Tapi maaf Bu, dokter Guntur sudah pulang.”
“Apa? Pulang bagaimana?”
“Tidak dirawat di sini lagi.”
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah.....
ReplyDeleteWalau masih suasana lebaran kedua tetap tayang.
Matur nuwun Bu Tien..... Sugeng Riyadi.....
Sami2 mas Kakek
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Ada Makna sudah tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah....maturnuwun Bunda. Taqobbalallohu minna waminkum.
ReplyDeleteSami2 ibu Tutus
Delete🕌🤝🕌🤝🕌🤝🕌🤝
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏 💞
Cerbung ADA MAKNA_24
sudah tayang di
Hari Lebaran ke 2.
Matur nuwun sanget Bu.
Selamat Idul Fitri 1446 H
Mohon maaf lahir
dan bathin 🙏
Semoga Bu Tien & kelg
sehat terus, banyak berkah
& dlm lindungan Allah SWT.
Aamiin.Salam seroja🌹🦋
🕌🤝🕌🤝🕌🤝🕌🤝
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMaaf lahir batin juga ibu Sari
Hahaha...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Sami2 Mas MERa
DeleteAlhamdulillah, ADA MAKNA (AM),24 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Uchu
Alhamdulilah, maturnuwun bu Tien " Ada Makna 24" sampun tayang, Semoga bu Tien sekeluarga sll sehat, Selamat Hari Raya Idul Fitri 1446 H. Mohon maaf lahir dan batin ya bu 🤲🤲
ReplyDeleteSalam hangat dan aduhai aduhai bun 🩷🩷
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMaaf lahir batin juga ibu Sri
Aduhai 2x
Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Yati
Alhamdulillah sudah tayang
ReplyDeleteTerima kasih bunda
Semoga sehat bahagia bersama keluarga tercinta
Salam aduhai hai hai
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endah
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAlhamdulillah akhirnya yg ditunggu tayang juga.
ReplyDeleteMatur nwn bu Tien salam sehat selalu dari mBantul
Sami2 pak Bam's
DeleteSalam hangat dari Solo
Rupanya Guntur ingin bersembunyi dari orang" masa lalunya. Semua dianggap melecehkan mungkin. Mentang mentang orang punya duit.
ReplyDeleteAda satu yang masuk ke dalam hati, Reihan. Hanya Reihan yang dia suka, anaknya yang pernah ditinggal ketika baru lahir.
Nah, ini jenis tulisan yang temanya tidak biasa. Perlu pengetahuan yang luas untuk memahami watak bermacam-macam manusia.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
Terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien selalu sehat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Wah, jadi ikut deg-degan waktu Guntur mentransfer hampir seluruh tabungannya ke Reihan, untung dia tidak cerita ke ibunya...bisa-bisa nanti diminta dengan alasan titip sampai dewasa...gawat!😰
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien...sudah melanjutkan cerita walaupun masih dalam suasana Lebaran yang pasti sibuk sekali. Semoga sehat2, bu..🙏🏻
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMaaf lahir batin ibu Nana
Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " ADA MAKNA 24 " mohon maaf lahir bathin,selamat berLebaran dengan Amancu
ReplyDelete🌷🌹 🙏🙏🙏Semoga Bunda selalu sehat wal afiat 🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMaaf lahir batin jugapak Herry
Terima ksih bundaqu Ada Makna24 nya..Selamat hari Raya Idul Fitri mphon maaf lahir batin y bund..slm rindu dan sehat sll unk bunda sekeluarga🙏🥰🌹❤️
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMaaf lahir batin ibu Farida
Alhamdulillaah " Ada Makna-24" sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bagagia selalu.
Aamiin
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ting
Terima kasih bu Tien Kumalasari ... Ada Makna ke 24 sdh tayang ...
ReplyDeleteSelamat Hari Raya Idul Fitri , Mohon Maaf Lahir Bathin ... Semoga bu Tien n kelrg happy dan sehat selalu ... Aamiin YRA .
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMaaf lahir batin ibu Enny
Alhamdulillah sudah tayang kembali... Terimakasi bu tien.. Sugeng riyadi.. Taqobalallahu minna wa minkum.. Aamiin 🤲
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMaaf lahir batin ibu KH UNAYN
Matur nuwun, Bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah ADA MAKNA~24 telah hadir.. maturnuwun Bu Tien 🙏
ReplyDeleteSelamat Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin.🙏
ReplyDeleteAlhamdullilah
Matur nuwun bu Tien
Cerbung *ADA
MAKNA 24* sdh hadir...
Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Selamat hari raya Idul Fitri 1446 H
Mohon maaf lahir b atin
Alhamdulillaah
ReplyDeleteGuntur merasa Ada makna juga kedatangan Reihan ke RS .
Matur nuwun Bu Tien, salam sehat wal'afiat semua ya 🙏🤗🥰💖
Bunda...
ReplyDelete