Saturday, March 15, 2025

ADA MAKNA 11

 ADA MAKNA  11

(Tien Kumalasari)

 

Emmi tak ingin berhenti, ia akan melanjutkan langkahnya tapi Wahyu mengulang panggilannya.

“Emmi!”

Lalu terdengar langkah-langkah mendekat.

“Kamu ingin bertemu aku bukan? Mengapa pergi? Itu ibuku dan … temanku,” katanya.

“Aku tidak mau mengganggu. Hanya akan mengatakan sesuatu, nanti aku kirim WA saja.”

“Tidak, katakan sekarang saja. Aku kangen sama kamu,” kata Wahyu sambil menampakkan senyuman manis. Bukan main, ada wanitanya yang lain, tapi masih merayu yang satunya lagi? Wahyu benar-benar mewarisi watak almarhum ayahnya? Bahkan yang sedang terbaring bertutupkan nisan, tak jauh dari tempatnya berdiri.

“Wahyu, aku hanya ingin mengatakan, jangan menghubungiku lagi.”

“Mengapa? Kamu cemburu melihatku bersama dia? Dia hanya teman,” katanya berbisik sambil mengulaskan senyum yang penuh pesona.

Emmi memalingkan wajahnya. Entah mengapa ia tak suka Wahyu mengatakan kata-kata manis. Benarkah karena dirinya cemburu? Tidak, sejak sang ibu melarangnya, Emmi tak lagi ingin melanjutkan niatnya.

“Emmi, apa kamu cemburu?”

“Tidak.”

“Mengapa melarangku menghubungi kamu? Terkadang aku tak tahan memendam kangenku lhoh.”

“Jangan lagi. Ibuku melarangku.”

“Ibumu melarang aku menelpon kamu?”

“Wahyu, apa yang kamu lakukan? Calon istri kamu pasti akan bertanya-tanya, siapa perempuan ini sehingga kamu susah-susah mengejarnya,” tiba-tiba Wanda menyusul dengan mengucapkan kata-kata menyakitkan.

“Wahyu, biarkan aku pergi, kepalaku mendadak terasa pusing sekali,” kata Tia sambil membalikkan tubuhnya, keluar dari area pemakaman dengan langkah setengah berlari.

“Emmi!”

Tapi Emmi tetap melangkah.

“Ada apa kamu ini, Wahyu?” tegur Wanda dengan wajah marah.

“Dia teman Wahyu.”

“Tapi sikapmu aneh. Dia itu siapa?” tanya Wanda sambil menarik tangan Wahyu untuk kembali ke depan makam Zaki.

Tia tampak diam saja, sambil meletakkan keranjang bunga di tanah, lalu memisahkan kelopak-kelopak mawar dari tangkainya.

“Temanmu?” hanya itu yang dikatakan Tia, tanpa menatap ke arah Wahyu.

“Ya, temanku. Rumahnya di kota ini, masih kuliah juga.”

“Siapa dia sebenarnya? Bagaimana kamu mengenalnya?” kali ini yang bertanya adalah sang ibu.

“Ibunya seorang dokter gigi, ayahnya pengusaha,” katanya sambil membantu Tia memetik kelopak bunga.

Tia mengangkat wajahnya. Ia pernah mendengar kata-kata itu dari Feri, adiknya. Ibunya seorang dokter gigi, dan ayahnya pengusaha? Apakah dia bersaudara dengan Emma temannya Feri? Tia jadi ingat, tadi Wahyu memanggil namanya dengan nama Emmi, dan teman Feri adalah Emma. Apakah ibunya yang dokter gigi adalah ….

“Kinanti?” kata itu terlepas begitu saja dari bibir Tia, membuat Wahyu dan juga Wanda terkejut.

“Tia, kamu mengenalnya?” tanya Wanda sambil menatap Tia lekat-lekat.

“Dia punya adik bernama Emma?” tanyanya sambil menatap Wahyu.

“Sepertinya ya. Emmi pernah bercerita tentang adiknya yang masih SMA.”

“Jadi dia anak Kinanti?” kali ini Wanda berteriak.

“Ibu kenapa sih?” tegur Wahyu.

“Tia, dari mana kamu mengenal keluarga perempuan itu?”

“Adik saya, Feri, teman sekolah Emma.”

Tia ingin mengatakan bahwa ayahnya pernah hampir memperistri Kinanti, tapi diurungkannya.

“Ingatkan adik kamu Tia, jangan dekat-dekat dengan Emma. Dia dari keluarga yang tidak benar,” kata Wanda kepada Tia.

“Dan kamu, Wahyu, jangan berhubungan dengan dia, walau kamu mengatakan hanya teman,” katanya sambil memandang tajam Wahyu.

“Kenapa?”

“Kinanti itu perempuan jahat. Dia teman ibu sejak SMA. Mentang-mentang dia cantik, suka merebut pacar orang,” geram Wanda, dengan ungkapan bohong.

“Benarkah?”

“Tentu saja benar. Ibu bercerai dengan ayah Reihan juga karena dia,” lanjutnya.

“Apa?” pekik Wahyu.

“Itu benar. Kalau tidak ada dia, suami ibu pasti masih ada di samping ibu.”

“Tapi kan Kinanti punya suami? Pengusaha itu?” sergah Wahyu.

“Ya itulah. Perempuan kalau jahat. Dia sudah memisahkan ibu dari ayah Reihan, tapi dia menikah dengan laki-laki lain, yang lebih ganteng, lebih kaya. Ayah Reihan  itu juga bekas suami Kinanti.”

Tia menatap dengan bingung. Bukankah Kinanti wanita yang digilai ayahnya sehingga sampai sekarang ayahnya tak mau lagi mencari istri sepeninggal ibunya?

"Jadi Kinanti itu tukang menggoda laki-laki? Dulu ia memikat ayahnya ketika ayahnya masih kaya. Dan ayahnya juga ganteng kan?"

“Tia, mengapa kamu melamun? Ayo kita lanjutkan berdoa untuk ayah Wahyu, jangan memikirkan wanita itu lagi. Jelas-jelas darah perempuan nggak jelas, untuk apa dipikirkan?”

Tia tersenyum, lalu menyerahkan keranjang bunga kepada Wahyu.

Mereka berdoa, kemudian menaburkan bunga ke atas nisan.

Sambil menaburkan bunga, Wahyu masih berpikir tentang Emmi dan ibunya yang bernama Kinanti. Benarkah ayah Reihan juga bekas suami Kinanti? Apakah kalau begitu Emmi adalah anak dokter Guntur, ayah Reihan? Sangat rumit.

“Wahyu, jangan sambil melamun. Bunganya ditaburkan, jangan hanya digenggam saja,” tegur Wanda yang melihat Wahyu seperti sedang melamun.

***

Emmi pulang dengan perasaan kesal. Wajah ibunya Wahyu sangat menakutkan walau terlihat cantik. Tak kelihatan ramah, malah memperkenalkan calon istri Wahyu? Ya ampun, sudah punya calon istri tapi masih suka merayu dia, menelpon, mengirimkan pesan, mengatakan kangen. Sungguh memuakkan.

Ia masuk ke kamar, lalu mengambil ponselnya, dan memblokir nama Wahyu. Selesai. Dia tak akan mengganggu lagi, dan Emmi berjanji akan benar-benar melupakannya, bukan hanya karena dilarang oleh ibunya. Setelah membersihkan diri, Emmi membaringkan tubuhnya di ranjang, tak seperti biasanya yang langsung ke dapur dan melihat-lihat, apa yang dimasak bibik hari ini. Emmi merasa kepalanya pusing. Entah mengapa akhir-akhir ini ia sering merasa pusing.

“Emmi, kamu ternyata sudah pulang?” tiba-tiba Kinanti memasuki kamarnya.

“Iya. Ternyata Ibu juga sudah pulang.”

“Ini sudah waktunya ibu pulang bukan? Tumben kamu tiduran? Capek ya? Ingat, besok mau pergi bersama bapak kan?”

“Iya, hanya sedikit pusing,” katanya sambil bangkit, lalu mengikuti ibunya keluar dari kamar.

“Setelah makan istirahat saja dulu, supaya besok ketika bepergian pusingnya sudah hilang.”

“Masak apa Bibik hari ini?” tanya Emmi.

“Hanya ca kangkung, sama bandeng presto, Non.”

“Ada sambalnya tidak?”

“Ada Non, setiap hari harus ada sambal kan?”

“Wajahmu agak pucat,” kata Kinanti setelah mulai makan.

“Masa sih Bu?”

“Iya, menurut Ibu. Sangat pusing ya?”

“Tidak begitu. Mungkin karena udara sangat panas.”

“Tapi besok kamu mau pergi ke daerah yang udaranya dingin. Sering hujan di sana.”

“Iya, kabarnya begitu.”

“Jangan lupa bawa baju hangat.”

Emmi mengangguk. Ia ingin mengatakan tentang Wahyu yang ditemuinya di pemakaman itu, tapi diurungkannya. Ibunya tak perlu tahu tentang sikapnya sekarang terhadap Wahyu. Toh dia sudah benar-benar tak ingin berhubungan dengan Wahyu. Untunglah perasaan suka yang semula ada belum berubah menjadi cinta, sehingga ia pasti akan mudah bisa melupakannya.

“Kamu masih sering berhubungan dengan Wahyu?” Emmi terkejut. Ibunya justru menanyakannya.

“Tidak. Wahyu sudah punya calon istri.”

“Syukurlah. Kelak kalau kuliah kamu sudah selesai, akan ibu carikan kamu suami yang baik.”

Emmi tertawa.

“Jaman sekarang masih harus orang tua yang mencarikan jodoh? Itu jaman kuno Bu.”

“Tidak apa-apa. Siapa tahu anaknya cocok dengan pilihan orang tua.”

“Ada-ada saja. Emmi belum ingin memikirkannya.”

Kinanti tersenyum senang.

***

Sementara itu Tia terus menanyakan hubungan Wahyu dengan Emmi, yang dengan tegas Wahyu menjawabnya, bahwa tidak ada apa-apa antara Emmi dan dirinya. Wahyu sebenarnya terkejut mendengar cerita ibunya tentang ibunya Emmi. Benarkah ibunya perempuan jahat? Benarkah ibunya penyebab ayah Guntur bercerai dengan sang ibu?

Hari itu Wanda memang mengajak Wahyu untuk ziarah ke makam ayahnya. Tapi sebenarnya bukan itu maksud yang sebenarnya. Ia ingin mengenal dekat keluarga Tia, yang menurutnya adalah gadis yang pantas untuk anaknya, kelak.

Tentu saja mereka mampir ke rumah keluarga Suryawan, dan sempat berkenalan sebelum berangkat ke makam. Ia merasa senang karena keluarga Tia adalah keluarga baik-baik, berbeda dengan keluarga Kinanti yang dianggapnya bermasalah.

“Tia, ibu sangat senang melihat keluargamu yang sangat bahagia. Ibu berharap, pada suatu hari nanti, kita benar-benar menjadi sebuah keluarga,” kata Wanda dalam sebuah acara makan siang setelah pulang dari makam.

“Ibu doakan saja ya Bu, karena konon jodoh itu ada di tangan Allah.”

“Walau itu benar, sebagai manusia kita juga harus berusaha. Ya kan? Seperti hubungan Tia dan Wahyu ini, harus selalu dipupuk, agar rasa cinta kalian menjadi semakin subur. Begitu kan?”

Tia dan Wahyu hanya mengiyakan, sambil menggangguk dan tersenyum. Walau begitu pemikiran tentang Kinanti masih membayangi benak mereka, antara rasa percaya dan tidak. Terutama bagi Tia, yang sudah pernah mengenal Kinanti sejak masih belum remaja.

***

Malam itu, tak tahan memendam beribu tanya dalam hati, Tia nekat menanyakan masalah Kinanti kepada sang ayah, membuat sang ayah merasa heran.

“Mengapa tiba-tiba kamu menanyakannya? Kamu bertemu dia dan berbicara dengannya?”

“Tidak. Ada berita kurang enak tentang wanita bernama Kinanti itu.”

“Berita kurang enak?” tanya Suryawan heran.

“Ketika berkenalan dengan Bapak, bukankah Kinanti adalah seorang janda?”

“Ya, tapi sudahlah, bapak tak ingin membicarakannya.”

“Bukan apa-apa Pak, hanya saja kalau ada berita yang menyudutkan Kinanti, Tia terusik ingin mengetahui kebenarannya.”

“Mengapa memangnya? Dia tidak ada hubungannya dengan kita kan?”

“Benar. Tia hanya ingin tahu, apakah Kinanti menyukai Bapak waktu itu, karena Bapak masih kaya?”

“Apa? Tentu saja tidak. Susah payah bapak mendekati dia, jadi bukan karena dia tergila-gila sama bapak.”

“Bapak suka karena dia cantik? Beritanya adalah karena Kinanti suka merebut suami orang, atau pacar orang.”

“Kinanti justru dikhianati suaminya, karena terbujuk rayuan seorang janda bernama Wanda,” jawab Suryawan dengan wajah sendu. Teringat kembali akan cintanya yang kandas, demi memenuhi permintaan anak-anaknya yang menolak adanya ibu tiri di dalam keluarga.

“Apa?” Tia terkejut. Bukankah Wanda adalah ibunya Wahyu? Bagaimana ini, mengapa cerita menjadi berputar balik seperti ini?

“Mengapa kamu seperti terkejut?”

“Beritanya bukan seperti itu.”

“Tadinya bapak hanya kasihan. Waktu bapak mengenalnya, Kinanti adalah wanita yang sedang menderita karena suaminya berkhianat. Salah besar kalau dia suka merebut suami orang, Dia wanita baik-baik dan terhormat. Wanita bernama Wanda itulah yang merebut suaminya … heii… Wanda? Bukankah ibu temanmu yang datang kemari tadi bernama Wanda? Kamu mendengar tentang Kinanti dari dia?” rupanya Suryawan baru teringat pada tamunya siang itu, ibunya Wahyu.

Tia mengangguk. Ia juga baru mengerti.

“Yang jahat itu dia. Ya Tuhan. Bagaimana kamu bisa berkenalan dengan anak itu?”

“Kami dulu sekampus.”

“Pikirkanlah lagi kalau kamu ingin melanjutkan hubungan ke arah yang lebih serius.”

***

Pagi hari itu Ardi mengajak ketiga anak gadisnya pergi menemui Guntur yang gagal diajaknya datang kerumahnya.

Emmi dan Emma tampak begitu tegang di sepanjang perjalanan. Hanya Nuri yang tampak cerewet. Ia begitu gembira dan menganggap perjalanan ini seperti jalan-jalan di hari libur.

“Sayang sekali ibu tidak ikut ya Pak? Kalau ada ibu pasti semakin seru.”

“Ibu sedang ada acara. Itu sebabnya tidak bisa ikut bersama kita.”

“Masih jauhkah tempatnya Pak?” tanya Emma.

“Kita sudah memasuki kota, tinggal mencari nama kampungnya.”

“Apa nama kampungnya sih?” tanya Nuri ikut-ikutan.

“Nama kampungnya Kapencar. Bapak masih harus mencari-cari nih, agak lupa soalnya.”

“Waduh, bisa kesasar dong Pak.”

“Lebih baik bertanya Pak, dari pada kesasar,” kata Emmi.

Dan akhirnya mereka bisa menemukan desa yang dimaksud. Tentu saja dengan tanpa melewati daerah yang kemarin terputus.

“Sepi sekali.”

“Rumahnya di depan situ, sudah dekat. Bapak sudah ingat sekarang.”

Emmi dan Emma semakin berdebar. Sebentar lagi ketemu ayah kandungnya? Seperti apa sekarang wajah ayahnya? Masihkah seperti yang mereka lihat di album kuno itu? Tentu saja tidak, waktu itu ayahnya masih sangat muda. Berpuluh tahun lewat, masa masih seperti dulu?

Disebuah rumah kecil Ardi menghentikan mobilnya.

“Di sini?”

“Kok nggak ada tulisan dokter?”

“Pintunya tertutup rapat. Pasti sedang tidur.”

“Betul, jam segini saatnya orang tidur.”

“Emmi sama Emma turunlah dan ketuk pintunya, bapak menunggu di sini,” kata Ardi.

Emma menarik tangan kakaknya, diajaknya turun. Keduanya melangkah perlahan mendekati rumah, kemudian mengetuk pintunya pelan.

Tapi berkali-kali mengetuk, tak ada jawaban. Mengetuk sambil berteriak, juga tak ada jawaban.

Tiba-tiba seseorang melintas.

“Mau periksa Mbak?”

Emma dan Emmi menoleh ke arah datangnya suara.

“Mau periksa? Pak dokter kan sakit. Dirawat di rumah sakit, sudah dua hari ini,”

***

Besok lagi ya.

49 comments:

  1. 🎋🪴🎋🪴🎋🪴🎋🪴
    Alhamdulillah 🙏💝
    Cerbung ADA MAKNA 11
    sudah tayang.
    Matur nuwun Bu, doaku
    semoga Bu Tien & kelg
    selalu sehat, bahagia
    & dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin.Salam aduhai 🦋😍
    🎋🪴🎋🪴🎋🪴🎋🪴

    ReplyDelete
    Replies
    1. Gemeezh bangets sm Wanda... Udah tua gak nyadar aja, kelakuan masih minus aja... Kelakuan anaknya 11-12 pula... Buah jatuhnya gak jauh2 dr pohonnya. Semoga kena batunya, sehingga sadar akan perbuatannya... 😁
      Matur nuwun Bu Tien, selalu bikin penasaran, menanti trs kelanjutannya... Sehat2 nggih Bu...

      Delete
    2. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Sari
      Salam gemeesss

      Delete
  2. Alhamdulillah yg dirunggu Cerbung Adma sudah tayang...
    Matur nwn bu Tien, salam sehat selalu 🤲

    ReplyDelete
  3. Alhamdulilah, maturnuwun bu Tien " Ada Makna 11 " sampun tayang, Semoga bu Tien sekeluarga sll sehat, selamat berbuka puasa dan selamat menjalankan ibadah Teraweh. aamiin yra 🤲🤲
    Salam hangat dan aduhai aduhai bun 🩷🩷

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  5. Matur nuwun mbak Tien-ku Ada Makna sudah tayang

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah ADA MAKNA~11 telah hadir.. maturnuwun.Bu Tien 🙏
    Semoga Bu Tien tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
    Aamiin YRA 🤲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Djodhi

      Delete
  7. Terimakasih bunda Tien semoga bunda Tien selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Salamah

      Delete
  8. Alhamdulillah sudah tayang
    Terima kasih bunda Tien
    Semoga sehat walafiat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Endah

      Delete

  9. Alhamdullilah
    Matur nuwun bu Tien
    Cerbung *ADA
    MAKNA 11* sdh hadir...
    Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " ADA MAKNA 11 "
    🌷🌹 🙏🙏🙏Semoga Bunda selalu sehat wal afiat 🤲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Herry

      Delete
  11. Kojur tenan Wahyu. Maunya dapat dua malah luput semua. Mudah mudahan tidak mata gelap saja.
    Kalau Guntur sakit apa karena kedatangan Ardi ya. Pasti terpikir masa lalu yang suram.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Latief

      Delete
  12. Kata "kuna" sudah berubah jadi "kuno". Terimakasih Mbak Tien.
    Guntur sakit karena dijenguk Ardi yang datang tanpa sengaja menorehkan luka baru di atas luka lamanya. Padahal luka lama itu sudah berusaha dia sembuhkan dengan menjauhkan diri ke Balikpapan. Masih belum sembuh benar kembali ke Jawa meskipun dengan mengajukan pensiun dini. Sekarang luka lama itu berdarah lagi, atau mungkin sudah bernanah...
    Aduh Ardi..
    Ardi ini memang orangnya konyol luar dalam...
    Terimakasih Mbak Tien....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sami2 Mas MERa
      Senang bacanya. Terima kasih banyak prof.

      Delete
  13. Matur nuwun ada makna episode 11 sampun tayang salam seroja inggih dari Cibubur? JakTim

    ReplyDelete
  14. Terima kasih Bu Tien, Ada Makna 11 sdh dihadirkan. Ternyata rame malam ini sebagai mana sinyalemen jeng Sari dan Kung Latief, Wanda dan Wahyu setali tiga uang... Salam SEROJA Bu Tien...

    ReplyDelete
  15. Terimaksih bundaku AM 11 nya..slmt mlm dan slmt malming bersama kel tercinta..slm seroja dan aduhai unk bunda sekel🙏🥰🌹❤️

    ReplyDelete
  16. Tersentuhkah rasa kebapakan Guntur ketika melihat kedua buah hatinya menjenguk dg rasa rindu yg menggebu? Akankah jd pengobat sakit Guntur? Atau malah sakitnya jd makin parah krn rasa bersalah yg berkepanjangan krn godaan sesaat dimasa lampau. Trmksh mb Tien Adma sll ditunggu Senin lusa. Slmt menjlnkan tarawih stlh berbuka puasa td. Slm aduhai selalu...

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah, ADA MAKNA (AM),11 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.

    ReplyDelete
  18. Hatur nuhun Bu Tien semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien.
    Selamat menjalankan ibadah puasa Romadhon 1446 H

    ReplyDelete
  20. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    Matur nuwun pak Wedeye

    ReplyDelete
  21. Terima kasih, ibu. Ceritanya semakin seru. Wah, Wanda belum berubah rupanya, padahal udah tua.

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillaah,, matur nuwun Bu Tien sehat wal'afiat semua ya 🤗🥰💖

    Waduh Wanda kamu msh jd racun ,, untungnya pak Suryawan menceritakan ttg Kinanti ke Tia ttg Wanda, seruuu 👍👍👍

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 27

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  27 (Tien Kumalasari)   Saraswati terbelalak menatap bocah kecil yang merangkul leher Adisoma erat. Mata be...