ADA MAKNA 09
(Tien Kumalasari)
Ardi menepuk jidatnya sendiri kuat-kuat. Lalu bagaimana caranya menuju rumah Guntur? Ia tidak tahu jalan. Kalau muter, muter ke mana?
Ia mencoba menelpon Guntur, tapi tidak tersambung. Cuaca buruk membuat tidak adanya sinyal. Lalu ia turun dan bertanya kepada salah satu orang yang sedang berada di sana.
“Pak, saya mau ke arah sana, maksud saya perempatan setelah jembatan itu, belok kanan, harus lewat mana ya?”
“Wah, harus muter Pak, tapi satu-satunya jalan muter juga ditutup. Lebih jauh, dan ada tanah longsor.”
“Jadi bagaimana ya?”
“Muternya lewat kota Pak. Bapak balik dulu, lalu masuk ke kota, baru kembali kemari menuju ke arah situ. Sangat jauh, tapi hanya itu satu-satunya jalan.”
Ardi mengeluh.
“Tadinya aku juga mau ke kota, tapi gara-gara kasus bu Simah, jadi nggak karuan nih acaranya. Hanya saja ada untungnya sih, tanpa diduga bisa ketemu Guntur. Tapi sekarang ini terjebak di sini. Malah jadi bingung.”
Ardi kembali masuk ke mobil, dan memutarnya ke arah awal.
“Agak jauh, tahu begitu tadi setelah mengantar bu Simah langsung ke kota. Tapi ya siapa tahu kalau ada kejadian seperti ini,” gumamnya sambil terus menjalankan mobilnya.
Ardi sudah memasuki kota, gerimis masih membasah. Ia harus menuju ke mana?
“Eh, mana ya nama daerahnya? Kok tadi nggak nanya sekalian?”
Ardi merasa pusing. Urusan pekerjaan jadi beralih ke urusan mencari teman sambil menyusuri jalan tak jelas.
Tiba-tiba ponselnya berdering. Dari Kinanti.
“Assalamu’alaikum,” jawab Ardi.
“Wa’alaikumussalam. Bapak sudah sampai?”
“Sudah sampai kota Wonosobo, belum menuju kantornya.”
“Ada telpon dari anak buah Bapak, katanya menelpon Bapak tidak bisa nyambung. Mereka menunggu di kantor.”
“Iya, cuaca buruk. Aku sedang ada urusan lain nih.”
“Bapak bagaimana sih? Urusan lain apa?”
“Ketemu Guntur.”
“Apa?”
“Ceritanya panjang. Karena mengantarkan seorang wanita jatuh di jalan, lalu minta di antar ke dokter langganan, ternyata dokternya Guntur.”
“Ya ampun, kebetulan sekali. Bapak katakan tentang Emmi dan Emma?”
“Belum sempat omong-omong. Sambil menunggu pasien lain, supaya bisa ngomong jelas, aku antarkan wanita itu pulang dulu. Ketika aku mau balik ke rumah Guntur lagi, jalan terputus. Maksudku ada jembatan yang harus aku lewati, putus. Ini lagi mencari jalan yang bisa nyambung ke sana.”
“Belum ketemu juga? Ini sudah malam.”
“Belum, ada jalan lain yang lebih dekat, di sana ada tanah longsor.”
“Waduh.”
“Katanya harus balik ke kota dulu. Tapi tadi seperti melihat nama dusunnya, kok lupa. Salahnya aku karena panik, juga lupa menanyakannya pada orang-orang di sana.”
“Bisa telpon Guntur kan?”
“Tidak ada sinyal. Ini baru mau mencoba lagi. Hujan deras di sepanjang perjalanan, tapi sebenarnya sekarang sudah tidak.”
“Bapak ketemu anak buah Bapak saja dulu, barangkali mereka bisa memberi petunjuk.”
“O iya, kamu benar. Tapi sebenarnya pengin buru-buru ketemu Guntur sih. Hal yang tidak terduga, aku jadi bingung mana yang akan aku tangani. Tapi baiklah, aku ke kantor dulu. Pembicaraan yang lebih penting akan dibahas besok pagi. Tapi yang jelas aku harus mendapat informasi tentang rumah Guntur dulu.”
“Hati-hati, Pak, ini sudah malam.”
“Baiklah, jangan katakan apa-apa dulu pada Emmi dan Emma tentang Guntur, sebelum aku benar-benar bisa menemuinya.”
Ardi mengakhiri pembicaraan itu, lalu beralih untuk menghubungi Guntur. Tapi lagi-lagi tidak bisa tersambung.
Ardi mengeluh, kemudian memilih untuk menemui anak buahnya terlebih dulu.
***
Beruntungnya Ardi, ternyata ada anak buahnya yang mengenal dokter Guntur. Setelah selesai berbincang dan berjanji untuk ketemuan besok, anak buahnya yang bernama Salim bersedia mengantarkannya ke rumah Guntur.
Rapat akan diadakan setelah kembali, atau besok paginya.
Malamnya, Ardi beristirahat di penginapan, dan merasa sangat lelah.
Pagi harinya Salim sudah menunggunya pagi-pagi sekali. Ardi yang memang sudah biasa bangun pagi, sudah bersiap untuk pergi. Dia mencoba menelpon Guntur, tapi tidak berhasil juga. Nomor yang dituju tidak dikenal.
“Mungkin nomor kontaknya telah berubah, jadi tak bisa terhubung bukan hanya karena sinyal buruk, tapi karena nomornya sudah berganti. Benar-benar sial. Hanya untuk bertemu teman saja susah sekali. Sudah bertemupun tidak sempat bicara. Ada saja halangannya,” keluh Ardi sebelum berangkat.
“Kita langsung ke rumahnya saja Pak. Dokter Guntur terkenal di daerah sini. Banyak orang mengenalnya,” kata Salim.
“Ya Pak, terima kasih banyak.”
***
Memang agak jauh untuk menuju ke rumah Guntur. Sampai di tempat, sudah agak siang, karena mereka berhenti untuk makan pagi juga.
Sesampainya ditempat yang dituju, Ardi merasa lega. Tapi pintu rumah Guntur tertutup rapat. Salim baru ingat, kalau pagi Guntur membantu praktek di rumah sakit terdekat.
“Maaf Pak, saya lupa. Kalau pagi dokter Guntur ada di rumah sakit.”
“Jauhkah?”
“Agak jauh sih, karena kita harus balik lagi ke sana. Kalau mau terus jalannya ditutup, kalau lewat jalan yang satunya, ada tanah longsor dan mungkin juga belum bisa dilewati.”
Ardi menghela napas berat.
“Baiklah, kita ke rumah sakit saja.”
Ardi merasa sangat lega ketika menemukan rumah sakitnya, dan mengetahui bahwa memang Guntur ada di sana.
Karena dia sudah tinggal menunggu Guntur selesai bertugas, maka ia menyuruh Salim kembali ke kantor dengan disuruhnya memesan taksi.
Rumah sakit itu tidak begitu besar, tapi pasiennya lumayan banyak. Di ruang tunggu di mana Guntur berpraktek, pasiennya tampak berderet-deret. Barangkali tidak cukup sejam untuk menunggu. Tapi Ardi tampak bersabar. Ia duduk sambil menunggu pasien habis, bersikap seperti seorang pasien.
Dering telpon yang kemudian didengarnya adalah dari istrinya yang menanyakan keberadaannya.
“Pak, Bapak ada di mana? Masih di kantor?”
“Tidak, aku di rumah sakit. Guntur praktek di sini.”
“Oh, syukurlah, sudah ketemu?”
“Belum, harus menunggu. Masih ada enam atau tujuh pasien lagi yang sedang menunggu, jadi harus bersabar.”
“Urusan kantor bagaimana?”
“Semalam baru ketemu beberapa staf. Kalau tidak bisa rapat hari ini ya besok.”
“Harus menginap lagi dong.”
“Ya, sehari saja. Memangnya kenapa? Kangen ya?” canda Ardi.
“Sudah tua, seperti anak muda saja.”
“Memangnya kenapa kalau sudah tua? Meskipun tua harus tetap saling kangen dong kalau berjauhan? Itu tandanya tetap cinta dan sayang.”
“Ada-ada saja. Di dekat Bapak ada orang yang mendengar tidak? Nggak malu sayang-sayangan di dekat orang lain?”
“Nggak apa-apa. Masa malu sih? Aku nggak punya malu.”
“Bapak.”
Ardi terkekeh. Sebenarnya ia sudah berdiri dan keluar dari ruang tunggu ketika menjawab telpon. Ia hanya ingin mengganggu istrinya.
“Ya sudah, nanti segera aku kabari kalau sudah bertemu Guntur.”
“Baiklah, hati-hati ya Pak, berita jembatan putus dan tanah longsor sudah kami dengar. Bapak harus hati-hati.”
“Iya, sayang.”
“Hiiih,” jawab Kinanti gemes.
***
Di rumah, semua anak-anaknya menanyakan tentang Ardi yang kata sang ibu baru akan pulang mungkin esok harinya.
Saat makan siang yang kebetulan bisa pulang bersama-sama, mereka membicarakannya.
“Tumben bapak perginya lama?”
“Keadaan perusahaan baru itu kenapa?”
“Hanya ada sedikit masalah. Ayahmu sedang menyelesaikannya,” kata Kinanti.
“Sampai menginap dua hari?”
“Iya, ada urusan penting juga.” jawab Kinanti.
“Bapak tak kenal lelah,” kata Nuri.
“Bapak orangnya tangguh. Sejak muda sudah ingin jadi pengusaha. Ya kan Bu?” sahut Emma.
Pembicaraan berhenti ketika ponsel Emmi berdering. Emmi melirik ponselnya, dari Wahyu. Ia melihat sang ibu menatapnya sekilas. Lalu pura-pura tak melihatnya. Emmi ingin menutup ponselnya, tapi Emma menegurnya.
"Kasihan. Kok nggak diangkat?"
Emmi berdiri menjauh lalu menjawabnya.
"Yaa.."
"Eh.. kenapa jawabnya kaku begitu? Yang manis dong," canda Wahyu.
"Maaf, kami sedang makan. Ada ibuku juga."
"Memangnya kenapa kalau ada ibumu? Kamu dilarang pacaran?"
"Kita tidak pacaran."
Wahyu tertawa. Tapi ia merasa sikap Emmi sangat berbeda.
"Ada apa denganmu?"
"Maaf ya. Kami sedang makan"
"Bukan nawarin.. malah ngusir sih?"
"Maaf ya."
Tanpa menunggu jawaban, Emmi menutup ponselnya, lalu kembali duduk bersama ibu dan adik-adiknya.
"Kok cuma sebentar?" tanya Emma yang bermaksud mengganggu kakaknya.
"Sudah cukup."
Emmi melanjutkan makan dengan perasaan tak menentu. Ia tak tahu harus melakukan apa. Separuh hatinya masih ingin berteman, tapi separuh hatinya mengingat perasaan sang ibu yang tampaknya kurang menyukai keluarga Wahyu. Entah apa penyebabnya.
"Kapan bapak pulang?" tanya Nuri tiba-tiba.
"Besok. Ibu sudah bilang besok. Kamu tadi tidak mendengarnya?" tanya Emma.
"O iya.. lupa," kata Nuri sambil nyengir.
"Bapak tidak pernah pergi lama sebelum buka cabang di Wonosobo," kata Emma.
Kinanti tersenyum. Anak-anaknya sangat mencintai Ardi karena Ardi juga penuh cinta kasih kepada mereka. Kepergian yang lebih dari sehari membuat mereka merasa ada yang kurang di hari-harinya.
Ingin sekali Kinanti mengatakan tentang pertemuan Ardi dengan Guntur, tapi diurungkannya. Pertemuan itu belum terjadi dan Ardi belum mengabarkan tentang pertemuannya, atau bahkan belum sempat bertemu karena beberapa hal.
Pasti Emmi dan Emma akan senang kalau mendengarnya. Tak apa bagi Kinanti seandainya mereka bertemu dengan ayah kandungnya karena ia percaya dirinya bahkan Ardi tidak akan kehilangan kasih sayang mereka.
***
Wanda melihat Wahyu sedang termenung di teras. Padahal biasanya ia istirahat setelah makan siang karena sore harinya ia harus bekerja di kantin seperti biasanya.
"Kamu tidak istirahat Yu?"
"Gerah, pengin cari angin dulu."
"Di kamar kan ada AC? Kurang dingin?"
"Bukan. Semilir angin lebih segar kan?"
"Kamu sedang memikirkan sesuatu? Sepertinya tadi habis menelpon lalu kamu seperti kesal, begitu?"
"Darimana ibu tahu Wahyu merasa kesal "
"Kamu melempar ponsel kamu ke atas meja. Untung tidak meluncur jatuh."
Wahyu tertawa pelan. Tak mengira sang ibu memperhatikan.
"Iya, Wahyu menelpon tapi dia sedang makan bersama keluarganya."
"Kenapa marah? Kalau dia sedang makan pastinya tidak enak menerima telpon. Siapa sih? Tia?"
"Bukan. Satunya," jawab Wahyu enteng.
"Wahyu. Kamu jangan pacaran dengan yang lain. Ibu sudah mantap punya menantu Tia. Jangan yang lain. Awas kamu !"
Wahyu terkekeh.
"Sayang kan Bu, dia cantik."
"Kurang cantik apa Tia? Apa kamu mau Tia mengetahui penyelewengan kamu, lalu dia mutusin kamu ?"
"Kan ada serepnya?" kata Wahyu sambil tertawa kemudian beranjak masuk ke dalam rumah, membuat Wanda menjadi gemas.
***
Sementara itu pasien Guntur sudah habis. Ketika ia hampir berdiri dari tempat duduknya, masuklah Ardi.
"Dokternya laris bener," canda Ardi.
"Kamu mencari aku sampai kemari?"
Ardi duduk di depan sahabatnya.
"Semalam tidak kembali?"
"Kamu kan tahu. Jembatan putus. Ada lagi halangan lain, tanah longsor. Jadi aku harus balik melalui kota, lalu bingung mencari nama kampung di mana kamu tinggal. Jadi aku ke kantor dulu. Oh ya.. aku buka cabang di kota ini."
Lalu Ardi menceritakan semuanya. Tentang Emmi dan Emma yang mencarinya.
"Besok ikutlah bersamaku. Anak-anakmu sangat merindukan kamu."
Panjang lebar Ardi bercerita tentang Emma dan Emmi. Tapi ketika Ardi mengajaknya pulang bersamanya, Guntur menolaknya.
"Kamu tidak mau? "
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah sudah tayang terima kasih Bunda Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Wiwin
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteNuwun wuk
DeleteAlhamdulilah, maturnuwun bu Tien " Ada Makna 09" sampun tayang, Semoga bu Tien sekeluarga sll sehat, selamat berbuka puasa dan selamat menjalankan ibadah Teraweh. aamiin yra 🤲🤲
ReplyDeleteSalam hangat dan aduhai aduhai bun 🩷🩷
Aamiin Yaa Robbal"alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri
Aduhai 2x
Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " ADA MAKNA 10 "
ReplyDelete🌷🌹 🙏🙏🙏Semoga Bunda selalu sehat wal afiat 🤲
"Ada makna 09"akhirnya dr Guntur ketemu.Nuwun
DeleteAamiin Yaa Robbal"alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Matur suwun Bu Tien ..ini apa gak Eps 09 ya ..🙏🙏🙏
ReplyDeleteBetul pak Indriyanto eps. 9
DeleteMatur nuwun
Alhamdulillah "Ada Makna 09" sdh hadir.
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien🙏
Sugeng ndalu, mugi Bu Tien & kelg tansah pinaringan sehat 🤲
Nyuwun ngapunten Ibu, dalu menika Eps 09
Aamiin Yaa Robbal"alamiin
DeleteMatur nuwun pak Sis.
Matur nuwun ugi koreksinipun.
Sugeng dalu
🌽🥕🌽🥕🌽🥕🌽🥕
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏💝
Cerbung ADA MAKNA 09
sudah tayang.
Matur nuwun Bu, doaku
semoga Bu Tien & kelg
selalu sehat, bahagia
& dlm lindungan Allah SWT.
Aamiin.Salam aduhai 🦋😍
🌽🥕🌽🥕🌽🥕🌽🥕
Aamiin Yaa Robbal"alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sari
Aduhai
Matur nuwun mbak Tien-ku Ada Makna sudah tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteSlmt mlm bundaku..terima ksih Ada makna ke 09 bunda...maaf y bunda seharisnya episode ke 09 bund bukan ke 10..mohon maaf koreksi y bund..slm seroja dan sayang unk bundaqu🙏🫢🌹❤️
ReplyDeleteSami2 ibu Farida
DeleteTerima kasih koreksinya
Alhamdulillaah Ada Malna- 10 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga sehat selalu.
Aamiin Yaa Robbal' Aalaamiin🤲
Aamiin Yaa Robbal"alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ting
Guntur malu lah ...
ReplyDeleteAlhamdulillah
Syukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹
Sami2 ibu Susi
Delete
ReplyDeleteAlhamdullilah
Matur nuwun bu Tien
Cerbung *ADA
MAKNA 09* sdh hadir...
Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin Yaa Robbal"alamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Mks bunda AM nya....selamat malam salam sehat jangan lupa bahagia
ReplyDeleteSami2 ibu Supriyati
DeleteSalam bahagia
Alhamdulillah ADA MAKNA~09 telah hadir.. maturnuwun.Bu Tien 🙏
ReplyDeleteSemoga Bu Tien tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
Aamiin YRA 🤲
Aamiin Yaa Robbal"alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Alhamdulillah, ADA MAKNA (AM),09 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Uchu
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda tien
Semoga sehat walafiat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endah
Halaah...mbok sudah, Guntur sudah ga perlu ditemui, susah amat perjuangan Ardi, banyak hambatan gitu kok...😅
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien...buru2 ya, bu nulisnya...typo lagi nomor episodenya. Sehat selalu...🙏🏻🙏🏻🙏🏻
Nulis di hp pas ada acara keluarga.
DeleteDemi jangan libur.😓
Maaf ya
Matur nuwun bunda Tien..🙏
ReplyDeleteSehat selalu kagem bunda..🤲🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Padma Sari
Ada Emmi?
ReplyDeleteAda Emma?
Ada Reihan?
Juga Wanda?
Rindu pd Guntur
Tp rindu siapa yg Guntur cari?
Tetap Kinantikah?
Rindu dan penyesalan yg tak berujung. Hanya bu Tien yg bisa menemukan titik temunya. Slm aduhai sll utk mb Tien sekeluarga. Aamiin.
Ada jeng Sapti
DeleteSalam rindu dari jauh
Terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien selalu sehat
Aamiin Yaa Robbal"alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Ya tak maulah ..
ReplyDeleteGuntur tak mau matanya pecah melihat Ardi dan Kinanti menjadi pasangan suami istri. Di satu sisi, Guntur rindu pada anaknya. Di lain sisi, Hati Guntur luka dan perih. Kalau seandainya Kinanti menikah dengan orang lain, hatinya tak sepedih Ardi yang sahabat dekatnya menikahi jandanya yang masih sangat ia cintai..
Terimakasih Mbak Tien...
Terima kasih Mas MERa
DeleteSalam hangat dari Solo
Ardi tak mau kehilangan makna di depan kedua anaknya. Lebih baik dia mengabdi di kota kecil ini dengan membuat makna bagi orang-orang yang membutuhkannya...
ReplyDeleteMaksudnya Guntur kan ?
DeleteIya Guntur, maaf saya salah Mbak Tien..
DeleteAlhamdulillaah, Matur nuwun Bu Tien, salam sehat wal'afiat semua ya 🤗🥰💖
ReplyDeleteMasyaa Allaah, daerah Wonosobo rawan longsor apalagi perbatasan dg Banjarnegara & Pekalongan , luar biasa, terbawa cerita Ardi dg Guntur dua sahabat yg setia, mungkin Guntur malu tdk mau pulang ketemu buah hatinya,,,...
Selamat menunaikan ibadah Ramadhan Bu Tien sekeluarga
Màaf lahir bathin 🙏😊
Sami2 ibu Ika
DeleteSelamat menunaikan ibadah Ramadhan juga