JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU 31
(Tien Kumalasari)
Wanda mencoba menelpon, tapi ponsel dimatikan. Lalu ia menelpon pak Danu, barangkali Arman sudah mendahului datang ke kantor. Tapi tidak ada. Pak Danu yang sudah ada di kantor tidak melihat ada bayangan Arman.
“Kata penjaga malam, tadi hampir tengah malam pak Arman datang untuk mengambil mobilnya. Tapi pagi ini belum kelihatan.”
“Mungkinkah dia kabur?”
“Kabur?”
“Mungkin saja. Barangkali semalam saya menakutinya dengan mengatakan perusahaan akan diaudit.”
“Gawat, barangkali dia pergi dengan pacar gelapnya.”
“Saya akan segera datang ke kantor. Kita bicara di kantor.”
“Baik, Bu.”
Wanda merasa geram. Lalu ia menyesal telah membuatnya takut semalam. Barangkali bayangan akan dibawa ke kantor polisi sudah dirasakannya. Jadi lebih baik dia kabur.
Wanda menelpon ibu Arman, tapi ponselnya juga mati. Sebelum ke kantor, Wanda mampir ke rumah ‘mertuanya’ itu, tapi sesampai di sana, rumahnya tertutup rapat. Ada bangunan seperti akan direnovasi, tapi belum selesai. Rupanya diam-diam Arman juga akan mempercantik rumah orang tuanya.
Wanda melihat seorang laki-laki yang tampaknya tukang bangunan, membawa peralatan keluar dari halaman.
“Rumah itu kosong?”
“Kosong Bu, semalam pak Arman mendatangi mandor dan mengatakan akan menghentikan renovasi rumah ini, sampai waktu yang belum tentu kapan. Katanya mereka akan pergi jauh dengan keluarganya.”
“Jadi benar-benar kabur?” gumam Wanda sambil kembali ke arah mobilnya, lalu secepatnya menuju kantor.
Ia sampai di kantor, dan melihat pak Danu sudah menunggu.
“Belum datang juga?” tanya Wanda.
“Belum Bu.”
“Saya dari rumah orang tuanya, setelah menelpon tidak diangkat. Ternyata rumahnya tertutup rapat. Rumah itu sepertinya akan direnovasi. Ada tukang bangunan yang sempat saya tanya, katanya semalam Arman sudah mendatangi mandor dan menghentikan renovasi untuk waktu yang belum ditentukan.”
“Berarti dia benar-benar kabur.”
“Segera lapor polisi Pak. Tidak bisa dibiarkan dia melepas tanggung jawab seenaknya.”
“Baiklah, serahkan saja pada saya Bu.”
Kesibukan di perusahaan itu sudah berhenti. Tiba-tiba perusahaan diaudit, dan karyawan merasa was-was. Bayangan PHK sudah di depan mata. Banyak yang sudah tahu bahwa bu Wanda sudah lelah memimpin perusahaan.
***
Bu Wita merasa heran. Beberapa hari ini Wanda sepertinya sibuk luar biasa. Ia sampai melupakan anaknya yang dititipkannya di rumahnya, dan sama sekali tidak menanyakannya. Bu Wita merasa, terjadi sesuatu di rumah tangga anaknya. Perkiraannya hanya tentang perselingkuhan Arman, karena ia melihatnya bersama wanita lain. Sama sekali tak pernah dibayangkannya tentang keadaan perusahaan yang dikelola Wanda dan Arman sedang kacau balau.
Tiba-tiba bu Wita teringat ketika suaminya menelpon dalam keadaan yang sepertinya sudah parah. Ada sekilas yang diingatnya, tapi tidak dirasakannya, yaitu ‘cerai’ yang diucapkannya dengan terbata. Apakah suaminya waktu itu shock karena melihat perselingkuhan menantunya, lalu berharap Wanda cerai dari suaminya? Ketika itu bu Wita tak begitu memperhatikan, apalagi melihat sikap Arman yang seperti sangat menyayangi istrinya. Ucapan cerai itu seperti sebuah maksud lain yang diucapkan dalam keadaan bicara tidak jelas. Apakah sekarang benar-benar kelihatan bahwa Arman selingkuh?
Tiba-tiba bu Wita juga merasa bahwa Wanda sering menutupi keburukan Arman. Sepertinya Arman sering menyakiti Wahyu tapi katanya karena Wahyu nakal dan sebagainya.
Bu Wita masih menunggu Wanda mengabarinya. Tapi berhari-hari Wanda kelihatan selalu sibuk.
Tak tahan hanya bertanya-tanya tanpa jawab, bu Wita menelpon anaknya.
“Ibu, maafkan Wanda. Wanda sangat sibuk, sehingga lupa menanyakan tentang Wahyu. Apakah Wahyu baik-baik saja?”
“Dia baik, tapi ibu sangat khawatir, tak biasanya kamu melupakan anakmu.”
“Tidak Bu, mana mungkin Wanda melupakan Wahyu. Pekerjaan di kantor sangat banyak. Wanda pulang selalu sampai malam, lalu kelelahan dan langsung tidur.”
“Apa yang terjadi sampai kamu sesibuk itu? Bagaimana dengan Arman? Dia baik-baik saja kan?”
“Besok sore Wanda menemui Ibu dan membicarakan semuanya. Sekarang biarkan Wanda menyelesaikan pekerjaan Wanda. Ini memang harus diketahui Ibu, tapi besok saja Wanda bicara.”
“Kamu baik-baik saja kan?”
“Tentu saja Wanda baik-baik saja. Ibu tidak usah khawatir. Maafkan Wanda karena membiarkan Wahyu yang tentu merepotkan Ibu.”
“Mana mungkin ibu repot karena Wahyu, ibu malah senang kalau Wahyu lebih lama bersama ibu.”
“Mungkin juga nanti Wahyu juga masih akan Wanda titipkan lagi di sini sampai beberapa hari. Atau bahkan Wanda akan ikut tidur di sini juga lhoh.”
“Benarkah?”
“Iya Bu, daripada saya bolak balik menitipkan Wahyu lalu sorenya menjemput, lebih baik Wanda tidur di sini saja sekalian, mungkin untuk beberapa hari sampai permasalahan selesai.”
“Baiklah. Tidak apa-apa.”
Bu Wita meletakkan ponselnya dan merasa sedikit lega. Tapi ada seberkas kekhawatiran tentang sesuatu, yang entah apa, dan dia baru akan mengetahuinya besok sore, ketika Wanda datang ke rumah.
“Apa ibu mau jemput Wahyu?”
“Belum Wahyu, apa Wahyu kangen sama ibu?”
“Kangen Yang.”
“Besok ibu mau kemari. Tadi bilang begitu.”
“Horeee, besok ketemu ibu,” pekiknya riang.
“Ibu juga mau tidur di sini lhoh.”
“Horeeeee.”
***
Besok sorenya, Wanda benar-benar datang ke rumah ibunya. Wajahnya tampak letih. Walau begitu matanya kembali berbinar manakala melihat anak semata wayangnya tampak begitu gembira saat bertemu dengannya.
“Wahyu kangen cama Ibu,” kata Wahyu dalam pelukan ibunya.
“Sama. Ibu juga kangen sama Wahyu.”
“Kata Eyang, Ibu juga mau tidul di cini bersama Wahyu.”
“Iya. Apa Wahyu senang?”
“Senang cekali. Tapi apa bapak juga mau tidul di cini?”
“Tidak. Hanya ibu.”
Wahyu tampak senang. Beberapa hari ini tak ada yang menjewer kupingnya.
“Sekarang Wahyu main dulu sana, ibu mau bicara sama eyang.”
Wahyu berlari ke belakang, mencari bibik yang selalu diajaknya main.
“Kamu tidak mandi dulu? Kamu tampak lusuh,” kata bu Wita sambil meletakkan coklat panas di meja.
“Nanti saja Bu, biar Wanda istirahat sambil bicara sama Ibu.”p
”Baiklah. Minumlah dulu. Kamu sudah makan?”
“Sudah tadi, di kantor.”
“Ada kesibukan apa, sampai berhari-hari selalu mengatakan sibuk dan sibuk?”
Wanda menghela napas panjang. Ia harus menata batinnya. Ia harus berkata hati-hati tentang perusahaan yang akan ditutupnya.
“Apakah menurut Ibu Wanda harus melanjutkan usaha almarhum bapak?”
“Mengapa kamu bertanya begitu? Kamu sendiri yang mau kan?”
“Tadinya Wanda mengira semuanya akan berjalan baik. Tapi rupanya Wanda tidak sepintar yang Wanda sendiri bayangkan.”
“Jadi kamu gagal mengendalikan bisnis ayahmu?”
“Bu, Wanda tidak begitu cakap. Ibu jangan kecewa ya?”
“Wanda, kamu tidak bicara secara jelas. Maksudmu kamu tidak mau lagi memegang usaha itu?”
“Wanda sudah menutupnya.”
“Menutupnya?” bu Wita tampak terkejut. Wanda khawatir ibunya akan shock dan memarahinya, atau entahlah. Pokoknya Wanda sangat khawatir.
“Bagaimana kalau kita tidak usah memiliki usaha apapun. Menjadi pengusaha tidak mudah. Wanda terlalu bodoh, sehingga perusahaan merugi dan merugi.”
“Apa yang terjadi?”
“Wanda terlalu percaya pada mas Arman. Tapi dia mengecewakan. Wanda terlambat menyadari. Semua Wanda ketahui ketika sudah sangat terlambat. Wanda lelah Bu, maafkan Wanda,” kata Wanda sambil memeluk ibunya.
Bu Wita mengelus punggung anaknya lembut. Wanda merasa lega, sang ibu tidak tampak emosi. Tidak tampak ada gejolak marah atau kecewa.
“Sejak dulu ibu sudah tahu, kamu tidak berbakat menjadi pengusaha.”
“Apakah Ibu marah?”
“Apakah ibu harus marah karena itu?”
“Pada awalnya Wanda kurang hati-hati. Lalu semuanya sudah terlambat.”
“Bagaimana dengan Arman? Dia tidak ikut mengurusnya?”
“Dia kabur, polisi belum berhasil menangkapnya.”
“Kabur?”
“Karena dia mempergunakan uang perusahaan untuk bersenang-senang. Menggadaikan perusahaan untuk sesuatu yang tidak jelas.”
“Ya Tuhan. Sejak awal ayahmu sudah mengetahuinya.”
“Bapak tahu?”
“Sepertinya sebelum meninggal, ketika menelpon ibu dengan terbata-bata, ayahmu seperti mengatakan ‘cerai’. Tapi menjadi tidak jelas, dan ibu tidak peka terhadap apa yang dikatakannya, karena ibu melihat waktu itu Arman sepertinya sangat menyayangi kamu. Rupanya dia hanya berpura-pura.”
Wanda tak perlu bercerita tentang kepura-puraan rumah tangganya. Sang ibu sudah mengetahuinya. Cerita panjang hanya akan menyakitinya. Ia biarkan sang ibu mengelus kepalanya, dan justru mengucapkan kata-kata lembut untuk menghiburnya. Ibunya lebih kuat dari yang dibayangkannya. Ia juga tak perlu menyesali apapun. Semua berjalan dengan baik.
“Tinggallah di sini terus, kebersamaan akan menguatkan kita,” katanya lagi.
Wanda mengangguk.
“Wanda akan menyelesaikan kuliah dan segera bekerja. Tidak usah jadi pengusaha ya Bu?”
Bu Wita mengangguk sambil memeluk erat putrinya.
“Lakukan yang terbaik untuk hidupmu.”
***
Hari dan tahun telah berlalu. Wanda sudah bekerja sebagai guru di sebuah SMA swasta dan menghidupi anaknya dengan penghasilannya.
Pada suatu hari Wanda mengajak Wahyu pergi ke makam Zaki. Ayah yang menyebabkan dia terlahir di dunia ini, dan menyebabkan dirinya harus menikahi orang yang salah.
Entah mengapa, lama sekali tidak mengunjungi kota yang penuh kenangan itu, membuatnya merindukannya. Kecuali itu ia ingin mengenalkan pada Wahyu, bahwa ayah yang membuatnya terlahir di dunia ini adalah Zaki.
Dengan bantuan temannya yang waktu itu ikut melayat, Wanda dengan mudah bisa menemukan makamnya.
Agak rumit ketika dia mengatakan alasan ingin ziarah ke makam Zaki. Mana mungkin dia harus mengatakan bahwa anak yang dibawanya adalah anak Zaki? Untunglah temannya hanya menganggap bahwa mereka pernah berteman, begitu saja.
***
“Jadi ayah Wahyu sudah meninggal?” tanya Wahyu yang sudah klas dua hampir klas tiga sekolah dasar, dan sekarang sedang berada di area makam, di mana makam Zaki ada disana, dan tampak terawat dengan sangat baik.
“Benar. Ayah Arman itu hanyalah ayah sambung," jawab Wanda.
Ia tak mau mengatakan bahwa Arman sedang berada di penjara untuk beberapa tahun. Kalau itu dilakukan maka pertanyaan akan menjadi panjang. Wahyu hanya tahu bahwa ia sudah berpisah.
“Karena ayah Wahyu sudah meninggal, lalu ayah Arman jadi ayahnya Wahyu?”
“Iya.”
“Bagaimana ayah Zaki ini, apa Ibu punya fotonya?”
Wanda membuka-buka ponselnya. Ketika dia menemani makan Zaki, dengan iseng Wanda memotretnya.
“Nggak ada ya?” tanya Wahyu karena Wanda lama sekali mencarinya.
“Sebentar, masih ada nggak ya? Sudah lama sekali soalnya.”
“Waktu Ibu menikah dengan ayah Zaki?”
“Oh … eh … bukan,” agak gugup Wanda, karena dia belum pernah dinikahi Zaki. Hadirnya Wahyu karena sebuah kecelakaan. Kecelakaan yang disengaja. Pedih mengingatnya.
“Nah, ini ada.”
“Kok dia sendirian?”
“Iya, sendirian. Ibu lupa foto lainnya. Sudah hilang, sudah lama sekali.”
“Ayahku gondrong ya? Tapi ganteng. Wajahnya mirip Wahyu tidak?”
“Kamu sangat mirip dia.”
“Berarti Wahyu ganteng dong.”
“Memang Wahyu ganteng,” kata Wanda sambil tersenyum.
Semua yang terjadi sebenarnya bukan pilihannya, karena Wanda sangat mengagumi Guntur, dan yang terjadi malah terbentur masalah dengan Zaki, lalu masalah lagi yang sangat menghancurkan ketika menikah dengan Arman. Semua tak ada hubungannya dengan Guntur. Tapi kemudian ia kembali teringat Guntur. Nyala api itu, kenapa tak pernah padam?
Di mana Guntur sekarang? Ia menelpon salah seorang temannya yang kebetulan rumahnya dekat dengan rumah Guntur. Tapi ia hanya menelpon. Ia tak ingin bertemu teman-temannya dengan Wahyu bersamanya. Mereka pasti bertanya-tanya, lalu bagaimana kalau nanti Wahyu nyeletuk bahwa dia anaknya Zaki?
“Kamu belum mendengar? Mereka sudah menikah.”
“Sudah menikah?”
“Begitu lulus menjadi dokter, mereka menikah. Tak lama kemudian dikaruniai seorang anak perempuan, dan saat ini kabarnya Kinanti sedang mengandung anak keduanya.”
Ada rasa nyeri di ulu hatinya ketika mendengar mereka sudah punya anak. Hampir dua pula.
Wanda tak ingin berlama-lama di sana. Ia segera mengajak Wahyu pulang ke Semarang.
***
Tak terasa bertahun-tahun telah lewat. Kinanti memang sudah menjadi dokter gigi di sebuah puskesmas, sedangkan Guntur menjadi dokter di kota yang berbeda. Mereka sudah menikah dengan penuh bahagia, dan hampir memiliki seorang anak lagi setelah anak pertamanya perempuan dan sudah berumur dua setengah tahun. Karena Guntur bertugas di kota lain, maka Kinanti meminta agar mobilnya Guntur saja yang membawa, sedangkan dia cukup memakai angkutan umum, karena lebih dekat rumah.
Mereka hanya seminggu sekali ketemu, karena Kinanti melarang suaminya pulang dan pergi setiap hari.
“Nanti kamu capek. Carilah kontrakan yang dekat dengan tempat praktek kamu.”
“Tapi kamu sedang mengandung, aku ingin selalu bisa menjagamu.”
Kinanti tersenyum bahagia, lalu memeluk sang suami dengan penuh rasa sayang.
“Ini bukan anak pertama, mengapa kamu terlalu mengkhawatirkan aku? Tidak apa-apa berjauhan, aku tidak ingin kamu capek. Ketemu seminggu sekali cukup kan, lagian perutku sudah besar begini.”
“Baiklah, nanti kalau sudah dekat saatnya kamu melahirkan saja, aku akan setiap hari pulang. Aku harus bisa menunggui anakku lahir dong, seperti anak kita yang pertama.”
Tapi lama tidak bertemu atau berada di tempat yang berjauhan, membuat orang harus punya iman lebih kuat. Godaan bisa datang dari mana-mana bukan?”
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeleteNuwun jeng Ning
Delete🍇🍉🍇🍉🍇🍉🍇🍉
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏🤩
JeBeBeeL_31 sdh hadir.
Matur nuwun Bu, doaku
semoga Bu Tien & kelg
selalu sehat & bahagia.
Aamiin.Salam seroja😍🦋
🍇🍉🍇🍉🍇🍉🍇🍉
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Sari
Alhamdulillah
ReplyDelete🍃🌹🌻💔💔🌻🌹🍃
DeleteAlhamdulillah🙏 Syukron, Bu Tien... Salam SEROJA...🤝🤝
JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU 31, sudah tayang.
Semoga Bu Tien selalu sehat dan sehat selalu. Aamiin....
🤲 🤲 🤲
🍃🌹🌻💔💔🌻🌹🍃
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun mas Kakek
Matur nuwun mbak Tien-ku Jangan Biarkan Bungaku Layu telah tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Sami2 ibu Endah Probo
DeleteMatur sembah nuwun Mbak Tien
ReplyDeleteJeBeBeeL._ 31.sudah tayang
Sehat selalu
Salam ADUHAI..dari Antapani
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Ning
ADUHAI dari Malang
Hamdallah...sampun tayang
ReplyDeleteNuwun pak Munthoni
DeleteAlhamdulillah.....mks JBBL 31 sdh tayang.....selamat malam bun salam sehat tetap semangat
ReplyDeleteSami2 ibu Supriyati
DeleteSalam sehat juga
Alhamdulillah, JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU (JBBL),31 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Uchu
Alhamdulillah JaBiBuLa 31 sdh hadir.
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien🙏
Sugeng ndalu, mugi Bu Tien & kelg tansah pinaringan sehat 🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Sis
Alhamdulillah matur suwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteAlhamdulillah JBBL~31 sudah hadir, maturnuwun bu Tien..🙏
ReplyDeleteSami2 pak Djodhi
DeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteSelamat malam bundaqu..terima ksih jbbl nya y..slmt istrhat dan slm seroja dri sukabumi🙏🥰🌹❤️
ReplyDeleteSami2 ibu Farida
DeleteSalam seroja dari Malang
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien🌷🌷🌷🌷🌷
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien🌹🌹🌹🌹🌹
Sami2 ibu Susi
DeleteAlhamdulillah, terima kasih Bunda Tien Kumalasari, selamat datang di kota Malang, semoga besok bisa bertemu , kutunggu di Kebun Kurma
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Mundjiati
Asyiiik. Pengiin
Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbungnipun 🌷🌹 🙏🙏🙏Semoga Bunda selalu sehat wal afiat 🤲
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAlhamdulillah, matursuwun Bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat selalu
Sami2 ibu Umi
DeleteSalam sehat juga
Siap jaga emosi, Guntur bakal digoda Wanda. Wah, bu guru Wanda kok begitu. Tapi baru perkiraan, karena ada tanda tanda kesana.
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
Matur nuwun mbakyu Tienkumalasari sayang sudah tayang episode teranyar meskipun jenengan lagi lanjalan ke Malang Mojokerto hehehe...memang top markotop...Salam sehat sll dan tetep semangat inggih dari Tanggamus, Lampung
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Yati
Matur nuwun mbakyu Tienkumalasari sayang, sampun tayang episode teranyar padahal jenengan berada di Malang hehehe...memang top markotop salam sehat sll dan tetep semangat inggih dari Tanggamus, Lampung
ReplyDeleteSami2 jeng Sis
DeleteSalam sehat dari Malang
Alhamdulillah, matur nuwun bunda Tien.
ReplyDeleteSalam SEROJA, selalu bahagia bersama keluarga, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ermi
Terima kasih Bunda Tien... cerbung Jangan Biarkan Bungaku 31 Layu...sampun tayang.
ReplyDeleteSehat selalu Bunda, bahagia bersama pakdhe Tom dan Amancu di Sala. Aamiin
Wanda napak tilas, mengunjungi kota nya, yang penuh kenangan manis dan pahit..he...he...
Pengen dia ngejar Guntur, tapi Guntur sdh nikah dengan Kinanti...hati nya jadi pilu. Kacian deh loe..😁😁
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Alhamdulilah, maturnuwun bu Tien JBBL 31 sampun tayang, semoga bu Tien sekeluarga sll sehat, sll bahagia dan diberikan rizki yang melimpah aamiin yra 🤲🤲
ReplyDeleteSalam hangat dan aduhai aduhai bun 🩷🩷
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri
Aduhai 2x
Akhirnya perusahaan dinyatakan pailit.
ReplyDeleteLembar baru kehidupan segera muncul, banyak yang diangankan semasa remaja yang tertunda.
Reuni, mudah mudahan terlaksana.
Biar dawai asmara menggema kembali. ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Jangan Biarkan Bungaku Layu yang ke tiga puluh satu sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya 🤗🥰💖
ReplyDeleteTernyata Kinanti dah mau 2 anaknya
Terimakasih Mbak Tien...
ReplyDelete