Saturday, December 28, 2024

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 50

 KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  50

(Tien Kumalasari)

 

Wanita itu berdiri tegak di depan pintu. Kidung yang mengalun tak lagi terdengar, tapi ia harus mengetuk pintu. Rumah mungil itu tampaknya tempat yang pantas untuk disinggahi, dalam perjalanannya dengan hati dan pikiran gelap bagai malam tanpa bintang.

Tangannya menyentuh gerendel pintu, yang tentu saja terkunci, kemudian dia mengetuknya perlahan lalu semakin keras.

“Pak Truno yang hampir saja mematikan lampu untuk kemudian pergi tidur, mengurungkan niatnya. Memang sih, hari belum begitu malam. Bagi orang perkotaan, jam delapan masih terlalu sore untuk merebahkan tubuh ke peraduan. Tapi di desa, jam segitu suasananya sudah sangat senyap.

Pak Truno heran ada yang mengetuk pintu malam-malam. Ia merasa belum ada yang tahu bahwa dirinya tinggal di tempat baru. Di rumah ‘titipan’ yang harus dijaganya.

Ia mendekat ke arah pintu, menyibakkan korden yang tersampir. Lalu ia melihat sosok seorang wanita berdiri di depan pintu. Ia merasa tidak mengenalnya.

“Siapa Pak?” mbok Truno yang belum sempat tertidur, keluar dari kamar ketika mendengar ketukan pintu. Pak Truno mengangkat bahunya, tanda tak mengerti.

“Permisi, tolonglah saya,” suara dari luar terdengar memelas.

“Coba buka Pak,” kata mbok Truno.

Pak Truno membuka pintu perlahan. Seorang wanita dengan baju kusut menatap dengan pandangan memelas.

“Tolonglah saya. Ijinkan saya masuk dulu, saya kedinginan.”

“Oh, silakan,” kata pak Truno yang merasa kasihan melihat keadaan wanita itu. Ia membawa tas besar, lalu pak Truno mempersilakan duduk.

“Saya butuh tempat untuk bernaung. Saya sedang dikejar-kejar orang jahat.”

“Ibu orang dari mana?” tanya mbok Truno yang kemudian juga duduk, mengikuti suaminya.

“Saya dari kota. Ada orang jahat yang mengejar-ngejar saya. Saya lari sampai ke tempat ini, tolong ijinkan saya berada di sini sementara waktu. Saya akan membayar biayanya. Tidur di lantai dengan tikar juga tak apa-apa.”

“Oh, masalah bayaran itu tidak penting. Kalau memang ibu butuh pertolongan, silakan saja menginap di sini dulu.”

“Benarkah? Terima kasih banyak ya Pak, Bu,” kata sang tamu sambil mengawasi sekeliling ruangan. Rumah yang lumayan bagus, untuk ukuran orang-orang sedesanya.

Mbok Truno membuatkan minuman hangat, yang kemudian disuguhkan kepada tamunya itu.

“Silakan diminum. Apa ibu sudah makan?”

“Sudah, biarlah saya minum saja, lalu saya ingin beristirahat. Adakah tikar di sini?”

“Jangan tidur di bawah, masih ada kamar kosong di situ, akan saya siapkan dulu,” kata mbok Truno yang segera pergi untuk menyiapkan kamar bagi tamunya.

“Maaf, nama Ibu siapa?” tanya pak Truno.

“Saya … nama saya … mm … orang memanggil saya bu Nunuk.”

“Apa orang yang mengejar ibu itu bermaksud merampok? Atau apa?”

“Mungkin juga, dia mengikuti saya sejak dari kota. Lalu saya sampai di tempat ini, dan melihat rumah yang berbeda dari lainnya. Kemudian saya masuk kemari.”

“Ini rumah titipan. Sebenarnya rumah anak saya. Saya ini hanya petani, istri saya jualan di pasar. Sebenarnya tidak pantas tinggal di rumah sebagus ini. Tapi bagaimana lagi, anak saya memaksa agar saya menunggui rumahnya,” kata pak Truno yang tak ingin menyebutkan nama anak dan menantunya.

Wanita yang mengaku bernama Nunuk itu mengangguk-angguk.

“Saya berterima kasih kalau diijinkan menginap di sini. Barangkali untuk beberapa hari. Tolong terimalah uang ini,” kata bu ‘Nunuk’ sambil menyerahkan uang ratusan beberapa lembar.

“Tidak Bu, jangan. Bawa saja uangnya. Kami tidak mau menerimanya. Tidak usah bayar.”

‘Bu Nunuk’ mengambil kembali uangnya, setelah uang yang disodorkannya ditolak oleh pak Truno.

“Bu, silakan kalau mau istirahat. Ini sudah malam. Di desa, jam segini semua orang sudah pada tidur,” kata mbok Truno yang kemudian mengajak tamunya memasuki sebuah kamar yang lain, yang sudah ditata rapi dengan seprei dan sarung bantal bersih, dimana Arumi menyiapkan semua keperluan untuk rumah yang ‘dititipkannya’.

“Terima kasih banyak ya Bu. Oh iya, tadi saya sudah mengatakan, nama saya Nunuk. Tapi saya belum tahu nama Ibu.”

“Suami saya pak Truno Prawiro, lha saya pastinya juga dipanggil mbok Truno. Jangan panggil saya Bu, saya kan hanya orang desa. Jadi panggil saja saya mbok Truno.”

“Baiklah.”

“Silakan istirahat Bu, ini sudah malam. Tas ibu itu ditaruh di meja sini saja ya, jangan dibawah, nanti kotor.”

“Terima kasih ya Bu.”

“Mbok Truno, gitu saja.”

“Iya, mbok Truno.”

Mbok Truno kembali ke arah depan, suaminya masih duduk di sana.

“Siapa dia Pak?” tanya mbok Truno pelan, setengah berbisik.

“Orang kota. Dia bilang, namanya bu Nunuk. Katanya sedang dikejar orang jahat. Kasihan aku. Biar saja kalau dia ingin tinggal di sini sementara,” jawab pak Truno dengan berbisik pula.

“Lha orang jahat itu maksudnya apa? Kok tidak dilaporkan polisi saja.”

“Entahlah Mbokne, dia sepertinya ketakutan. Nanti kalau hatinya sudah tenang, kita bisa bertanya lebih lanjut.”

“Bapak percaya sama orang itu?”

“Ah, hanya seorang perempuan. Kalau dia mau jahat kepada kita, apa yang bisa didapatkannya? Kita kan tidak punya apa-apa.”

“Ya sudah, kalau begitu kita istirahat saja, besok bisa kesiangan aku.”

“Tapi masalah ada orang menginap di rumah ini, kita juga harus bilang pada Arumi atau suaminya. Ini kan rumah mereka.”

“Lha caranya bagaimana?”

“Kalau mbokne mau ke pasar, tolong ketemu Yono. Kan Yono itu dulu anak buah nak Tiar. Jadi pasti bisa menghubungi nak Tiar.”

“O iya, benar. Dia kan bisa menelpon nak Tiar. Baiklah, besok aku mampir ke balai desa sebentar."

***

Bu Nunuk yang sesungguhnya adalah bu Nuke, bangun ketika hari sudah siang. Ia keluar dari kamar, dan menemukan makanan dan minuman di meja makan. Minuman itu berupa segelas kopi, lalu ada nasi dengan sayur urap dan telur rebus.

Bu Nunuk mencari ke seluruh rumah, tak ada siapapun, lalu ia ingat ketika pak Truno mengatakan, bahwa dirinya petani yang pastinya sudah pergi ke sawah, sedangkan istrinya jualan di pasar.

“Barangkali mereka sudah berangkat,” katanya sambil duduk di kursi makan, menghirup kopinya yang sudah tidak lagi panas. Pasti mereka sudah sejak pagi-pagi sekali berangkatnya.

Bu Nuke menghela napas lega. Ditempat pak Truno dia merasa aman. Pasti tidak mudah polisi menangkapnya. Pesan dari suaminya yang mengatakan bahwa dia sudah dilaporkan polisi, sudah dibacanya. Tapi ia tak menggubrisnya. Ia bahkan lari jauh ke desa, yang tanpa disadarinya malah nyasar di rumah mertua Bachtiar, alias orang tua Arumi. Celakanya, ia merasa aman di rumah itu. Ia menghirup lagi kopinya, dan menyantap nasi urap yang sebenarnya kurang disukainya, tapi dimakannya juga karena sesungguhnya dia merasa lapar.

“Syukurlah keluarga pak Truno ini sangat baik, mau menerima aku di sini, bahkan tidak mau menerima uang yang aku berikan. Entah bagaimana lagi setelah ini. Yang penting aku merasa aman lebih dulu. Atau ... Apakah sebaiknya aku lari saja ke luar negri? Kerabatku di Amerika pasti mau menerima aku kalau seandainya aku ke sana. Itu bagus, tapi harus menunggu saat yang baik dulu. Saat ini aku pasti sedang diawasi. Kebangetan papanya Luki, dia tidak mau membantuku,” gumamnya kesal.

Ia selesai makan, membawanya ke belakang, menaruh piring kosong di tempat cucian, tanpa mau mencucinya sekalian. Ia langsung mandi, dan tetap berada di rumah itu sambil menyetel televisi yang suaranya dibuatnya pelan, agar tidak menarik perhatian orang yang kebetulan lewat. Yang jelas dia sudah merasa aman.

***

Suyono kaget ketika pagi itu mbok Truno menemuinya di Balai Desa. Ia bergegas keluar, dan mengajaknya bicara di ruang tunggu.

“Ada apa Lik?”

“Yono, aku mau minta tolong kamu untuk menghubungi nak Tiar.”

“Maksudnya … pak Bachtiar?”

“Iya, kan kamu bisa menelponnya?”

“Ya, tentu saja bisa. Ada apa lik? Di suruh pulang? Oh ya, lik Truno sudah tinggal di rumah baru itu kan?”

“Iya, No. Likmu menolak, tapi nak Tiar memaksa. Katanya rumah itu dititipkan pada kami untuk dijaga. Begitu. Ya sudah, terpaksa kami tinggal di sana. Baru beberapa hari ini.”

“Senang kan tinggal di sana Lik?”

“Senang nggak senang, namanya dititipin. Ya mau bagaimana lagi.”

“Oh ya, tentang saya disuruh telpon pak Bachtiar lagi, saya harus bilang apa Lik, disuruh pulang, simboknya kangen, begitu?”

“Kamu itu No. Kangen seperti apa, namanya sudah menjadi milik orang ya tidak bisa sering-sering memintanya datang. Lagi pula Arumi sudah sekolah, dan nak Tiar kan juga harus bekerja.”

“Iya benar, Lik. Lalu saya harus bilang apa?”

“Bilang saja, kalau di rumah sedang ada tamu, gitu.”

“Di rumah baru itu? Ada tamu?”

“Ada seorang wanita yang datang malam-malam, seperti ketakutan, begitu. Katanya dia dikejar orang jahat.”

“Tadi malam? Siapa dia itu Lik? Bukan orang jahat kan?”

“Tadinya aku juga kepikiran begitu, tapi dia benar-benar ketakutan. Ketika aku berangkat ke pasar tadi, dia masih tidur, sepertinya kelelahan.”

Lalu mbok Truno mengatakan semuanya, hanya saja belum jelas orang jahat seperti apa yang mengejarnya.

“Kata likmu, biar dia tenang dulu, nanti kalau sudah tenang, ditanya lagi secara jelas. Semalam dia juga ingin membayar, tapi likmu tidak mau.”

“Namanya siapa Lik, tamunya itu? Masih muda atau sudah tua, atau setengah tua?”

“Tidak muda, tapi belum tua benar. Sebenarnya orangnya cantik kok. Dan kelihatannya orang berada. Namanya Nunuk, begitu sepertinya No.”

“Oh begitu ya Lik. Lha sekarang saja saya telpon, nanti Lik bicara sendiri sama pak Bachtiar?”

“Emoh, No. Aku nggak bisa telpon.”

“Hanya ngomong biasa, saya sambungkan.”

“Nggak mau. Kamu saja yang ngomong. Cuma bilang kalau ada tamu saja kok. Aku kan harus bilang sama yang punya rumah, kalau di rumahnya ada tamu menginap dan meminta pertolongan.”

“Baiklah. Iya Lik, saya tilpon sekarang.”

“Aku langsung pulang lho No, ini sudah belanja, mau masak. Harus masak yang berbeda, karena ada tamu.”

“Baiklah. Hati-hati Lik. Wah, sepedanya baru.”

“Ini juga barang titipan, No. Pokoknya aku tuh dipaksa-paksa supaya kalau ke pasar tidak capek jalan kaki,” kata mbok Truno sambil mengendarai sepedanya.

***

Bachtiar sedang ada di kantor ketika Yono menelponnya. Ada perasaan aneh ketika mendengar ada yang menginap di rumah mertuanya. Datang malam-malam dan ketakutan. Orangnya cantik, tidak muda tapi juga belum tua. Namanya Nunuk? Bukan Nuke? Katanya sedang dikejar penjahat? Sudah berhari-hari pak Johan selalu menelpon dan menanyakan istrinya, bahkan memintanya mengabari kalau melihatnya. Pak Johan tidak mau pusing dengan urusan istrinya yang membuatnya terbebani. Kalau memang sudah ditangani yang berwajib, mau bagaimana lagi. Dia justru ingin agar masalah segera selesai, karena kemanapun sang istri lari, pasti akan tertangkap juga. Karenanya dia meminta Bachtiar agar kalau melihatnya, segera mengabari dirinya.

“Mungkinkah itu bu Nuke yang mengaku bernama Nunuk?”

Bachtiar segera menelpon pak Johan, tapi dia juga belum merasa pasti, karenanya dia harus melihatnya sendiri. Mungkin setelah pulang kantor nanti.

Di rumah, Arumi memaksa ikut ketika Bachtiar mau menemui orang tuanya yang katanya kedatangan tamu.Tapi kemudian pak Johan menelpon lagi, dan mengatakan bahwa dia sedang dalam perjalanan untuk bersama-sama melihat ‘tamu’ mertua Bachtiar. Karena itulah Bachtiar menunggu.

***

Sore hari itu pak Truno sedang beristirahat dan duduk di ruang tengah bersama istrinya. Mereka baru saja selesai makan malam, yang dilakukan bukan pada malam hari, tapi sore menjelang malam.

Bu Nuke sedang berada di kamar. Ia enggan keluar, karena tidak ingin pak Truno atau istrinya bertanya macam-macam tentang dirinya. Ia baru saja menelpon saudaranya yang ada di luar negri, dan mereka bilang bersedia menerimanya. Besok pagi dia akan mengurus semuanya. Ia merasa lega ketika melihat paspor dan lain-lain masih ada di dalam tas yang dibawanya. Belum lama ini dia menjemput Luki dan semua surat masih berlaku. Yang lain-lain gampang, Dia masih punya uang di bank dan gampang mengambilnya.

Tiba-tiba ia mendengar suara mobil berhenti. Bukan hanya satu, lalu langkah-langkah kaki mendekat.

Wajah bu Nuke pucat pasi. Ia ingin mengunci pintu kamarnya, tapi tiba-tiba seseorang menerobos masuk. Mbok Truno mengatakan, ada yang mencarinya. Tiba-tiba bu Nuke menarik tangan mbok Truno, dan entah dari mana dapatnya, ia membawa gunting yang diacungkannya di leher mbok Truno.

Arumi yang datang kemudian menjerit melihat pemandangan itu.

***

Besok lagi ya.

70 comments:


  1. Alhamdullilah
    Matur nuwun Cerbung *KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 50* sdh hadir...
    Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah ….
    Suwun Bu Tien ….๐Ÿ‘๐Ÿ™

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah....
    JaBeTeeS eps 50 sdh hadir.
    Masih rame nich .....
    Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu dan selalu sehat ..
    Aamiin yaa Robbal'alamiin ๐Ÿคฒ

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda Tien
    Sehat walafiat nggeh

    ReplyDelete
  5. Alhamdulilah, maturnuwun bu Tien.. salam sehat dan aduhai aduhai bun... nuke nuke sudah nekat mau jadi pembunuh ...

    ReplyDelete
  6. Matur nuwun mbak Tien-ku, Ketika Bulan Tinggal Separuh sudah tayang.

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien ๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah.Maturnuwun cerbung hebat ๐ŸŒน semoga Bunda selalu sehat wal afiat ๐Ÿคฒ๐Ÿ™๐Ÿ™๐Ÿ™

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah .... maturnuwun Bu Tien. Sehat selalu

    ReplyDelete
  10. Matur nuwun bunda Tien .. makin seru

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah dah d baca... Walaupun ngancam sama Bu truno tetap akan berhasil.... Penjarakan ... Tuman!!!...

    ReplyDelete
  12. Seru..
    Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien "KBTS"nya... salam hangat dan sehat selalu

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah..matur semvah nuwun KaBeTeEs_..50.sudah hadir...semoga Mbak Tien segar2
    Salam ADUHAI dari Bandung

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun jeng Ning
      ADUHAI dari Solo

      Delete
  14. Ibu Nuke yg tdk msu menyadari kesalahannya, makin lama terjerumus makin dalam. Trima kasih bu Tien sdh membawa saya ke dunia fantasi ini.
    Salam sehat dan hangat selalu.

    ReplyDelete
  15. Terima kasih bu Tien .... K B T S ke 50 sdh tayang ... Smg bu Tien & kelrg sehat n bahagia sll ... Salam Aduhai .

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Rnny
      Afuhai deh

      Delete
  16. Alhamdulillah Bu Tien, semoga sehat selalu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Subagyo

      Delete
  17. Terima kasih Mbu Tien.. wah makin menegangkan... tak sabar menunggu part berikutnya

    ReplyDelete
  18. Terus Johan lihat akting Nuke; nah lho ketahuan tuh aksinya jadi peran antagonis, wich ini mah yang betul² penjahatnya.
    Kebayang berantakan itu keluarga sudah, rupanya dari niru aksi ibunya jadi Luki ikutan kepingin jadi sutradara, keren..
    Hallo para crigizer gimana nich, bisa jadi Johan dulu juga terpaksa nikah sama Nuke, karena terpaksa.
    ADUHAI
    Wis mbuh dongรจngรฉ ngono kuwi, Johan yรฅ selak kepingin ndang rampung urusan rekayasa sing kebacut heboh.
    Pรฅdรฅ ora trimรฅ mรชrgรฅ polahรฉ dรฉwรฉ, lha iki kriwikan dadi grojogan, nganggo sewu รฅpรฅ ora?
    Bรจn ngรฅpรฅ, yรจn nganggo sรจwu, rak dadi grojogan sรจwu, akรจh sing nonton malah kรชpรฅrรฅ menikmati yรฅ, mangsa prei dawa iki.
    Yรฅ embuh; saiki modele tiket masuk pรฅdรฅ di undakake, wow, mesthi okรจh kรชpรชksรฅ ora lรชgรฅ atinรฉ malah nambahi stress.
    Bali piknik malah nggrundel, nambahi umyeg atinรฉ..

    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien

    Ketika Bulan Tinggal Separuh yang ke lima puluh sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    ๐Ÿ™

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun mas top crigiser

      Delete
  19. Syukurlah kbts sudah tayang..

    Terima kasih Bunda Tien ...salam sehat

    ReplyDelete
  20. Martur nuwun Bu Tien, ceritanya tambah seru. Tetap sehat njih Ibu...

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah " Ketika Bulan Tinggal Separuh-50" sdh hadir
    Terima kasih Bunda, ceritanya seru dqn menegangkan.
    Semoga Bunda sehat selalu.
    Aamiin Yaa Robbal' Aalamiin

    ReplyDelete
  22. Hamdallah...cerbung Ketika Bulan Tinggal Separuh 50 telah tayang

    Terima kasihi Bunda Tien
    Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Pakdhe Tom dan Amancu di Sala. Selamat berakhir pekan nggeh Bunda Tien.

    Weleh...weleh...adegan nya kok jadi menegangkan ta ya, mirip di film..๐Ÿ˜
    Mbok Truno di jadikan tameng oleh Tante Nuke. Leher nya di acungin ujung Gunting, tentu saja ini sangat berbahaya sekali, nnt klu ada setan lewat ujung nya dapat menancap di leher nya mbok Truno... lho.

    Tapi Tiar bukan orang bodoh, dia yang punya rumah, dia tahu letak pintu rahasia, untuk masuk... melumpuhkan tante Nuke tsb.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  23. Whadhuh....bu Nuke kok gitu ya...
    Ah..paling ya cuma gitu. Tapi nantinya ya jadi orang baik, insyaf....
    Kalo gitu menurutku kurang cong...kalo bu Nuke jadi baik...insyaf..

    ReplyDelete
  24. Terima kasih Bunda Tien Kumalasari, kasihan mbok Truno ya , semoga dapat pertolongan

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien tayangan cerbungnya
    Semoga bu tien sehat² selalu

    ReplyDelete
  26. Tks bu Tien Komalasari....... Semoga bunda senantiasa sehat

    ReplyDelete
  27. Wah, makin seru nih...bakalan lebih panjang kisahnya, muncul konflik baru lagi. Menunggu bu Nunuk bertobat.๐Ÿ˜…

    Terima kasih, ibu Tien. Salam sehat.๐Ÿ™๐Ÿป

    ReplyDelete
  28. Makin seru...
    Terimakasih Mbak Tien..,

    ReplyDelete
  29. Slmt pgii bunda .terima ksih cerbungnya๐Ÿ™slmt hari minggu dan slm seroja unk bunda sekeluarga๐Ÿ™๐Ÿฅฐ๐ŸŒน

    ReplyDelete
  30. Jadi ingat Rohana,.... tp ada org yg mengacungkan ๐Ÿ—ก️ ke mbok Truno mau merampok atau apa,, seru nih

    Matur nuwun Bu Tien, salam sehat wal'afiat semua ya ๐Ÿค—๐Ÿฅฐ
    Allaah Subhaanahu wata'ala selalu melindungi, Aamiin ๐Ÿ™๐Ÿ˜Š

    ReplyDelete

JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU 16

  JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU 16 (Tien Kumalasari)   Kinanti sangat geram. Bahkan ketika mereka sudah tidak ada dalam satu sekolah karena ma...