Thursday, September 5, 2024

AKU BENCI AYAHKU 49

 AKU  BENCI AYAHKU  49

(Tien Kumalasari)

 

Pak Ratman kesal sekali kepada Rohana. Menurutnya dia tak tahu malu. Pantas saja pak Drajat tidak menyukainya. Lalu ingin sekali dia mengatakan bahwa yang beli adalah pak Drajat, tapi diurungkannya, mengingat pak Drajat pernah berpesan agar dia tidak mengatakan siapa pembeli yang sesungguhnya.

Jadi lebih baik dia menelpon sahabatnya itu, tentang keinginan Rohana.

“Apa? Wanita itu tak tahu malu, juga tak tahu diri. Tidak bisa. Katakan saja bahwa kamu membeli untuk saudara kamu dan dia tidak mengijinkan rumah itu dihuni orang lain karena ada keluarganya yang akan tinggal di sana,” katanya dengan suara keras dan berapi-api.

“Baiklah, akan aku katakan seperti keinginan Mas Drajat.”

Kemudian dia menelpon Rohana tentang penolakan itu.

“Pelit amat. Aku hanya seorang diri,” katanya tanpa malu.

“Rumah itu nantinya bukan saya yang menempati, tapi saudara saya, karena memang dia sebenarnya yang membeli rumah itu.”

“Bagaimana kalau saya batalkan saja jual beli dengan pak Ratman ini?”

“Silakan saja. Yang butuh uang adalah bu Rohana, sedangkan saudara saya tidak begitu butuh rumah karena rumahnya sudah banyak,” kata pak Ratman enteng.

“Aku kira pak Ratman yang membelinya.”

“Bukan, saya hanya perantara. Baiklah, kalau begitu batal ya? Untunglah belum jadi mengirimkan uangnya.”

Rohana termangu. Kalau dibatalkan, lalu kapan rumah itu akan laku, sementara sampai hari ini belum ada yang menanyakan atau berminat membelinya.

“Sudah ya Bu, kalau begitu batal kan? Akan saya laporkan kepada pembeli yang sesungguhnya. Terima kasih, selamat siang.”

“Eh.. tunggu … tunggu.” kata Rohana mencegah pak Ratman menutup ponselnya.

“Bagaimana Bu, waktu saya tidak banyak.”

“Baiklah, saya setuju. Tak apa Bapak menolak saya untuk tinggal di sana. Dasar pelit.”

Pak Ratman menahan senyumnya.

“Jadi bagaimana? Kita ke notaris sekarang saja. Setelah itu saya minta waktu untuk tetap tinggal, sebelum saya mendapatkan rumah yang saya inginkan.”

“Waktu untuk ibu hanya satu bulan.”

“Kok satu bulan sih, benar-benar pelit deh.”

“Maaf, itu kemauan yang punya rumah.”

“Baiklah, saya akan menunggu di notaris agar semuanya segera selesai.”

“Ada orang kepercayaan saya yang akan mengurusnya.”

Rohana menutup ponselnya dengan kesal. Ia tetap menganggap pak Ratman pelit karena tak mengijinkan dia tinggal disana, bahkan sampai dia mendapatkan rumah baru, Rohana hanya mendapat waktu satu bulan.

***

Beberapa hari setelah jual beli itu selesai, Rohana sudah mendapat rumah baru. Rumah kecil tapi bagus dan terkesan mewah. Rohana juga senang karena masih tersisa banyak uang dari penjualan rumah itu. Setelah pindahpun Rohana tak mengabari anak-anaknya. Ia tak ingin mereka mengomelinya atas apa yang dilakukannya. Rohana juga membeli mobil, dan kembali bergaya di depan teman-temannya. Kebahagiaannya adalah ketika orang-orang memujinya cantik dan gemerlap perhiasan yang dipakainya selalu mendapat pujian.

***

Boy sedang bermain di rumah. Dia senang sang ibu menungguinya setiap hari. Ibunya juga selalu memasak masakan kesukaannya.

“Boy.”

Boy menghentikan laju mobil-mobilannya. Ia menatap ibunya yang sudah berdandan cantik dan rapi.

“Ibu mau ke mana? Katanya sudah tidak akan pergi bekerja.”

“Ayo ikut, ganti pakaianmu.”

“Kita akan jalan-jalan?”

“Ya, jalan-jalan sebentar, lalu ke rumah sakit.”

“Untuk apa ke rumah sakit lagi? Bukankah Boy sudah sehat?”

"Apa kamu lupa? Bapak masih ada di rumah sakit."

Boy diam seketika. Bertemu dengan ayahnya belum bisa membuatnya senang sepenuhnya. Rasa curiga bahwa kebaikannya hanya untuk membujuknya supaya mau diajak pulang, masih memenuhi hatinya.

“Kamu tidak mau ikut? Mau di rumah sendiri? Ya sudah, ibu akan memakan es krim sendirian, jalan-jalan sendirian. Pasti menyenangkan jalan sendiri tanpa ada anak yang suka rewel dan selalu merengek minta mainan baru,” kata Monik sambil berjalan menjauh. Tapi tiba-tiba Boy mengejarnya, dan menarik tangannya.

“Ibu, aku ikut.”

“Benar?” tanya Monik sambil tersenyum.

“Iya, Boy mau ikut. Masa ibu akan meninggalkan Boy sendirian.”

“Hanya karena tak mau di rumah sendirian?”

“Mau es krim.”

“Apa lagi?” Monik menatap tajam anaknya, lalu Boy tahu apa yang harus dikatakannya.

“Melihat bapak.”

“Benar?”

Boy mengangguk. Monik menggandeng tangannya, diajaknya masuk ke kamar untuk mengganti bajunya.

Boy amat senang, karena lebih dulu sang ibu mengajaknya ke sebuah bank. Setiap kali akan belanja, ibunya selalu mengambil dulu uang ke bank. Setelah itu Boy pasti dibelikan es krim kesukaannya.

Boy ikut dan memperhatikan bagaimana sang ibu memasukkan kartu ATM lalu menekan beberapa nomor. Selalu timbul pertanyaan di dalam hatinya, bagaimana hanya dengan menekan-nekan, lalu muncul uang dari dalamnya? Boy pernah menanyakannya, tapi keterangan ibunya tak begitu dimengertinya. Akhirnya sang ibu hanya mengatakan, bahwa pada suatu hari nanti dia akan mengerti. Dan setelah itu Boy hanya memperhatikan, tak pernah menanyakannya lagi. Tapi siang hari itu ibunya tertegun lama di depan box ATM itu, di mana sang ibu telah menekan-nekan nomornya. Ada tulisan, atau angka yang dia juga belum bisa membacanya.

“Mengapa uangku jadi banyak? Ini sangat banyak, apakah ada uang orang yang nyasar ke rekeningku? Bagaimana ini?”

“Ada apa Bu?” melihat ibunya seperti orang bingung, Boy terpaksa menanyakannya.

“Ini, kok uang ibu menjadi banyak sekali. Dari mana ya?”

“Itu bagus, kita akan bisa beli lebih banyak es krim bukan?” yang dipikirkan Boy hanya es krim, sementara uang yang masuk ke rekeningnya sepuluh juta lebih. Ia selalu menghitung setiap uang yang dikeluarkan dan yang masuk, dan itu adalah gajinya ketika dia bekerja. Pemilik salon tidak mungkin keliru memberikan gajinya lagi, karena jumlah yang masuk kali ini, lebih dari pada gajinya.

“Ini bukan uang kita, kita harus mengembalikannya.”

“Kepada  siapa?”

“Entahlah, ibu mau menanyakannya.”

Ketika Monik akan menanyakannya ke petugas bank, tiba-tiba dilihatnya pak Ratman. Melihat Monik dan Boy, pak Ratman bergegas mendekat.

“Hallo, Boy. Sudah benar-benar sehat ya?”

“Mbak Kartika mana?” tanya Boy

“Oo, mbak Kartika sedang kuliah. Kakek Ratman sedang ada urusan di bank. Oh ya Monik, gaji Tomy sudah masuk?”

Monik menatap heran. Gaji Tomy sudah masuk? Mengapa pak Ratman menanyakannya pada dirinya? Mana mungkin dia membawa ATM Tomy.

Pak Ratman tertawa melihat Monik tampak kebingungan.

“Monik, kemarin kan waktunya Tomy menerima gaji. Nah, sebelum itu, Tomy mengatakan bahwa gaji dia harus dimasukkan ke rekening kamu. Kamu nggak tahu ya?”

“Apa? Jadi uang saya bertambah banyak, karena gaji mas Tomy masuk ke rekening saya?”

“Iya. Ada yang aneh? Tomy masih menyimpan nomor rekening kamu dan mencatatkannya untuk aku, lalu aku teruskan ke bagian keuangan. Syukurlah kalau sudah masuk.”

Monik terpaku di tempatnya berdiri. Ia tak mengerti, mengapa Tomy memasukkan gajinya ke rekening dirinya. Apa karena dia sedang sakit?

"Monik, aku sedang ada urusan, temuilah Tomy, mungkin dia sudah akan diperbolehkan pulang, mungkin hari ini, atau besok,” kata pak Ratman yang mencium pucuk rambut Boy, kemudian berlalu.

“Ada apa Bu.”

“Ayo segera ke rumah sakit dulu ya.”

“Ibu bilang mau mengembalikan uang orang.”

“Ternyata itu uang bapakmu.”

“Uang bapak?”

Monik memanggil taksi, tak peduli wajah Boy yang tampak merengut. Bukan apa-apa, tadi ibunya berjanji akan beli es krim dulu, mengapa sekarang ke rumah sakit dulu?

“Bu, katanya beli es krim?”

“Nanti saja belinya. Oh ya, baiklah, ada mini market di situ, beli lalu dibawa ke rumah sakit ya, nanti bisa dimakan di sana,” akhirnya Monik mengalah untuk membelikan es krim dulu untuk Boy.

***

Ketika memasuki ruangan rawat inap Tomy, dilihatnya Tomy sudah duduk di tepi ranjang. Tak ada lagi selang infus terhubung di lengannya. Ia juga kelihatan lebih segar.

Begitu melihat Boy, Tomy langsung turun, kemudian mendekati Boy dan menggendongnya.

“Kamu sudah benar-benar sehat”

“Awaaas, baju Bapak terkena es krim!” teriak Boy.

Tomy menurunkan Boy, dan melihat baju dibagian dadanya terkena cairan dingin berwarna coklat. Tomy terkekeh geli.

“Rupanya kamu membawa es krim?”

“Sebelum kemari dia merengak minta es krim dulu,” kata Monik yang kemudian menuntun Boy, dibawanya ke sofa.

“Makan es krimnya sambil duduk, ya.”

Boy menganguk. Ia membuka cup es krim yang sudah sedikit meleleh, lalu melahapnya dengan senang.

“Mengapa kamu memasukkan gaji kamu ke rekening aku?” kata Monik setelah Boy berada agak jauh dari mereka.

“Oh, ya. Maaf aku belum sempat mengatakannya sama kamu. Pak Ratman memberi tahu kamu?"

“Ya. Akan aku kembalikan ke rekening kamu ya, tapi aku tidak tahu nomornya. Aku ambil cash saja?”

“Apa maksudmu, Monik?”

“Kamu menitipkannya ke aku, karena kamu sedang sakit, kan?”

Tomy tertawa, kemudian merangkul istrinya erat-erat. Dari jauh Boy menatapnya. Tadinya ia khawatir sang ayah menyakiti ibunya, ternyata mereka berbincang sambil tertawa-tawa. Karena itu ia kembali menekuni es krimnya.

“Apakah aneh, seorang suami memberikan gajinya kepada istrinya?”

Monik masih menatapnya heran.

“Mulai sekarang, gaji aku … kamu yang menerima.”

“Apa?”

“Kita akan memulai kehidupan baru. Aku akan belajar menjadi suami yang baik.”

“Tapi … “

“Apa kamu malu punya suami seorang sopir?”

“Bukan begitu … aku ….”

“Aku ini sopir elite lho. Sopir seorang direktur, gajiku di atas rata-rata. Kamu sudah tahu kan?”

“Apa kamu serius?”

“Sangat serius.”

“Boy belum sepenuhnya bisa menerima kembalinya Mas dalam kehidupannya. Tampaknya dia masih mencurigai Mas. Dia tak mau kejadian di masa lalu terulang kembali. Dia tak mau ibunya disakiti.”

“Aku berjanji akan menjadi suami dan ayah yang baik.”

“Mas harus yakin bahwa Boy benar-benar menyukai Mas.”

“Nanti aku akan bicara pada dia. Aku tidak ingin sekarang, tapi nanti, kalau Boy sudah benar-benar menyukai ayahnya.”

Tomy kemudian menggandeng tangan Monik, diajaknya berjalan mendekati Boy, yang mulutnya belepotan es krim, bahkan es krim itu juga membasahi bajunya.

“Ya ampun Boy, itu kotak besar, tidak harus habis sekali santap,” pekik Monik sambil membersihkan mulut dan baju Boy dengan tissue.

Tomy menutupkan kotak es krim itu, lalu memasukkannya ke dalam kulkas.

“Untuk besok lagi ya,” katanya lembut.

“Bapak sudah sembuh, besok sudah boleh pulang. Boy mau menjemput bapak?” tanya Tomy.

Boy tidak menjawab, tapi menatap ibunya. Dari tatapan ibunya Boy menemukan jawaban, lalu mengangguk.

“Kalau bapak sudah boleh pulang, kita akan jalan-jalan, beli es krim lagi. Kamu suka?”

Lagi-lagi Boy mengangguk.

“Boy, jawab dengan kata-kata, jangan hanya mengangguk begitu.”

“Ya. Lalu Bapak akan mengajak Boy pulang?”

“Tidak Boy. Bapak tidak akan memaksa Boy.”

Boy menatap ayahnya yang duduk di samping ibunya sambil merangkul pundaknya. Ibunya tampak senang, dan Boy juga merasa tenang. Apakan akan seperti itu selamanya?

***

 

Hari itu Mia merengek karena lama Boy tidak datang ke rumahnya.

“Ibu kan sudah bilang, mas Boy sakit di rumah sakit.”

“Mengapa sakitnya lama?”

“Sebentar, jangan rewel dulu. Tadi, ibunya mas Boy sudah menelpon ibu, bahwa mas Boy sudah pulang dan sudah sembuh.”

“Kalau begitu suruh datang kemari dong, Bu.”

“KIta saja yang ke sana melihat keadaannya. Dia baru sembuh, masa disuruh datang kemari.”

“Horeee, ke rumah mas Boy, ayo sekarang saja.”

“Sebentar, ibu selesaikan masak dulu, lalu kita ke sana.”

“Ibu jangan masak, kelamaan.”

“Lhoh, kalau ibu nggak masak, nanti Mia makan pakai apa? Ini kurang sedikit. Menggoreng ayam, lalu selesai. Nanti mas Boy kita bawakan ayam gorengnya, dia kan suka ayam goreng?”

“Oh, iya ,,, mas Boy suka, ayuk Bu, Mia bantuin.”

“Tidak usah, nanti minyaknya muncrat, tanganmu terkena. Kamu ganti baju dulu sana, bisa nggak?”

“Bisa … bisa … “ kata Mia sambil berlari-lari riang masuk ke kamarnya.

***

Hari itu di rumah Monik banyak tamu. Ada Tomy yang baru saja dijemput Satria, ada Satria dan ada Indira.

Boy yang baru sekali itu melihat Indira, tampak malu-malu ketika Indira merangkulnya. Indira yang cerewet menarik-narik Boy diajaknya bermain boneka yang dibawanya. Semua orang tertawa melihat ulah keduanya.

“Mas Boy itu kakaknya aku. Aku itu adiknya mas Boy. Itu kata kakek.”

“Iya, aku sudah tahu,” kata Boy, sedikit kesal karena Indi tidak pernah melepaskan tangannya.

Tiba-tiba terdengar teriakan nyaring dari arah halaman.

“Mas Boy…..!”

Boy dan Indi menoleh, wajah Boy langsung berbinar. Mia adalah sahabat ketika dia kesepian saat ibunya bekerja. Tentu saja ia senang melihat kedatangannya.

Begitu mendekat, Mia langsung memeluk Boy, tapi Indi yang masih menggandeng tangan Boy langsung mendorongnya.

“Ini kakak akuuuu!” teriaknya.

***

Besok lagi ya.

 

67 comments:

  1. ☘️πŸŒ»πŸŒ·πŸŒΉπŸ…πŸŒΉπŸŒ·πŸŒ»☘️

    Alhamdulillah AaBeAy_49 sudah hadir......
    Terima kasih Bu Tien.

    Horeeee......
    Gaji Tomy mulai bulan ini masuk rekening Monik.., tanda-tandanya.......

    Salam SEROJA & TETAP ADUHAI

    ☘️πŸŒ»πŸŒ·πŸŒΉπŸ…πŸŒΉπŸŒ·πŸŒ»☘️

    ReplyDelete
  2. 🧑🍁🧑🍁🧑🍁🧑🍁
    Alhamdulillah πŸ™πŸ¦‹
    AaBeAy_49 sdh hadir.
    Manusang nggih, doaku
    semoga Bu Tien &
    kelg slalu sehat & bahagia
    lahir bathin. Aamiin.
    Salam seroja...😍🀩
    🧑🍁🧑🍁🧑🍁🧑🍁

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Terima kasih jeng Sari
      Salam Serojad

      Delete
  3. Alhamdulillah *Aku Benci Ayahku*

    episode 49 tayang

    Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
    Salam hangat dari Jogja
    Ttp semangat dan tmbh ADUHAI ADUHAI ADUHAI

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Terima kasih jeng In
      ADUHAI 3X

      Delete
  4. Alhamdulillah

    ABeAy episode 49..sudah tayang
    Matur nuwun Mbak Tien
    Salam sehat
    Salam ADUHAI..dari Bandung

    πŸ™πŸ₯°πŸ€—πŸ©·πŸŒΉπŸŒΈ

    ReplyDelete
  5. Matur nuwun mbak Tien-ku Aku Benci Ayahku telah tayang

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda Tien

    ReplyDelete
  8. Maturnuwun bu Tien salam hangat dan aduhai aduhai

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah πŸ‘πŸŒ·
    Maturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat πŸ€²πŸ™

    ReplyDelete
  10. Tomy -Monik sudah akur. Boy juga sudah tidak benci, tinggal pendekatan yang lebih intensif.
    Rohana masih suka hura" bersama gengnya. Kita tunggu saja bagaimana akhirnya.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Terima kasih pak Latief

      Delete

  11. Alhamdulillah AKU BENCI AYAHKU~49 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🀲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Terima kasih pak Djodhi

      Delete
  12. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Terima kasih ibu Salamah

      Delete

  13. Alhamdullilah
    Cerbung *Aku Benci Ayahku 49* telah. hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat bahagia bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Terima kasih pak Wedeye

      Delete
  14. Matur nuwun Bu Tien, salam sehat bahagia dari Yk.....

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien tayangan cerbungnya
    Semoga bu tien sehat² , semangat n senantiasa dlm lindungan n bimbingan Allah SWT

    ReplyDelete
  16. .Hamdallah...cerbung Aku Benci Ayahku part 49 telah tayang

    Terima kasih Bunda Tien
    Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Amancu di Sala. Aamiin

    Aku mau tapi malu...mungkin itu di benak hati nya Monik..dapat kiriman gaji nya Tomy...😁😁

    Di rumah Monik..anak nya Tomy sdh kumpul, ada Boy dan Indi. Tapi sayang Desi..membelot...☺️

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Terima kasih pak Munthoni

      Delete
  17. Terima bu Tien Kumalasari ... A B A ke 49 sdh tayang ... makin asiik ceritanya ...
    Smg bu Tien & keluarga bahagia n sehat selalu ... Semangat ... Salam Aduhai .

    ReplyDelete
  18. Wkwk...si Boy sudah jadi rebutan 2 cewek cilik ya...semoga besarnya kelak tidak jadi seperti Tomy yang playboy.πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚

    Terima kasih, ibu Tien...cerbungnya sangat menghibur. Salam sehat ya...πŸ™πŸ™πŸ™πŸ˜˜πŸ˜˜πŸ˜€

    ReplyDelete
  19. Semoga Tomy dan Monik jadi kel Samawa..
    Semoga Bu Rochana segera sadar diri


    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien.
    Salam hangat, semoga sehat dan bahagia selalu bersama keluarga dlm lindungan Ilahi πŸ’”πŸŒ·

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya πŸ€—πŸ₯°

    Bahagia nya mereka , lucunya bocil - bocil yg baru berjumpa , ada rasa cemburu yah namanya bocil ..πŸ₯°πŸ€©
    Tambah aduhaiii

    ReplyDelete
  22. Terimakasih bunda Tien, sehat selalu dan aduhaiii

    ReplyDelete
  23. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    Terima kasih ibu Sul

    ReplyDelete
  24. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    Terima kasih ibu Sul

    ReplyDelete
  25. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    Terima kasih ibu Komariyah

    ReplyDelete
  26. Ha ha ha...
    Mbak Tien memang luar biasa. Kecemburuan dalam dunia anak-anak masih bisa diceritakan dengan baik...
    Terimakasih Mbak tien...

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda Tien
    Semoga sehat walafiat
    Salam aduhai hai hai

    ReplyDelete

MASIH ADAKAH MAKNA 09

  MASIH ADAKAH MAKNA  09 (Tien Kumalasari)   Binari melotot dengan kaki gemetar. Di depannya, sang ayah memegang kotak yang telah kosong, de...