AKU BENCI AYAHKU 49
(Tien Kumalasari)
Pak Ratman kesal sekali kepada Rohana. Menurutnya dia tak tahu malu. Pantas saja pak Drajat tidak menyukainya. Lalu ingin sekali dia mengatakan bahwa yang beli adalah pak Drajat, tapi diurungkannya, mengingat pak Drajat pernah berpesan agar dia tidak mengatakan siapa pembeli yang sesungguhnya.
Jadi lebih baik dia menelpon sahabatnya itu, tentang keinginan Rohana.
“Apa? Wanita itu tak tahu malu, juga tak tahu diri. Tidak bisa. Katakan saja bahwa kamu membeli untuk saudara kamu dan dia tidak mengijinkan rumah itu dihuni orang lain karena ada keluarganya yang akan tinggal di sana,” katanya dengan suara keras dan berapi-api.
“Baiklah, akan aku katakan seperti keinginan Mas Drajat.”
Kemudian dia menelpon Rohana tentang penolakan itu.
“Pelit amat. Aku hanya seorang diri,” katanya tanpa malu.
“Rumah itu nantinya bukan saya yang menempati, tapi saudara saya, karena memang dia sebenarnya yang membeli rumah itu.”
“Bagaimana kalau saya batalkan saja jual beli dengan pak Ratman ini?”
“Silakan saja. Yang butuh uang adalah bu Rohana, sedangkan saudara saya tidak begitu butuh rumah karena rumahnya sudah banyak,” kata pak Ratman enteng.
“Aku kira pak Ratman yang membelinya.”
“Bukan, saya hanya perantara. Baiklah, kalau begitu batal ya? Untunglah belum jadi mengirimkan uangnya.”
Rohana termangu. Kalau dibatalkan, lalu kapan rumah itu akan laku, sementara sampai hari ini belum ada yang menanyakan atau berminat membelinya.
“Sudah ya Bu, kalau begitu batal kan? Akan saya laporkan kepada pembeli yang sesungguhnya. Terima kasih, selamat siang.”
“Eh.. tunggu … tunggu.” kata Rohana mencegah pak Ratman menutup ponselnya.
“Bagaimana Bu, waktu saya tidak banyak.”
“Baiklah, saya setuju. Tak apa Bapak menolak saya untuk tinggal di sana. Dasar pelit.”
Pak Ratman menahan senyumnya.
“Jadi bagaimana? Kita ke notaris sekarang saja. Setelah itu saya minta waktu untuk tetap tinggal, sebelum saya mendapatkan rumah yang saya inginkan.”
“Waktu untuk ibu hanya satu bulan.”
“Kok satu bulan sih, benar-benar pelit deh.”
“Maaf, itu kemauan yang punya rumah.”
“Baiklah, saya akan menunggu di notaris agar semuanya segera selesai.”
“Ada orang kepercayaan saya yang akan mengurusnya.”
Rohana menutup ponselnya dengan kesal. Ia tetap menganggap pak Ratman pelit karena tak mengijinkan dia tinggal disana, bahkan sampai dia mendapatkan rumah baru, Rohana hanya mendapat waktu satu bulan.
***
Beberapa hari setelah jual beli itu selesai, Rohana sudah mendapat rumah baru. Rumah kecil tapi bagus dan terkesan mewah. Rohana juga senang karena masih tersisa banyak uang dari penjualan rumah itu. Setelah pindahpun Rohana tak mengabari anak-anaknya. Ia tak ingin mereka mengomelinya atas apa yang dilakukannya. Rohana juga membeli mobil, dan kembali bergaya di depan teman-temannya. Kebahagiaannya adalah ketika orang-orang memujinya cantik dan gemerlap perhiasan yang dipakainya selalu mendapat pujian.
***
Boy sedang bermain di rumah. Dia senang sang ibu menungguinya setiap hari. Ibunya juga selalu memasak masakan kesukaannya.
“Boy.”
Boy menghentikan laju mobil-mobilannya. Ia menatap ibunya yang sudah berdandan cantik dan rapi.
“Ibu mau ke mana? Katanya sudah tidak akan pergi bekerja.”
“Ayo ikut, ganti pakaianmu.”
“Kita akan jalan-jalan?”
“Ya, jalan-jalan sebentar, lalu ke rumah sakit.”
“Untuk apa ke rumah sakit lagi? Bukankah Boy sudah sehat?”
"Apa kamu lupa? Bapak masih ada di rumah sakit."
Boy diam seketika. Bertemu dengan ayahnya belum bisa membuatnya senang sepenuhnya. Rasa curiga bahwa kebaikannya hanya untuk membujuknya supaya mau diajak pulang, masih memenuhi hatinya.
“Kamu tidak mau ikut? Mau di rumah sendiri? Ya sudah, ibu akan memakan es krim sendirian, jalan-jalan sendirian. Pasti menyenangkan jalan sendiri tanpa ada anak yang suka rewel dan selalu merengek minta mainan baru,” kata Monik sambil berjalan menjauh. Tapi tiba-tiba Boy mengejarnya, dan menarik tangannya.
“Ibu, aku ikut.”
“Benar?” tanya Monik sambil tersenyum.
“Iya, Boy mau ikut. Masa ibu akan meninggalkan Boy sendirian.”
“Hanya karena tak mau di rumah sendirian?”
“Mau es krim.”
“Apa lagi?” Monik menatap tajam anaknya, lalu Boy tahu apa yang harus dikatakannya.
“Melihat bapak.”
“Benar?”
Boy mengangguk. Monik menggandeng tangannya, diajaknya masuk ke kamar untuk mengganti bajunya.
Boy amat senang, karena lebih dulu sang ibu mengajaknya ke sebuah bank. Setiap kali akan belanja, ibunya selalu mengambil dulu uang ke bank. Setelah itu Boy pasti dibelikan es krim kesukaannya.
Boy ikut dan memperhatikan bagaimana sang ibu memasukkan kartu ATM lalu menekan beberapa nomor. Selalu timbul pertanyaan di dalam hatinya, bagaimana hanya dengan menekan-nekan, lalu muncul uang dari dalamnya? Boy pernah menanyakannya, tapi keterangan ibunya tak begitu dimengertinya. Akhirnya sang ibu hanya mengatakan, bahwa pada suatu hari nanti dia akan mengerti. Dan setelah itu Boy hanya memperhatikan, tak pernah menanyakannya lagi. Tapi siang hari itu ibunya tertegun lama di depan box ATM itu, di mana sang ibu telah menekan-nekan nomornya. Ada tulisan, atau angka yang dia juga belum bisa membacanya.
“Mengapa uangku jadi banyak? Ini sangat banyak, apakah ada uang orang yang nyasar ke rekeningku? Bagaimana ini?”
“Ada apa Bu?” melihat ibunya seperti orang bingung, Boy terpaksa menanyakannya.
“Ini, kok uang ibu menjadi banyak sekali. Dari mana ya?”
“Itu bagus, kita akan bisa beli lebih banyak es krim bukan?” yang dipikirkan Boy hanya es krim, sementara uang yang masuk ke rekeningnya sepuluh juta lebih. Ia selalu menghitung setiap uang yang dikeluarkan dan yang masuk, dan itu adalah gajinya ketika dia bekerja. Pemilik salon tidak mungkin keliru memberikan gajinya lagi, karena jumlah yang masuk kali ini, lebih dari pada gajinya.
“Ini bukan uang kita, kita harus mengembalikannya.”
“Kepada siapa?”
“Entahlah, ibu mau menanyakannya.”
Ketika Monik akan menanyakannya ke petugas bank, tiba-tiba dilihatnya pak Ratman. Melihat Monik dan Boy, pak Ratman bergegas mendekat.
“Hallo, Boy. Sudah benar-benar sehat ya?”
“Mbak Kartika mana?” tanya Boy
“Oo, mbak Kartika sedang kuliah. Kakek Ratman sedang ada urusan di bank. Oh ya Monik, gaji Tomy sudah masuk?”
Monik menatap heran. Gaji Tomy sudah masuk? Mengapa pak Ratman menanyakannya pada dirinya? Mana mungkin dia membawa ATM Tomy.
Pak Ratman tertawa melihat Monik tampak kebingungan.
“Monik, kemarin kan waktunya Tomy menerima gaji. Nah, sebelum itu, Tomy mengatakan bahwa gaji dia harus dimasukkan ke rekening kamu. Kamu nggak tahu ya?”
“Apa? Jadi uang saya bertambah banyak, karena gaji mas Tomy masuk ke rekening saya?”
“Iya. Ada yang aneh? Tomy masih menyimpan nomor rekening kamu dan mencatatkannya untuk aku, lalu aku teruskan ke bagian keuangan. Syukurlah kalau sudah masuk.”
Monik terpaku di tempatnya berdiri. Ia tak mengerti, mengapa Tomy memasukkan gajinya ke rekening dirinya. Apa karena dia sedang sakit?
"Monik, aku sedang ada urusan, temuilah Tomy, mungkin dia sudah akan diperbolehkan pulang, mungkin hari ini, atau besok,” kata pak Ratman yang mencium pucuk rambut Boy, kemudian berlalu.
“Ada apa Bu.”
“Ayo segera ke rumah sakit dulu ya.”
“Ibu bilang mau mengembalikan uang orang.”
“Ternyata itu uang bapakmu.”
“Uang bapak?”
Monik memanggil taksi, tak peduli wajah Boy yang tampak merengut. Bukan apa-apa, tadi ibunya berjanji akan beli es krim dulu, mengapa sekarang ke rumah sakit dulu?
“Bu, katanya beli es krim?”
“Nanti saja belinya. Oh ya, baiklah, ada mini market di situ, beli lalu dibawa ke rumah sakit ya, nanti bisa dimakan di sana,” akhirnya Monik mengalah untuk membelikan es krim dulu untuk Boy.
***
Ketika memasuki ruangan rawat inap Tomy, dilihatnya Tomy sudah duduk di tepi ranjang. Tak ada lagi selang infus terhubung di lengannya. Ia juga kelihatan lebih segar.
Begitu melihat Boy, Tomy langsung turun, kemudian mendekati Boy dan menggendongnya.
“Kamu sudah benar-benar sehat”
“Awaaas, baju Bapak terkena es krim!” teriak Boy.
Tomy menurunkan Boy, dan melihat baju dibagian dadanya terkena cairan dingin berwarna coklat. Tomy terkekeh geli.
“Rupanya kamu membawa es krim?”
“Sebelum kemari dia merengak minta es krim dulu,” kata Monik yang kemudian menuntun Boy, dibawanya ke sofa.
“Makan es krimnya sambil duduk, ya.”
Boy menganguk. Ia membuka cup es krim yang sudah sedikit meleleh, lalu melahapnya dengan senang.
“Mengapa kamu memasukkan gaji kamu ke rekening aku?” kata Monik setelah Boy berada agak jauh dari mereka.
“Oh, ya. Maaf aku belum sempat mengatakannya sama kamu. Pak Ratman memberi tahu kamu?"
“Ya. Akan aku kembalikan ke rekening kamu ya, tapi aku tidak tahu nomornya. Aku ambil cash saja?”
“Apa maksudmu, Monik?”
“Kamu menitipkannya ke aku, karena kamu sedang sakit, kan?”
Tomy tertawa, kemudian merangkul istrinya erat-erat. Dari jauh Boy menatapnya. Tadinya ia khawatir sang ayah menyakiti ibunya, ternyata mereka berbincang sambil tertawa-tawa. Karena itu ia kembali menekuni es krimnya.
“Apakah aneh, seorang suami memberikan gajinya kepada istrinya?”
Monik masih menatapnya heran.
“Mulai sekarang, gaji aku … kamu yang menerima.”
“Apa?”
“Kita akan memulai kehidupan baru. Aku akan belajar menjadi suami yang baik.”
“Tapi … “
“Apa kamu malu punya suami seorang sopir?”
“Bukan begitu … aku ….”
“Aku ini sopir elite lho. Sopir seorang direktur, gajiku di atas rata-rata. Kamu sudah tahu kan?”
“Apa kamu serius?”
“Sangat serius.”
“Boy belum sepenuhnya bisa menerima kembalinya Mas dalam kehidupannya. Tampaknya dia masih mencurigai Mas. Dia tak mau kejadian di masa lalu terulang kembali. Dia tak mau ibunya disakiti.”
“Aku berjanji akan menjadi suami dan ayah yang baik.”
“Mas harus yakin bahwa Boy benar-benar menyukai Mas.”
“Nanti aku akan bicara pada dia. Aku tidak ingin sekarang, tapi nanti, kalau Boy sudah benar-benar menyukai ayahnya.”
Tomy kemudian menggandeng tangan Monik, diajaknya berjalan mendekati Boy, yang mulutnya belepotan es krim, bahkan es krim itu juga membasahi bajunya.
“Ya ampun Boy, itu kotak besar, tidak harus habis sekali santap,” pekik Monik sambil membersihkan mulut dan baju Boy dengan tissue.
Tomy menutupkan kotak es krim itu, lalu memasukkannya ke dalam kulkas.
“Untuk besok lagi ya,” katanya lembut.
“Bapak sudah sembuh, besok sudah boleh pulang. Boy mau menjemput bapak?” tanya Tomy.
Boy tidak menjawab, tapi menatap ibunya. Dari tatapan ibunya Boy menemukan jawaban, lalu mengangguk.
“Kalau bapak sudah boleh pulang, kita akan jalan-jalan, beli es krim lagi. Kamu suka?”
Lagi-lagi Boy mengangguk.
“Boy, jawab dengan kata-kata, jangan hanya mengangguk begitu.”
“Ya. Lalu Bapak akan mengajak Boy pulang?”
“Tidak Boy. Bapak tidak akan memaksa Boy.”
Boy menatap ayahnya yang duduk di samping ibunya sambil merangkul pundaknya. Ibunya tampak senang, dan Boy juga merasa tenang. Apakan akan seperti itu selamanya?
***
Hari itu Mia merengek karena lama Boy tidak datang ke rumahnya.
“Ibu kan sudah bilang, mas Boy sakit di rumah sakit.”
“Mengapa sakitnya lama?”
“Sebentar, jangan rewel dulu. Tadi, ibunya mas Boy sudah menelpon ibu, bahwa mas Boy sudah pulang dan sudah sembuh.”
“Kalau begitu suruh datang kemari dong, Bu.”
“KIta saja yang ke sana melihat keadaannya. Dia baru sembuh, masa disuruh datang kemari.”
“Horeee, ke rumah mas Boy, ayo sekarang saja.”
“Sebentar, ibu selesaikan masak dulu, lalu kita ke sana.”
“Ibu jangan masak, kelamaan.”
“Lhoh, kalau ibu nggak masak, nanti Mia makan pakai apa? Ini kurang sedikit. Menggoreng ayam, lalu selesai. Nanti mas Boy kita bawakan ayam gorengnya, dia kan suka ayam goreng?”
“Oh, iya ,,, mas Boy suka, ayuk Bu, Mia bantuin.”
“Tidak usah, nanti minyaknya muncrat, tanganmu terkena. Kamu ganti baju dulu sana, bisa nggak?”
“Bisa … bisa … “ kata Mia sambil berlari-lari riang masuk ke kamarnya.
***
Hari itu di rumah Monik banyak tamu. Ada Tomy yang baru saja dijemput Satria, ada Satria dan ada Indira.
Boy yang baru sekali itu melihat Indira, tampak malu-malu ketika Indira merangkulnya. Indira yang cerewet menarik-narik Boy diajaknya bermain boneka yang dibawanya. Semua orang tertawa melihat ulah keduanya.
“Mas Boy itu kakaknya aku. Aku itu adiknya mas Boy. Itu kata kakek.”
“Iya, aku sudah tahu,” kata Boy, sedikit kesal karena Indi tidak pernah melepaskan tangannya.
Tiba-tiba terdengar teriakan nyaring dari arah halaman.
“Mas Boy…..!”
Boy dan Indi menoleh, wajah Boy langsung berbinar. Mia adalah sahabat ketika dia kesepian saat ibunya bekerja. Tentu saja ia senang melihat kedatangannya.
Begitu mendekat, Mia langsung memeluk Boy, tapi Indi yang masih menggandeng tangan Boy langsung mendorongnya.
“Ini kakak akuuuu!” teriaknya.
***
Besok lagi ya.
☘️π»π·πΉπ πΉπ·π»☘️
ReplyDeleteAlhamdulillah AaBeAy_49 sudah hadir......
Terima kasih Bu Tien.
Horeeee......
Gaji Tomy mulai bulan ini masuk rekening Monik.., tanda-tandanya.......
Salam SEROJA & TETAP ADUHAI
☘️π»π·πΉπ πΉπ·π»☘️
Sami2 mas Kakek
Deleteπ§‘ππ§‘ππ§‘ππ§‘π
ReplyDeleteAlhamdulillah ππ¦
AaBeAy_49 sdh hadir.
Manusang nggih, doaku
semoga Bu Tien &
kelg slalu sehat & bahagia
lahir bathin. Aamiin.
Salam seroja...ππ€©
π§‘ππ§‘ππ§‘ππ§‘π
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih jeng Sari
Salam Serojad
Alhamdulillah *Aku Benci Ayahku*
ReplyDeleteepisode 49 tayang
Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
Salam hangat dari Jogja
Ttp semangat dan tmbh ADUHAI ADUHAI ADUHAI
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih jeng In
ADUHAI 3X
Hore
ReplyDeleteTrmksh mb Tien, smg sht sll
DeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih Yangtie
Boy
ReplyDeleteTerima kasih jeng Susi
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteABeAy episode 49..sudah tayang
Matur nuwun Mbak Tien
Salam sehat
Salam ADUHAI..dari Bandung
ππ₯°π€π©·πΉπΈ
Sami2 jeng Ning
DeleteADUHAI dari Solo
Matur nuwun mbak Tien-ku Aku Benci Ayahku telah tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak TienπΉπΉπΉπΉπΉ
Sami2 jeng Susi
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Sami2 ibu Endah
DeleteMatur suwun Bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeletePokoknya TOP MARKOTOP
ReplyDeleteSalam hangat selalu mas Bambang
DeleteMaturnuwun bu Tien salam hangat dan aduhai aduhai
ReplyDeleteSami2 ibi Sri
DeleteSalam aduhai2 deh
Alhamdulillah ππ·
ReplyDeleteMaturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat π€²π
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih pak Herry
Alhamdulillah......
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Yati
DeleteTomy -Monik sudah akur. Boy juga sudah tidak benci, tinggal pendekatan yang lebih intensif.
ReplyDeleteRohana masih suka hura" bersama gengnya. Kita tunggu saja bagaimana akhirnya.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih pak Latief
ReplyDeleteAlhamdulillah AKU BENCI AYAHKU~49 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
Aamiin yra..π€²
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih pak Djodhi
Terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien selalu sehat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih ibu Salamah
ReplyDeleteAlhamdullilah
Cerbung *Aku Benci Ayahku 49* telah. hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih pak Wedeye
Matur nuwun Bu Tien, salam sehat bahagia dari Yk.....
ReplyDeleteSami2 ibu Reni
DeleteSalam sehat bahagia juga
Sami2 ibu Reni
DeleteSalam sehat juga
Matur suwun ibu
ReplyDeleteSami2 ibu Windari
DeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteTerima kasih, ibu.
ReplyDeleteSami2 ibu Linatun
DeleteAlhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteTerima kasih bu tien tayangan cerbungnya
Semoga bu tien sehat² , semangat n senantiasa dlm lindungan n bimbingan Allah SWT
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih pak Arif
.Hamdallah...cerbung Aku Benci Ayahku part 49 telah tayang
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien
Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Amancu di Sala. Aamiin
Aku mau tapi malu...mungkin itu di benak hati nya Monik..dapat kiriman gaji nya Tomy...ππ
Di rumah Monik..anak nya Tomy sdh kumpul, ada Boy dan Indi. Tapi sayang Desi..membelot...☺️
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih pak Munthoni
Terima bu Tien Kumalasari ... A B A ke 49 sdh tayang ... makin asiik ceritanya ...
ReplyDeleteSmg bu Tien & keluarga bahagia n sehat selalu ... Semangat ... Salam Aduhai .
Sami2 ibu Enny
DeleteLama tak jumpa
Wkwk...si Boy sudah jadi rebutan 2 cewek cilik ya...semoga besarnya kelak tidak jadi seperti Tomy yang playboy.πππ
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien...cerbungnya sangat menghibur. Salam sehat ya...ππππππ
Sami2 ibu Nana
DeleteSalam sehat juga
Semoga Tomy dan Monik jadi kel Samawa..
ReplyDeleteSemoga Bu Rochana segera sadar diri
Terima kasih pak Bam's
DeleteAlhamdulillah, matursuwun Bu Tien.
ReplyDeleteSalam hangat, semoga sehat dan bahagia selalu bersama keluarga dlm lindungan Ilahi ππ·
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih ibu Umi
Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya π€π₯°
ReplyDeleteBahagia nya mereka , lucunya bocil - bocil yg baru berjumpa , ada rasa cemburu yah namanya bocil ..π₯°π€©
Tambah aduhaiii
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih ibu Ika
Terimakasih bunda Tien, sehat selalu dan aduhaiii
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
ReplyDeleteTerima kasih ibu Sul
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
ReplyDeleteTerima kasih ibu Sul
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
ReplyDeleteTerima kasih ibu Komariyah
Ha ha ha...
ReplyDeleteMbak Tien memang luar biasa. Kecemburuan dalam dunia anak-anak masih bisa diceritakan dengan baik...
Terimakasih Mbak tien...
Top
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Semoga sehat walafiat
Salam aduhai hai hai