AKU BENCI AYAHKU 37
(Tien Kumalasari)
Satria memegangi ponselnya dengan bingung. Mengapa istrinya mengira dirinya beli mobil. Apa sebenarnya Minar ngidam mobil baru? Atau karena mobilnya dijual lalu dia ingin dibelikannya yang baru?
“Mas, kok diam, aku bertanya nih, Mas lagi di mana?”
“Aku masih di kantor, nunggu taksi. Kamu bicara apa? Kamu ingin aku beli mobil sebagai ganti mobil yang sudah aku jual?”
“Gimana sih Mas, siapa yang ingin? Ini lhoh, ada yang ngirim mobil ke sini. Katanya ini pesanan Mas.”
“Apa? Siapa yang beli mobil?”
“Mas. Aku jadi bingung nih. Apa ada yang salah alamat ya, tapi ini jelas-jelas nama Mas, dan alamatnya juga di rumah kita ini.”
“Maksudmu ada yang mengirim mobil ke rumah?”
“Iya, namanya tuh Satria. Aku terkejut, kapan Mas beli mobil?”
“Suruh kembalikan saja, pasti salah alamat itu.”
“Sudah aku suruh, sudah aku bilang kalau kita nggak beli mobil, tapi dia ngotot bahwa ini mobil Mas, orangnya sudah pulang, mobilnya ditinggal.”
“Ya sudah, itu taksi yang aku panggil sudah datang. Aku akan segera sampai di rumah.”
Di dalam taksi itu Satria terus berpikir, bagaimana mungkin ada kesalahan yang sangat serius. Mengirim mobil atas nama dirinya, dengan alamat yang sama dengan alamat rumahnya?
Begitu sampai di rumah, Minar menunggu di depan. Ada mobil keluaran terbaru, berwarna metalik terparkir di halaman rumah. Satria turun dari taksi, langsung mendekati mobil itu. Minar turun dari teras.
“Ini? Mobilnya?”
“Iya, sudah aku suruh bawa pergi, karena aku tidak merasa Mas membeli mobil. Tapi mereka tidak mau, karena mobil itu memang harus dikirim kemari,” terang Minar.
“Ini mobil bagus, harganya ratusan juta. Mana mungkin aku mampu membelinya untuk sekarang ini? Uang kita hanya yang ada di tabungan, untuk persediaan anak kita lahir nanti. Kita juga belum sempat beli perlengkapan bayi,” kata Satria sambil menggaruk-garuk kepalanya.
“Kok aneh. Jangan-jangan ibu.”
“Mana mungkin dari ibu? Uang limabelas juta saja dia tidak bisa membayarnya.
“O, bapak mungkin.”
“Bapak ya? Coba aku menelpon. Kok bapak nggak bilang kalau membelikan mobil untuk aku? Lagipula perusahaan bapak baru saja selesai dibenahi, mana bisa bapak membeli mobil sebagus ini?”
“Apapun, lebih baik Mas bertanya.”
“Baiklah.”
Satria menelpon ayahnya, tapi justru sang ayah heran, karena dia tak mungkin bisa membeli mobil bagus untuk saat ini.
“Mana mungkin sih Sat, ayahmu belum punya uang sebanyak itu.”
“Jadi bukan Bapak yang mengirimi saya mobil?”
“Bukan. Coba tanyakan ke dealernya lagi, mungkin ada catatan siapa yang membayar harga mobil itu.”
“Ya sudah Pak, baiklah, akan saya tanyakan.”
Satria menutup pembicaraan dengan ayahnya, masih dengan wajah bingung.
“Apakah mobil ini dibeli dengan kredit?”
“Tidak kok. Katanya sudah dibayar lunas, tapi pengirimnya tidak mengatakan siapa yang membayarnya. Surat yang dibawanya hanya surat jalan. Oh ya, tadi dia bilang besok Mas harus ke dealer untuk konfirmasi jelasnya.”
“Ah, iya, harusnya aku menelpon ke dealernya. Mana suratnya itu, kan ada nomor telponnya."
Alangkah terkejutnya Satria, ketika mengetahui siapa yang mengirim mobil itu. Pak Drajat, ayah Tomy.
“Ayah Tomy? Mengapa beliau membeli mobil untuk Mas?”
“Aku juga tidak tahu, aku telpon Tomy saja dulu.”
Tomy ternyata juga tidak tahu menahu tentang mobil itu. Ia lalu memberikan nomor kontak ayahnya.
“Apa pak Drajat masih ada di sini?”
“Sudah pulang tadi pagi. Katanya banyak urusan. Coba saja kamu telpon.”
“Aku heran, mengapa ya, ayah kamu membeli mobil untuk aku? Padahal aku tidak begitu mengenalnya.”
“Ah ya, aku tahu. Semalam kan bapak ke rumahku, eh … ke rumah di mana aku tinggal, aku ralat nih, kan memang bukan rumah aku.”
“Iya, terusin ceritanya ….” kata Satria tak sabar.
“Dia bertanya, dari mana ibu bisa membayar hutangnya yang seratus juta? Padahal ibu tidak punya apa-apa. Aku juga sudah cerita kalau mobil yang biasa dipakai ibu itu sudah nggak ada. Lalu aku bilang bahwa kamu menjual mobil untuk membayar hutang ibu. Jadi, mungkin karena kasihan kamu tidak punya kendaraan untuk bolak balik ke kantor, lalu dibelinya sebuah mobil untuk kamu. Tapi coba aja kamu telpon bapak. Dia nggak ngomong apa-apa kok sama aku. Bapak kan memang begitu, tidak banyak bicara. Apa yang ingin dilakukan, langsung saja dilakukan.”
“Baiklah, aku akan menelponnya.”
“Ya sudah, aku mau mandi dulu nih, baru sampai rumah.”
“Mas, sebaiknya Mas mandi dulu saja, baru saja pulang kantor, pasti gerah, dan bau asem,” kata Minar sambil menarik tangan suaminya, diajaknya masuk ke rumah.
“Bukankah biasanya kamu melarang aku mandi karena kamu suka bau keringatku?” ledek Satria sambil merangkul pinggang istrinya.
“Itu dulu ya, sekarang nggak. Ini bau asem, justru membuat aku mual,” kata Minar sambil cemberut.
Satria tertawa, lalu bersiap untuk mandi, sambil bergumam.
“Dulu suka bau keringatku, sekarang maunya bau wangi. Aneh ya wanita kalau lagi ngidam."
***
Berkali-kali malam itu Satria menelpon, baru kemudian ditanggapi.
“Selamat malam, saya Satria, Pak.”
“Oh iya, Satria. Kamu sudah menerima mobilnya? Apa kamu suka?” pak Drajat tidak suka basa basi. Ia sudah tahu bahwa Satria akan menghubunginya soal mobil itu, jadi dia langsung saja mengatakannya.
“MasyaAllah Pak, mengapa Bapak repot-repot memberi mobil untuk saya? Itu mobil bagus dan pasti tidak murah.”
“Memangnya kenapa kalau harganya tidak murah? Pakai saja, kamu butuh kendaraan untuk bolak-balik ke kantor, kan? Jangan tanyakan kenapa aku memberi. Aku melakukan apa yang ingin aku lakukan.”
“Saya mengucapkan banyak terima kasih atas kebaikan hati Bapak. Entah bagaimana saya harus membalasnya.”
“Siapa yang minta agar kamu membalasnya? Bekerjalah dengan baik, ajari Tomy agar bisa menjadi orang yang bertanggung jawab. Aku yang seharusnya berterima kasih pada kamu, Satria.”
“Tomy juga saudara saya. Akan saya lakukan yang terbaik untuk Tomy. Semoga dia tidak akan lagi mengecewakan Bapak.”
“Bagus. Nah, jangan sungkan. Mulai besok kamu bisa memakai mobil itu, surat-surat sedang diproses, kalau sudah siap pasti akan segera dikirim ke kamu.”
Satria tahu bahwa ayah Tomy tidak suka berbasa-basi. Setelah sekali lagi mengucapkan terima kasih, dia segera menutup pembicaraan itu.
“Bagaimana? Kok cuma sebentar?” tanya Minar yang heran karena suaminya tidak mengobrol lebih panjang, walau sekedar berbasa-basi.
“Ayah Tomy tidak suka berbasa basi. Begitu telpon nyambung, dia langsung menanyakan, apa mobilnya sudah aku terima. Begitu.”
“Orangnya keras. Tapi kelihatannya tegas.”
“Benar, dia keras, tegas. Tidak peduli anak, kalau salah harus dihukum. Dengan caranya. Dan nyatanya Tomy kemudian bisa menyadari kelakuannya yang buruk selama ini.”
“Orang baik. Semoga Tomy bisa meniru kebaikannya. Tapi apakah tadi pak Drajat bilang bahwa itu dilakukan karena mas telah menjual mobil karena harus membayar hutang ibu Rohana?”
“Tidak. Dia mengatakan bahwa dia selalu melakukan apa yang ingin dilakukannya. Aku tidak berani bertanya lebih banyak. Agak seram sih, ngomong sama orang yang tegas dan keras begitu.”
“Mas tidak ingin mencoba mobilnya?”
“Kamu ingin? Ayuk kita temui Tomy.”
Minar kemudian mengganti baju dan mengikuti ajakan sang suami. Tentu saja mereka senang. Yang diterimanya, dianggap adalah rejeki dari Allah Yang Maha Pengasih.
***
Mendengar mobil memasuki halaman, Tomy langsung keluar. Ia takjub, sebuah mobil baru. Pasti Satria yang datang. Ia turun dan menunggu mobil itu berhenti di halaman.
“Kereeeen,” pujinya sambil mengacungkan jempolnya.
“Ini mobilnya,” kata Satria yang mendahului turun, kemudian membukakan pintu mobil untuk sang istri.
“Bagus, ayo kita coba.”
“Kamu mau? Ayuk.”
“Aku belum makan,” kata Tomy sambil memegangi perutnya.
“Ayo, biar aku traktir kamu makan di luar.”
Tomy berlari masuk kedalam, hanya untuk berganti baju. Bertiga mereka keluar, Tomy yang membawa mobilnya.
“Enak, masih mulus.”
“Kalau kamu ingin pergi-pergi, bawalah mobil ini, aku bisa mengantarkan ke rumah kamu, atau kamu mengambilnya ke rumah.”
Tomy tertawa.
“Iya. Gampang. Besok Minggu saja, aku mau pergi.”
“Jangan bilang kamu mau menggaet gadis dengan mobil ini,” canda Satria.
“Aku mau ketemu Boy,” kata Tomy agak pelan. Sebenarnya dia masih khawatir, apa kedatangannya akan diterima.”
“Bagus,” yang bersuara bukan hanya Satria, tapi juga Minar.
Mereka senang, dan memang menjadi keinginan mereka agar Tomy bersatu kembali dengan istrinya.
“Kompak amat,” gerutu Tomy, membuat Satria dan Minar tertawa.
“Tomy, itu hal terbaik yang harus kamu lakukan. Atau kamu ingin mendapat gadis yang baru lagi?”
“Bukan. Jangan berprasangka buruk lah, aku ini sekarang orang baik-baik.”
“Senang mendengarnya.”
“Tapi kan kalian tahu, Boy sangat membenci aku. Hanya saja aku akan berusaha melunakkan hatinya.”
“Memang itu yang harus kamu lakukan.”
“Bujuk dia dengan membelikan mainan,” sambung Minar.
“Akan aku coba. Sekarang kita mau makan di mana, di depan situ ada rumah makan enak.”
“Terserah kamu saja. Aku yang traktir,” kata Satria dengan gembira.
***
Walaupun ia telah keluar dari tahanan, dan hutangnya lunas, tapi Rohana tidak merasa begitu gembira. Ia tak punya apa-apa, dan keinginannya untuk bersenang-senang tak juga reda. Perasaan malu dan gengsi kalau tak lagi tampil masih tetap disandangnya. Beberapa hari setelah keluar dari tahanan, dia sudah mulai berbaur dengan teman-temannya, pergi ke pantai seperti yang sudah direncanakan.
Ada yang sekarang dipikirkannya, bagaimana dia bisa mendapatkan uang, sementara bekas suaminya sudah memutuskan untuk tidak akan mensuplay sejumlah yang untuk menghidupinya.
Ia menatap ke sekeliling rumah. Rumah yang bagus, bukan seperti rumah orang kebanyakan. Ia berencana ingin menjual rumah itu, lalu dibelikannya yang kecil saja agar tidak susah membersihkannya. Dan uangnya yang tersisa akan disimpannya baik-baik untuk bekal hidup selanjutnya.
Disimpannya baik-baik? Bukankah kalau dipakai dan tanpa perhitungan matang maka lama kelamaan uang itu akan habis?
Agak sedih hati Rohana, tak ada teman untuk berbincang. Walau anak-anaknya telah membantu melunasi hutangnya, tapi Rohana masih merasa kesal. Sekarang ia tak berani lagi mendekati pak Ratman, yang semula diharapkannya akan bisa menolongnya. Tentu saja tak berani, karena ia tahu bahwa pak Ratman adalah teman ayah Tomy.
Bagaimana dengan pak Murtono? Rohana ingin menemuinya, tapi ia tak ingin bertemu Birah. Barangkali Murtono bisa memberinya saran, atau diajaknya berbincang. Rohana tahu bahwa Murtono tak akan menolaknya karena ia pernah membantunya ketika usahanya terpuruk.
“Aku harus menemuinya, tapi jangan sampai aku ketemu Birah. Perempuan murahan yang berhasil merayu bekas suamiku. Benarkah dia tak menjadi istri Murtono? Jangan-jangan hanya dijadikan simpanan saja. Ah, entahlah, yang penting aku akan menemuinya. Aku butuh pendapatnya tentang apa yang ingin aku lakukan, yaitu menjual rumah ini.”
***
Hari itu hari Minggu. Seperti janjinya, Tomy meminjam mobil Satria untuk menemui Boy, kalau tidak boleh dikatakan menemui Monik.
Sebenarnya ia tak perlu meminjam mobil, karena ia bisa naik ojol atau taksi. Tapi Tomy berencana mengajak Boy jalan-jalan, atau membeli mainan. Anak kecil pasti suka. Dengan hati berdebar diapun datang ke rumah itu, dimana istri dan anaknya tinggal.
Monik agak terkejut, melihat Tomy datang membawa mobil. Boy yang tadinya berdiri di teras, langsung lari ke belakang begitu melihat Tomy. Ada perasaan teriris dihati Tomy, ketika melihat punggung Boy yang menghilang dibalik pintu.
Ia mendekati Rumah. Monik menyambutnya, mempersilakannya masuk.
“Mobil baru?”
“Ya. Itu mobil Satria.”
“O.”
“Mana Boy, ia belum mau menemui aku?”
“Boy!!” teriak Monik.
“Ibu, aku tidak mauuuu!” Boy juga berteriak dari dalam.
Monik berdiri sambil menawarkan minuman.
“Mau minum apa?”
“Apa saja, aku hanya mau Boy.”
Monik beranjak masuk, berusaha membujuk Boy. Tapi Boy membanting-banting kakinya dengan marah.
“Boy, jangan begitu.”
“Ibu, aku tidak mau bapak Tomy, aku mau bapak Satria!!” teriakan Boy sangat keras, dan Tomy bisa mendengarnya.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah.....
ReplyDeleteSudah tayang
Nuwun mas Kakek
DeleteAlhamdulillah dah tayang
DeleteHatur nuhun Bu Tien .
Boy
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteNuwun jeng Ning
DeleteADUHAI dari Solo
Alhamdulilah, ak be ay 37 sdh tayang ... wah satria menerima mobil dari ayah tomy, orang baik akan mendapat imbalan baik dari pihak yg tidak disangka sangka, terima kasih bu Tien ..semoga bu Tien sll sehat ...salam hormat dan aduhai aduhai bun ❤️❤️ 🌹🌹
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri.
Salam hangat dan ADUHAI 2X
🪻💜🪻💜🪻💜🪻💜
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏🦋
AaBeAy_37 sdh hadir.
Matur nuwun Bu, doaku
semoga Bu Tien & kelg
selalu sehat, bahagia
& dlm lindungan Allah SWT.
Aamiin.Salam aduhai😍🤩
🪻💜🪻💜🪻💜🪻💜
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Sari
Matur suwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien🌹🌹🌹🌹🌹
Sami2 jeng Susi
Deletealhamdulillah
ReplyDeletematurnuwun binda
This comment has been removed by the author.
DeleteThis comment has been removed by the author.
DeleteSelamat malam Baturetno.....
DeleteWis di sapa bola-bali karo jeng Endang Ning, ora tahu di respon.
Mudah-mudahan nanti 31/8 bisa ke Baturetno
Sami2 ibu Nanik
DeleteHoreeeeeee juara lagi ...
ReplyDeleteMana jeng Susi Herawati, Yangtie, dan jeng Nuning??
Maturnuwun alhamdulillah
ReplyDeleteSami2 ibu Endang
Deletealhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bu tien
Sami2 ibu Endah
DeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteTerimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien selalu sehat
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Alhamdulillah *Aku Benci Ayahku*
ReplyDeleteepisode 37 tayang
Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
Salam hangat dari Jogja
Ttp semangat dan tmbh ADUHAI ADUHAI ADUHAI
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng In
ADUHAI 3X
Terima kasih bu Tien Kumalasari ... ABEA ke 37 sdh tayang ... tambah seru ceritanya ...
ReplyDeleteSemoga bu Tien & kelrg bahagia dan sehat selalu ... Salam Aduhai dan semangat .
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Enny
Alhamdulillah 👍🌷
ReplyDeleteMaturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat 🤲🙏
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pakHerry
Alhamdulillah AKU BENCI AYAHKU~37 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Matur nwn bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Bam's
DeleteTerima kasih Bu Tien.. semoga sehat selalu ... 🤲🙏
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ega Yulia
Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya 🤗🥰
ReplyDeleteSabar ya Tomy, Boy kan msh perlu dimengerti, ,,😁, yg penting Monik mau menerima
Matur nuwun ibu Ika
DeleteWkwk...si Boy satu selera dengan mamanya ya...maunya papa Satria.😀
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien...salam sehat.🙏
Sami2 ibu Nana
DeleteSalam sehat juga
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun ABAy 37
Semoga bunda selalu Sehat,Semangat,Bahagia dan selalu dalam lindungan Allah SWT
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
Salam hangat dan ADULHAI
dari Banjarmasin
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun anrikodk
Salam ADUHAI dari Solo
Dasar Rohana, mungkin sudah jadi wataknya suka berhura hura. Sembuhnya kalau sudah tidak bernafas.
ReplyDeleteIstri Tomy memang Monik, jadi ya harus diperjuangkan agar dapat bersanding lagi.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
Alhamdulillah, matur suwun ibu
ReplyDeleteSami2 ibu Windari
Delete
ReplyDeleteAlhamdullilah
Cerbung *Aku Benci Ayahku 37* telah. hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Ealah gimana ya si rohana, ko ak ada kapok " si....alhamdulillah tomi sdh berangsur menjadi orang baik....tpi gimana stlh mendengar teriakan boy yg gak mau sama tomy,...maunya sama satria....yaaah bagaimana bunda Tien saja besok
ReplyDeleteMks bun selamat malam
Sami2 ibu Supriyati
DeleteAlhamdulillah.......... semoga Boy segera lunak hatinya.
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Yati
DeleteMatur nuwun Bu Tien, tetap sehat njih Ibu...
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Reni
Sdh insyaf betulkah Tomy...kamu anak Rohana lho.
ReplyDelete.Hamdallah...cerbung Aku Benci Ayahku part 37 telah tayang
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien
Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Amancu di Sala. Aamiin.
Rohana kapok..e...kapok lombok..keluar dari penjara bukan nya jera, malah arep ngglembuk..i Murtono
Tomy mulai approach...anak dan istri nya.. Monik mempersilahkan masuk, sedangkan Boy sembunyi di bawah Dipan..krn saking takut nya 😁
Rajin pendekatan terus ya Tomy, nnt pasti akan ada hasil nya.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Terimakasih bunda Tien, salam sehat selalu, bahagia dan aduhaii.
ReplyDeleteSami2 pak Latief
ReplyDeleteSami2 ibu Komariyah
ReplyDeleteSalam sehat juga
Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien
ReplyDeleteSalam hangat dan sehat selalu 💕
Terimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteSalam bahagia luaarrr biasa.
Aduhai