Friday, July 5, 2024

KUPETIK SETANGKAI BINTANG 42

 KUPETIK SETANGKAI BINTANG  42

(Tien Kumalasari)

 

 

Hati Rohana tercekat. Beberapa tahun bercerai, belum pernah sekalipun bekas suaminya mendatanginya. Mengapa sekarang datang bersama Tomy pula? Apa ada hubungannya dengan kelakuan Tomy? Apa Tomy menceritakan semuanya kepada ayahnya? Dasar bodoh. Umpat Rohana dalam hati. Entah apa yang akan terjadi, tapi Rohana terpaku di depan teras, tak tahu harus berkata apa untuk menyambutnya.

“Rohana, kamu menatapku seperti melihat hantu?”

“Oh .. eh… Mas, aku terkejut saja, karena melihat kamu tiba-tiba datang, aku kira kamu sudah melupakan aku,” sambut Rohana sambil mempersilakan bekas suaminya masuk ke rumah. Mereka duduk di ruang tengah, sementara Tomy langsung ke belakang, dan memerintahkan Sinah untuk membuat minum.

“Tuan muda, yang datang bersama tuan muda itu siapa?” Sinah sebenarnya adalah pembantu yang sedikit kepo.

“Itu bapakku. Belum tahu ya?”

“O, itu ayah tuan muda? Ganteng sekali.”

“Apa kamu bilang? Sembarangan. Buatkan aku minum, lalu bawa ke kamarku,” titahnya sambil berlalu.

Sinah tak menjawab, tapi langsung membuatkan minum, bukan hanya minuman untuk Tomy, tapi juga untuk sang tamu yang katanya ayah tuan mudanya.

Sementara itu Rohana menemani bekas suaminya dengan sedikit kikuk. Maklum, lama tidak bertemu, dan memiliki beban dosa.

“Sepertinya kamu mau bepergian.”

“Iya Mas.”

“Ada banyak hal tentang Tomy yang tidak kamu ceritakan padaku. Aku mengira dia baik-baik saja.”

“Dia … memang baik-baik saja.”

“Benarkah? Kuliah yang tidak selesai, lalu melakukan pelecehan kepada seorang gadis yang kemudian hamil?”

Rohana sangat terkejut. Ia mengira Tomy yang melaporkannya pada ayahnya. Berani ternyata. Pasti ayahnya sudah memarahinya habis-habisan.

“Mas, aku sudah memarahinya. Katanya jurusan kuliahnya tidak cocok, ingin bekerja saja.”

“Bagaimana tentang gadis itu?”

“Itu, tidak apa-apa, Mas jangan khawatir, sudah ada yang akan menggantikannya untuk bertanggung jawab,” kata Rohana sekenanya. Dan jawaban itu membuat laki-laki bekas suaminya itu menatapnya dengan marah.

“Kamu katakan kamu mendidiknya dengan baik, lalu setelah melakukan kesalahan kamu membiarkannya untuk tidak bertanggung jawab?”

Rohana menundukkan wajahnya, melihat tatapan bekas suaminya yang bagai memancarkan api, bahkan wajahnya menjadi gelap bagai langit menyambut hujan.

“Apa jawabmu? Dan siapa yang kamu jadikan korban untuk membungkus dosa Tomy, laki-laki tak bertanggung jawab itu?”

“Dia … juga anakku, dia rela demi adiknya dan ….”

“Diaaam!!”

Rohana gemetar mendengar bentakan bekas suaminya. Sinah yang membawa nampan berisi minuman terkejut, sehingga nampan yang dibawanya terjatuh dan pecahan gelas bersama tumpahan minuman berserakan dilantai.

Tak ada yang memperhatikan ketika Sinah kemudian sibuk membersihkan lantai dengan tangan gemetar pula.

Rohana masih menundukkan kepalanya.

“Kamu korbankan anakmu yang lain demi Tomy? Apa dia bukan darah dagingmu?”

Saat itulah Satria memasuki ruangan, terpaku dipintu mendengar bentakan laki-laki gagah yang menatap ibunya dengan garang.

Satria mengangguk ketika laki-laki itu menatapnya.

“Kamu yang bernama Satria?”

Mereka memang belum pernah bertemu. Satria menemui ibunya ketika mereka sudah bercerai.

“Ya, Om.”

“Kemari, duduklah di sini.”

Satria melangkah maju dengan ragu, tapi kemudian duduk juga di dekat laki-laki itu. Satria melihat ibunya menunduk dengan wajah pucat. Ia menduga-duga, apa yang sedang terjadi.

“Kamu anak yang dikorbankan ibumu demi menutupi dosa Tomy?”

Satria menatap laki-laki yang matanya masih tampak garang.

“Ibumu sudah mengatakannya tentang kamu. Mengapa kamu mau melakukannya? Mengorbankan masa muda kamu demi menutupi dosa orang lain?”

Ternyata ayah Tomy tidak membela Tomy tapi justru menyalahkan ibunya. Yang membuat Satria khawatir adalah penyakit ibunya. Ibunya masih menundukkan wajahnya.

“Apa ibu baik-baik saja?” Satria justru bertanya pada ibunya.

Rohana mengangkat wajahnya yang pucat, dan matanya tampak berlinang.

“Ibumu tidak baik-baik saja, karena aku memarahinya. Dia perempuan dan ibu yang buruk. Sangat buruk.”

“Ibu sedang sakit parah,” kata Satria lirih.

“Sakit? Benarkah kamu sakit? Parah pula?” lalu tanyanya kepada Rohana.

Rohana tak menjawab.

“Mana ada orang sakit berdandan secantik itu.”

“Tapi … kata dokter …”

“Katakan apa kamu sakit?”

Rohana tahu, bekas suaminya bukan orang bodoh. Semuanya sudah kepalang tanggung. Tak ada yang bisa dilakukan kecuali menggelengkan kepalanya.

“Tuh, dia tidak sakit.”

“Tapi katanya ibu sakit parah, dan itulah sebabnya saya mau melakukan permintaan ibu untuk menikahi gadis itu.”

“Benar-benar perempuan tidak punya hati nurani," ia masih menghardik.

“Satria, apa kamu tahu di mana rumah gadis yang hamil itu?” lanjutnya.

Satria yang terpana oleh kenyataan bahwa ibunya ternyata bohong, menatap ibunya dengan marah. Ia merasa tidak dicintai, dikorbankan demi anaknya yang lain. Atau demi tidak ingin kehilangan harta? Atau juga benar ayahnya sendiri mengatakannya bahwa ibunya ingin memisahkan dirinya dengan Minar? Semuanya seperti benar.

“Satria, katakan di mana alamat rumah gadis itu. Aku sendiri yang akan mengantarkan Tomy ke sana. Dia yang harus bertanggung jawab, bukan kamu.”

Satria merasa diguyur air segar di atas kepalanya, membuat tubuhnya merasakan kesejukan yang nyaman.

“Dia ada di Solo,” jawab Satria bersemangat.

“Tomy !!” teriaknya.

Tomy setengah berlari mendekati ayahnya. Hanya ayahnya yang disegani dan ditakutinya.

“Hari ini bersiap pergi ke tempat gadis itu. Kamu harus menikahi dia.”

Wajah Tomy muram. Sebenarnya dia juga tidak suka pada Monik. Tapi tatapan ayahnya seperti pisau tajam yang menusuk ulu hatinya.

“Bersiaplah, ganti bajumu. Kita berangkat sekarang.”

Tomy membalikkan tubuhnya, menuju ke kamarnya.

“Rohana, setelah menikah, Tomy akan ikut bersamaku, dan bekerja di kantorku dengan pengawasanku.

Rohana mengangkat wajahnya yang basah oleh air mata.

“Aku … bagaimana?” tanyanya dengan gemetar.

“Ada nafkah ala kadarnya untuk kamu, seperti janjiku ketika menceraikan kamu. Tapi tidak sebanyak ketika Tomy masih bersamamu. Belajarlah untuk hidup sederhana dan tidak bermewah-mewah seperti sebelumnya. Sekarang kamu ikut bersama aku, mengantarkan Tomy ke rumah gadis itu.”

Rohana merasa benar-benar lemas.

Satria menatapnya iba, tapi perasaan kesal kepada ibunya itu masih ada.

***

Satria masih berada di rumah ibunya, ketika mereka berangkat ke bandara. Ia tidak ikut, kecuali hanya memberikan alamat rumah Monik.

Satria termenung di ruang tengah, teringat kepada dokter yang dulu memberinya keterangan bahwa ibunya sakit parah.

Sinah keluar dengan membawakan segelas minuman.

“Mbak Sinah. Dokter yang merawat ibuku itu, namanya siapa?”

“Itu … tadinya saya memanggilnya mbak Andri, tapi kata nyonya, dia dokter.”

“Dokter Andri?”

“Iya, tapi saya juga merasa aneh. Yang namanya dokter Andri itu tadinya tidak ada, lalu nyonya menelpon entah siapa, nah … barulah dokter Andri datang. Tadinya dia memakai pakaian biasa, tapi setelah tuan muda datang, lalu saya memanggilnya, dia sudah berganti memakai pakaian putih.”

“Bukankah sebelumnya mbak Sinah bilang kalau ibu tidak apa-apa?”

“Dokter yang laki-laki setengah tua itu, yang memeriksa nyonya saat pertama kali, bilang kalau nyonya tidak apa-apa, tapi nyonya minta diperiksa ulang karena masih pusing dan lemas. Entah mengapa, tiba-tiba ada dokter wanita bernama Andri itu, yang mengatakan bahwa penyakit nyonya itu berat dan parah.”

Satria meneguk minumannya, kemudian pamit untuk pulang. Ia masih kesal kepada ibunya karena telah membohonginya. Satria juga yakin bahwa dokter perempuan yang menemuinya pastilah dokter palsu.

Sebelum masuk ke mobilnya, Satria menelpon rumah sakit. Ia harus yakin bahwa ada dokter Andri yang memberinya keterangan tentang ibunya, dan keterangan itu apakah benar. Kalau keterangan itu palsu, Satria akan menuntutnya.

Tapi ternyata rumah sakit mengatakan bahwa ada yang namanya dokter Andri di rumah sakit itu.

“Apakah saat ini beliau sedang berpraktek?”

“Benar, beliau akan pulang setelah selesai visite jam tiga nanti.”

Satria melajukan mobilnya menuju rumah sakit.

Betapa terkejutnya ketika ia bertemu dokter Andri, yang ternyata seorang dokter laki-laki.

“Apa yang bisa saya bantu?” tanya pak dokter Andri.

“Maaf, yang ingin saya temui adalah dokter Andri yang wanita.”

“Dokter Andri yang wanita? Di rumah sakit ini yang namanya Andri adalah saya. Nama saya Andriyanto, anda bisa membaca papan nama dipintu itu kan? Dan satu-satunya yang namanya Andri hanya saya.”

“Oh,  maaf. Rupanya saya salah.”

Satria pulang dengan perasaan semakin geram. Rupanya perempuan itu adalah teman ibunya, atau entah siapanya, yang disuruh menyamar sebagai dokter, untuk memaksa Satria agar menuruti kemauannya. Satria merasa bodoh karena langsung mempercayainya dan tidak menanyakan sakit ibunya secara detail dengan meminta laporan hasil pemeriksaan.

***

Wini sedang di toko bunga, menemani Minar yang sedang sibuk karena toko sedang ramai. Melihat tokonya ramai, Wini membantu karyawan toko membungkus bunga-bunga pesanan pembeli, membuat mereka sangat berterima kasih padanya.

Saat itu, tiba-tiba seorang gadis muncul. Gadis cantik dengan penampilan mewah, menunjukkan bahwa dia orang berada. Ia mengitari toko, melihat-lihat bunga yang dipajang, dan tanpa sengaja menabrak Wini.

“Eh, apa kamu tidak punya mata?” pekiknya.

Wini terkejut mendengar pekikan kasar itu, dan terbelalak ketika mengetahui siapa dia.

“Monik?”

“Lhoh, Wini … kamu menjadi pelayan toko bunga ini?”

“Aku hanya membantu. Kamu mau membeli bunga?”

“Ya, bunga yang harum dan cantik untuk kamarku. Kecuali itu aku juga akan memesan bunga untuk pernikahanku nanti. Aku sendiri yang akan memilihnya,” katanya sambil melihat-lihat. Lalu matanya tertuju ke arah meja kasir. Bergegas dia mendekati.

“Minar? Kamu juga ada di sini?”

Minar yang tadinya tidak memperhatikan karena melayani banyak pembeli yang mengular di depannya, mengangkat wajahnya dan terkejut melihat Monik berdiri di depannya.

“Monik?”

“Baguslah kamu bekerja di sini, supaya hidupmu lebih baik.”

Minar merasa kesal, baru saja bertemu, sudah mengucapkan kata-kata menghina. Tapi Minar justru tersenyum.

“Kamu sudah mendengar kalau aku segera menikah? Hari ini keluarga mas Satria akan datang melamar. Itu sebabnya aku ingin membeli bunga untuk menghias ruang tamu dan kamarku.”

“Oh ya, selamat ya Monik, silakan memilih mana yang kamu suka,” kata Minar yang kembali melayani pembeli yang membayar.

“Kamu pasti tidak mengira, demikian juga aku, kalau akhirnya mas Satria mau melamarku. Habis tadinya aku kira kamulah yang dicintai mas Satria. Ternyata aku. Dia itu pintar mempermainkan hati wanita ya. Tapi aku bahagia, akhirnya mimpiku jadi nyata,” Monik terus saja mengoceh, sementara Minar masih sibuk dengan pekerjaannya.

Dari tempat yang agak jauh, Wini mencibir. Dia tahu mengapa Satria mau memperistri Monik. Ibunya yang memaksa. Tapi dia tidak mengatakan apapun. Sambil membantu melayani pembeli, dia sebentar-sebentar mencibir, mendengar ocehan Monik yang pastinya ditujukan untuk memanas-manasi hati Minar.

"Monik, mana bunga yang akan kamu pilih, ini sudah sepi, mbak-mbak yang cantik ini siap melayani,” akhirnya tak tahan Wini menegurnya.

“Oh, iya benar. Aku harus memilih bunga yang bagus untuk menyambut kedatangan calon mertua dan calon suamiku,” kata Monik yang dengan gaya kemayu kemudian memilih beberapa bunga.

Karena keadaan sudah agak sepi, Wini berhenti membantu, lalu duduk di depan meja kasir.

“Huhh, merasa dicintai? Nggak tahu kalau mas Satria melakukan karena terpaksa, kasihan deh lo!” omel Wini pelan, tapi Minar segera mencubitnya.

“Ssst, jangan bicara sembarangan, kalau dia mendengar bisa rame,” tegur Minar.

“Nggak mungkin, dia lagi sibuk memilih bunga,” jawab Wini dengan wajah cemberut. Minar hanya menanggapinya dengan senyum, entah apa yang ada di dalam hatinya.

“Terima kasih Wini, kamu mau membantu teman-temanku.”

“Apa setiap hari ramai begini?”

“Tidak tentu. Namanya orang dagang, terkadang ramai, terkadang sepi.”

“Ya sudah, ini saja. Tolong dibungkus yang rapi, aku mau membayar sekarang, calon suamiku keburu sampai rumah,” celotehnya sambil menuju ke arah kasir. Wini menghindar, memberi ruang kepada Monik untuk membayar.

“Berapa semuanya?"

Minar menyodorkan nota yang dibuat oleh petugas toko, lalu Monik membayarnya.

“Jangan khawatir Minar, nanti aku pasti mengundang kamu dan Wini di pesta pernikahanku,” katanya sambil berlalu. Minar tersenyum menanggapi.

***

Ketika mobil Monik sampai di halaman, ia melihat Rohana dan seorang laki-laki gagah, dan Tomy. Tapi tak ada Satria di sana.

Monik berlari mendekat, bergayut di lengan Rohana.

“Ibu, mas Satria mana?”

***

Besok lagi ya.

 

70 comments:

  1. Alhamdulillah *KaeSBe*
    episode 42 tayang

    Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
    Salam hangat dari Jogja
    Ttp semangat dan tmbh ADUHAI ADUHAI ADUHAI

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun jeng In
      ADUHAI 3X

      Delete
  2. Alhamdulillah..
    Syukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  3. ⭐💫💐🌟💫💐⭐💫💐


    Alhamdulillah..Cerbung KaeSBe epsd _ 42_. sudah tayang.

    Matur sembah nuwun
    Salam sehat mbak Tien 🥰

    Salam *ADUHAI*
    🙏💞🩷

    ⭐💫💐🌟💫💐⭐💫💐

    ReplyDelete
  4. ✨💖✨💖✨💖✨💖
    Alhamdulillah 🙏🦋
    KaeSBe_42 sdh tayang.
    Matur nuwun sanget,
    semoga Bu Tien &
    kelg, selalu sehat &
    bahagia. Aamiin.
    Salam seroja...😍🤩
    ✨💖✨💖✨💖✨💖

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun jeng Sari

      Delete
  5. Matur nuwun mbak Tien-ku KSB telah tayang

    ReplyDelete
  6. 🌟💫🌟💫🌟💫🌟💫🌟💫

    Alhamdulillah KaeSBe episode_42 sudah tayang. Terima kasih bu Tien. Salam sehat dan tetap ADUHAI...
    👍👍🌹

    𝘓𝘩𝘢 𝘵𝘦𝘯𝘢𝘯 𝘵𝘢...
    𝘈𝘺𝘢𝘩 𝘛𝘰𝘮𝘺 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘪𝘫𝘢𝘬, 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘥𝘪𝘣𝘦𝘳𝘪 𝘱𝘦𝘭𝘢𝘫𝘢𝘳𝘢𝘯.
    𝘌𝘯𝘢𝘬 𝘴𝘢𝘫𝘢 .... 𝘚𝘢𝘵𝘳𝘪𝘢 𝘬𝘢𝘯 𝘨𝘢𝘬 𝘪𝘬𝘶𝘵 𝘮𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘯𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢𝘯𝘺𝘢....
    𝘙𝘰𝘩𝘢𝘯𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘉𝘪𝘳𝘢𝘩 𝘬𝘭𝘦𝘭𝘦𝘳𝘢𝘯..... 𝘛𝘰𝘮𝘺 "𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴' 𝘮𝘦𝘯𝘪𝘬𝘢𝘩𝘪 𝘔𝘰𝘯𝘪𝘬.....
    𝘚𝘢𝘵𝘳𝘪𝘢 𝘭𝘰𝘭𝘰𝘴 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘫𝘦𝘣𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘣𝘢𝘵𝘮𝘦𝘯..... 𝘚𝘶𝘵𝘢𝘳 𝘣𝘢𝘩𝘢𝘨𝘪𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘣𝘰𝘴𝘴𝘯𝘺𝘢....

    🌟💫🌟💫🌟💫🌟💫🌟💫

    ReplyDelete
  7. Alhamdulilah KSB 42 sudah tayang, maturnuwun bu Tien ..semoga bu Tien sekeluarga selalu sehat dan bahagia, serta selalu dalam lindungan Allah SWT.salam hangat dan aduhai aduhai bun ❤️❤️❤️

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Sri

      Delete
  8. Alhamdulillah
    Terima kasih bubda Tien

    ReplyDelete
  9. Hamdallah...cerbung Ku Petik Setangkai Bintang 42 telah tayang

    Terima kasih Bunda Tien
    Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Keluarga di Sala. Aamiin

    Satria sedikit lega, satu masalah sdh terurai, inti nya Tomi hrs menikahi Monik.

    Tinggal masalah lain ialah kerelaan ayah nya Murtono tdk menikahi Subirah, krn Satria akan mudah memetik Bintang buat Minar...💐🌹😁

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  10. Alhamdulillah KUPETIK SETANGKAI BINTANG~42 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🤲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Djodhi

      Delete

  11. Alhamdullilah
    Cerbung *Kupetik Setangkai Bintang 42* telah. hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat bahagia bersama keluarga
    Aamiin...
    .

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Wedeye

      Delete
  12. Alhamdulillah cerbung nya sdh muncul ... sehat selalu yaa bu Tien

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Endang

      Delete
  13. Padahal si Monik nggak mau sama Tomy.

    ReplyDelete
  14. Hallaahh kacian ci Monik gak jadi sama satria, terbongkarlah kelakuan ci Rohana, maspus lho, hehehe marah nih Yee, makasih bunda

    ReplyDelete
  15. Matur nuwun bunda Tien...🙏🙏

    ReplyDelete
  16. Nunul nunul sejak sore gak bisa

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah 👍🌷
    Maturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat 🤲🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Herry

      Delete
  18. Matur nuwun Bu Tien, salam sehat bahagia dr Yk....

    ReplyDelete
  19. Begitulah tulisan Bu Tien, berisi 'pitutur luhur' yang tersirat dalam ceritanya. Selalu meletakkan pada tempatnya. Sing sapa salah bakal seleh.
    Tinggal menunggu nasib Birah, akan dikemanakan nasibnya.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Latief

      Delete
  20. Alhamdulillah, matur bunda, salam sehat selalu

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat selalu ya 🤗🥰🌿💖

    Sabar ya Minar, tinggal sedikit lg kok , kamu akan mendapatkan mas Satria mu ..🥰

    Kenapa Monik , kaget' ya mas Satria tdk ada,,,jgn stress ya,,,bisa repot nih
    Aduhaiii jadinya

    ReplyDelete
  22. Mas satria mana, ya dijakarta lah, emang nya satria mau nikah sama kamu gadis genit......rasain lu, nangis _nangis lu...

    Mks bun KSB 42 nya....selamat malam

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien .... kaesbe 42 tlh tayang dgn lancar, semoga bu tien sehat2 selalu n tetap semangat

    ReplyDelete
  24. Terimakasih bunda Tien ... Sehat selalu dan berbahagia dg amancu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makanya Monik jangan mimpi untuk dapat Satria, sdh ada yg punya..wk..wk
      Terimakasih bunda Tien, sehat selalu dan aduhai..

      Delete
    2. Sami2 ibu Komariyah
      Aamiin atas doanya

      Delete
  25. Mbak Tien ini imajinasinya luar biasa...
    Terimakasih Mbak tien...

    ReplyDelete
  26. Asiiik,...Satria bebas dari jebakan Rohana.
    Makasih mba Tien.
    Salam hangat selalu aduhai

    ReplyDelete

MASIH ADAKAH MAKNA 09

  MASIH ADAKAH MAKNA  09 (Tien Kumalasari)   Binari melotot dengan kaki gemetar. Di depannya, sang ayah memegang kotak yang telah kosong, de...