KUPETIK SETANGKAI BINTANG 39
(Tien Kumalasari)
Bukan hanya Murtono yang melongo. Demikian juga Satria. Ucapan Minar sama sekali tak diduganya. Bukan karena pengakuannya hanya sebagai sahabat Satria, tapi pengakuannya bahwa Birah adalah ibunya. Tentu saja Satria mengenalnya. Wanita yang akan diambil istri ayahnya, dan tidak disukainya karena kasar dan arogan. Iapun saling pandang dengan ayahnya, tanpa mampu mengucapkan sepatah katapun.
“Sekarang Bapak dan mas Satria tahu kan, siapa saya sebenarnya? Itu sebabnya saya tidak terburu-buru menerima ungkapan cinta mas Satria. Takut kalau nanti mas Satria akan menyesalinya. Yang pertama, karena saya terlahir dari keluarga miskin. Kedua, hubungan ibu saya dan Bapak yang membuat hati saya tertekan.”
Minar tiba-tiba berdiri, kemudian membungkukkan sedikit badannya dengan merangkapkan kedua belah tangannya.
“Saya permisi,” katanya kemudian ia membalikkan badannya, dan keluar dari dalam rumah.
Satria yang masih terpana, kemudian terkejut ketika melihat Minar benar-benar keluar dari dalam rumah. Ia segera bangkit dan mengejarnya.
“Minar, tunggu Minar,” teriaknya.
Tapi MInar terus saja melangkah, keluar dari halaman.
Satria yang kemudian berhasil meraih tangannya, dikibaskan dengan keras olehnya, lalu ia berlari meninggalkannya.
“Minar.”
“Sekarang Mas sudah tahu siapa diriku, jadi lepaskanlah aku,” katanya tanpa berhenti melangkah. Begitu keluar dari halaman, sebuah taksi melintas. Minar menghentikannya, dan buru-buru memasukinya, lalu menyuruh sang sopir melajukan mobilnya.
“Minaaar!”
“Dia pergi?”
“Mengapa Bapak berhubungan dengan istri orang?” kesal Satria.
“Satria. Birah itu cinta pertama bapak.”
“Tapi dia masih punya suami.”
“Dia sudah bercerai. Tapi sekarang aku tidak jadi memperistrikannya. Tidak lagi.”
“Karena tahu bahwa Minar adalah anaknya?”
“Tidak, sebelum ini bapak memang sudah bermaksud menjauhinya. Sudah lama bapak menjauhinya.”
Satria mengambil ponselnya, mencoba menghubungi Minar, tapi Minar mematikan ponselnya. Ia kebingungan.
Satria meninggalkan mobil ayahnya setelah menyerahkan kuncinya, kemudian dia keluar dari halaman.
“Satria, kamu mau ke mana? Masuklah dulu ke rumah, dan tenangkan hatimu.”
“Satria akan menyusulnya.”
“Kamu tidak suka pada ibunya, apa kamu masih akan mengejarnya?”
“Minar tidak sama dengan ibunya. Satria tahu itu.”
“Tenangkan dulu hatimu, mari kita bicara.”
“Hal pertama yang ingin Satria lakukan adalah menemuinya dan berbicara dengannya.” lalu Satria nekat keluar dari halaman.
Murtono tak bisa melakukan apapun. Ia begitu terkejut mendengar bahwa Minar adalah anak Birah. Sebenarnya banyak yang ingin Murtono katakan, tapi Minar terburu-buru pergi.
Murtono menghela napas panjang, kemudian masuk ke dalam rumahnya. Ia mengambil ponsel dan menelpon Birah, yang kemudian menerimanya dengan perasaan senang.
“Hallo, Mas. Akhirnya Mas menelpon aku juga. Baiklah, aku sudah bicara dengan bu Suryo tentang perpanjangan tiga bulan lagi itu. Tapi aku harap Mas akan menikahiku sebelum tiga bulan itu berakhir. Aku merasa sudah lama menunggu.”
“Jangan dulu bicara tentang kita. Ada yang ingin aku tanyakan pada kamu.”
“Apa itu Mas?”
“Apa kamu punya anak perempuan? Selama ini kamu tidak pernah mengatakan tentang anakmu.”
“Iya. Aku punya seorang anak perempuan dan sudah dewasa. Tapi Mas jangan khawatir, dia tak akan menjadi penghalang bagi kita. Aku sudah mengatakannya bahwa sebentar lagi akan menikah, dan dia tidak menentangnya kok. Sungguh. Jangan mengkhawatirkan hal itu.”
“Apakah gadis itu bernama Minarni?”
“Ya, dari mana Mas tahu? Ya ampun, ternyata Mas sudah menyelidiki keadaan keluargaku sebelum benar-benar menikahi aku.”
“Ya sudah, aku hanya ingin menanyakan hal itu.”
“Untuk apa Mas? Mas harus tahu, kalau kita sudah menikah nanti, dia tak akan mengganggu kita kok. Dia anak baik, dan hanya dekat pada ayahnya. Eh … Maas, kok dimatikan. Lhoh, gimana sih Mas, kok aku jadi bicara sendiri. Dasar. Selalu membuat aku kesal,” omel Birah lalu melemparkan ponselnya ke atas meja. Satu inci lagi ponsel itu pasti jatuh ke lantai. Untunglah tidak.
***
Satria berjalan kaki, sambil memanggil taksi online. Tapi dia bingung harus ke mana. Mungkinkah Minar pulang ke rumah? Kalau nanti MInar mengadu kepada ayahnya tentang Birah, bagaimana sikap ayahnya? Atau malah Minar sudah pernah mengatakan hal itu kepada sang ayah?
Satria berdiri di depan sebuah warung, menunggu taksi yang dipanggilnya. Pikirannya sungguh kacau. Mengapa Minar langsung saja kabur dan tidak mau berbicara walaupun dia adalah anak Birah? Satria juga berpikir, kalau dia anaknya Birah, apakah dia harus memutuskan hubungan dengannya?
Sebuah mobil berhenti tepat di depannya. Satria tak beranjak, karena itu bukan taksi yang dipanggilnya. Tapi tiba-tiba seseorang turun dari mobil itu, dan berjalan ke arahnya.
“Mas Satria?”
Satria terkejut. Yang datang adalah Monik. Wajah Satria menjadi bertambah gelap. Enggan sebenarnya bertemu dengan gadis itu.
“Apa yang Mas kerjakan di sini?”
“Aku menunggu taksi.”
“Mau ke mana? Ayo aku antar.”
“Tidak, aku sudah memanggil taksi.”
“Mas, aku sebenarnya ingin bicara. Hal ini menyangkut keluarga Mas juga. Apa bu Rohana juga mengatakan sesuatu kepada Mas?”
“Aku jarang bertemu ibu.”
“Sesungguhnya aku ingin berkeluh pada Mas.”
Sebuah taksi berhenti. Satria bersyukur karena tidak harus melanjutkan pembicaraannya dengan Monik.
“Maaf, aku pergi dulu, Minar sedang menunggu aku,” katanya sambil bergegas menghampiri taksi, kemudian berlalu. Ia menyebut nama Minar agar Monik tak mengganggunya.
Monik cemberut. Satria masih berhubungan dengan Minar.
“Apa sih lebihnya Minar? Mas Satria jauh-jauh datang kemari karena Minar? Sebenarnya ada yang ingin aku katakan pada dia. Tentang kehamilanku ini. Tapi baiklah, nanti aku menelpon ibunya saja, bagaimana kelanjutan dari apa yang aku katakan kemarin dulu itu."
Sesaat Monik termangu di tempatnya berdiri.
“Ingin rasanya aku mengikuti taksi itu, tapi nggak ah, dia akan ketemu Minar, nanti hatiku hanya akan bertambah panas.”
Monik menghampiri mobilnya, dan membawanya pulang ke rumah. Tapi di jalan dia menelpon Rohana, mengatakan bahwa dirinya ketemu Satria yang akan menemui Minar.
***
Rohana kesal, karena Tomy benar-benar tak peduli dengan apa yang dikatakan. Ia juga kesal karena Satria tampaknya tak akan mau menikahi Monik, tapi ia masih punya harapan, Murtono akan bisa meluluhkan hati anaknya, agar mau menuruti kemauannya. Sementara menurut Monik yang barusan menelponnya, Satria ada di sana untuk menemui Minar.
Rupanya Rohana tak mau menunggu, ia segera menepon Murtono lagi.
“Ada apa?” jawab Murtono segan, ketika Rohana menelponnya.
“Mas, kok jawabannya nggak enak begitu sih?”
“Maaf Rohana, aku sedang sibuk.”
“Apa Satria benar-benar tidak pulang ke situ? Jangan bohong, aku tahu Satria pulang. Ya kan?”
“Pulang, lalu dia pergi lagi. Aku belum sempat bicara,” kata Murtono.
“Mas, ini kan masalah penting, mengapa Mas tidak memerlukan untuk bicara dengannya? Ingat Mas, aku pernah menolong Mas, jadi Mas juga harus menolong aku. Kelihatannya Mas tidak peduli sih.”
“Rohana, aku kan sudah bilang kalau hal itu terserah Satria yang akan menjalani?”
“Mas, kalau aku marah, aku akan meminta uang yang aku pinjamkan untuk kembali sekarang juga.”
“Apa yang bisa aku lakukan? Uangnya belum terkumpul, aku baru saja bergerak untuk berusaha kembali.”
“Kalau begitu lakukan apa yang aku minta.”
“Rohana, ketika kamu meminjamiku uang, kamu minta syarat agar aku menjauhi Birah, dan itu sudah aku lakukan. Sekarang kamu mengungkit masalah uang itu dan minta agar aku menuruti kemauan kamu. Memangnya setelah ini kamu akan terus memerasku? Tidak bisa Rohana. Aku hanya meminjam uang dan pasti akan aku kembalikan, jadi jangan menuntut apapun karena uang itu,” kata Murtono kesal. Hatinya sedang kacau mengingat hubungan Minar dan Satria. Dia menyukai gadis itu, yang cantiknya alami, sederhana dan santun. Apalagi Satria mencintainya. Tapi hubungannya dengan Birah membuat gadis itu memilih pergi. Ini membuatnya bingung, apalagi ketika melihat wajah Satria yang tiba-tiba murung. Ia tak pernah melihat Satria semurung itu. Satria laki-laki yang tangguh. Ia tak pernah mau memberatkan orang tua. Tak mau bermewah-mewah walau anak orang berada. Ia segera mencari pekerjaan begitu kuliahnya selesai. Satria adalah harta yang membuatnya bangga. Ia sendiri tak akan mampu melakukannya.
“Mas, kok Mas begitu sih? Mas lupa bagaimana ketika Mas merayu aku, menuruti semua kemauanku, ketika mas menginginkan agar aku membantu. Sekarang, setelah berhasil, Mas melupakan semua itu, dan sedikitpun tak mau mengerti tentang keadaanku.”
“Kamu yang tidak mau mengerti, apa artinya berkeluarga. Aku memang bukan siapa-siapa untuk kamu, tapi Satria adalah darah dagingmu. Bagaimana mungkin kamu tega melakukannya?”
“Menikahkan dengan gadis baik cantik kaya, bukankah itu hal baik? Daripada gadis bernama Minar yang sama sekali tidak menarik, dan mana pantas kita berbesan dengan keluarga miskin?”
“Hentikan omong kosong itu. Kebahagiaan anak adalah yang utama dalam hidupku. Dia tidak mau melakukannya. Pertama karena gadis itu sudah hamil karena kelakuan anakmu yang bernama Tomy itu. Kedua, memang Satria tidak suka. Jangan menutupi kekejaman kamu terhadap Satria dengan dalih meminta tolong dan menekankan keadaan bahwa Satria dan Tomy adalah bersaudara. Kamu juga berharap tetap bisa meneguk kekayaan yang berlimpah dengan mengorbankan Satria. Jangan membantah perkataanku. Jangan mengganti kata korban dengan pertolongan. Itu berbeda. Dan satu lagi, kamu sebenarnya juga ingin memisahkan Satria dengan Minar.”
Rohana diam membisu, sampai kemudian Murtono menutup pembicaraan itu dengan perasaan kesal.
***
Wini terkejut, ketika tiba-tiba Minar muncul di sore hari itu. Di antara remang senja yang samar, ia melihat bekas air mata pada wajahnya.
Tanpa bertanya, Wini menyambut kedatangan MInar dan menuntunnya masuk, serta mendudukkannya di teras.
“Apa yang terjadi?”
Minar menggelengkan kepalanya.
“Berantem dengan mas Satria?”
Kembali Minar menggelengkan kepalanya.
“Bukankah mas Satria menemui kamu pagi tadi? Atau mungkin sore ini dia juga datang menemui kamu?”
“Wini, banyak hal dari kehidupanku yang kamu tidak tahu, karena aku tidak pernah menceritakannya.”
“Kalau itu membebani kamu, kamu boleh menceritakannya padaku. Bukankah kita sahabat?”
Lalu Minar bercerita terus terang kepada sahabatnya, tentang keadaan keluarganya, mulai dari kehidupannya yang serba kekurangan, lalu sang ibu meninggalkannya karena bertemu dengan laki-laki kaya, dan sekarang mereka akan menikah. Kemudian Minar tahu bahwa yang akan menikah dengan ibunya itu adalah ayah Satria.
Tentu saja Wini terkejut. Ia baru mendengar semuanya. Dan lebih terkejut lagi ketika Satria mengajak Minar menemui ayahnya, dan berterus terang bahwa wanita yang akan dinikahi ayah Satria adalah ibunya.
“Kamu berterus terang pada ayah mas Satria? Lalu bagaimana reaksinya?”
"Tentu saja dia terkejut. Tapi kemudian aku pergi meninggalkan mereka, setelah aku minta pada mas Satria agar melupakan aku.”
“Mas Satria membiarkannya?”
“Tadi dia mengejarku, entahlah. Tiba-tiba ada taksi dan aku langsung pergi kemari.”
“Minar. Tidak seharusnya kamu tiba-tiba pergi.”
“Apa yang harus aku lakukan? Hubungan kami jelas tidak bisa berlanjut. Bahkan sebelum aku tahu bahwa yang akan menikahi ibuku adalah pak Murtono. Kamu kan tahu bagaimana keluargaku, dan bagaimana keluarga mas Satria? Sedangkan ibunya saja selalu merendahkan aku, mana mungkin aku bisa menjadi keluarganya?”
“Tapi Mas Satria sangat mencintai kamu, tidak peduli kamu kaya atau miskin. Kamu telah menjatuhkan hatinya sejak mas Satria pertama kali bertemu denganmu. Bertanyalah pada hatimu, apa benar kamu tidak mencintai mas Satria?”
“Apakah cinta harus memiliki? Aku berharap mas Satria berbahagia dengan Monik, sejak kita sama-sama bersahabat.”
“Monik bukan sahabatku. Kami hanya berteman, tapi sering tidak cocok satu sama lain.”
“Baiklah, tapi bukankah mereka pasangan serasi?”
“Kami bukan pasangan serasi.”
Wini dan Minar terkejut, ketika tiba-tiba Satria muncul.
“Mas Satria?” pekik Wini, sedangkan Minar hanya menundukkan wajahnya.
“Aku sudah tahu kalau Minar akan datang kemari,” kata Satria sambil duduk.
“Mengapa kamu langsung pergi? Bukankah kita bisa membicarakan masalah kita dengan baik?” kata Satria langsung ke permasalahan, karena Satria tahu, bahwa Minar pasti sudah menceritakan semuanya kepada Wini.
Tapi sebelum pembicaraan dilanjutkan, ponsel Satria berdering, agak kesal Satria, ketika melihat panggilan itu datang dari ibunya. Tapi dia mengangkatnya juga.
“Ada apa Bu?”
“Tuan muda, ini saya, Sinah.”
“Oh, ada apa Mbak?”
“Nyonya masuk rumah sakit.”
“Apa?”
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah *KaeSBe*
ReplyDeleteepisode 39 tayang
Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
Salam hangat dari Jogja
Ttp semangat dan tmbh ADUHAI ADUHAI ADUHAI
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng In
ADUHAI 3X
ππ«ππ«ππ«ππ«ππ«
ReplyDeleteAlhamdulillah KaeSBe episode_39 sudah tayang. Terima kasih bu Tien. Salam sehat dan tetap ADUHAI...
πππΉ
Wuaduhh.... Rohana kena serangan strooke?
Birah klepek², karena Murtono sdh mengabaikannya?
Satria makin semangat...
πΊπ»πΉπ·πΊπ»
πΉπ·πΊπ»πΉπ·
ππ«ππ«ππ«ππ«ππ«
Matur nuwun mas Kakek
Delete✨π✨π✨π✨π
ReplyDeleteAlhamdulillah ππ¦
KaeSBe_39 sdh tayang.
Matur nuwun Bu Tien,
semoga Bu Tien &
kelg, sehat & bahagia
selalu. Aamiin.
Salam aduhai...ππ€©
✨π✨π✨π✨π
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sari
Aduhai selalu
Matur nuwun mbak Tien-ku KSB telah tayang
ReplyDeleteTrmksh mb Tien
ReplyDeleteSami2 Yangtie
DeleteMatur suwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteMatur sembah nuwun..mbak Tien
ReplyDeleteSehat selalu
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Ning
Alhamdulillah..
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien πΉπΉπΉπΉπΉ
Sami2 ibu Susi
Deletealhamdulillah
ReplyDeleteTrims bunda tien
Sami2 ibu Endah
DeleteMaturnuwun bu Tien... KSB 39 sampun tayang .... salam hangat dan aduhai aduhsi bunda tien
ReplyDeleteSami2 ibu Sri
DeleteAduhai deh
Terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien selalu sehat
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Matur nuwun jeng Tien salam sehat selalu
ReplyDeleteSami2 mbak Yanik
Deletealhamdulillah
ReplyDeletematurnuwun bunda
Sami2 ibu Nanik
DeleteAlhamdulillah...sugeng dalu
ReplyDeleteSugeng enjing ibu Atik
DeleteAlhamdulillah KUPETIK SETANGKAI BINTANG~39 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..π€²..
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Alhamdulillah. Maturnuwun mbak Tien.
ReplyDeleteWah, Rohana njeglek. Baguslah, tidak akan memperkeruh keadaan dengan memisahkan Satria dari Minar.
Setelah ini, Birah yang kena skakmat. Tapi pinisirin ya, bagaimana cara menyingkirkan Birah?
Sungguh mintilihiir....
Sami2 ibu Iyeng,
DeleteSalam mintilihir
Alhamdulillah ππ·
ReplyDeleteMaturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat π€²π
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Alhamdulillah tayang, tetaplah satria pada pendirianmu mencintai minar sampai ke penghulu, satria perjuangkan cintamu...hoeeeyyy
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
DeleteMatur nuwun ibu Engkas
DeletePersoalan tidak tuntas karena tidak ada komunikasi yang baik. Harusnya kan bicara dulu sampai jelas. Apa yang kita ketahui, belum tentu benar seperti apa sebenarnya.
ReplyDeleteDari sepotong pembicaraan Satria dengan ayahnya, Satria tahu bahwa ayahnya tidak akan menikah dengan Birah.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Latif
Trimakasih Bu Tien .... sehat selalu nggih
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endang
Cinta tidak harus memiliki.....jarene sapa?
ReplyDeleteNuwun
DeleteMatur nuwun, bu Tien. Belum meluncurkan novel lg kah ?
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteSedang dalam proses
ReplyDeleteAlhamdullilah
Cerbung *Kupetik Setangkai Bintang 39* telah. hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat bahagia bersama keluarga
Aamiin...
.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Yaaah Rohana klenger deh, itulah kalau main api ya kebakar kalau main air ya basaaaah, tinggal si birah nih gimana nasibnya
ReplyDeleteMks bun KSB 39 nya...salam sehat salam bahagia
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Supriyati
Alhamdulillah KaeSBe ~39 sdh datang.
ReplyDeleteMatursuwun Bu Tien, semoga Bu Tien sehat selalu bahagia bersama keluarga. AamiinπΉ
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Umi
Alhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteTerima kasih bu tien KSB 39 tlah tayang
Semoga bu tien sehat2 n senantiasa dlm lindungan n bimbingan Allah SWT .... Aamiin yra
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Arif
Hamdallah...cerbung Ku Petik Setangkai Bintang 39 telah tayang
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien
Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Keluarga di Sala. Aamiin
Benang mbrundet...lama2 sdh bisa di urai.
Demi kebahagian anak nya s Satria, Murtono hrs rela tdk menikahi Subirah.
Rohana yng sdh kena shock therapy..berbaring di rumah sakit, semoga menyadari kesalahanya.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Matur suwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Windari
DeleteAlhamdulillah "Kupetik Setangkai Bintang -39" sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu.
Aamiin
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ting
Matur nuwun Bu Tien, ceritanya sungguh menarik. Tetap sehat njih Ibu...
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Reni
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteSami2 MasMERa
ReplyDeletePaling juga akal²an Rohana.
ReplyDeleteNggak suka banget sama kelakuannya Rohana.
Jangan sampai Satria sama Monik.
Makasih mba Tien.
Salam sehat selalu aduhai
Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya π€π₯°πΏπ
ReplyDeleteWah ini strategi Bu Rohana ya , atau memang stress Krn tdk ada jln keluar,,
Aduhaiii