BERSAMA HUJAN 43
(Tien Kumalasari)
Tiba-tiba Romi meraih tangan Kinanti, lalu menyematkan sebuah cincin berlian ke jari manisnya. Kinanti gemetar dibuatnya. Semuanya terasa seperti mimpi. Mata cincin yang berkilat tidak membuatnya bahagia. Semua terasa sangat tiba-tiba. Ia yang bersikeras menolak Romi, tiba-tiba luluh ketika sang ayah ikut campur dalam menanganinya. Barangkali bagi seorang tua, yang terbaik adalah apabila ada yang bertanggung jawab atas apa yang disandangnya. Dulu Kinanti memang sangat mengharapkannya, tapi penolakan dan penghinaan itu masih tersisa dalam memorinya. Tak mudah menghilangkan luka, walau Romi sudah menunjukkan penyesalan dan perhatian yang sangat besar.
Pernikahan ini nanti akan terjadi karena campur tangan sang ayah. Ia menerimanya, tapi belum sepenuhnya mempercayai niat baik Romi.
Suasana yang tampak hingar bingar itu ditinggalkannya karena Kinanti mendengar rengek Ksatria.
“O, sayang … kamu sendirian ya? Kamu haus? Lapar? Atau kamu ngompol? Oh, ya ampun, ternyata kamu ngompol. Popok kamu basah ya, sebentar, ibu gantikan ya, jangan menangis dong,” Kinanti mengangkat Ksatria yang kemudian diletakkannya di atas meja. Meja yang khusus diletakkan di dekat box bayi, dengan perlengkapan bayi yang lengkap. Alas yang empuk dan wangi, dan tumpukan baju ganti si bayi.
Kinanti menghela napas panjang. Haruskah dia mensyukuri semuanya, atau menyesalinya? Terbayang olehnya kamar di rumah kontrakan, yang sudah ditatanya sebelum dia berangkat ke rumah sakit. Ia akan menidurkannya di samping dia tidur, diberinya alas yang lembut, bantal dan guling kecil. Bagaimana nasib kamar dan tataannya itu, ketika tiba-tiba dia sudah harus berada di rumah yang sangat bagus dan bisa menidurkan si bayi di kamar khusus dengan segala perlengkapannya.
Bayi itu masih merengek, membuat Romi kemudian menjenguk ke dalam.
“Kenapa dia?”
“Tadi ngompol. Sekarang haus, saatnya minum ASI,” jawab Kinanti tanpa menatapnya.
“Oh ….”
Romi mengerti, ia keluar dan kembali menemui tamu-tamunya.
“Kenapa anakmu Rom?” tanya bu Rosi.
“Ngompol. Sekarang sedang minum ASI.”
Bu Rosi merasa lega.
Hari sudah sore ketika semuanya berpamit pulang. Kinanti menidurkan kembali anaknya di box karena dia sudah terlelap. Sang ayah masuk ke kamar itu untuk berpamitan.
“Kinan, bapak pulang dulu. Kelak kamu harus bisa menjadi istri yang baik, melayani suami dengan baik, dan merawat anakmu dengan baik pula.”
“Baik Pak. Terima kasih Bapak telah memaafkan saya. Kalau Ksatria sudah agak besar, saya akan mengunjungi Bapak.”
“Iya, tidak usah terburu-buru. Bapak baik-baik saja, karena ada keponakan bapak yang membantu dan menemani bapak, setelah kamu pergi.”
“Syukurlah, biar Kinan panggilkan taksi dulu.”
“Aku akan mengantarkan bapak,” tiba-tiba Romi muncul di belakang sang ayah.
Kinanti mengangguk, tanpa ekspresi, tapi ia mengantarkan sang ayah sampai ke depan.
“Kalau kamu butuh sesuatu, ada bibik di belakang. Kamu harus segera beristirahat,” kata Romi sebelum pergi.
Kinanti, lagi-lagi hanya mengangguk.
Ketika dia masuk, dilihatnya bibik sedang mengambil gelas dan piring kotor, bekas para tamu. Kinanti membantunya, tapi bibik melarangnya.
“Jangan N on, biar saya saja,” katanya sambil tersenyum.
“Tapi kotoran itu sangat banyak.”
“Bibik sudah biasa mengerjakannya. Tadi tuan Romi berpesan, agar Nonaa beristirahat saja. Nanti kalau membutuhkan apa-apa, panggil bibik, ya,” kata bibik sambil menjauh.
Kinanti mengangkat bahu, kemudian masuk ke kamar Ksatria. Tadi bu Rosi mengatakan bahwa kamarnya adalah yang sebelah kamar bayi itu, yang lebih besar. Tapi Kinanti memilih tidur di kamar Ksatria. Kalau dia terbangun, dia harus segera melihatnya bukan? Barangkali dia ngompol, atau lapar.
Kinanti masuk ke kamar mandi, membersihkan diri, lalu mengganti bajunya dengan baju rumahan. Setelah itu dia membaringkan tubuhnya. Setelah melahirkan, pastilah ia merasa lelah. Tak lama kemudian dia terlelap.
***
Ketika Romi kembali, ia melongok ke kamar anaknya. Ia menghela napas panjang, melihat Kinanti tidak tidur di kamar yang disediakan untuknya.
Romi ingin membangunkannya, tapi tak tega. Ia beranjak ke belakang, dan memerintahkan kepada bibik agar membuat segelas susu. Kemudian dia membawanya ke kamar Ksatria. Ketika ia meletakkan gelas, Kinanti membuka matanya.
“Ini susu untuk kamu.”
Kinanti terdiam, sebuah perhatian yang menyentuh. Ia juga melihat Romi melongok ke arah box bayi, dengan senyuman mengembang. Dengan lembut Romi menyentuh pipi sang bayi, kemudian keluar, sebelum sebelumnya mengingatkannya untuk segera minum susunya.
Kinanti bangkit. Ia membawa gelas susu itu keluar, meletakkannya di atas meja di ruang tengah itu, lalu dia duduk di sana. Termangu, ia berpikir tentang apakah ini mimpi, ataukah nyata. Rumah kost yang diharapkan akan menunggu kepulangannya, ternyata tak ada. Yang ada hanyalah rumah kecil dengan perabotan mewah, dan apapun ada di sana. Masih terngiang di telinganya, ketika sang ayah 'memerintahkan agar dirinya mau menerima Romi yang sudah bertobat.
Jadi sekarang ia akan menjadi istrinya? Istri laki-laki yang pernah dicintai kemudian mencampakkannya, lalu sekarang menunjukkan cinta kasihnya? Bohong kalau hatinya tak luluh. Bohong juga kalau cinta itu sudah menguap tergilas kebencian yang dipendamnya selama berbulan-bulan. Cinta itu masih ada.
“Minumlah, masih hangat,” suara itu terdengar seperti sebuah kidung yang mengalun dari langit sana. Membuat hatinya bergetar, dan jiwanya menari diantara mekarnya bunga-bunga.
Ketika gelas itu terulur di depannya, Kinanti menerimanya, dan meneguknya perlahan. Mengapa susu ini begitu nikmat? Apakah karena ada cinta teraduk di dalamnya?
“Kamu harus minum susu setiap pagi dan sore, serta banyak makan sayuran dan juga buah. Bibik sudah belanja lengkap untuk masakan yang bagus untuk ibu menyusui. Ada bermacam buah di kulkas. Kamu bisa mengambil mana yang kamu suka. Aku yakin kamu akan menikmatinya, karena kamu pasti juga ingin anak kita sehat, bukan?”
Kinanti menghabiskan susunya.
“Kamu punya kamar sendiri, tidurlah disana,” lanjut Romi dengan senyuman yang tak pernah hilang dari bibirnya
Kinanti menatapnya. Ya Tuhan, aku harus menjalaninya, bisik batin Kinanti.
“Sudah terdengar adzan. Aku shlat dulu.”
Jiwa Kinanti semakin bergetar. Laki-laki tampan ini sudah menemukan jalannya.
Kinanti mengangguk.
Bibik yang berada di dapur sedang menyiapkan makan malam. Tiba-tiba terdengar tangisan bayi. Bibik berlari ke arah kamar bayi, mengira sang nyonya masih tertidur. Tapi tak ada. Bibi mengangkat bayi yang ternyata ngompol. Ia menggantikan popoknya, kemudian membawanya keluar. Ia melewati mushala, melihat tuan muda sedang bersujud. Bibik mengayunkan perlahan bayinya, lalu bayi itu terlelap.
Kinanti yang sedang menata tempat tidur bayi tersenyum melihat Ksatria sudah kembali tidur.
Bunga layu yang memenuhi dadanya, tiba-tiba mekar kembali. Seperti cinta yang terpendam oleh segumpal kebencian, kemudian membeku, lalu mencair dalam alunan doa.
"Aku pulang dulu, kata Romi setelah selesai shalat. Kinanti mengangguk.
"Kalau butuh sesuatu, bilang saja pada bibik. Besok pagi aku ke sini lagi."
***
"Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau, saudara Romi Adhyaputra bin Adhyaputra, dengan saudari Kinanti binti Warsanto, dengan mas kawin berupa seperangkat alat shalat dan perhiasan, dibayar tunai.”
Kinanti merasa seperti sedang melayang diudara, bergulung-gulung diantara mega, entah sampai berapa lamanya, ia bahkan tak mendengar suara Romi, lalu ia sadar dan tiba-tiba seperti kembali terjatuh saat mendengar suara serentak ‘sah’.
***
Kinanti dan Romi sedang sarapan di ruang makan. Ada urap sayur dan telur pindang yang disiapkan bibik untuk sarapan.
Agak lama mereka terdiam, lalu tiba-tiba Kinanti membuka suara.
“Mengapa aku harus tinggal di sini?”
“Pertanyaan macam apa itu? Ini adalah rumahmu, rumah si kecil, rumah kita. Kita akan tinggal bersama di sini. Apa kamu tidak suka?”
“Apakah kamu sungguh-sungguh ingin membangun sebuah keluarga bersama aku?”
“Kinanti, sudah berkali-kali aku mengatakannya, bahwa aku akan menjadikan kamu istriku, berarti bahwa kita akan membangun keluarga ini bersama-sama. Kita lupakan masa-masa kelam aku yang penuh dosa. Cintaku tumbuh untuk kamu, Kinanti, juga untuk Ksatria. Percayalah bahwa aku akan menjadikanmu ratu dalam kehidupanku. Apa aku harus bersumpah?”
“Tidak. Aku akan menjalaninya, dan berharap langkah yang aku ambil adalah langkah yang benar.”
Romi tersenyum, dan memandang istrinya mesra. Pandangan yang dulu menggetarkan hati Kinanti, sekarang senyum itu tampil lagi dihadapannya. Senyum yang lebih tulus dan jauh dari nafsu.
Sebulan lebih Romi harus menunggu, dan akhirnya bisa benar-benar menikahi Kinanti. Ini adalah bahagianya.
***
Aisah diajak suaminya pulang ke seberang, sepekan setelah pernikahan. Hal itu membuat Andin kesepian, karena tak bisa lagi bertemu sahabatnya kecuali hanya bertelpon, itupun jarang. Mungkin karena kesibukannya di sana, atau karena Aisah tak mau mengganggu pelajarannya, entahlah. Ketika senggang, ingin sekali dia bertemu Kinanti, tapi ia enggan bertemu Romi. Bagaimanapun apa yang pernah dilakukan Romi, masih membekas dihatinya. Ia hanya mau bertemu pada saat Kinanti pulang dari rumah sakit, itupun karena bersama dokter Faris dan Aisah serta suaminya.
Tapi pagi hari itu tiba-tiba Kinanti menelpon, membuat Andin senang bukan main.
“Assalamu’alaikum Mbak, apa kabar?”
“Wa’alaikumussalam Andin, atas doamu aku baik-baik saja.”
“Bagaimana Ksatria?”
“Dia juga sehat, sudah bisa mengoceh setiap pagi, tertawa-tawa saat diajak bercanda. Pokoknya lucu deh. Datanglah kemari, kalau sedang senggang. Kamu kuliah?”
“Tidak, mbak hari ini libur. Sebentar lagi aku sudah akan menggarap tugas akhir aku. Doakan lancar ya Mbak.”
“Tentu aku akan mendoakan kamu. Tapi aku kangen sekali sama kamu, aku ingin main ke rumah dokter Faris saat praktek, supaya bisa ketemu kamu.”
“Jangan Mbak, kasihan Ksatria, kalau diajak pergi malam-malam. Kapan-kapan aku main ke rumah Mbak saja.”
“Bener ya?”
“Kalau siang, Mbak sama siapa?” tanya Andin yang sebenarnya ingin tahu, disaat siang, adakah Romi di sana.
“Hanya aku sama bibik, dan juga Ksatria. Romi pulang saat sore. Kan dia bekerja..”
Andin senang, Kinanti tak lagi ragu menyebut nama Romi, berarti ia benar-benar sudah menerimanya. Ia bersyukur Romi menjadi baik, dan berharap agar Kinanti berbahagia bersamanya. Hanya saja hatinya yang belum bisa berakrab-akrab dengannya, seperti ada batasan yang menghalanginya.
“Andin, kamu masih di situ?”
“Eh .. iya Mbak.”
“Kamu menerima telpon sambil melamun ya?”
“Nggaaaak, ini … sambil bersih-bersih,” jawabnya berbohong.
“Kamu mau ke rumah?”
“Ingin sekali, barangkali besok.”
“Baiklah, kita makan siang di rumah aku ya.”
“Iya, sepulang kuliah aku mampir.”
Andin senang, akhirnya akan bisa bertemu sahabatnya.
***
Ksatria benar-benar sudah menjadi bayi yang lucu dan menggemaskan. Tubuhnya gemuk, dan murah senyum. Ia juga sudah bisa berteriak-teriak saat hatinya senang. Andin yang siang itu mengunjunginya, dengan gemas mendekap dan menciuminya.
“Gimana ya, kalau aku nanti kangen sama kamu? Ikut aku pulang saja yuuk!” katanya sambil mencium pipinya.
“Bikin saja sendiri,” canda Kinanti.
“Whaattt?” Kinanti terkekeh geli melihat Andin berteriak.
“Kapan kamu menikah? Bukankah dokter Faris sudah sangat ‘kebelet’ haa?”
“Kan aku sudah bilang, kuliah dulu.”
“Kelamaan dong. Kapan kamu selesai?”
“Sebentar lagi aku mulai mengerjakan skripsi, kalau aku sudah dinyatakan lulus, terserah dia mau segera menikah atau apa. Yang penting kuliah aku harus kelar. Kasihan bapak yang sudah bersusah payah membiayai kuliah aku. Jangan sampai bapak kecewa karena aku gagal menyelesaikannya.
“Kamu benar. Bapak sudah bersusah payah untuk kuliah kamu. Pokoknya aku doakan supaya segera selesai dan menikah.”
“Aamiin. Terima kasih ya MBak.”
***
Tapi ternyata dokter Faris tak sabar menunggu sampai Andin di wisuda. Begitu dinyatakan lulus, ia segera menemui pak Harsono agar diijinkan untuk segera menikahi Andin.
Pak Harsono yang sudah berjanji untuk menerima dokter Faris sebagai menantu, menyetujui usul itu. Rapat keluarga dan segala persiapan pernikahan segera digelar. Tak lupa pak Istijab sang sahabat juga hadir untuk memberikan saran agar terlaksananya pernikahan itu. Aisah dan suaminya memerlukan datang menjelang hari H.
Walau begitu, sekali lagi Andin bertanya kepada dokter Faris, tentang kesungguhannya menjadikan dirinya sebagai istri.
“Kenapa kamu tidak percaya? Berapa kali aku bilang, aku menerima kamu dengan segala kelebihan dan kekuranganmu. Apa kamu masih tidak percaya?”
Andin tersenyum dan mengangguk.
“Jangan-jangan kamu ragu-ragu karena tidak mencintai aku,” tuduh dokter Faris.
Tidak mencintai, katanya? Dia begitu baik, begitu ganteng, begitu perhatian, begitu pengertian, apakah ada alasan untuk tidak mencintainya? Andin menatap dokter Faris dengan mata berbinar. Binar itu adalah cinta. Binar itu adalah janji untuk tetap mengabdi kepada kecintaannya, kepada rumah tangganya dan kepada kehidupannya bersama dia.
“Apakah aku harus menjawabnya? Bukankah semua sikap yang aku perlihatkan selama ini sudah merupakan jawaban?”
“Tapi aku ingin kamu menjawabnya, secara lisan. Selama ini aku menunggu, kamu belum pernah mengatakannya.”
“Baiklah, aku juga mencintaimu, dokter,” katanya lembut. Dokter Faris ingin segera merengkuh kedalam dadanya, tapi ditahannya. Rupanya ia masih harus bersabar, sampai palu yang berkata ‘sah’ itu menggema.
***
Sebuah pernikahan yang penuh gempita bahagia sudah digelar, pak Harsono meneteskan air mata yang tak mampu dibendungnya. Harapan untuk menemukan pasangan bagi anak gadisnya dengan seorang laki-laki yang baik dan mencintainya, telah terlaksana. Seperti selalu dikatakannya, saat dia menutup mata, maka yang diinginkan adalah kebahagiaan anak semata wayangnya.
Bahagia itu tak cukup sampai di situ. Saat Andin di wisuda, pak Harsono kembali menangis. Ia tersedu ketika Andin berlutut dan merangkul kakinya, lalu menyerahkan sebuah map berisi keberhasilannya, sambil menangis pula.
“Bapak, Andin persembahkan ini untuk Bapak. Ini adalah milik Bapak. Keberhasilan Andin juga milik Bapak. Semua karena Bapak. Teruslah sehat dan kuat ya Pak, dan temani Andin dalam melangkah di kehidupan Andin selanjutnya. Andin cinta Bapak.
Lalu air mata semua yang hadir ikut terburai.
***
T A M A T
WANITA CANTIK BERPAKAIAN MEWAH ITU MENATAP SAUDARA LAKI-LAKINYA DENGAN PANDANGAN JIJIK.
“TEMPATMU BUKAN DI SINI, JADI LEBIH BAIK KAMU PERGI.”
DAN DENGAN LANGKAH GONTAI LAKI-LAKI KURUS ITU PERGI. WANITA YANG SEMULA DISEBUTNYA KAKAK ITU MEMANDANGI PUNGGUNGNYA TANPA BELAS.
Tungguin kisahnya, dalam ‘BUNGA UNTUK IBUKU’.
Alhamdulillah.....
ReplyDeleteBeHa_43 (TAMAT), sdh tayang....
Selamat malam, salam SEROJA.
Tetap berkarya dan ADUHAI.......
Cerita yg sangat manies,
DeleteRangkaian kata2 bunda Tien sungguh indah, membuat pembacanya ikut terhanyut didalamnya...
Matur nuwun bunda Tien
Ditunggu cerbung Bunga Untuk Ibuku π
Alhamdulillah
DeleteMatur nuwun Mbak Tien sayang. Sehat selalu ya. Kami selalu menantikan karya2 Mbak Tien selanjutnyaa. Salam sehat selalu.
DeleteMaaf, Kinanti menikah dgn Romi sepulang dari RS setelah melahirkan. Knp sdh sholat yaa? Kan masih menjalani masa nifas..
DeleteTrmksh
ReplyDeleteππΏππΏππΏππΏ
ReplyDeleteAlhamdulillah "BeHa" 43
sampun tayang.
Matur nuwun Bu Tien.
Sehat selalu dan
tetep smangat nggih.
Salam aduhai π¦πΈ
ππΏππΏππΏππΏ
Matur nuwun mbak Tien-ku Bersama Hujan tayang
ReplyDeleteBERSAMA ANDIN telah tamat, Selamat... semua tampak bahagia.
DeleteMenunggu dengan sabar, Bunga Untuk Ibuku.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Alhamdulillah ... *Bersama Hujan* sudah tayang.
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien πΉπΉπΉπΉπΉ
Alhamdulillah
ReplyDeleteMaturnuwun sanget Bu Tien...
ReplyDeleteππ
Alhamdulillaah tayang makasih Bunda
ReplyDeleteMaturnuwun sanget Bersama Hujan sudah usai .salam SEROJA
ReplyDeleteAlhamdulillah BERSAMA HUJAN~43 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..π€²
Alhamdulillah... gasik tayangnya mtr nuwun bunda sayang
ReplyDeleteAlhamdulillah....terimakasih Bunda, semoga sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah ... Trimakasih Bu Tien salam sahat
ReplyDeleteAlhamdulilah..suwun bunda Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih, Bu Tien cantiiiik..... semoga Ibu sehat terus.... Ceritanya bagus dan ditulis dengan rangkaian kata yang sangat indah....
ReplyDeleteMatur nuwun mbakyuku sayang Tienkumalasari, cerita yg menarik smoga sll mendapat inspirasi terus untuk menulis inggih, salam sehat dari Cibubur, JakTim
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien
ReplyDeleteB H 43 sudah tamat , semua mendapat pasangan , ikut berbahagia , terimakasih Bu Tien , sehat selalu
ReplyDeleteDi tunggu judul terbarunya .
Matur nuwun, bu Tien. Sehat selalu
ReplyDeleteHwuaaaa.... akhirnya❤️❤️
ReplyDeleteAlhamdulillah.....
Tur Nuwuun mbak Tien sayang... dongeng sebelum tidur malamku the end dan segera diganti yg baruπ❤️❤️
Kutunggu dengan setia Bunga untuk ibuku...
Semoga mbak Tien senantiasa Sehat Bugar Bahagia dan Panjang usia.....πππ₯°❤️
Salam Aduhai dr Surabaya ππ❤️
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
Semoga bunda Tien selalu sehat aamiin
Alhamdulillah... terima kasih bersama hujan telah usai.... luar biasaaaa sekali... sehat selalu Mbu Tien bersama keluarga tercinta
ReplyDeleteAlhamdulillah endingnya semua bahagia.
ReplyDeleteMakasih bunda Tien, aku tunggu
Cerbung Berikutnya.
Alhamdulillah.. kisah Andin berakhir bahagia.. terimakasih bunda Tien, ditunggu cerita baru besok...salam sehat selalu dan aduhai selalu.
ReplyDeleteLoh mbak Tien.... Kinanti kan baru masa nifas... kok sholat ?
ReplyDeleteKelewat jeng, banyak yang saya ganti tuh. Pikiran lagi bingung.
DeleteWaduh sudah tamat, terima kasih bu tien cerbungnya. Salam sehat
ReplyDeleteTrima kasih ibu Tien untuk "Bersama Hujan" sdh selesai, berakhir dg yg manis2 semua, kecuali Elisa.
ReplyDeleteSaya tunggu cerita yg selanjutnya.
Salam hangat selalu.
Alhamdulillah akhirnya tamat di eps 43...matur suwun bu Tien & salam sehat selalu.ππ
ReplyDeleteAlhamdulillah, BH sudah tamat, matur nuwun bunda Tien..
ReplyDeleteDitunggu cerbung berikutnya.
Sehat dan bahagia selalu bunda . .
Ketika gelas itu terulur di depannya, Kinanti menerimanya, dan meneguknya perlahan. Mengapa susu ini begitu nikmat? Apakah karena ada cinta teraduk di dalamnya?
ReplyDeleteAduhai ...nikmatnya susu rasa cinta..πππ₯°π₯°
Matur nuwun bunda Tien, dengan akhir yg pasti happy end..ππ
Alhamdulillah akhir yg bahagia bagi 3 pasangan. Matur nuwun bu Tien. Semoga sehat sellalu ..aamiin. ditunggu karya selanjutnya.
ReplyDeleteAlhamdullilah..terima ksih bunda cerbungnya SDH tamat dan bahagia semuanya .slm sht sll unk bunda dan ditgu judul berikutnyaππππππππππΉπΉπΉ
ReplyDeleteAlhamdulilah "Bersama Hujan" sdh tamat dg kebahagiaan tuk semuanya. Matursuwun Bu Tien.
ReplyDeleteTetep sehat dan semangat. Salamπ
Alhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteTerima kasih bu tien
Bersama hujan sdh berakhir
Semoga bu tien sehat2 n selalu dlm lindungan n bimbingan Allah SWT .... aamiin yra
Alhamdulilah "Bersama Hujan" sdh tamat dg kebahagiaan tuk semuanya. Matur nuwun Bu Tien.
ReplyDeleteTetep sehat dan semangat....Salam Aduhai
Alhamdulillah...sudah tamat.
ReplyDeleteHanya ada sedikit ganjalan. Sesaat setelah pernikahan Kinanti - Romi, Kinanti masih termangu-mangu belum percaya bahwa dia sudah dinikahi Romi.
Saat itu Romi mengajaknya sholat berjamaah. Bukankah Kinanti belum boleh sholat karena masih nifas?
Yang kedua, Ksatria memakai popok biasa, yang saat ngompol jadi basah dan terganggu tidurnya. Nggak pakai diapers?
Iya jeng, banyak kelewat. Sudah saya ganti. Baru nyadar keesokan harinya. Kalau popok, masih ada kok yang pakai popok.
DeleteNyuwun pangapunten ya mbakyuku sayang...
DeleteMaturnuwun kersa nampi. Luar biasa tenin mbakyuku iki...
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bu Tien.
Novel2nya aku tunggu.
Sehat selalu bu Tien.
Alhamdulilah BH episode 43 sdh tayang dan tamat dengan heppy ending. Terima kasih bu Tien , smg bu tien selalu sehat dan bahagia serta selalu dalam lindungan Allah SWT, di tunggu karya karya berikutnya ...salam hangat dan aduhai bun
ReplyDelete.
Alhamdulillah...
ReplyDeleteTerimakasih Ibu Tien...semoga Bu Tien sehat selalu...
Alhamdulillah...
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien..
Di tunggu novel barunya....
Hamdallah....semua berakhir dengan bahagia
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien π€π₯°
Terharu membacanya ,,akhir yg bahagia ,,
Salam sehat wal'afiat semua bu Tien
Salam aduhaiii,, .
In syaa Allaah lanjut ,,
Alhamdulillah...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteWah, akhirnyaa....berakhir bahagia semua ya...kecuali Elisa, masih penasaran ayah anaknya siapa nih? Mungkinkah ada seri 2 seperti judul-judul yang lalu? #kepo.comπ
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien...siap menunggu judul barunya tayang. Salam sehat selalu ya...ππππππ
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatursuwun bunda Tien yg tetap cantik
Sehat selalu njih...agar terus dpt menghibur penggemar nya
Episode tamat yg membahagiakan
Salam Aduhaii
Alhamdulillah.... Tammat.. Kebahagiaan telah di peroleh masing2 semoga nular pada pembacanya yg ikut berbahagia, salam jangan mbakyu sekalian garwo, mugi tamsah pinaringan kesehatan... Aamiin
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteBerakhir bahagia.
Ditunggu cerita barunya .
Salam sehat selalu aduhai
Meningkat
ReplyDeleteAlhamdulillah.Tamat.tks bu tien.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete