BERSAMA HUJAN 36
(Tien Kumalasari)
Gemetar tangan Elisa ketika memegangi ponselnya. Ia tidak tahu itu suara siapa, dan dia tidak ingin tahu. Daripada akan mempersulit hidupnya, lebih baik ia tak mengacuhkannya. Maka segera ponselnya dimatikan.
Tak ada suara panggilan lagi, tapi dalam hati Elisa bertanya-tanya, siapa dia dan dari mana mendapatkan nomor kontaknya. Teman-temannya diluar negri tak ada yang tahu bahwa dia sudah mengganti nomornya, dan tak seorangpun bisa menghubunginya. Darimana orang itu mendapatkannya.
“Mamah?”
Elisa merasa geram, harusnya mamanya tak gegabah dengan memberikan nomor kontaknya kepada siapapun. Elisa membuka kembali ponselnya, sebelum kemudian membuangnya agar orang tadi tak menelponnya lagi.
“Ada apa, Elis?”
“Mama, apakah Mama memberikan nomor kontak Elis kepada orang?”
“Tidak, eh … tapi … tunggu, barusan ada yang menelpon mama, menanyakan nomor kontak kamu, lalu mama berikan karena_”
“Mengapa Mama berikan,” belum selesai sang mama bicara, Elisa sudah memotongnya.
“Tunggu dulu, dia bilang dari kantor asuransi. Kamu mengasuransikan apa? Dia tidak bisa menghubungi kamu karena kamu tidak memberikan nomor kontak kamu, katanya. Makanya mama berikan.”
“Omong kosong Ma, dia pembohong. Elisa tidak mengasuransikan apapun. Tidak pernah berhubungan dengan asuransi manapun.”
“Tapi ….”
“Dia hanya ingin minta nomor kontak Elisa. Habis ini nomor Elisa akan Elisa buang, mama catat nanti nomor baru Elisa, tapi jangan pernah mama memberikan nomor baru Elisa kepada siapapun, dan dengan alasan apapun.”
“Baiklah. Tapi siapa orang yang menelpon kamu, dan untuk apa?”
“Dia bilang bayi yang Elisa kandung adalah anaknya.”
“Orang gila dari mana itu?”
“Pasti salah satu dari teman-teman Elisa di sini. Elisa tidak mau berhubungan dengan mereka lagi. Mereka bisa merusak semuanya. Romi akan lebih membenci Elisa dan semuanya akan kacau.”
“Baiklah. Maaf, mama juga tidak berpikir sampai ke situ.”
Elisa segera membuang simcard nya, kemudian dia keluar untuk membeli yang baru. Sebelum sampai di gerbang, ia melihat bibik masuk dengan membawa belanjaan.
“Non mau ke mana? Kok jalan kaki?”
“Cuma mau beli sesuatu.”
“Jalan kaki, Non?”
“Dekat kok,” katanya sambil berlalu.
Elisa berjalan kaki, berharap ada toko yang menjual simcard yang dibutuhkannya. Tanpa disangka, saat itu Aisah lewat saat dia baru bepergian.
“Bukankah itu Elisa, istri Romi? Kenapa ia berjalan kaki? Perutnya sudah kelihatan besar. Sepertinya sebesar perut mbak Kinanti,” kata batin Aisah, sambil mengendarai motornya memasuki halaman rumahnya. Mereka tak saling menyapa walau sempat saling pandang, karena memang tidak saling mengenal. Tapi setelah beberapa langkah kemudian, Elisa sempat menoleh, dan baru tahu kalau gadis yang melewatinya memasuki sebelah rumah mertuanya.
***
Bibik sedang membuat bumbu keremes, setelah mengungkep ayam yang akan digorengnya. Itu adalah kesukaan sang tuan muda ganteng, yang sejak kemarin bersikap sangat manis dan menyenangkan. Bibik bahkan melihat saat pagi buta, sang tuan muda shalat di kamarnya, saat ia akan mengambil gelas kotor yang ada di kamar momongannya. Kembali waktu itu, rasa haru menyesak dadanya, lalu ia mengucap syukur berkali-kali.
Ia sedang mengambil sayur yang tadi dibelinya, ketika ponselnya berdering. Dari tuan muda gantengnya.
“Assalamu’alaikum Bibik,” sapanya manis.
“Wa’alaikumussalam, Tuan Muda ganteng.”
“Kok pakai ganteng sih Bik?”
“Emang Tuan Muda itu kan ganteng. Ada apa? Kalau mencari non Elisa, dia sedang keluar, nggak tahu ke mana, jalan kaki saja.”
“Siapa yang nanyain dia? Aku mau makan di rumah nih Bik, sudah mateng belum?”
“Ya ampun Tuan, ini baru jam sepuluh. Bibik baru mulai memasak.”
“Iya, aku tahu. Maksud aku, agar Bibik bersiap-siap setelah matang, aku akan mengajak mama pulang untuk makan di rumah.”
“Tumben tidak makan di restoran.”
“Bibik gimana sih? Nggak suka ya, kalau aku makan di rumah?”
‘Eh, Tuan … ya suka dong, hanya bilang tumben saja kok tidak boleh.”
“Mulai sekarang, aku hanya mau makan masakan bibik. Tidak di restoran, tidak di warung-warung di luar rumah.”
“Bibik senang mendengarnya. Baik, Tuan, sudah ya, bibik harus melanjutkan masaknya, nanti ketika Tuan pulang, ternyata belum matang, bagaimana?”
“Baiklah, masak yang enak ya Bik.”
“Siap, Tuan Muda.”
“Kok nggak pakai ganteng?”
“Tuan Muda Ganteng,” kata bibik sambil tertawa.
Romi menutup ponselnya setelah tertawa lepas. Bibik sangat senang. Banyak perubahan yang dilihat pada tuan mudanya ini. Lebih manis dalam berkata-kata, lebih bersahabat, lebih menampakkan sikap yang riang dan bersemangat. Bibik kembali mengusap air matanya, lalu melanjutkan acara masaknya dengan lebih bersemangat pula.
***
Bu Rosi yang sudah selesai berbicara dengan bagian keuangan, menoleh ke arah Romi yang sedang membuka-buka file di laptopnya. Banyak yang dia pelajari karena dia baru mulai menjalankan amanah almarhum ayahnya.
“Kamu tadi menelpon siapa? Pakai tertawa-tawa segala? Yang pasti bukan istrimu kan?”
“Wajah Romi langsung gelap.
“Masa Romi menelpon dia sambil tertawa-tawa? Romi tadi menelpon bibik.”
“Ada apa? Pesan masakan?”
“Bukan, pesen supaya bibik menyiapkan makan siang untuk kita.”
“Memangnya nanti kamu ingin makan siang di rumah?”
“Iya Ma, tiba-tiba Romi merasa bahwa masakan bibik lebih enak dari masakan di luar rumah. Mulai sekarang, kalau tidak sangat terpaksa, kita selalu pulang setiap saat makan siang, ya.”
“Baiklah. Bagi ibu tidak masalah. Hanya saja, kalau lagi ada tamu atau ada sesuatu dimana kita tidak bisa meninggalkan kantor, ya tidak bisa pulang untuk makan di rumah.
“Iya, kan Romi bilang kalau tidak terpaksa?”
“Baiklah. Sekarang sudah kamu baca semua file yang tadi ibu tunjukkan?”
“Sudah, tapi ada beberapa yang Romi kurang mengerti. Nanti Romi harus bertanya pada Mama.”
“Baiklah. Mama tanda tangani dulu berkas-berkas yang ada di meja mama, nanti kita bicarakan mana yang kamu tidak mengerti.”
Romi kembali menatap ke arah layar laptop, dan memperhatikan semua yang tadi ditunjukkan oleh sang Mama.
Sejak semalam Romi merasa hatinya sangat nyaman. Ia tidak tahu kenapa, tapi yang jelas dia melakukan apapun dengan perasaan riang, dan sangat bersemangat.
Satu jam berlalu, lalu tiba-tiba Romi berdiri.
“Mau ke mana?”
“Ke mushola dulu Ma, lalu kita pulang untuk makan ya.”
Bu Rosi mengangguk sambil tersenyum. Seperti bibik, rasa haru pun menyesak dadanya. Ia segera menyelesaikan pekerjaannya, kemudian menyusul sang buah hati.
***
“Pak Romi mau ke mana?” beberapa karyawan wanita yang melihat Romi menyapanya dengan manis.
Pagi tadi begitu bu Rosi datang, ia memperkenalkan putranya kepada seluruh staf dan karyawan, bahwa kelak sang putra lah yang akan menggantikannya. Para karyawan, terutama gadis-gadisnya, berdecak kagum melihat calon bos baru mereka yang sangat tampan. Tapi kemudian terdengar bisik-bisik yang sempat didengar pula oleh Romi.
“Jangan main-main, dia sudah punya istri.”
Romi hanya tersenyum menanggapinya.
“Pak Romi mau ke mana?” ada yang mengulang pertanyaan itu, karena Romi belum menjawab.
Romi tersenyum menyambut sapaan itu. Ia baru tahu, kantor sang mama memiliki karyawan yang cantik-cantik. Tapi Romi tidak melupakan pesan ibunya. Tutup Mata. Dan Romipun benar-benar menutup matanya, walau sesaat, baru kemudian menjawabnya.
“Ke mushola,” lalu Romi melanjutkan langkahnya.
“Eh, ya ampun, calon bos kita itu bukan hanya ganteng, tapi juga seorang muslim yang taat.”
“Bukan main. Senangnya punya suami seperti dia.”
“Hei, kalian ngapain? Lagi ngomongin pak Romi ya?”
Mereka terkejut karena ternyata bu Rosi melewati mereka, dan tentu saja mendengar celetukan mereka. Tapi mereka lega, tak tampak ada kemarahan diwajah bos cantik yang selama ini menjadi pemimpin mereka.
“Maaf, Bu Rosi, ngomongin yang baik-baik kok,” jawab mereka bersahutan, membuat bu Rosi tersenyum.
Memang bu Rosi adalah bos yang sabar walaupun tegas dalam menegakkan peraturan, sehingga mereka menghormatinya.
“Ayo, ke mushola, sudah saatnya shalat lhoh,” ajak bu Rosi.
Lalu apa yang terjadi? Mereka berbondong-bondong mengikuti sang bos cantik pergi ke mushola. Entah memang sadar akan kewajibannya, atau karena ingin dekat-dekat dengan calon bos muda yang rupawan itu.
***
Elisa sudah mempergunakan nomor barunya, dan mengabari sang mama. Ia kemudian beranjak ke ruang makan, karena aroma ayam goreng menusuk hidungnya.
“Yah, bibik sangat pengertian deh, tahu aja kalau aku pulang dari jalan-jalan trus terasa lapar.”
Elisa duduk dan membalikkan piring yang sudah ditata. Sebelum menyendok nasi, dia mencomot sepotong paha, dimakannya sampai habis. Bibik yang masuk ke ruang makan sambil meletakkan dua gelas jus jeruk kesukaan tuan muda gantengnya, terkejut ketika melihat nyonya muda sudah duduk sambil memegangi paha ayam yang hanya tinggal tulangnya.
“Kok non Elisa makan?” tanpa sadar bibik mengucapkan kata teguran, yang sebenarnya tidak dilakukannya, karena Elisa juga menantu keluarga ini. Pertanyaan itu membuat Elisa mengangkat alisnya dan melotot ke arah bibik.
“Bibik kenapa? Apa aneh kalau aku makan? Bukannya Bibik menata ini untuk aku, karena mama dan Romi pergi ke kantor?”
“Iya Non, mm … maaf, tapi … tuan muda dan Nyonya akan pulang untuk makan siang.”
“O, jadi bibik masak begini istimewa, ada ayam goreng kremes dan sayur asem, ada pula mie, dan … mm..banyak sekali Bibik masak, ternyata karena mereka mau pulang makan siang? Lalu Bibik nggak rela kalau aku ikut makan juga? Apa Bibik lupa kalau aku ini menantu keluarga ini, dan boleh dibilang nyonya di keluarga ini?”
“Mm … maaf Non, maaf sekali. Bibik tadi kelepasan bicara. Tadi bibik kira yang makan adalah tuan muda atau nyonya, ternyata non Elisa, sehingga tanpa sadar saya mengucapkan itu. Maaf Non, silakan makan, ini jus jeruk, akan saya ambilkan lagi,” kata bibik sambil beranjak ke belakang untuk mengambil lagi segelas jus karena dia tidak mengira Elisa akan ikut makan siang, disaat biasanya dia tidur, apalagi ketika tadi juga melihat Elisa pergi.
Elisa melanjutkan makannya, menghabiskan tiga potong ayam goreng sehingga bibik harus menambahinya lagi supaya tampak lebih pantas terhidang.
Sebelum itu Elisa sudah berdiri, kemudian meneguk jus jeruknya sampai habis, kemudian berlalu untuk pergi ke kamarnya.
Bibik agak kesal karena Elisa meletakkan tulang-tulang ayam di meja begitu saja, membuat bibik harus membersihkannya dan merapikannya lagi.
***
Sore hari itu tidak banyak pasien yang datang. Baru setengah tujuh ketika Kinanti dan Andin sudah selesai merapikan berkas-berkas dan kartu yang tadinya berada di atas meja.
Andin menatap perut Kinanti dengan iba. Perut itu sudah kelihatan membesar, dan agak berat kiranya kalau dia harus memanjat-manjat saat harus mengambil kartu pasien yang letaknya ada di atas.
“Mbak Kinan kandungannya sudah berapa bulan sih?”
“Ini sudah menginjak enam bulan, Ndin.”
“Wah, sebentar lagi ada adik bayi dong. Senangnya.”
“Iya Ndin. Sebentar lagi aku sudah harus menyiapkan semua kebutuhan dia,”
“Lebih baik Mbak minta cuti saja pada dokter Faris. Karena sudah banyak yang harus Mbak siapkan menjelang kedatangan si kecil.”
“Masih lama Ndin, sebentar lagi saja. Aku kan butuh uang lebih banyak,” kata Kinanti berterus terang.
“Apa kamu sudah mau minta cuti?” tiba-tiba dokter Faris sudah berdiri di depan pintu.
“Nanti saja Dok, dua bulanan lagi saja.”
“Tapi kalau kamu sudah mulai berat melakukan pekerjaan ini, sebaiknya memang kamu segera cuti saja. Besok kalau anak kamu sudah lahir, bisa bekerja lagi kok.”
Kinanti terkejut. Kalau bayinya lahir, boleh bekerja lagi? Siapa yang akan menunggui bayinya selama dia bekerja? Tapi dia tak berani mengutarakannya, hanya diam sambil menundukkan kepalanya.
“Apa kamu mengkhawatirkan anak kamu kalau kamu tinggalkan untuk bekerja? Kinanti, di sini ada bibik. Kamu boleh membawa anak kamu, biar bibik menjaga bayi kamu selama kamu bekerja.”
Kinanti mengangkat wajahnya.
“Benarkah?” tanyanya tak percaya.
Dokter Faris mengangguk, Andin menepuk tangannya dengan lembut. Kinanti merasa nyaman melihat senyum-senyum mereka.
“Terima kasih banyak.”
“Kalau kamu masih kuat bekerja, tidak apa-apa, tapi segera setelah kamu merasa lelah, kamu harus berhenti. Kasihan anak kamu,” lanjut dokter Faris.
***
Ketika Andin sudah pulang bersama Kinanti seperti biasanya, dokter Faris bersiap menutup pintu ruang prakteknya. Tapi tiba-tiba dilihatnya sebuah mobil memasuki halaman. Dokter Faris berpikir bahwa ada pasien yang terlambat datang. Walau begitu ia berdiri menunggu. Ia sangat terkejut ketika melihat Romi turun dari mobil.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah....
ReplyDeleteBeHa_36 sdh tayang. Matur nuwun bu Tien...
Salam sehat.......
Dan salam Aduhai.
Matur nuwun bunda Tien
DeleteSemoga bunda sehat selalu
Salam aduhai ah
Dari Jogja
Widih...penganten baru gercep aja nih...
DeleteBu Tien... Sehat selalu ya... Vitamin nya di minum lho...,,,😘😘😘
Alhamdulillsh
ReplyDelete🌷💞🌷💞🌷💞🌷💞
ReplyDeleteAlhamdulillah "BeHa" 36
sudah tayang.
Matur nuwun Bu Tien.
Tetap sehat & smangats
slalu. Salam aduhai💐🦋
🌷💞🌷💞🌷💞🌷💞
Horree...... Balapan karo bojoku......
ReplyDeleteHarusnya ngalah kakek mosok mau memang terus
DeleteWkwkwk hrs berbagi yah
Matur nuwun mbak Tien-ku Bersama Hujan tayang
ReplyDeleteRomi sedikit terlambat, Kinanti ternyata sudah pulang. Mungkin dokter Faris dapat memberi keterangan.
DeleteMengabaikan ayah jabang bayi tidaklah bijaksana. Mestinya dengarkan dulu ada keterangan apa.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
alhamdulillah
ReplyDeletematurnuwun bunda
Alhamdulillah B H 36 sudah hadir
ReplyDeleteTerimakasih Bu Tien , salam Aduhai.
Alhamdulillah...matur nuwun Bu Tien BERSAMA HUJAN dah tayang.
ReplyDeleteAlhamdulillaah tayang makasih bunda
ReplyDeleteAlhamdulillah ... *Bersama Hujan* sudah tayang.
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹
Terima kasih atas segala dukungan, penyemangat dan perhatian yang penuh cinta, buat bapak2, kakek2, opa:
ReplyDeleteKakek Habi, Nanang, Bambang Subekti, Djoko Riyanto, Hadi Sudjarwo, Wedeye, Prisc21, Latief, Arif, Djodhi, Suprawoto, HerryPur, Zimi Zainal, Andrew Young, Anton Sarjo, Yowa, Bams Diharja, Tugiman, Apip Mardin Novarianto, Bambang Waspada, Uchu Rideen, B Indiarto, Djuniarto, Cak Agus SW, Tutus, Wignyopress, Subagyo, Wirasaba, Munthoni, Rinta, Petir Milenium, Bisikan Kertapati, Syaban Alamsyah,
Dan mbakyu, ibu, eyang, nenek, oma, diajeng:
Nani Nuraini Siba, Iyeng Santosa, Mimiet, Nana Yang, Sari Usman, KP Lover, Uti Yaniek, Lina Tikni, Padmasari, Neni Tegal, Susi Herawati, Komariyah, I'in Maimun, Isti Priyono, Yati Sribudiarti, Kun Yulia , Irawati, Hermina, Sul Sulastri, Sri Maryani, Wiwikwisnu, Sis Hakim, Dewiyana, Nanik Purwantini, Sri Sudarwati, Handayaningsih, Ting Hartinah, Umi Hafid, Farida Inkiriwang, Lestari Mardi, Indrastuti, Indi, Atiek, Nien, Endang Amirul, Naniek Hsd., Mbah Put Ika, Engkas Kurniasih, Indiyah Murwani, Werdi Kaboel, Endah, Sofi, Yustina Maria Nunuk Sulastri, Ermi S., Ninik Arsini,
Tati Sri Rahayu, Sari Usman, Mundjiati Habib, Dewi Hr Basuki, Hestri, Reni, Butut, Nuning, Atiek, Ny. Mulyono SK, Sariyenti, Salamah, Adelina, bu Sukardi, mBah Put Ika, Yustinhar, Rery, Paramita, Ika Larangan. Hestri, Ira, Jainah, Wiwik Nur Jannah, Laksmi Sutawan, Melly Mawardi, Tri, Rosie, Dwi Haksiwi, Purwani Utomo, Enny, Bunda Hanin , Dini Ekanti, Swissti Buana, YYulia Dwi, Kusumawati,
Salam hangat dan ADUHAI, dari Solo.
Maturnuwun sanget Bu Tien...
ReplyDelete🙏🙏
Alhamdulillah BERSAMA HUJAN~36 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..🤲
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteGimana reaksi dr Faris terhadap Romi dan isterinya? Apa Romi akan bertemu dg Kinanti?
ReplyDeleteSungguh nggak sabar untuk menunggu sampai besok.
Selamat malam dan salam hangat selalu.
Alhamdulilah, sampun tayang episode terbaru matur nuwun inggih mbakyu Tien Kumalasari sayang, salam sehat sll dan tetep semangat dari Cibubur, JakTim
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah, bersama hujan sdh hadir, terima kasih bunda Tien, semoga bunda selalu sehat....
ReplyDeleteTks bu tien.Sehat2 Slalu
ReplyDeleteBersama Hujan telah hadir makin menghangatkn ceritanya yg makin trs pinisirin... semoga Romi mengatakan tntng Kinanti dan dr. Faris mmberitahunya.... semoga... terima kasih Mbu Tien, segat sllu bersama keluarga trcnta
ReplyDeleteAlhamdulillah matursuwun Bu Tien "Bersama Hujan 36" sdh tayang.
ReplyDeleteSalam sehat dan bahagia selalu 😍
Terima kasih bunda , yg ditunggu " Bersama Hujan Ep. 36 telah hadir menghibur kita , salam ADUHAI selalu dari Pasuruan
ReplyDeleteSmg Romi dpt info tentang Kinanti dari dr.Faris , smg Romi & Kinanti berjodoh. Aduhai penasaran.....
ReplyDeleteMtr nwn Bu Tien, sehat sll.
Alhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteTerima kasih bu tien
Semoga bu tien sehat2 n selalu dlm lindungan n bimbingan Allah SWT .... aamiin yaa rabbal'alamiin
Alhamdulillah Matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteSmg Kinanti mau menerima Romi ya bu Tien,,🤩🤭, damaiiiii
Salam sehat wal'afiat selalu & aduhaiii
Elisa kebingungan ada yg tlp mengaku bahwa bayi yg di kandung adalah anaknya, ntah anak siapa si SALOME tuh
ReplyDeleteSaking murahnya wkwkwk
Wow ganti nmr tlp tapi jgn salah yah suatu saat nanti, tunggu ajah
Romi udah mulai membuka hati utk dekat pada Allah
Di kantor pun udah mulai mengenal akan bisnis usaha yg selama ini di pegang bu Rosi
Karena udah mau di serahkan ke Romi makanya bu Rosi msh hrs mendampingi Romi utk kasih pengarahan mengenai jalannya perusahaan
Bnyk cewek pd caper tp Romi hrs tutup mata kata bu Rosi
Sementara hamil Kinanti udah mulai membesar
Waduh kok tiba2 Romi dtg di t4 Dokter Faris
Kebetulan atau sengaja yah
Dan bnr deh makin seru
Yuuk boleh deh penisirin bingitzs
Tunggu besok lagi ya
Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
Ttp semangat dan
ADUHAI ADUHAI ADUHAI
Yaah...salah prediksi deh...Elisa sudah ganti simcardnya. Romi tetap 'diikat' dong...😅
ReplyDeleteAlhamdulillah "BH" sampun ready.
ReplyDeleteMatur nuwun Bunda Tien, mugi2 panjenengan tansah pinaringan sehat wal afiat, sahengga tansah saget paring lelipur dumateng para sutrisna cerbung.
Saking Jember salam ADUHAI.
Seduluran sak lawase 🙏
Matur suwun ibu Tien
ReplyDeleteBeHa 36 sudah tayang
Apa yg akan dilakukan Romi kok menemui dr Faris, apa nanti rahasia Eliza secara gak sengaja terbongkar dihadapan Romi oleh dr Faris?
Kita tunggu kelanjutan besok
Salam tahes ulales ibu Tien
Dan tetap Aduhaiii
Matur nuwun Bu Tien, salam sehat dari Yogya....
ReplyDeleteSalam sehat Mbak Tien, mbak membuat pembaca makin penasaran. Terima kasih mbak Tien.
ReplyDeleteAlhamdulillah Bersama Hujan- 36 sdh hadir
ReplyDeletesemakin penasaran lanjutan ceritanya
Terima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat dan bahagia selalu.
Aamiin
Alhamdulillah, bersama hujan sdh hadir.
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien.
Semoga bunda dan keluarga selalu sehat wal'afiat dan bahagia . .
Hamdallah.. Bersama Hujan 36 telah tayang. Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu tetap Semangat, tetap Sehat wal Afiat bersama Keluarga di Sala. Aamiin
ReplyDeleteRomi bermaksud menemui Kinanti, tuk bertanggung jawab thd baby yang di kandungan nya, semoga Kinanti membuka hati nya.
Ada telpon dari teman nya Elisa, yng menyatakan ingin bertanggung jawab thd baby yng di kandungan Elisa, tapi malah Elisa ketakutan, akhir nya ganti nomer telpon hp nya tsb. Gimana pula ini. Rupanya kisah ini masih panjang dan berbelok belok dulu...😁😁
Salam hangat dan Aduhai dari Jakarta.
Terimakasih bunda Tien, salam sehat selalu dan aduhai selalu..
ReplyDeleteRomi mencari Kinanti...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Makasih mba Tien.
ReplyDeleteSemakin seruuu.
Salam hangat selalu aduhai
Terimakasih bu Tien, ditunggu BH selanjutnya.
ReplyDeleteSalam sehat dari mBantul
He he he.. sudah banyak yang nginceng..
ReplyDeleteMksih bunda..ditgu BH 37 nya..SMG bunda sht sll 🙏😘😘🌹
ReplyDeleteH2C Bu...Harap-harap Cemas...Semoga Bu Tien sehat2 selalu...💪🦋💐
ReplyDelete