BERSAMA HUJAN 37
(Tien Kumalasari)
Dokter Faris berdiri menunggu, sampai kemudian Romi tiba di depannya. Dokter Faris menatapnya tajam. Dilihatnya wajah Romi tampak bersih dan berseri, sehingga wajah tampannya kelihatan sangat menonjol. Luka lebam yang beberapa hari lalu menghiasi wajahnya, tak tampak lagi.
“Selamat malam, Dok.”
“Selamat malam, silakan masuk. Mau periksa?” katanya sambil mendahului masuk, langsung ke ruang praktek.
Romi duduk di depannya, tersenyum manis.
“Sakit apa? Maksud saya, yang dikeluhkan apa?”
“Maaf, Dokter, saya tidak mau periksa. Saya baik-baik saja.”
Dokter Faris mengangkat wajahnya, menatapnya heran. Memang laki-laki muda di depannya ini tidak tampak seperti orang sakit. Tapi kenapa datang kepadanya? Diam-diam dokter Faris bersyukur, Romi datang ketika dua pembantunya sudah pulang. Kalau sampai Andin melihatnya, bisa jadi sikapnya akan berubah. Tak bisa dipungkiri bahwa dia masih memiliki sisa cemburu terhadap Romi yang pernah menyatakan ingin mengambil Andin sebagai istri. Dalam cemburunya dokter Faris harus mengakui, bahwa Romi adalah laki-laki yang amat tampan. Tapi untunglah, Andin membencinya. Kalau tidak, ia pasti akan lebih merasa cemburu, walaupun dirinya sendiri tak kalah tampan. Bedanya adalah, wajah Romi sangat bersih, sedangkan dirinya punya sedikit cambang. Ganteng aku dong, kata hati dokter Faris diam-diam.
Dokter Faris juga bersyukur Romi juga tak bertemu Kinanti. Ia tahu Kinanti sangat membencinya, lalu dalam hati ia berjanji tak akan mengatakan apapun tentang Kinanti kepada Romi. Tapi kenapa Romi tiba-tiba datang kemari? Jangan-jangan masih akan berbicara tentang Andin dan akan memohon-mohon agar dia merelakan Andin untuk dirinya karena dia merasa pernah menodainya. O tidak, Andin akan menjadi milikku. Awas saja kalau masih berniat memiliki dia.
“Dokter,” lamunan dokter Faris buyar ketika Romi membuka mulutnya pelan. Ternyata laki-laki ganteng ini bisa bersikap manis dan sopan. Kenapa dulu dia sangat brutal dalam menghadapi wanita dan bahkan tak sedikitpun mempunyai rasa menghargainya?
“Saya datang kemari hanya untuk meminta maaf.”
Dokter Faris menghela napas lega. Hanya untuk meminta maaf, dan itu tidak membuatnya risau. Apa salahnya memaafkan?
“Semuanya sudah berlalu. Sebaiknya Anda melupakannya.”
“Saya merasa … sebagai manusia, saya menumpuk banyak dosa. Bahkan dosa saya sebanyak pasir dilautan.”
Dokter Faris tersenyum lebar.
“Kalau Anda merasa banyak dosa, memohon ampunlah kepada Allah yang Maha Kuasa.”
“Saya sudah melakukannya. Tapi saya juga harus meminta maaf kepada setiap orang, dimana saya telah melukainya, menyakitinya. Saya tidak akan merasa tenang kalau saya belum melakukannya.”
“Bagus sekali.”
Dokter Faris mengangguk-angguk. Siapa yang telah mengajarkan semua itu kepada laki-laki yang dulunya bejat dan menyebalkan?
“Karena itulah saya datang kepada Dokter untuk meminta maaf.”
“Anda tidak melakukan kesalahan apapun kepada saya. Atau dengan kata lain, saya tidak menganggap Anda bersalah kepada saya. Jadi lupakan semuanya.”
“Terima kasih, Dokter. Ini juga sebuah ungkapan, karena Dokter telah menolong saya.”
“Anda sudah mengucapkannya waktu itu.”
Romi mengangguk sambil tersenyum. Diam-diam Romi juga menilai, bahwa dokter Faris adalah dokter yang sangat ganteng, sangat halus budi bahasanya, dan bersikap manis walau kepada orang yang pernah mengesalkannya. Ia bersyukur Andin akan menjadi istri dokter ganteng itu, yang pastinya sudah mengetahui segumpal noda yang pernah ditorehkan pada jiwa gadis itu.
“Saya merasa lega. Sungguh saya ingin melepaskan semua beban dengan menghapus segala kesalahan saya dengan pemberian maaf dari orang-orang yang saya lukai. Itu pula sebabnya saya nekat datang kembali ke rumah Andin, dan rela ayahnya menghajarnya tanpa saya melawannya. Hanya kata maaf yang saya inginkan,” kata Romi sendu, membuat dokter Faris merasa iba.
“Andin sudah memaafkannya, walaupun mungkin susah melupakannya. Tapi aku yakin dengan berjalannya waktu, dia akan melupakannya juga.”
“Semoga demikian adanya.”
Dokter Faris ingin mengatakan tentang Kinanti yang sudah hamil besar atas perbuatannya, tapi ia belum bicara dengan Kinanti. Ia takut salah, karena sepengetahuannya, Kinanti amat membencinya. Barangkali ia harus bicara dulu pada Kinanti tentang Romi yang sudah berubah.
Romi pulang setelah bicara panjang lebar, yang intinya adalah keinginannya melakukan hal baik pada sisa hidupnya, dan dokter Faris menyambutnya dengan rasa syukur.
***
Hari-hari yang bergulung, membuat semuanya kemudian berjalan seperti keinginan mereka.
Hari itu pak Harsono menemani sahabatnya untuk datang ke rumah keluarga Wiranto, untuk mengenalkan pak Istijab kepada Aisah, gadis pilihan anaknya.
Kedatangan mereka disambut dengan suka cita, dan pembicaraan menjadi hangat ketika antara pak Istijab dan pak Wiranto mengingatkan masa kecil anak-anak mereka, apalagi saat pulang dengan lutut dan tangan terluka, karena mencuri jambu di rumah tetangga. Aisah dan Luki hanya tertawa ngakak mendengarkannya. Ketika beberapa minggu yang lalu jalan bersama, mereka lupa tentang hal mencuri jambu itu.
Sebenarnya ketika keduanya berbocengan, dan ketika itu Luki hampir mengantarkan Aisah pulang, tiba-tiba mereka melihat buah jambu melambai-lambai diluar pekarangan rumah seseorang. Aisah lebih dulu berteriak, waktu itu.
"Lihat, jambunya banyak sekali!”
Luki menghentikan sepedanya. Ia meraih batu, dan melempar buah jambu itu. Beberapa diantaranya rontok ke tanah. Aisah berteriak riang. Ia memunguti jambu yang sudah kemerahan, dan menggigitnya. Tapi tiba-tiba yang empunya keluar sambil membawa pentungan.
“Heiii, anak nakal!! Jambu itu masih muda! Kenapa kalian mengambilnya?” teriaknya sambil mengacungkan pentungan itu.
Karena ketakutan, keduanya segera naik ke atas sepeda dan lari menjauh. Sayang sekali baru beberapa puluh meter, kerena terantuk batu, sepedanya tumbang dan keduanya jatuh ke tanah.
Luka di tangan dan lutut mereka membuat mereka kena marah saat tiba di rumah masing-masing.
“Itu karena Aisah ingin makan jambu,” kata Luki sambil tertawa.
“Kamu yang nekat melemparnya dengan batu,” tuduh Aisah.
“Ya sudah, kalian memang anak-anak nakal.” kata bu Wiranto.
“Lagian, jambu yang dibawa di kantong baju Aisah itu memang masih belum matang benar. Baru semburat merah, harusnya merah tua dan rata. Tak urung ibu buang semuanya ke tempat sampah,” lanjut bu Wiranto.
“Aisah itu, kalau pulang dari bermain, nggak pernah bajunya bersih. Pasti ibunya marah-marah karena ia pulang dengan baju kotor.”
“Sama saja. Luki itu setiap hari juga kena marah, bahkan sering dijewer sama almarhumah ibunya karena kenakalannya,” kata pak Istijab.
“Tapi mas Luki itu nggak nakal kok Om,” kata Aisah membela Luki, membuat Luki kemudian mengacungkan jempolnya sambil tersenyum ke arahnya.
“Nakalnya itu karena kalau main, pasti yang a neh-aneh. Main ke sawah, ke sungai, ya bersama Aisah itu. Ya kan?” kata pak Istijab, yang senang setelah melihat Aisah yang cantik dan baik.
Sambil beramah tamah itu, pak Istijab langsung mengutarakan niatnya untuk meminang Aisah untuk Luki, yang disambut hangat oleh keluarga Aisah. Pak Istijab berharap pernikahan segera dilakukan, karena toh Aisah sudah menyelesaikan S1 nya. Mereka sepakat, sambil menunggu saat Aisah wisuda, mereka segera bersiap menikahkan keduanya.
Pak Harsono dan Andin ikut gembira karenanya.
“Lalu kapan Andin menikah?” tanya bu Wiranto yang pastinya sudah mengenal sahabat anak gadisnya.
“Andin belum selesai,”
“Iya Bu, biarlah Andin menyelesaikan kuliahnya dulu,” kata pak Harsono yang lebih banyak diam, dan hanya ikut tertawa lucu mendengar kisah masa kecil sahabat Andin yang diungkit kembali.
“Masih lama kah?”
“Saya usahakan tahun depan selesai, Bu,” jawab Andin tersipu.
“Baguslah, pasti calonnya sudah ada kan?” sambung pak Wiranto.
“Mohon doanya, Pak,” kata Andin lagi-lagi tersipu.
“Bapak bagaimana sih, Andin ini kan calon keponakan Bapak juga,” kata Aisah sambil menatap ayahnya.
“Calon keponakan bapak?” pak Wiranto masih belum mengerti.
“Ini calon istrinya mas Faris.”
“Benarkah?” pak Wiranto dan istrinya berteriak hampir bersamaan.
“Iya Pak, besok kalau mereka menikah, Bapak sama Ibu juga yang akan punya gawe,” kata Aisah bersemangat, sementara Andin hanya tersenyum sambil menundukkan wajahnya.
"Ya ampun, akhirnya Faris akan menikah juga,” kata pak Wiranto yang sudah lama memikirkan keponakannya yang selalu saja menolak setiap dijodohkan. Ternyata sudah punya pilihan sendiri.
***
Malam hari itu adalah dua bulan setelah Romi datang menemui dokter Faris. Sebelum pulang, ketika Andin membenahi meja kerjanya, dokter Faris memanggil Kinanti ke ruangannya.
“Kinanti, barangkali bulan depan ini saatnya kamu melahirkan. Benarkah?”
“Iya, benar Dokter.”
“Pastinya kamu harus mengambil cuti, supaya kamu benar-benar siap untuk menyambut kedatangan bayi kamu.”
“Iya Dokter, sebenarnya saya juga mau bilang begitu pada dokter.”
“Kamu tidak perlu khawatir tentang penghasilan, karena selama kamu cuti, kamu akan tetap menerima gaji kamu.”
Kinanti mengangkat wajahnya, menatap dokter majikannya tak percaya. Tak banyak pekerja yang cuti tetap mendapat gaji, kecuali sebuah perusahaan besar dan dirinya adalah pegawai tetap.
“Benarkah?” tanya Kinanti terharu.
“Tentu saja benar, bukankah aku sudah mengatakannya? Kamu dan Andin aku anggap keluarga sendiri, dan aku lebih banyak berlaku atas dasar kemanusiaan. Aku tahu kamu hanya bergantung pada gaji kamu, sementara kamu harus menghidupi juga anak kamu.”
Kinanti menghapus setitik air matanya.
“Terima kasih, Dokter,” terbata Kinanti mengatakannya.
“Nanti kalau anakmu sudah lahir dan kuat, kamu bisa bekerja lagi. Seperti yang pernah aku katakan, di sini ada bibik yang akan membantu kamu menjaga anak kamu.”
Kinanti mengangguk, tak mampu berhata-kata, saat dadanya dipenuhi oleh rasa haru dan syukur yang luar biasa.
“Apakah kamu tak punya keinginan, agar anakmu memiliki ayah?” tiba-tiba dokter Faris mengejutkannya.
“Ini adalah takdir saya, harus merawat anak saya tanpa ayah. Saya yakin bisa menjalaninya.”
“Mungkin apa yang kamu katakan itu benar. Tapi bukankah lebih baik kalau ada laki-laki yang mau menemani kamu merawat dan membesarkan anak kamu?”
“Mana mungkin ada laki-laki yang mau memperistri seorang wanita yang sudah punya anak tanpa ada ayah yang mengakuinya?”
“Bagaimana kalau ada?”
“Saya tidak ingin bermimpi, karena sebuah impian hanyalah impian, sedangkah kita hidup di alam nyata.”
“Kinanti….”
“Dokter, Andin sudah menunggu, saya mohon diri.”
“Tunggu, ini gaji kamu,” kata dokter Faris sambil mengulurkan sebuah amplop berisi uang,
“Terima kasih dokter,” kata Kinanti sambil meraih amplop itu, kemudian berdiri.
“Duduklah dulu. Kalau nanti kemalaman, aku akan mengantarkan kamu dan Andin pulang dengan mobil.”
Kinanti kembali duduk. Ia agak risih mendengar kata-kata dokter Faris yang menawarkan seorang suami untuk dirinya. Kinanti tak ingin mendengarnya lagi. Ia sudah merasa bahagia hidup sendirian dalam membesarkan anaknya kelak. Ia tak pernah lagi memikirkan lelaki manapun. Barangkali rasa cinta yang dimilikinya sudah mati.
“Jangan tergesa-gesa. Aku yakin Andin akan sabar menunggu kamu.”
Kinanti tak menjawab. Ia melirik ke arah pintu, dan melihat Andin sedang mengutak atik ponselnya. Barangkali ia sedang mengabari ayahnya bahwa akan pulang terlambat, karena dokter Faris masih akan mengajaknya bicara. Pembicaraan yang sangat membuatnya tak suka, tapi tak berani menolaknya.
“Jadi kamu benar-benar tak mau apabila anakmu memiliki seorang ayah?”
“Saya sudah mengatakannya, bahwa saya tidak ingin memikirkan laki-laki manapun lagi. Saya mohon maaf, Dokter. Saya kira dokter tidak usah bersusah payah mencarikan suami untuk saya,” kata Kinanti yang wajahnya mulai menjadi suram. Tapi dokter Faris menatapnya sambil tersenyum.
“Siapa yang mau mencarikan suami untuk kamu?”
Kinanti menatap heran. Kalau begitu kenapa sang dokter majikannya itu berpanjang lebar bicara tentang ayah bagi anaknya? Malah sekarang melarang dirinya segera pulang.
“Aku tidak akan mencarikan kamu suami, sungguh. Tapi kalau suami itu sudah ada untuk kamu, bagaimana?”
“Tidak, Dokter, saya sudah mengatakan tidak akan bersuami. Saya sudah mensyukuri hidup saya ini, dan akan menjalaninya semampu saya.”
“Bagaimana kalau laki-laki itu adalah Romi?”
Mata Kinanti terbelalak, mulutnya menganga karena tak percaya.
***
Besok lagi ya.
ππΉππΉππΉπ❤️
ReplyDeleteAlhamdulillah......
BeHa_37 sdh hadir.
Terina kasih bu Tien.., Salam SEROJA dan tetap berkarya.
ππΉππΉππΉπ❤️
Matur suwun
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteππππππππ
ReplyDeleteAlhamdulillah "BeHa" 37
sampun tayang.
Matur nuwun Bu Tien.
Tetep sehat & smangats
slalu. Salam aduhaiππ¦
ππππππππ
Maturnuwun sanget Bu Tien...
ReplyDeleteππ
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSugeng dalu mbakyu.
ReplyDeleteMatur nueun sampun tayang. Mugi tansah pinaringan sehat lan tetep semangat
Alhamdulillah..
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien...π
Alhamdulillah....terimakasih Bunda
ReplyDeletealhamdulillah
ReplyDeletematurnuwun bunda
Matur nuwun mbak Tien-ku Bersama Hujan tayang
ReplyDeleteTiga pasangan sudah disebutkan, mudah mudahan jadian.
DeleteMenunggu Elisa yang menolak ayah kandung bayinya, akan menyesal dia nanti.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Hatur nhun bunda tayangannya
ReplyDeleteAlhamdulilah, mstur nuwun mbakyu Tienkumalasari sayang sudah tayang episode 37 nya, salam sehat dan semangat dari Cibubur, JakTim
ReplyDeleteAlhamdulilah
ReplyDeleteAlhamdulillah.tks bu tien Sehat2 slalu
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima Kasih bunda Tien
Semoga bunda Tien selalu sehat aamiin
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien
ReplyDeleteSalam aduhaiii ππΉ
Asiiik...smg Kinanti & Romi berjodoh.
ReplyDeleteMtr nwn Bu Tien, sehat sll.
Akankah Kinanti mau dengan Romi?
ReplyDeleteBagaimana dengan Eliza?
Terbongkarkah rahasia Eliza?
Kedatangan seseoranglah yang akan membongkar kedok Eliza....ayah dari bayi yang dikandung Eliza
Benarkah?
Kita tunggu kelanjutannya dari ibu kita tersayang besook...
Salam tahes ulales ibu dari bumi Arema Malang tak lupa selalu Aduhaaiii π❤️
wah... makin pinisirin.... terima kasih mbu tien... sehat sllu bersam keluara tercnta
ReplyDeleteAlhamdulillah.
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien πΉπΉπΉπΉπΉ
Selamat MLM bunda..terima ksih dgn BEHA nya SDH tayang..salam sehat selalu unk bundaπππΉ
ReplyDeleteAlhamdulillah bersama hujan sdh hadir, t ksh bunda Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah. Semoga Romi menjadi orang baik dan menikahi Kinanti
ReplyDeleteAlhamdulilah, BH 37 sudah tayang.
ReplyDeleteMatur nuwun Bunda Tien.
Semoga Bunda selalu sehat, semangat dan bahagia.
Salam dari Yogya . .
Alhamdulillah Bersama Hujan-37 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat dan bahagia selalu.
Aamiin
Matur.nuwun, Mbak Tien.
ReplyDeleteSalam sehat selalu, nggih .....
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bu tien
Semoga bu tien sehat2 n selalu dlm lindungan n bimbingan Allah SWT .... aamiin yaa rabbal'alamiin
Mau dong Kinanti...kalau itu Romi...kan ayah bayinya, dan dia dulu yang minta pertanggungjawaban Romi, sekarang Romi sudah bertobat. Memang cerbung ibu Tien selalu sarat pesan moral dan berakhir semua bahagia ya...terima kasih, ibu Tien...semoga sehat selalu.πππ
ReplyDeleteAlhmadulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah. matursuwun bundaku ,telah tayang episode BeHa 37..makin mantap ceritanya
ReplyDeleteSalam sehat bunda...
Salam Aduhaii
Wauw
ReplyDeleteBegitu tahu posisi Kinan kerja di tempat praktek dokter Faris.
Buru buru menemui Kinan, minta maaf bila perlu sujud bila nggak mengatakan kata maaf, maunya langsung di bawa kerumah, tapi saran nya beda rumah dulu sebelum menghadap penghulu sekalian menata hati, dirumah besar kan ada Elisa yang mempatenkan diri menantu Bu Rosi. Romi sudah beda; kata kata nya santun dan perhatian, bakal bisa menimang bayi yang yakin itu anaknya.
Elisa nuntut kode etik kedokteran, membocorkan rahasia pasien.
Nah lho gimana tuh.
hΓ© hΓ© hΓ© hΓ©
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Bersama hujan yang ke tiga puluh tujuh sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
π
Alhamdulillah BERSAMA HUJAN~37 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..π€²
Semoga berakhir bahagia.
ReplyDeleteTerima kasih bu Tien ... Bersama hujan ke 37 sdh tayang ... tambah asyiik ceritanya ... Smg bu Tien & kelrg happy & sehat selalu ... Salam Aduhai .
ReplyDeleteHamdallah.. Bersama Hujan 37 telah tayang. Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu tetap Semangat, tetap Sehat wal Afiat bersama Keluarga di Sala. Aamiin
ReplyDeleteAku ya ora maido ya, he..he...Wanita yng telah di khianati cinta nya oleh Lelaki kekasih nya.... sakit hati nya tak terobati, bisa jadi hati nya menutup diri, tdk mau kenal dengan Lelaki lagi.
Begitu juga dengan kondisi Kinanti, tdk mau kenal ( tdk percaya ) dengan Lelaki..manapun.
Semoga atas nasehat dr Faris yang sejuk, hati Kinanti bisa luluh.
Salam hangat dan Aduhai dari Jakarta
Terimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteSehat selalu dan tetap semangat.
Aduhai
Masih panas
ReplyDeleteSelamat pagi bu Tien, inget lho ya, sesuk ke dr RS UNS ngambil hasil ctscan.... Wis rasah wedi, tarik nafas, tahan didada, hembuskan pelan liwat hidung... InshaAllah rasa wedi dadi ilang.....
ReplyDelete