BERSAMA HUJAN 27
(Tien Kumalasari)
Aisah menatap Kinanti yang tiba-tiba wajahnya menjadi keruh. Aisah menyesal mengatakannya, padahal dia sebenarnya bermaksud baik, menyampaikan keinginan Romi yang semula tersesat, kemudian menemukan jalannya kembali.
“Mbak Kinan, saya minta maaf, ya. Saya tidak bermaksud melukai hati mbak Kinan kok, barangkali ada sebuah pilihan terbaik untuk hidup Mbak bersama si kecil, nantinya. Tapi kalau itu membuat Mbak Kinanti marah, saya sekali lagi minta maaf,” kata Aisah sambil memegangi tangan Kinanti.
Kinanti tersenyum kembali. Ia sadar, bahwa kemarahan yang ditunjukkannya sangat tidak beralasan. Kemudian ia balas menggenggam tangan Aisah dan meremasnya perlahan.
“Lupakan saja. Aku juga tidak bermaksud marah sama kamu kok.”
“Baiklah kalau begitu.”
“Apa kamu datang kemari hanya untuk mengatakan itu?”
“Tidak. Akhir-akhir ini aku sibuk mengurus kuliah aku, jadi lama nggak ketemu Mbak. Kangen rasanya.”
“Terima kasih, Aisah. Aku tahu kamu sibuk, dan aku juga tak ingin mengganggu kok. Aku senang kalau kamu segera bisa menyelesaikan kuliah kamu. Terus … setelah selesai … apa? Menikah?”
Aisah terkekeh.
“Menikah sama siapa?”
Tapi tiba-tiba wajah berkumis itu melintas. Wajah yang dulu saat masih kecil sering memboncengkannya dengan sepeda, jalan-jalan melalui tepian sawah, mencari cacing untuk umpan memancing. Hiiih, sekarang kalau mengingat binatang menjijikkan itu bulu kuduknya langsung berdiri. Sangat menjijikkan, sementara waktu dulu Luki dengan tenangnya memegangi binatang itu, dikaitkan pada ujung pancingnya. Tiba-tiba Aisah menampakkan bibir yang aneh, seperti sedang melihat sesuatu yang menjijikkan.
“Aisah, ada apa?”
“Ya ampun, aku ingat cacing ….”
“Apa? Aku mengingatkan kamu tentang sebuah pernikahan, tapi kamu malah membayangkan cacing?”
“Hiiih, sudah, jangan bicara tentang binatang itu lagi.”
“Ada suatu kenangan tentang cacing?”
“Mbak Kinan, jangan sebut nama binatang itu, aku sungguh jijik.”
Kinanti terkekeh geli, melihat Aisah yang tiba-tiba enggan mengingat cacing. Ia tidak mengerti, apa hubungan pembicaraannya dengan cacing itu.
“Maukah bercerita tentang cacing itu?” Kinanti malah seperti menggodanya.
“Iiih, Mbak Kinan gitu ya. Nggak mau.”
“Habis … aku heran, aku bicara tentang ‘menikah’, kamu membayangkan cacing. Apa hubungannya coba?”
Aisah tersenyum kecut.
“Nggak ada. Aku mau pulang dulu ya. Bukankah sebentar lagi Mbak Kinan harus berangkat kerja?”
“Masih satu jam lagi aku bersiap-siap. Oh ya, bagaimana keadaan pak Harsono? Aku belum bisa bezoek nih.”
“Sudah membaik, tapi masih harus dirawat di rumah sakit. Mbak Kinan repot ya, bekerja sendirian?”
“Tidak, aku sudah terbiasa dengan pekerjaan itu. Sebelum ada aku, Andin juga bisa mengerjakannya sendiri kan? Jadi tidak masalah, kalau selama ayah nya sakit, Andin tidak bekerja dulu. Dokter Faris pasti juga bisa mengerti.”
“Iya, tentu. Mas Faris orangnya penuh pengertian kok. Tapi bener ah. Aku pulang sekarang, supaya walaupun satu jam, mbak Kinan bisa beristirahat."
“Baiklah, kalau begitu. Tapi lain kali kamu harus bercerita tentang cacing itu,” canda Kinanti.
Aisah terkekeh, sambil mendekati motornya.
“Kalau aku sedang tidak ada pekerjaan, aku bantuin mencatat pasien-pasien mas Faris. Sambil ngobrol, tentu menyenangkan,” katanya setelah menaiki motornya dan menstarternya.
***
Hari Sabtu itu, hari masih pagi ketika Luki sudah sampai di rumah Aisah. Ketika ia datang, Aisah sudah selesai mandi dan sudah rapi.
Ketika Aisah keluar, Luki menatapnya tak berkedip. Aisah mendekat dan melambaikan tangannya di depan Luki.
“Hei, kamu melihat apa?”
“Pagi ini kamu cantik sekali.”
Aisah terkekeh. Ia memakai celana panjang dan kaos lengan panjang yang longgar berwarna merah jambu berbunga-bunga biru dibawahnya. Kerudung senada dikenakannya, tampak sangat menarik.
“Kenapa baru sekarang bilang cantik? Perasaan aku cantiknya sudah lama lhoh.”
“Aku juga sudah bilang sejak lama, cuma di dalam hati saja. Mau ngomong takut. Kamu kan galak?”
“Enak saja, gadis lemah lembut seperti aku dibilang galak?”
“Tapi aku suka, kalau lagi marah kamu lucu”
“Sudah, ngobrolnya, jadi pergi nggak?”
“Jadi dong. Ayuk, sudah pamit sama bibik?”
“Sudah. Jadi hanya berdua nih, kita perginya?”
“Nggak apa-apa cuma berdua, memangnya kenapa?”
“Dikira orang lagi pacaran,” kata Aisah sambil naik ke dalam mobil.
Luki segera masuk ke sampingnya, di belakang kemudi.
“Memangnya kenapa kalau kita beneran pacaran?”
Aisah terkekeh.
“Kemana kita?”
“Terserah kamu saja. Kan kamu yang ingin jalan-jalan.”
“Mancing yuk!”
“Apa?” Aisah berteriak keras sekali, karena tiba-tiba bayangan binatang menjijikkan itu melintas di hadapannya.
“Mancing, sambil mengenang masa kecil kita, pasti asyik.”
“Nggak mau. Nggaaaak,” tandas Aisah, masih dengan berteriak.
“Hei, kamu kok aneh? Kenapa sih? Bukankah kenangan masa kecil itu indah? Sepasang anak laki-laki dan perempuan, menyusuri parit, mencari cacing … lalu…”
”Nggak mau, itu yang aku nggak mau!”
“Kita bisa beli umpannya. Tidak usah mencarinya di parit.”
“Jangan. Kalau pengin ikan, beli di pasar saja, atau di warung yang menjual ikan. Ada goreng, ada bakar, atau dimasak apapun juga semau kamu.”
Luki terkekeh, agak heran melihat sikap Aisah.
“Kamu nggak suka kita mengenang masa kecil kita?”
“Suka, tapi jangan memancing, aku geli mengingat cacing. Hiih, itu menjijikkan.”
Luki terbahak keras sekali.
“Ooh, itu masalahnya. Dulu kamu memang nggak suka pegang-pegang cacingnya, tapi suka pegang pancingnya, dan berteriak setiap dapat ikannya.”
“Kenangan yang lainnya saja, nggak mau yang mancing-mancing.”
“Baiklah, naik sepeda saja yuk. Di mana ya, bisa cari sepeda sewaan? Lalu kita muter-muter, berboncengan, asyik tuh …”
“Aku tahu, kita ke sebuah tempat wisata, ada sepeda di sewakan di sana.”
“Tuh, mana tempatnya?”
“Terus saja, nanti aku kasih tahu jalannya, jauh di luar kota,” kata Aisah dengan wajah berseri. Alangkah menyenangkan masa-masa itu.
Celoteh mereka sangat heboh terdengar, dan kadang-kadang disertai tawa yang tak putus-putusnya.
Luki saat masih kecil bukan anak yang nakal dan suka mengganggu. Dia terlalu serius dalam mengerjakan pekerjaan sekolah. Tapi dia sangat dekat dengan Aisah. Mereka sering belajar bersama, tapi juga main bersama setiap liburan. Dalam setiap perdebatan, ataupun pertengkaran, Luki selalu mengalah. Itu sebabnya Aisah sangat suka berteman dengannya. Dan sekarang, saat sama-sama dewasa dan dipertemukan kembali, tiba-tiba masa-masa indah itu kembali terbayang.
"Masih jauh kah?”
“Tidak, kira-kira 3 kilometer dari sini.”
Ketika sampai di tempat tujuan, benar saja, ada yang menyewakan sepeda. Luki memilih sepeda tandem, supaya bisa dikayuh berdua.
“Ini bukan sepeda masa kecil kita,” protes Aisah.
“Nggak apa-apa, beda dikit. Dulu kita masih kecil, boncengan biasa, sekarang sudah dewasa, harus meningkat dong.”
Akhirnya Aisah mengalah. Tak apa-apa sepeda tandem, yang penting bisa bersama Luki dan itu sekarang membuat hatinya berbunga-bunga. Ada perasaan aneh dirasakannya. Apakah Luki juga merasakan hal yang sama?
Setelah melalui proses sewa menyewa, mereka berdua mengambil satu sepeda tandem dan dikayuh bersama dengan riang.
Wajah mereka berseri-seri karena gembira.
“Ada sayangnya nih,” tiba-tiba Luki nyeletuk.
“Apa tuh?”
“Kamu nggak bisa pegangan di pinggang aku dong.”
“Huh, emang nggak boleh dong, enak aja,” sergah Aisah yang disambut tawa Luki.
“Iya, aku tahu. Bercanda tadi tuh.”
Mereka menghabiskan waktu bersenang-senang sampai matahari condong ke barat. Ketika mengantarkan Aisah pulang, Luki masih memerlukan duduk di teras sambil menikmati suguhan wedang jahe dari bibik.
“Cocokkah di udara panas begini minum wedang jahe?” tanya Luki yang tak urung menyeruputnya dengan nikmat.
“Udara mendung. Guntur sudah terdengar. Sebentar lagi hujan, wedang jahe sangat cocok diminum sekarang ini,” balas Aisah.
“Mendung itu membuat kita merasa gerah.”
Tapi seperti menjawab perkataan Luki, tiba-tiba hujan datang tiba-tiba.
“Tuh kan.”
“Kok tiba-tiba hujan, tanpa gerimis pula.”
“Suka-suka dia, mau didahului gerimis atau enggak,” kata Aisah.
“Aku nggak bisa segera pulang dong.”
“Kamu kan naik mobil, dan aku punya payung, nanti pas mau menuju ke mobil kamu, aku payungin kamu deh.”
“Menyenangkan ….” gumam Luki sambil tersenyum nakal.
“Hei, apa yang kamu pikirkan?”
“Di bawah payung ku berlindung,” Luki menyenandungkan sebuah lagu.
Aisah tersenyum lucu.
“Sebenarnya aku ingin berlama-lama di sini. Masih kangen sama kamu.”
“Ya sudah, nggak usah pulang saja,” canda Aisah.
“Jadi boleh, aku tidur di sini?”
“Boleh, di teras sini, nggak boleh masuk.”
“Yeee, kedinginan dong.”
Aisah terkekeh.
“Suatu hari nanti aku ingin mengulang saat-saat manis seperti tadi,” kata Luki sambil menatap tajam Aisah.
“Besok-besok, semoga sudah bisa bersama Andin.”
“Aku ingin hanya sama kamu. Jangan mengganggu Andin. Atau tepatnya, jangan sampai kita terganggu,” kata Luki polos.
“Apa maksudnya tuh?”
“Sudah gede masa nggak tahu maksudnya sih?”
Luki pulang saat hujan sedikit reda, dan meninggalkan pertanyaan yang belum terjawab atas ucapan Luki yang terakhir. Terjawab sih, hanya saja Aisah malu mengakuinya. Bahwa ada ikatan yang tiba-tiba membelenggu hatinya, itu benar. Dan tampaknya Luki juga menunjukkan sikap yang sama. Apakah mereka berjodoh? Bukankah Luki dijodohkan dengan Andini?
***
Hari Senin itu, Aisah pergi ke kampus, dan tanpa sengaja bertemu Andin.
“Hai, bagaimana keadaan Bapak? Kemarin mas Luki pamit ke rumah sakit kan?” tanya Aisah.
“Tidak, ia bilang terburu-buru, dan hanya pamit melalui telpon.”
“Oh, gimana sih mas Luki,” gerutu Aisah.
“Nggak apa-apa. Memang waktunya yang sudah mepet. Bapak juga tidak mengeluh soal itu. Bagaimana acara hari Sabtu? Asyik kan?”
“Sayang nggak ada kamu, Ndin.”
“Nggak apa-apa, yang penting mas Luki bisa menikmati liburan di sini, dan ada yang mengantarnya.”
“Iya sih, tapi akan lebih menyenangkan lagi kalau ada kamu.”
“Sama saja ah.”
“Oh ya, apakah aku pernah cerita tentang Romi, sama kamu?”
Wajah Andin langsung gelap.
“Maaf, bukan maksud aku mengingatkan kamu tentang kejadian menyakitkan itu. Tapi aku melihat Romi seperti sangat menyesal.”
“Benarkah? Apa yang membuatnya menjadi menyesal? Kedengarannya aneh.”
“Mungkin setelah tahu bahwa dia juga ditipu istrinya.”
“Ditipu?”
“Kan kamu bilang bahwa saat itu Elisa periksa ke mas Faris, dan kamu bilang sama aku bahwa Elisa sudah hamil sebelum sampai di Indonesia.”
“Aduh, aku pernah bilang ya. Maaf sekali. Barangkali karena pikiran gelapku, aku jadi salah bicara. Maksudku, salah membicarakannya sama kamu.”
“Apa maksud kamu?”
“Sesungguhnya aku kan tidak boleh membawa keluar tentang sebuah penyakit atau apa pun yang diderita oleh pasien, dan aku dengan lancang mengatakannya sama kamu. Aku salah, barangkali karena itu ada hubungannya dengan Romi, jadi aku ngomong begitu saja.”
“Oh, apakah itu salah, kan cuma sama aku.”
“Apa pun itu, harus menjadi rahasia antara dokter dan pasien. Tapi karena sudah terlanjur, aku harus minta maaf, dan tolong jangan katakan lagi itu kepada siapapun.”
“Baiklah. Aku akan menyimpannya di dalam hati. Sekarang aku akan melanjutkan bicaraku, maaf juga kalau kamu tersinggung. Aku hanya ingin menyampaikan, bahwa dia ingin menemui kamu.”
“Untuk apa?”
"Meminta maaf, pastinya.”
“Ah, sudahlah, aku mau ke kelas dulu.”
“Dia juga menanyakan tentang mbak Kinanti.”
“Nah, itu lebih penting, supaya bayi yang dikandungnya punya status yang jelas.”
“Tapi mbak Kinanti juga nggak mau, jadi aku tidak mengatakan di mana dia bisa menemui mbak Kinanti.”
“Ya sudah, aku mau ke kelas dulu ya, nanti kita ketemu dan ngomong lagi. Tapi bukan tentang orang itu,” kata Andin sambil melangkah menjauh.
Aisah menghela napas panjang. Ia bisa memaklumi, mengapa Andin bersikap begitu.
***
Hari-hari berlalu begitu cepat. Pak Harsono sudah sembuh dari sakit, dan mulai bekerja kembali. Pernyataan dokter Faris yang berjanji akan mencintai dan menjaga Andin, masih disimpannya di dalam hati. Ia masih diam, karena Andin juga tidak menanyakannya. Andin bahkan tak pernah menunjukkan bahwa ada hubungan khusus antara dirinya dan sang dokter ganteng itu.
Hari itu hari Sabtu. Andin tak bekerja, tapi pak Harsono sudah mulai bekerja sejak seminggu yang lalu.
Andin termangu di rumah, dan mengkhawatirkan ayahnya, karena mendung begitu menggantung, dan gelegar guntur bertalu-talu. Ia berkali-kali menelpon sang ayah, tapi tidak terjawab. Barangkali sudah di jalan, atau sedang sibuk menekuni pekerjaannya.
Andin berdiri termangu di teras, berharap ayahnya segera pulang. Tiba-tiba Andin terkejut, melihat seseorang memasuki halaman. Seorang laki-laki yang sangat dikenalnya. Andin ingin berlari tapi kakinya terasa kaku, tak mampu digerakkannya.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah ... *Bersama Hujan* sudah tayang.
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹
Matur nuwun mbak Tien-ku Bersama Hujan tayang
ReplyDeleteSelamat ya Ais... sambung dengan teman kecil. Cuma bagaimana nanti sikap pak Istijab.
DeleteApa Romi ya yang datang di rumah Andin? Akan minta maaf dan bersedia bertanggung jawab. Terlambat sudah kau temui dirinya...
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
💪🤣💪🤣💪🤣💪🤣🤝🏻
ReplyDeleteAlhamdulillah BeHa_27 sudah tayang......
Terima kasih Bu Tien..... Indahnya merajut kenangan masa keci antara Luki dan Aisah.
Waduh.......
Romi datang ke rumah Andin ?
💪🤣💪🤣💪🤣💪🤣🤝🏻
Wah bikin deg2an aja tuh
DeleteApakah bnr itu Romi yah brgkli mang bnr ca mau minta maaf aj deh
Sabar sabar
🌹🌼🌹🌼🌹🌼🌹🌼
ReplyDeleteAlhamdulillah "BeHa" 27
yg dinanti sdh tayang.
Matur nuwun Bu Tien.
Tetap sehat & smangats
slalu. Salam aduhai💐🦋
🌹🌼🌹🌼🌹🌼🌹🌼
Wah Luki nembak Aisah...Bentar lg jadian kalik yaa...Pak Harsono msh ragu2 dg lamaran Dr. Faris...semoga beneran jadian deh sm Andin... Tunggu lanjutannya besok deh...
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMaturnuwun sanget Bu Tien...
ReplyDelete🙏🙏
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah.... akhirnya tayang, di intap intipin terusss
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur sembah nuwun mbak Tien
Sehat selalu
Mtrnwn mb Tien
ReplyDeleteAlhamdulillaah, salam sehat
alhamdulillah
ReplyDeletemksh bunda
semoga selalu sehat
Matur nuwun bu Tien sugeng ndalu salam sehat sekeluarga
ReplyDeleteAlhamdulilah
ReplyDeleteAlhamdulillah dah tayang makasih bubda
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah Bersama Hujan- 27 sdh hadir
ReplyDeleteSiapakah yg datang? Romi kah?
Terima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat dan bahagia selalu.
Aamiin
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien
Tambah sehat wal'afiat ya 😍
Aisah & Luki sdg happy
Andin kenapa lagi sih 😁🤭
Salam aduhaiii
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
Semoga bunda Tien selalu sehat aamiin
Alhamdulillah , Terima kasih bunfa Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah,
ReplyDeleteMugi² bunda Tien tansah pinaringan kasarasan.
Waduh Andin kedatangan si brengsek Romi.
Yes..Aisya&Luki aja wis...😍
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien, sehat selalu kagem bunda...
Terima kasih bu Tien ... Bersama hujan ke 27 sdh tayang ... Makin asyik ceritanya ... Smoga mbakyu Tienkumalasari bersama kelrg bahagia dan sehat selalu ... Aamiin, salam dari Tanggamus, Lmpg
ReplyDeleteAlhamdulillah, salam hangat aduhai juga, sehat selalu
ReplyDeleteAisah msh bersama Kinanti
ReplyDeleteTp udah mencair suasananya
Krn udah gak bahas Romi lg
Tp skrg gantian mlh bahas cacing yg menjijikkan bagi Aisah krn ingat kebersamaan dgn Luki waktu kecil dulu
Dan tiba saatnya hari Sabtu yg telah mereka rencanakan utk pergi jalan2
Kebetulan juga Andin jelas gak bisa ikut krn hrs nunggu ayahnya yang masih sakit
Nostalgia naik sepeda cuma kali ini naik sepeda tandem jd di kayuh bersama
Wow jd bergembira ria
Yah asyiiik deh
Moga antara Luki dan Aisah ttp berlanjut hubungan mereka
Sementara pak Harsono udah mulai bekerja lg krn di rasa udah sehat
Tp suatu sore Andin nunggu ayahnya blum pulang hati udah mulai was2 krn telat pulangnya
Tp tiba2 Andin terkejut dgn dtgnya seseorang yg udah di kenalnya
Wow bgmn kelanjutannya dan apa yg akan terjadi trus siapakah yg dtg
Yuuk boleh deh penisirin bingitzs
Tunggu besok lagi ya
Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
Ttp semangat dan
ADUHAI ADUHAI ADUHAI
Matur nuwun Mbak Tienku sayang. BH 27 dah tayang. Semoga Mbak Tien selalu sehat ya. Salam Aduhai selalu.
ReplyDeleteAlhamdulilah BH 27 sdh tayang ..terima kasih bu Tien ..semoga ibu Tien selalu sehat dan dalam lindungan Allah SWT
ReplyDeleteSelamat ya Aisyah dan Luki sedang berbunga bunga semoga andin juga dilancarkan hubungannya dg dr Faris
Alhamdulillah BH 27 sdh tayang
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien
Moga sehat sll nggih...
Alhamdulillah BERSAMA HUJAN~27 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..🤲
Alhamdulillah Bersama Hujan- 27 sdh hadir
ReplyDeleteMatursuwun Bu Tien, semoga sehat dan bahagia selalu. Aamiin 🤲
.Alhamdulillah.. Siapakah tamu yang datang, mungkinkah Romi? Semoga Andin aman.. Terimakasih bunda Tien.
ReplyDeleteSalam sehat selalu dan aduhai selalu..
Ada tamu tak diundang, waduh berangkangan nggak tuh, katanya mau mbrangkang.
ReplyDeleteIya gimana lagi mau menghindari dengkulnya ndrodhok nggak mau digerakan, saking emosinya. Sudah menumpuk. Tetep aja bengong, lah pas gitu datang Faris waduh gimana tuh, perasaan nya. Mudah mudahan nggak ambyar janjinya setelah pak Harsono sembuh katanya mau naik pangkat, jadi aspri.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Bersama hujan yang ke dua puluh tujuh sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
damai sedjahtera bersama keluarga tercinta
🙏
Romi kah yg dtang saat hujan lg? Semoga bisa mndpatkn maaf Andin, tpi andin ttp untuk dr. Faris...ngeyel..he.. hnya Mbu Tien yg tahu... terima kasih sehat sllu brsma keluarga trcnta...
ReplyDeleteAlhamdulillah.. Siapakah tamu yang datang? Mungkinkah Romi? Semoga Andin aman dan tidak diganggu, karena peristiwanya sama waktu hujan.. Terimakasih bunda Tien, salam sehat selalu dan aduhai selalu.
ReplyDeleteRomi kah yg dtng? Waaah...smg dr Faris jg dtng, biar segera tuntas. Aduhai...m
ReplyDeleteMtr nwn Bu Tien.Sehat sll.
Teman² di bu Tien ada stok LASTRI & KEMBANG TITIPAN, masing² 8 (delapan buku) ada yang minat hubungi bu Tien, tolong sebarkan ke grup lain barang kali ada yg membutuhkan dan tergerak mengisi pundi² bu Tien.
ReplyDeleteSiapa yg datang ya?
ReplyDeleteLuki, Romi ato dr Fariz ?
Bikin penasaran ni yee..
Matur nuwun bu Tien, semoga sehat selalu..
Pasti Romi.....
ReplyDeleteRomi datang...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Hamdallah.. Bersama Hujan 27 telah tayang. Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu tetap Semangat, tetap Sehat wal Afiat bersama Keluarga di Sala. Aamiin
ReplyDelete...waktu hujan turun di malam Minggu, di bawah payung ku berlindung...he...he
Amboi...di episode ke 27 ini cerita nya sungguh Romantis, menceritakan kisah masa kecil nya Luki dengan Aisah.
Skrng setelah mereka bertemu kembali, dapat melanjutkan lagi kenangan tsb, melalui ikatan Cinta..Semoga jadiaan ya Luki dan Aisah.. he...he...
Salam hangat nan Aduhai dari Jakarta
Alhamdulillah...BeHa 27
ReplyDeleteSetiap episodenya selalu ditunggu dg semangat
Mtrsuwun bunda Tien
Sehat selalu kagem bunda
Salam Aduhaii
Alhamdulillah..siapa lagi yang akan menemui Andin . Maturnuwun Bunda besok pasti ada cerita menarik lagi.
ReplyDeleteMakasih bu Tien....Moga sehat selalu dan tetap semangat !
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteSalam sehat selalu. Aduhai
Terima kasih bundaqu Bersama Hujan nya..slmt pagii dan salam Seroja🙏😘
ReplyDeleteTerima kasih bu tien
ReplyDeleteSemoga bu tien sehat2 n selalu dlm lindungan n bimbingan Allah SWT .... aamiin yra
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete*Alhamdulillah ...
DeleteAlhamdulillah, BH 27 sudah tayang, matur nuwun
DeleteSehat wal'afiat dan bahagia selalu bunda Tien ...
Makasih bu Tien cerbungnya.ceritanya makin seru.sehat selalu bu Tien
ReplyDeleteCara pesannya bagaimana?
ReplyDelete