Thursday, October 26, 2023

BERSAMA HUJAN 26

 BERSAMA HUJAN  26

(Tien Kumalasari)

 

Luki melangkah menjauh dari tempatnya berdiri, kemudian keluar dari ruangan. Ada hal yang tak ingin disampaikannya kepada pak Harsono, seperti pesan ayahnya, dan iapun tak ingin ayahnya berbicara dengannya.

“Luki, kamu masih di situ?” kata sang ayah.

“Ya, Pak. Ini sedang menjauh dari om Harsono, karena Luki tak mau mengganggu tidurnya.”

“Tidur? Tadi kamu tidak bilang tidur. Sebenarnya aku ingin bicara.”

“Sekarang ini beliau sedang bisa tidur, dan siapapun tak berani mengganggunya.”

“Apa sebaiknya besok aku datang menemuinya?”

“Tidak usah Pak, bukankah Bapak harus mengurusi usaha yang ada di sini, sementara Luki pergi?”

“Sebenarnya aku ingin melihat keadaannya. Prihatin sekali mendengar dia sakit. Dia sudah seperti saudara bagi bapakmu ini.”

“Iya, Luki mengerti.”

“Ya sudah, jangan lupa bicara sama Andin mengenai kelanjutan hubungan kalian.”

“Kami sudah bicara, tapi tampaknya Andin belum ingin bicara tentang perjodohan. Pendidikannya lebih penting, katanya.”

“Kamu kan bisa bilang, setelah menikah dia boleh melanjutkan kuliahnya kok.”

“Luki sudah bicara, tapi dia tidak mau.”

“Kamu kelihatannya memang tidak tertarik sama dia,” kesal pak Istijab.

“Kalau kami memang berjodoh, pasti akan dipersatukan. Bapak jangan terlalu memikirkan hal itu.”

“Harsono itu sahabat aku, lebih dari saudara.”

“Bersaudara tidak harus berbesan, bukan?”

Pak Istijab menutup pembicaraan itu tanpa mengatakan apapun lagi. Tampaknya dia kesal atas jawaban Luki yang tidak tertarik dengan perjodohan itu.

Luki memasuki kembali ruangan itu, dan melihat Andin sedang ngobrol dengan sahabatnya.

Luki segera mendekat dan duduk diantara mereka, tapi tiba-tiba terdengar suara pak Harsono memanggil.

“Luki, bukankah itu tadi telpon dari ayahmu?”

“Benar, Om.” jawab Luki sambil mendekat.

“Mengapa tidak kamu berikan sama aku, aku kan ingin bicara.”

“Sebenarnya tadi mau Luki berikan pada Om, tapi rupanya bapak sedang tergesa-gesa, sepertinya ada tamu datang ke kantor.” Luki berbohong.

“O, bapakmu menelpon dari kantornya?”

“Iya Om.”

“Ya sudah,” kata pak Harsono yang kemudian memejamkan matanya. Tampaknya dia kecewa.

“Lagipula apa yang akan aku bicarakan? Masalah perjodohan itu tampaknya tak akan bisa terlaksana,” kata batinnya.

 Luki segera kembali mendekati Andin dan Aisah, setelah melihat pak Harsono memejamkan mata. Luki berharap pak Harsono benar-benar akan tidur.

“Lagi ngomongin apa nih?” tanya Luki.

“Ini, tentang rencana kamu ingin jalan-jalan besok Sabtu, aku pikir Andin tak bisa ikut. Ia tak mungkin meninggalkan ayahnya yang sedang sakit,” kata Aisah.

“Benar, Mas. Menurut aku, biar Aisah saja yang menemani Mas jalan-jalan. Aku minta maaf,” sambung Andin.

“Aku mengerti. Tidak apa-apa kalau Aisah mau menemani aku jalan-jalan. Soalnya aku sudah lama sekali tidak menginjakkan kaki di kota ini.”

“Sebenarnya nggak enak jalan tanpa Andin.”

“Mau bagaimana lagi. Kan Bapak lagi sakit,” kata Andin, yang kemudian juga ingat permintaan dokter Faris yang ingin mengajaknya jalan di hari Sabtu itu. Diam-diam Andin ‘mensyukuri’ keadaan ayahnya ini sehingga dia tak perlu bingung memberi jawaban kepada yang satu dan lainnya.

“Uuups, maaf Bapak, kenapa Andin mensyukurinya? Tidak, aku sama sekali tidak mensyukuri sakitnya Bapak, hanya mensyukuri rasa ketidak bingungan aku untuk memberi alasan kepada mereka,” kata batin Andin sambil menutup mulutnya.

“Kamu kenapa?” tanya Aisah heran melihat Andin tiba-tiba menutup mulutnya.

“Apa?”

“Kamu sedang memikirkan apa? Tiba-tiba kamu menutup mulut kamu.”

“Tidak, aduh … aku melupakan … melupakan sesuatu … di rumah, tapi tidak penting kok. Baiklah, kalian bersenang-senanglah,” kata Andin sambil tersenyum.

“Karena masih ada yang harus aku kerjakan, aku pamit dulu ya, besok kalau pekerjaanku beres, aku ke sini lagi,” kata Luki sambil berdiri.

“Tidak usah dipaksakan, kalau memang masih repot,” kata Andin.

Luki perlahan mendekati pak Harsono, tapi melihat pak Harsono sepertinya tertidur, Luki mundur pelan-pelan, lalu membalikkan badannya.

“Luki.”

Luki terkejut, ternyata pak Harsono bukannya tidur.

“Saya kira Om tidur. Saya mau pamit dulu.”

“Kemarilah sebentar.”

Luki lebih mendekatkan badannya, agak membungkuk untuk bisa mendengar jelas, karena pak Harsono bicara sangat pelan.

“Tentang keinginan ayah kamu untuk menjodohkan kamu dan Andin, jangan dulu dimasukkan ke hati, karena tampaknya Andin belum ingin memikirkannya.”

Luki bernapas lega. Rupanya pak Harsono tidak akan memaksakan kehendak, berbeda dengan ayahnya yang sangat berharap punya menantu Andin.

Luki mengangguk sambil menepuk tangan pak Harsono pelan.

“Om jangan khawatir. Bukankah jodoh itu ditangan Allah?” bisiknya.

Pak Harsono tersenyum. Senyuman yang sebenarnya sangat pahit, karena gugurnya sebuah harapan.

***

Dokter Faris memasuki ruangan pak Harsono, ketika Andin sedang mengantarkan Luki dan Aisah ke depan. Dokter Faris terkejut ketika melihat pak Harsono sedang mengusap air matanya. Ia mendekat perlahan, lalu memegangi tangannya dengan lembut.

“Bagaimana perasaan Bapak?”

“Saya … baik-baik saja.”

“Hasil pemeriksaan memang menunjukkan ada infeksi di saluran napas. Memerlukan waktu beberapa hari lagi agar Bapak bisa segera pulang,” kata dokter Faris pelan.

Pak Harsono menatap sang dokter dengan tatapan sendu. Dokter ganteng ini teramat lembut saat bicara, dan teramat teduh saat matanya mamandang. Hal yang membuatnya tenang dan tidak banyak membantah apa yang dikatakannya. Tapi toh keinginannya untuk segera bisa pulang tak pernah surut.

“Tidak bisakah rawat jalan saja?”

“Pak, kalau di sini, semua perkembangan kesehatan Bapak akan terus diawasi. Berbeda kalau di rumah. Di sana hanya ada Andin, yang juga memerlukan pergi untuk kuliah. Kalau sudah begitu siapa yang akan mengawasi Bapak?”

“Aku kan bisa menjaga diri aku sendiri.”

“Benar, kalau Bapak sedang dalam keadaan sehat. Kalau saat ini, Bapak masih perlu diawasi dan dilayani. Obat teratur, makan dan tidur teratur. Ya kan? Memang sih, tidur di rumah sakit, sebagus apapun kamarnya, tetap saja tidak nyaman, tapi kami akan berusaha agar Bapak tetap bisa merasa nyaman walau tidak di rumah sendiri. Hal itu perlu, seperti yang tadi saya katakan, yaitu bahwa Bapak masih perlu pengawasan. Jadi Bapak harus sabar ya.”

Pak Harsono terdiam.

“Bapak jangan memikirkan apapun. Bapak harus bangga karena memiliki putri yang sangat baik dan sangat menyayangi Bapak.”

Pak Harsono menghela napas. Ada yang terasa berat dirasakannya, yaitu tentang Andini, anak gadis semata wayangnya.

“Bapak sudah tua ….” gumamnya pelan.

“Tapi Bapak masih kuat kok. Jangan berpikir tentang tua. Berpikirlah tentang ‘sehat’.

Tak terasa pak Harsono kembali menitikkan air mata. Dokter Faris meraih selembar tissue, dipergunakannya untuk mengusap mata tua yang tampak sayu itu.

“Apakah ada yang membuat perasaan Bapak terasa berat?”Pak Harsono terdiam.

“Kalau pada suatu hari Allah memanggil bapak, bapak ingin sekali melihat Andin bahagia, hidup tenang disamping seseorang yang menyayangi.”

“Mengapa tidak? Andin gadis yang baik.”

“Bukankah Nak Dokter tahu apa yang terjadi pada anak bapak? Kebahagiaannya masih tampak maya. Masih berujud angan-angan dan mimpi, karena semuanya belum jelas.”

“Mengapa Bapak berpikir begitu? Pemikiran yang buruk, membuat Bapak lebih terbebani, dan akan sulit sembuh dari sakit.”

“Nak Dokter belum pernah merasakan bagaimana rasanya jadi orang tua.”

“Saya mengerti apa yang Bapak pikirkan. Bapak harus percaya, bahwa Andin akan berada di tangan seorang laki-laki yang sangat mencintainya dan menjaganya, juga selalu membahagiakannya.”

“Bagaiman Nak Dokter bisa berpikir begitu, sementara Nak Dokter tahu kekurangan yang ada pada diri Andin?”

“Karena laki-laki itu adalah saya,” kata dokter Faris sambil memegang erat tangan pak Harsono.

Pak Harsono menatapnya tak percaya.

“Nak Dokter bercanda kan?”

“Saya berjanji. Jadi Bapak harus tenang.”

Air mata tua itu semakin deras mengalir.

***

Ketika Andin masuk kembali ke ruang ayahnya, ia terkejut melihat dokter Faris sudah ada di dekat ayahnya.

“Dokter belum pulang?”

“Sebentar lagi pulang, ini sedang melihat keadaan bapak.”

“Apakah bapak akan dirawat lebih lama?”

“Mungkin beberapa hari ke depan baru bisa pulang, dengan catatan kesehatannya sudah benar-benar tidak menghawatirkan.”

“Lama ya? Bapak sudah ingin segera pulang ke rumah tuh.”

“Benar, tadi bapak juga mengatakannya, tapi aku bilang, bapak harus sabar. Kamu juga harus sabar. Tapi keadaannya membaik kok. Percayalah, bapak akan segera sembuh,” kata dokter Faris sambil menatapnya dengan tatapan yang selalu membuatnya berdebar. Andin selalu memerlukan waktu untuk menoleh ke arah lain untuk menghindar dan lebih menenangkan perasaannya.

“Terima kasih, dan maaf, saya belum bisa membantu Dokter saat praktek.

“Tidak apa-apa. Kinanti sudah bisa mengatasi semuanya.”

Andin mengangguk.

“Tapi besok kamu bisa mulai masuk kuliah. Kamu tidak perlu menghawatirkan bapak karena ada yang akan mengurusnya di sini. Dan selama kamu masih kuliah, aku bisa sering menjenguknya.”

“Terima kasih, dokter.”

“Dan maaf, hari Sabtu nanti belum jadi bisa mengajak kamu jalan.”

“Dokter kalau ingin jalan-jalan, bisa sama mbak Kinanti kan?”

Dokter Faris membelalakkan matanya. Ia kesal Andin selalu mengusulkan Kinanti agar mendapat perhatiannya.

“Bapak, saya permisi dulu, soalnya nanti sore harus praktek juga, katanya berpamit pada pak Harsono.

“Baiklah Nak, terima kasih.”

Dokter Faris melangkah keluar, dan memberi isyarat pada Andin agar mengikutinya keluar. Andin melangkah di belakangnya sambil bertanya-tanya dalam hati, apakah ayahnya mengidap suatu penyakit tertentu yang sangat menghawatirkan? Tapi yang dikatakannya lebih membuatnya terkejut.

“Aku capek menunggu kamu menjawabnya.”

“Apa, Dok?” tanya Andin tak mengerti.

“Aku sudah bilang pada bapak.”

“Tentang….?”

“Aku sudah melamar kamu pada bapak.”

“Apa?” Andin berteriak. Dua orang perawat yang melintas menoleh ke arah keduanya, sambil mengangguk hormat karena ada dokter Faris.

Dokter Faris tertawa lucu. Andin selalu begitu saat dia bicara tentang hubungan mereka yang tak kunjung mendapat jawaban darinya.

“Ya, aku sudah melamar kamu pada bapak, dan sudah diijinkan. Begitu bapak sembuh, aku akan melamar secara resmi.”

Andin terdiam. Sambil berjalan ke arah depan, banyak pikiran berkecamuk dalam hatinya. Mana mungkin ayahnya mengijinkan, sedangkan sang ayah sangat berharap agar dirinya menyelesaikan kuliahnya dulu.

“Hei, kenapa diam?”

“Saya masih kuliah.”

“Lama-lama juga pasti akan selesai.”

“Mengapa Dokter memikirkan saya?”

“Jangan bilang bahwa aku lebih baik melamar Kinanti,” kata dokter Faris dengan nada mengancam. Andin hampir tertawa dibuatnya, tapi ia menahan tawa itu.

Mereka berjalan berdampingan, tanpa berucap satu sama lain, sampai kemudian dokter Faris berpamit untuk mengambil mobilnya.

Andin mengangguk tersenyum, lalu membalikkan tubuhnya. Begitu memasuki ruangan ayahnya lagi, Andin mendekati ayahnya dan ingin bertanya sesuatu, tapi sang ayah tampak tidur pulas. Andin tak ingin mengganggunya.

Ia merebahkan dirinya di sofa, sambil pikirannya melayang ke arah apa yang diucapkan dokter gantengnya. Melamar langsung pada ayahnya? Dan ayahnya menerimanya. Andin berdebar. Ia meraih bantal yang terletak tak jauh dari tempat duduknya, kemudian memeluknya dan berusaha tidur, untuk bermimpi tentang sesuatu. Tentang dokter ganteng berjambang tipis yang dengan gigih mengejar cintanya, yang selalu diterimanya dengan perasaan was-was.

***

Siang itu Aisah memerlukan datang untuk menemui Kinanti di rumah kostnya. Ia melihat Kinanti sedang mencuci pakaian-pakaian bayi yang direntangkannya pada jemuran besi yang terletak di samping kamarnya.

“Mbak Kinan, kirain sudah lahiran, kok mencuci pakaian bayi?”

“Hanya bersiap-siap saja, Ais. Beli sedikit-sedikit, supaya tidak berat ketika benar-benar membutuhkan."

“Boleh aku bantu?”

“Ini sudah selesai. Ayo duduk di kamar aku saja. Kamu dari mana?”

“Dari kampus. Aku sudah selesai menggarap skripsi aku, jadi aku bisa bersantai.”

“Cepat sekali selesainya, syukurlah.”

“Aku ngebut,” kata Aisah sambil duduk di tepi ranjang di kamar Kinanti yang bersih dan rapi, walaupun sederhana.

“Syukurlah, aku ikut senang.”

Aisah terdiam. Ia ingin bercerita pada Kinanti tentang Romi yang sudah berubah.

“Mbak Kinan, masih ingat Romi?”

“Bagaimana aku bisa melupakan laki-laki jahat itu.”

“Dia tampaknya menyesali apa yang pernah dilakukannya.”

“Syukurlah.” kata Kinanti datar.

“Ia pernah menanyakan Mbak Kinan ada di mana?”

“Kamu mengatakannya?”

“Tidak. Tapi kalau Mbak mengijinkan, besok kalau ketemu akan saya katakan.”

“Jangan. Lebih baik tidak usah berhubungan lagi sama dia.”

“Tapi bayi itu membutuhkan seorang ayah.”

“Tidak lagi, kalau ibunya sudah bisa menjaga dan melindunginya. Aku ingin menghapus nama itu dari kehidupan aku.”

“Tapi sepertinya dia menyesal.”

“Tidak … dan tidak!” katanya tandas.

***

Besok lagi ya.v

60 comments:

  1. 🌻🌿🌻🌿🌻🌿🌻🌿
    Alhamdulillah "BeHa" 26
    yg dinanti sdh tayang.
    Matur nuwun Bu Tien.
    Tetap sehat & smangats
    slalu. Salam aduhai💐🦋
    🌻🌿🌻🌿🌻🌿🌻🌿

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah.... Terima kasih bu Tien..
    Wah semoga mulus lamaran dr Faris. Kinanti sudah mandiri jd bisa bersikap tegas tdk mau bertemu Romi.

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah tayang lebih awal...
    Matur nuwun bunda Tien, sehat selalu kagem bunda njih...🙏🙏

    ReplyDelete
  4. Maturnuwun sanget Bu Tien...
    🙏🙏

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah Bersama Hujan sdh hadir, t ksh bunda Tien, semoga bunda selalu sehat....semangat....kami menunggu kisah Andin selanjutnya

    ReplyDelete
  6. Matur nuwun mbak Tien-ku Bersama Hujan tayang

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sepertinya pak Harsono sudah menyadari, dokter Faris serius terhadap Andin. Tinggal bagaimana nanti sikap pak Istijab.
      Luki juga sudah dapat menata hatinya, malah tertarik kepada teman kecilnya.
      Tinggal Romi dan Kinanti belum jelas. Tentang Elisa yang nanti melahirkan bayi bule, berambut pirang, mata biru ..biar diasuh sendiri.
      Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

      Delete
  7. Alhamdulillah
    Matur sembah nuwun mbak Tien..🙏🌹

    ReplyDelete
  8. Horeee....nampaknya akan berakhir sesuai harapan pembaca nih...terima kasih, ibu Tien sayang...sehat selalu ya...🙏🙏🙏😘😘😀

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah ... *Bersama Hujan* sudah tayang.
    Syukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah...matur nuwun Bu Tien BERSAMA HUJAN sampun tayang gasik

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah, matur nuwun. Sehat dan bahagia selalu bunda Tien ..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbak Ermi sehat selalu spt bu Tien ttp semangat

      Doa kita bersama

      Delete
  12. Terimakasih Bu Tien , BH 26 sudah hadir . Terus sehat dan penuh semangat .salam Aduhai

    ReplyDelete
  13. Horee Gasiiiik.....matur nuwun bu Tien

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah Bersama Hujan 26 sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bshagia selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  15. Mojok deh kita
    Yuuk baca dulu

    Pak Wedeye pa kbr sehat selalu yah

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah.tks bu tien.sht2 slalu

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah, sehat selalu aduhai....

    ReplyDelete
  19. Alhamdulilah BH 26 sdh tayang ..terima kasih bu Tien , semoga ibu selalu sehat, bahagia dan dalam lindungan Allah SWT

    Andin dan Faris sdh jadian dan luki dan aisyah juga makin mendekat... semoga semua heppy ending

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah BH 26 sdh tayang
    Matur nuwun bu Tien

    ReplyDelete
    Replies
    1. Akhirnya bisa juga komen ya jeng Wiwik. Ndari kok rapercoyo....

      Delete
  21. Alhamdulillah
    Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat wal'afiat aamiin

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah dokter Faris dah blak² an ama pak Harsomo kalau dia mencintai Andin yee yes yes, matur nuwun bunda Tien.

    ReplyDelete
  23. Luki msh umpet2an rupanya sama pak Istijab ayahnya
    Dalam hati sbnrnya gak tertarik sama Andin
    Sedangkan ayahnya berpikir harus bs berbesan sama pak Harsono

    Pak Harsono sndri juga gak berani memaksakan Andin supaya jadian sama Luki

    Setelah dengan terus terang bahwa Andin sptnya juga blum memikirkan masalah perjodohan, krn yg Andin pikirkan hanya menyelesaikan kuliahnya

    Rupanya ada titik terang bagi Luki utk ttp berlanjut dgn Aisah
    Tinggal nunggu ayahnya bgmn nantinya seandainya tau bahwa Luki tak tertarik pd Andin

    Sementara dokter Faris udah mengatakan maksud yg sebenarnya pada pak Harsono tentang Andin dan pak Harsono rupanya memberikan restu dgn penuh haru

    Kencan bertiga urung di laksanakan krn Andin msh nungguin pak Harsono
    Dan akhirnya hanya Luki dan Aisah berdua, moga utk seterusnya yah

    Aisah lg dtg ke kost Kinanti dan memintakan maaf Romi supaya bisa ikut tanggung jawab anak yg di kandung

    Wow bgmn kelanjutannya dan apa yg akan terjadi

    Yuuk boleh deh penisirin bingitzs
    Tunggu besok lagi ya

    Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
    Ttp semangat dan
    ADUHAI ADUHAI ADUHAI

    ReplyDelete
  24. Semoga lancar lamaran Andin dan dr Faris, semoga Aisyah dan Luki berjodoh, semoga Kinanti mau menerima Romi karena anaknya butuh figur ayah. Terimakasih bunda Tien, ceritanya selalu asyiik.. salam sehat selalu dan aduhai selalu ..

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah BERSAMA HUJAN~26 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🤲

    ReplyDelete
  26. Matur nuwun Bu Tien, tetap sehat njih Bu....

    ReplyDelete
  27. Kinan sdh beri Lampu merah pd Romi, apakah bsa berubh jd hijau? Terima kasih Mbu Tien... sehat sllu bersma keluarga... makin pinisirin....

    ReplyDelete
  28. Alhamdulillah, BERSAMA HUJAN(BH)26 telah tayang , terima kasih bu Tien, salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  29. Alhamdulillah "BeHa" 26
    yg dinanti sdh tayang.
    Matur nuwun mbakyuku Tienkumalasari,
    Tetap sehat & semangats
    slalu. Salam dari Tanggamus, Lmpng

    ReplyDelete
  30. Matur suwun Bu Tien...semoga Kinanti bisa berjodoh dgn Romi,Aisah dgn Luki & Andin dg Dr Faris..ha..ha klop.
    Salam sehat selalu kagem Bu Tien.🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  31. Kalau menunggu Elena melahirkan dan bayinya bukan bayi Indonesia, apa perlu tes DNA ya...

    ReplyDelete
  32. Suwun ibu. Mugi ibu tansah pinaringan sehat🙏

    ReplyDelete
  33. Salut sama dokter Faris.....
    ADUHAI
    Matur nuwun, Mbak Tien.

    ReplyDelete
  34. Masih ragukah Andin pd dirinya sendiri akan cinta dr Faris?
    Smg Kinanti membuka hati untuk Romi.
    Aisah & Luki smg jadian.
    Penisiriiin...kita tunggu besok.
    Mtr nwn Bu Tien, sehat selalu.

    ReplyDelete
  35. Ada aja keusilan Faris, namanya sudah terucap dan itu harus didapat, terlihat juga ber-effeck orang serumah; orang serumah cuma dua, sang Ayah dan anak yang ingin jadi pendampingnya, tapi kerèn loh (atau) Andin hanya ingin menampilkan kalau dia sosok tegar?!
    Selalu ingin berpegang pada apa yang sudah jadi tujuannya.
    Mudah mudahan bisa menyesuaikan antara mereka.
    Duh segitu kenceng nya Kinan, itu anak kan butuh bapak, lha wong bapaké ora gênah; sakitnya tuh disini.
    Kalau sakit ya di sembuhin sakitnya. Kayanya ini malah lebih heboh, biyungnya Romi musthi turun tangan ngrai gêdhèg, kalau bênêr bênêr si Romi mau bertobat biar tidak ada bayangan dosa.
    Beratnya justru minta maafnya sama Andin tuh, jijik melihatnya.
    Luki merasa lega; om Harsono tidak begitu ngotot harus jadi mertua.
    Kan ada Ais yang hitam manis.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Bersama hujan yang ke dua puluh enam sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Damai sedjahtera bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  36. Makasih dr.Faris..yg langsung melamar ke pak Harsono.. nunggu Andin jawab kelamaan.. terlalu banyak pertimbangan ...
    Maturnuwun bu Tien..salam sehat selalu

    ReplyDelete
  37. Andin .....Andin .....kenapa masih pinpinbo .......masih juga kau suruh dr. Faris hari Sabtu jalan² dengan Kinanti .....waduuuh ....
    Terpaksa dr. Faris skakmatt langsung melamar ke pak Harsono......
    Sungguhpun demikian ....lagi lagi kau masih ragu.....kenapa ngga ngomong langsung saja.
    "Dokter sudah tadi kondisi saya kan ? Apakah dokter masih mau menerima saya ? Saya takut dokter kecewa dan akhirnya malah merusak sesuatu yang telah berjalan selama ini ?"

    Ayo Andin ... Berani ngomong....jangan diam saja ....dr. Faris juga masih manusia .....tidak bisa memahami kebatinan .....

    Pembaca dibikin galau oleh ibu Tien.
    Itulah kepiawaian idola kita ....

    Penasaran .....!

    Tunggu episode selanjutnya....

    Semoga ibu Tien senantiasa sehat ...walaupun akan menjalani serangkaian pemeriksaan kesehatan.

    Salam sehat.....
    Salam Aduhai ....

    ReplyDelete
  38. Hamdallah.. Bersama Hujan 26 telah tayang. Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu tetap Semangat, tetap Sehat wal Afiat bersama Keluarga di Sala. Aamiin

    Pak Harsono sangat simpatik sama dr Faris, krn tutur kata nya bikin sejuk di hati.

    Kalau Andin masih susah di ajak bicara serius sama dr Faris.

    Sehingga dr Faris bicara langsung sama pak Harsono mau melamar Andin.

    Semoga pak Harsono, menerima lamaran mu ya Nak dr Faris...he...he...

    Salam hangat nan Aduhai dari Jakarta

    ReplyDelete
  39. Terima kasih bu Tien ... Bersama hujan ke 26 sdh tayang ... Makin asyik ceritanya ... Smg bu Tien bersama kelrg bahagia dan sehat selalu ... Aamiin yra .

    ReplyDelete
  40. Alhamdulillah.nunggu besok aja lebih seru tentang Andin & Kinanti
    Maturnuwun Bunda

    ReplyDelete
  41. Terima kasih bu Tien
    Salam sehat dan aduhai selalu...

    ReplyDelete
  42. Alhamdulillah, semoga Bu Tien sehat dan bahagia selalu.

    ReplyDelete
  43. Makasih mba Tien.
    Sehat selalu dan tetap semangat.
    Aduhai

    ReplyDelete
  44. Yang komen sdh mulai pintar ,,,sekarang komen nya banyak nyang panjang. X lebar jadi bersaing sama pengarangnya

    ReplyDelete
  45. He he jeng Tien.yang ngajari.merangkai kata menjadi indah

    ReplyDelete
  46. Mudah ² nanti bisa komen lagi sdh lama ngambeg nunul nunul gak mau nyangkut

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 13

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  13 (Tien Kumalasari)   “Kamu tidak menjawab pertanyaanku, Tangkil? Apa yang kamu lakukan di sini?” Tangkil...