Thursday, September 7, 2023

BUNGA TAMAN HATIKU 27

  

BUNGA TAMAN HATIKU  27

(Tien Kumalasari)

 

 

Pagi yang cerah, Satria dan Nijah keluar dari kamar bersamaan. Mereka tampak segar, karena sudah mandi dan wangi. Satria duduk di ruang makan, sedangkan Nijah langsung pergi ke dapur.

Tanpa berkata apapun dia membantu bibik membuat minuman kesukaan keluarga.

“Nyonya, biar saya saja,” kata bibik.

Nijah mendekati bibik dan mencubit lengannya.

“Bibik, bukankah Bibik adalah ibuku? Mengapa bibik memanggil aku nyonya?”

“Ya ampun nyonya, saya ….”

“Bibik, aku nggak mau ya, aku nangis deh kalau Bibik begitu. Panggil aku Nijah, seperti biasa.”

“Bagaimana nanti kalau tuan atau nyonya sepuh mendengarnya, pasti bibik akan kena marah.”

“Tidak akan ada yang memarahi Bibik ya, percayalah. Sudah, tinggalkan saja, biar saya yang membuat minuman ini.”

Bibik tersenyum haru. Nyonya muda yang baik hati ini sungguh sangat mulia hatinya, masih mau menganggap pembantu sebagai ibunya. Kemudian ia melanjutkan membenahi perkakas yang kemarin dipergunakan untuk menjamu tamu. Walau tidak seberapa, tapi tetap saja membuat bibik sibuk, karena harus mengembalikan semua perkakas ke gudang.

“Setelah menyajikan minuman ini, saya akan bantu Bibik,” katanya sambil mengangkat baki berisi minuman, yang kemudian disajikannya ke ruang makan.

Satria menerima gelas minumnya dan tersenyum manis. Ia pegang tangan Nijah yang hanya meletakkan gelas, kemudian ingin berlalu.

“Mengapa tergesa? Temani aku minum dong. Mana minum untuk kamu?”

“Tuan …”

“Mas Satria!” perintah Satria dengan wajah bersungguh-sungguh.

“Baiklah, tapi saya akan membantu bibik membenahi perkakas ke gudang.”

“Duduklah dulu, aku mau ditemani istriku.”

“Nanti non Ristia pasti segera menyusul kemari.”

“Tapi aku mau kamu yang melayani dan menemani aku.”

Nijah mengalah, dengan senyum tipis ia mengambll minumnya sendiri, lalu duduk menemani sang suami. Kecuali itu ia juga menyajikan roti di sebuah piring.

Satria tersenyum senang. Ia menyeruput minumannya sambil menatap tajam istrinya.

“Mengapa kamu selalu ketakutan setiap dekat sama aku? Lihat baik-baik, apa aku menakutkan?” kata Satria sambil menggenggam tangan Nijah.

Wajah Nijah bersemu merah. Ia sangat polos dan belum pernah berdekatan dengan pria manapun sedekat dirinya dengan Satria kemarin. Sesungguhnya Nijah sudah pasrah, menyadari kedudukannya sebagai istri, tapi Satria tidak tega memaksanya. Barangkali Satria memilih bersabar, untuk menjaga perasaan istrinya .

“Saya tidak takut,” katanya lirih.

“Masa? Wajah kamu pucat, tangan kamu berkeringat, dingin seperti es.”

Nijah tersenyum, sedikit malu.

“Saya akan belajar,” bisiknya, membuat Satria tertawa dalam hati.

“Nijah, aku mau bertanya nih. Ketika kamu pergi bersama Ristia, kalian kemana saja?”

“Hanya muter-muter saja. Tampaknya non Ristia ingin menyenangkan hati saya dengan melihat-lihat.”

“Hanya itu?”

“Berhenti di sebuah cafe.”

“Oh, itu milik Andri,” kata Satria.

“Betul …  Non Ristia sangat akrab dengan pemilik cafe itu.”

“Apa yang mereka lakukan?”

“Hanya bicara, tapi saya tidak tahu apa yang mereka bicarakan.”

“Apa kamu tidak mendengar pembicaraan itu, ataukah mereka menjauh dari kamu saat berbicara?”

“Bicara tentang … apa… saya sungguh tidak mengerti, lalu ketika mau keluar juga masih bicara. Saya bukannya tidak mendengar, hanya tidak mau mendengarkan. Saya pura-pura melihat ke sekeliling cafe itu. Saya kagum, sangat bagus dan indah.”

“Apanya yang indah.”

“Ya semuanya. Saya kan belum pernah pergi ke situ, tatanannya bagus, menurut saya, itu indah. Mengapa Tuan … eh… mas bertanya? Mereka teman kuliah, katanya.”

“Tidak apa-apa. Ayo dimakan rotinya.”

“Mm … mas, saya ke belakang ya, kasihan bibik.”

Satria menggeleng-gelengkan kepalanya. Tapi ia tersenyum lucu, karena menurutnya, istri barunya ini memang lucu.

Ia menghabiskan sepotong roti, kemudian beranjak dari ruang makan itu. Ia masuk ke kamar Ristia, dan mendapati Ristia masih tergolek di ranjang. Tampaknya dia sudah bangun, karena matanya setengah terbuka, dan menatap ke arah langit-langit kamar.

Mendengar suara pintu terbuka, ia sudah tahu kalau suaminya masuk. Ia bangkit, berusaha mendekati suaminya, tapi sang suami terus saja melangkah ke arah almari.

“Kamu sudah mandi, Mas? Hm, baunya wangi.” katanya sambil menempel ke tubuh suaminya.

“Ini jam berapa? Subuh sudah kelewat.”

“Oh, itu … aku sudah shalat tadi, lalu tidur kembali,” bohongnya.

“Hm …” hanya itu jawaban Satria.

“Bagaimana malam pertama nya? Aku ikut bahagia,” katanya sok tulus.

“Tentu saja,” katanya singkat, sambil mengambil beberapa baju dari almari, kemudian dibawanya keluar.

“Mas, sini, biar aku yang membawakan. Akan Mas pindah ke kamar Nijah?”

“Nggak apa-apa, biar aku saja,” katanya terus berlalu.

Ristia menghela napas panjang, lalu menutup pintu kamarnya. Ia yakin bukan karena ada Nijah maka sikap suaminya berubah. Gara-gara bercak merah itu, pasti. Diam-diam dia merasa kesal kepada Andri. Tapi ia juga menyalahkan dirinya karena membiarkannya. Sekarang dia harus berhati-hati. Ia harus menunjukkan kepada Satria bahwa dia masih istri yang setia. Ia ingin menelpon Andri, tapi khawatir mengganggu, karena dua hari lagi Andri akan menikah. Ia bahkan sudah ada di rumah, bersama ibu dan keluarga lainnya, pastinya. Orang tua Andri yang hanya tinggal ibunya telah menyiapkan pesta pernikahan yang meriah. Lalu Ristia ingin mengajak Satria datang menghadiri pesta pernikahan itu.

Setelah mandi, dia mencari suaminya yang ternyata duduk di ruang tengah. Ia tak melihat Nijah, lalu dia pergi ke dapur.  Ia harus melakukan banyak hal yang membuatnya kelihatan sangat dekat dengan Nijah, dan bersedia membantu Nijah melakukan apa saja.

Nijah sedang menumpuk piring, dan siap mengelapnya dengan lap kering, ketika Ristia mendekat.

“Non, saya buatkan minuman dulu,” kata Nijah.

“Tidak usah, biar aku bantu kamu dulu. Aku keluar agak kesiangan, lupa kalau banyak yang harus dibereskan di sini.”

“Tidak apa-apa, tinggal mengelap piring dan gelas itu saja.”

“Sini, biar aku bantu.”

Nijah mengambil selembar lap lain yang bersih, kemudian diulurkannya kepada Ristia. Mereka tampak rukun, dan Ristia tak memperlihatkan dendam dan luka yang mengeram di dadanya. Sesekali Ristia menggoda Nijah tentang malam pertamanya.

“Ceritakan dong, pasti asyik,” goda Ristia.

“Ada-ada saja. Tidak terjadi apapun, apa yang harus saya ceritakan?”

“Apa? Tidak terjadi apapun? Masa?”

“Benar. Sudahlah Non, bicara yang lain saja, sungkan kalau didengar orang.”

“Yeeee, siapa yang mendengar. Disini hanya ada bibik, dia pasti maklum lah, dia kan pernah muda dan pernah mengalaminya, iya kan Bik?”

“Apa Non, saya tidak mendengar apapun lho,” kata bibik sambil mengangkat panci besar lalu dimasukkannya kedalam gudang perkakas. Tapi dalam hati bibik bersyukur, Ristia tidak membenci Nijah, malah memperlakukannya seperti teman, bercanda dengan riang.

“Nijah, cepatlah hamil,  aku ingin ikut menggendong anakmu. Dia pastilah akan menjadi anakku juga. Boleh kan?”

“Tentu saja boleh Non. Tapi Nijah belum hamil.”

“Makanya, cepat hamil.”

Wajah Nijah kembali memerah.

“Punya anak itu membahagiakan lho Jah,” tiba-tiba kata bibik sambil mengambil piring-piring yang sudah dikeringkan, untuk dimasukkannya juga ke gudang.

Nijah begitu bahagia membayangkan menggendong bayi, tapi ia belum berani memulai semuanya. Barangkali nanti, atau esok hari, entahlah, Nijah sedang menata batinnya.

***

“Mas, besok kita ke pesta pernikahannya Andri ya?” kata Ristia saat sarapan di suatu pagi.

“Andri menikah?”

“Iya. Kita datang ya, dia teman baik aku. Mas juga mengenalnya dengan baik karena dia kan adik kelas saat kuliah.”

Satria menoleh ke arah Nijah di samping kirinya, tapi Nijah seakan tak tertarik dengan undangan itu.

“Mau ikut?”

“Mas saja bersama non Ristia, aku lebih suka di rumah.”

“Nijah tidak mau, jadi lebih baik kamu datang sendiri saja,” kata Satria tanpa belas. Ia masih sangat marah kepada Ristia.

Ristia merengut.

“Pengantin baru juga belum boleh pergi-pergi sebelum sepekan,” sambung bu Sardono.

“Oh, begitu ya Ma? Saya lupa, apakah dulu saya dan mas Satria juga begitu.”

“Tentu saja. Kalian baru boleh keluar setelah sepekan.”

“Baiklah, tidak apa-apa aku berangkat sendiri. Tidak enak kalau tidak datang, soalnya dia kan sahabat dekat,” kata Ristia sambil menghabiskan sarapannya.

Satria tak menanggapi. Bayangan tubuh penuh noda merah itu melintas kembali, dan membuatnya muak. Sedikitpun dia tak menoleh ke arah Ristia. Karena itulah saat di kamar pada malam harinya, Nijah menegurnya.

“Kenapa Mas bersikap begitu dingin terhadap non Ristia?”

“Menurutmu begitu?”

“Iya, Kelihatan sekali Mas tidak suka. Aku jadi nggak enak, apa itu karena aku?”

“Tidak, sama sekali bukan karena aku bisa memiliki kamu. Ada masalah yang membuat aku marah sama dia.”

“Masalah apa?”

“Nanti kamu akan tahu, tapi tidak sekarang.”

Nijah mengerucutkan bibirnya, membuat Satria gemas.

Ini adalah malam ketiga, dimana mereka berada kembali dalam satu kamar yang nyaman.

“Sudah malam, sebaiknya kita tidur, kata Satria yang tiba-tiba membuka almari Nijah, lalu mengambil sesuatu dari dalamnya. Ia memberikan selembar baju yang membuat Nijah terkejut.

“Aap.. apa ini? Aku kan sudah pakai baju,” serunya.

“Ganti dengan yang ini,” katanya memaksa.

“Maas, masa sih, ini apa … “

“Ini baju tidur untuk perempuan cantik,” kata Satria dengan senyum menggoda.

“Malu ah …”

Di sini hanya ada aku, malu sama siapa? Ayo ganti, sini biar aku yang memakaikan, sini.”

Nijah mundur ke belakang.

“Biar aku, kalau kamu nggak mau memakai sendiri.”

“Ti … tidak, biar aku sendiri, Tuan … eh… Mas menghadap ke sana?”

Satria terkekeh lucu, tapi ia membalikkan tubuhnya juga, membiarkan Nijah mengganti baju tidur yang semula dipakainya, dengan lingerie yang disiapkannya.

“Sudah?”

“Maluuu,” pekiknya.

Satria membalikkan tubuhnya dan menatap Nijah tak berkedip.

“Sekarang ayo tidur."

“Tidur beneran ya," kata Nijah yang naik terlebih dulu, kemudian menarik selimut untuk menutupi tubuhnya.

Satria tersenyum nakal. Ia membaringkan tubuhnya memunggungi Nijah, membuat Nijah merasa lega. Ia memejamkan matanya dan nyaris terlelap, ketika merasa seseorang memegang pundaknya. Nijah membuka matanya, lalu membalikkan tubuhnya, menatap mata bintang yang menggetarkan hatinya.

Nijah merasa lelah. Ada rasa iba menatap mata penuh harap yang sudah berhari-hari menunggunya.

***

Malam itu di sebuah gedung yang megah, perhelatan itu diadakan. Ristia melangkah sendirian, mengenakan gaun cantik berwarna hijau tosca, yang lebih mempercantik wajahnya. Ia melangkah dengan anggun, menyibakkan kerumunan tamu yang menatapnya kagum. Matanya menatap kearah pelaminan, dimana Andri dengan setelan jas warna biru tua, bersanding dengan istrinya yag bernama Ratih. Ratih sangat cantik, dengan dandanan yang sangat memesona ia bak seorang dewi turun dari kahyangan. Ristia heran, Andri tidak menyukainya. Ia melihat wajah Andri tanpa senyum, dan hanya membuka mulutnya dengan ucapan terima kasih setiap ada yang menyalaminya.

Ristia melayani sapaan bekas teman kuliahnya sebentar, sebelum kemudian melangkah mendekati pelaminan. Agak mengantre karena banyak yang ingin menyalaminya.

Ristia kaget ketika tiba-tiba mendengar Andri berteriak begitu melihatnya, padahal masih ada lima orang yang menunggu untuk bersalaman.

“Ristia!!”

Teriakan itu membuat orang yang didepannya menoleh ke arahnya.

Ristia mengangguk sambil tersenyum manis, walaupun orang didepannya tidak memberikan kesempatan baginya untuk bersalaman terlebih dulu.

Andri seperti tak sabar menunggu Ristia sampai di depannya, lalu tiba-tiba saja, begitu Ristia tiba, Andri langsung memeluknya. Ristia terkejut, karena ulahnya menarik perhatian orang di sekitarnya. Ristia tak mau malu terlalu lama. Ia mendorong tubuh Andri lalu menyalaminya.

“Selamat ya.”

“Kamu datang sendiri?”

“Ya.”

Lalu Ristia menyalami pengantin perempuan yang sedari tadi menatapnya heran.

“Selamat ya,” kata Ratih ramah.

“Dia ini namanya Ristia. Dia bekas pacar aku, gadis yang sangat aku cintai,” katanya berbisik di telinga Ratih.

Ristia melotot ke arahnya, kemudian pergi menjauh dari sana.

***

Malam itu sepasang pengantin diantarkan kesebuah vila yang jauh dari keramaian. Vila indah yang memang dipersiapkan untuk menyambut pengantin baru yang dipersatukan oleh ibunya atas dasar persahabatan.

Beberapa pengantar kemudian meninggalkan vila itu, dan membuarkan Andri hanya berdua saja dengan istrinya.

Hanya seorang pembantu yang diperintahkan untuk melayani, tapi kamarnya agak jauh di belakang vila itu.

Ratih memasuki kamar pengantin yang dipersiapkan, berdebar ketika ia sudah melepas semua pakaian pengantinnya dan menggantinya dengan pakaian tidur dari kain saang lembut dan berwarna merah jambu. Sesungguhnya dia memang sudah lama mencintai Andri, dan bersyukur ketika akhirnya keluarga Andri memintanya untuk menjadi menantu.

Ratih sedang duduk di depan cermin, membersihkan sisa make up yang terasa tebal, ketika tiba-tiba pintu terbuka dengan kasar.

Ratih menoleh, dan sorot tajam itu terasa seperti belati menusuk dadanya. Kata-kata laki-laki tampan yang baru sehari menjadi suaminya memang tak begitu keras, tapi terasa bagai merajang-rajang hatinya.

“Kamu harus tahu, bahwa aku tidak mencintaimu. Jangan berharap banyak dengan pernikahan ini."

Lalu terdengar pintu dibanting keras, lalu Ratih terjatuh dari duduknya, pingsan.

***

Besok lagi ya.

 

 

45 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku Bunga Taman Hatiku telah tayang

    ReplyDelete
    Replies
    1. 🌸🌹🌼🌺💐🐓🐓🐓🐓🐓

      Alhamdulillah sdh tayang....... Matur nuwun bu Tien, salam ADUHAI dan tetap sehat dan semangat.....
      Ratih menoleh, dan sorot tajam itu terasa seperti belati menusuk dadanya. Kata-kata laki-laki tampan yang baru sehari menjadi suaminya memang tak begitu keras, tapi terasa bagai merajang-rajang hatinya.

      “Kamu harus tahu, bahwa aku tidak mencintaimu. Jangan berharap banyak dengan pernikahan ini.”

      Kasihan sekali Ratih si pengantin baru, begitu masuk vila Andri, Andri sikapnya sungguh tidak manusiawi..... pingsanlah Ratih si gadis cantik pilihan ibunya.

      🌸🌹🌼🌺💐🐓🐓🐓🐓🐓

      Delete
  2. Maturnuwun sanget Bu Tien...
    🙏🙏

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah..matur sembah nuwun mbak Tien
    Sehat selalu

    ReplyDelete
  4. Sugeng daluuu...
    Sehat mbak Tien... Aku kemekelen loh mbak... onok istilah mambu kebo ... Lah iyalah abis kumpul kebo semaleman hahahaaa...
    Salam Aduhai mbaak.... Lanjuuuut 😘❤️👍👍

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah, terimakasih Bu Tien Nijah sudah hadir

    ReplyDelete
  6. Matur nuwun mbakyu Tienkumalasari BTH epsd 27 sampun tayang,Salam sayang penuh aduhai, bunda Tien❣️

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah BUNGA TAMAN HATIKU~27 sudah hadir, terima kasih bu Tien, semoga tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🤲

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah
    Terimakasih bunda Tien
    Dalam aduhai dari Purworejo

    ReplyDelete
  9. Alhamdulilah..
    Tks banyak bunda Tien..
    Yg ditunggu sdh tayang...
    Mojok dlu aah...

    ReplyDelete
  10. Alhamdulilah BTH 27 sdh tayang , Terima kasih bu Tien ,smg bu tien selalu sehat dan bahagia, salam hangat dan aduhai bu Tien...

    Waduuuuh Nijah siap2 utk malam pertama sedangkan andri begitu kasarnya dengan ratih ..yah kl andri dg ratih disatukan nijah akan aman... tinggal bowo dicarikan pasangan ya bu sutradara... kita tunggu besok lanjutannta

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah, *BUNGA TAMAN HATIKU 27,* telah tayang, terima kasih bu Tien, salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  12. 🐞🌿🐞🌿🐞🌿🐞🌿
    Alhamdulillah BTH 27
    sudah hadir...
    Matur nuwun Bu Tien
    Sehat2 trs nggih Bu..
    Salam Aduhai 🦋💐
    🐞🌿🐞🌿🐞🌿🐞🌿

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah BTH- 27 sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin Allahumma Aamiin

    ReplyDelete
  14. Hadeeh trnyt Ratih yg di perlakukan macam itu

    Sementara Satria msh hrs sabar menanti Nijah yg begitu polos nya

    Ristia yg dpt angin segar dari Andri lagi berpura-pura sok alim kalee krn dtg juga sndri tanpa di temani suaminya

    Rupanya msh terbayang noda merah yg ada di bagian2 tertentu tubuh Ristia

    Trus bagaimana nasib Ratih yg jatuh pingsan setelah Andri banting pintu kamar vila

    Yuuk kita tunggu dgn sabar kelanjutannya

    Mksh bunda Tien yg telah bikin kita selalu penasaran
    Ttp sehat semangat dan ADUHAI

    ReplyDelete
  15. Slmt MLM bunda..terima ksih BTH nya..slm sehat dan aduhai unk bunda🙏😘🌹

    ReplyDelete
  16. Muncul tokoh baru nih...makin seru...terima kasih bu Tien. Salam sehat.🙏

    ReplyDelete

  17. Alhamdullilah
    Bunga Taman Hatiku 27 telah hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat sehat selalu sejahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta

    ReplyDelete
  18. Satria sdh punya firasat klo Ristia sdh selingkuh dan dia mulai tdk respect..
    Apkh Satria akan mengamati dan menyuruh org bayaran utk mengikuti kegiatan Ristia di luar?
    klo sdh ada bukti Satria akan lbh mudah melepas Ristia..
    shg rumah tangganya dg Nijah aman..
    Sabaaar menunggu lanjutannya bsk lg..
    Tks banyak bunda Tien..
    Semoga bunda selalu sehat dan bahagia..
    Aamiin.. 🙏🙏🌹
    Salam aduhai dari Sukabumi

    ReplyDelete
  19. Terima kasih bu Tien ... BTH ke 27 sdh tayang ... ceritanya semakin seru aja ... Smg bu Tien & kelrg sehat dan bahagia selalu ... Salam Aduhai .

    ReplyDelete
  20. Menanti Nijah punya anak, Ristia diceraikan Satria.
    Trus Bowo dengan siapa..

    Ternyata Andri yang menghardik istrinya walau baru sehari dinikahi.

    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  21. Ibu Tien, terima kasih untuk episode ini. Ceritanya makin menarik dan menggemaskan. Moga2, semua akan dapat pasangan yg setimpal di akhir BTH. Terserah bagaimana ibu sutradara merangkainya. Yg jelas episode selanjutnya saya tunggu dg hati deg deg an.

    ReplyDelete
  22. Terima kasih mbak Tien. Salam sehat selalu.

    ReplyDelete
  23. Ceritanya makin seru...Entahlah balasan apa nanti yg akan di dapatkan oleh Andri dan Ristia yg sama2 seperti mempermainkan sebuah perkawinan....semuanya tentu manut sama Sang Sutradara...Terimakasih bunda Tien....masih selalu penasaran sama cerita2 berikutnya...

    ReplyDelete
  24. Hamdallah BTH ke 27 telah tayang. Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu tetap Sehat wal Afiat dan selalu Semangat dalam berkarya. Aamiin.

    Ternyata Andri adalah suami Gemblong.. baru saja menikah, sdh KDRT. Pantas nya Andri nikah sama Ristia, yang sdh sama2 bejat moralnya.

    Sedangkan Ratih di pertemukan sama Bowo. Itu klu sang Sutradara berkenan, agar semuanya Happy Ending...😁😁

    Salam Malam Jumat Berkah dari Jakarta

    ReplyDelete
  25. Terimakasih mba Tien.
    Salam sehat selalu aduhai

    ReplyDelete
  26. Hayo para penggemar Cerbung Tien Kumalasari.
    Novel Sang Putri SEGERA TERBIT.....
    ukuran buku 14,5 x 20,5 cm / tebal 458 hal / isi Bookpaper 57 gram cetak 1 warna hitam / cover ArtCarton 230 gram cetak fullcolor laminasi DOFF.
    Harga Rp. 150.000 dalam Jawa termasuk ongkos kirim.
    Luar Jawa Rp. 160.000 termasuk Ongkir.

    Hayo sahabat-2 cerbungku bantu bu Tien memasarkan novelnya, siapa lagi jika bukan kita-kita yang mempromosikan ???
    Borong yuk ...... bisa untuk cinderamata ke handai taulan, hadiah ulang tahun, dll

    ReplyDelete

DIMANA

 DIMANA (Tien Kumalasari) Hai malam Temaram dan gelap menyelimutimu Sepi menyengat Dingin menyergap Nanap mataku memandangi langit Tak tampa...