Thursday, November 27, 2025

RUMAH KENANGA DI TENGAH BELANTARA 34

 RUMAH KENANGA DI TENGAH BELANTARA  34

(Tien Kumalasari)

 

Alvin terkejut. Apakah itu kebakaran di rumah Kenanga? Ia segera mengajak tiga orang karyawannya naik.

Seorang warga dusun memburunya.

“Jangan naik Mas, ada kebakaran di atas.”

“Sebelah mana kebakaran itu Pak?” tanya Alvin.

“Rumah Kakek. Dibakar anak buah Lurah Lawas.”

“Apa? Mengapa tidak ada yang menghalanginya?”

“Bagaimana menghalanginya Mas, dia itu punya banyak anak buah. Tadinya sepertinya dia mencari Kenanga, yang tampaknya sudah pergi dibawa orang kota. Lurah lawas mengamuk, lalu membakar rumah Kenanga.”

Alvin marah bukan alang kepalang. Ia sudah mendengar bahwa Lurah lawas adalah orang yang ingin mengambil Kenanga sebagai istri. Aki tua yang tidak tahu diri itu memaksakan kehendak karena merasa dia kaya dan memiliki banyak anak buah. Karena itulah Kenanga dibawanya pulang dengan didukung oleh orang-orang dibawah bukit.

“Ayo kita naik.” ajaknya sambil melambaikan tangan kepada ketiga orang pegawai kantornya.

“Jangan Mas, masih ada beberapa orang anak buah Lurah lawas ada di atas sana. Mereka tidak akan turun sebelum rumah Kenanga habis ludes.”

Alvin segera menelpon polisi, lalu mengajak ketiga bawahannya naik ke atas. Ia memikirkan obat peninggalan kakek bersorban yang sangat diharapkan bisa dibawa turun ke bawah.

Sebelum naik ia berpesan kepada orang-orang dibawah bukit, agar kalau ada polisi datang mereka bisa menunjukkan jalannya.

Orang-orang dusun yang beberapa orang diantaranya mengenal Alvin sebagai orang yang sering datang, segera menyanggupinya. Mereka senang kalau ada polisi turun tangan. Selama ini tak ada seorangpun berani melakukannya, karena Lurah lawas mengancam keras. Kalau ada yang berani lapor polisi maka dia akan menghabisi seluruh keluarganya. Bukan main Lurah lawas ini. Semakin merasa berkuasa dan semakin jumawa.

***

Alvin sudah sampai di atas. Ada tiga orang yang masih menunggui api berkobar dan melempar-lemparkan daun-daun kering agar kobaran semakin besar.

Alvin mencelos, rumah itu tak berujud, hampir rata dengan tanah. Ketika ia mendekat, tiga orang anak buak Lurah lawas menghadang. Mereka bukan orang yang pernah dilumpuhkan Alvin ketika Alvin akan membawa turun Kenanga. Barangkali juga mereka masih kesakitan karena dihajarnya saat itu.

“Berhenti!! Mau apa kalian?” teriak salah seorang diantaranya.

“Mengapa kalian bakar rumah itu?” teriak Alvin.

“Apa peduli kamu? Ini perintah majikan kami, tak boleh ada yang menghalangi.”

Alvin menatap ke arah puing-puing yang sebagian masih menyala, walau sudah banyak yang menjadi bara. Tak ada yang bisa diselamatkan.

“Kalian dan majikan kalian telah melakukan kejahatan. Tak lama lagi kalian akan masuk penjara,” teriak Alvin penuh amarah.

Ketiga orang itu tertawa terbahak-bahak.

“Penjara itu apa? Haaa? Tak ada yang berani mendekati kami. Polisipun tidak, bagaimana bisa masuk penjara?”

“Sudah, jangan banyak bicara, pergi atau sekalian kalian aku masukkan ke dalam bara itu?” hardik yang lainnya.

“Bagaimana kalau kamu lebih dulu yang kami masukkan ke dalam bara?”

Karena marah ketiganya menerjang ke arah Alvin. Tapi ketiga orang pegawai Alvin bukan orang sembarangan. Kemungkinan untuk bentrok dengan anak buah Lurah lawas itu sudah dipikirkannya, karenanya ia membawa pegawai kantornya yang bisa bela diri.

Kesombongan anak buah Lurah lawas runtuh seketika, ketika mereka tidak bisa sekali sambar bisa membuat orang tersungkur. Sebaliknya malah mereka jatuh bangun karena tendangan-tendangan lawannya.

Sementara itu, Alvin mendekat ke arah reruntuhan rumah Kenanga. Ia mencari sesuatu, barangkali ada yang tersisa. Tapi tak ada. Kotak kayu yang dikatakan Kenanga dipakai untuk menyimpan obat-obat inti milik kakek bersorban sudah menjadi abu. Ada botol-botol yang kemungkinan berisi obat-obat itu, pecah berhamburan. Tak bersisa. Tiba-tiba Alvin melihat sebuah benda yang sebagian hangus. Alvin mengoreknya dengan sebatang kayu yang di dapatnya di sekitar tempat itu. Di sekelilingnya bara masih menyala.

Alvin heran, benda yang dicungkil-cungkilnya itu adalah sesuatu yang dibungkus kain, hanya terbakar sedikit. Ketika berhasil menariknya di tempat aman, Alvin memungutnya, lalu berteriak karena kepanasan.

“Ya Tuhan, apa itu?”

Karena benda itu panas, Alvin hanya mendorong-dorongnya ke tempat aman. Ia belum tahu apa isi bungkusan itu. Sungguh aneh, disekitarnya adalah api, mengapa dia tidak terbakar? Alvin mendiamkannya. Ia melihat anak buah Lurah lawas sudah jatuh bangun di atas tanah.

Alvin mengitari tempat itu, sudah ada pohon-pohon yang ikut terbakar. Sebentar lagi hutan ini akan hangus. Alvin ingin mencari letak tanah makam kakek bersorban. Tapi masih terhalang oleh api. Ia berlari ke arah belik, berusaha mengambil air dan menyiramkannya agar api padam. Tapi tak berhasil.

Tiba-tiba terdengar tembakan-tembakan. Alvin merasa lega, rupanya polisi cepat datang. Ketiga orang anak buah Lurah lawas menyadari datangnya bahaya yang lebih besar. Mereka membalikkan tubuh dan berlari. Tapi beberapa kali tembakan membuat mereka jatuh tersungkur. Dengan mudah polisi meringkusnya, lalu menyeretnya turun.

Tiba-tiba terdengar guntur menggelegar, lalu hujan turun bagai dicurahkan dari langit. Polisi tetap turun dari bukit, tapi Alvin dan ketiga temannya masih ada di sana. Mereka mencari tempat berteduh. Pohon di sekitar rumah sudah terbakar, jadi mereka berlari agak jauh mencari pohon rindang yang masih tersisa.

Alvin menghampiri bungkusan yang tentu saja sudah tidak lagi panas. Ia membawanya menyusul anak buahnya yang sudah lebih dulu berteduh. Kotak kecil itu di dekapnya di depan dada.

Apakah ini obat yang dimaksud Kenanga? Tentunya bukan. Kenanga mengatakan kotaknya besar dan dari kayu.

Itu pula sebabnya ia tidak naik sendiri tapi dengan membawa orang-orang kantor untuk menemani membawanya. Kotak ini kecil, terbungkus kain putih yang anehnya hanya terbakar sebagian. Alvin belum berani membukanya, takut barang yang entah apa itu menjadi basah.

Hujan masih turun sangat deras. Dan mereka bersyukur karena hujan itu kemudian memadamkan api yang berkobar, mematikan bara yang masih menyala.

Keempat orang itu sudah basah kuyup.

“Tunggu kalau sedikit reda, aku ingin melihat makam kakek bersorban.”

Ketiganya mengangguk. Dan tak lama kemudian hujan memang berhenti. Turunnya hujan seakan hanya akan mematikan kobaran api, lalu setelah padam, maka hujanpun berhenti.

Gerimis masih turun ketika Alvin melangkah tersaruk-saruk karena tanah basah dan berlumpur. Ia masih ingat makam itu, tak jauh dari rumah Kenanga.

Alvin akhirnya menemukannya. Ia sangat takjub karena gundukan tanah pemakaman itu masih utuh, tidak longsor oleh turunnya hujan. Kayu yang ditancapkan di atas dan dibawahnya, masih tegak berdiri.

Alvin berjongkok di samping tanah makam itu, dan berdoa, diikuti oleh ketiga anak buahnya.

Akhir dari doanya, ia mengatakan sesuatu, seakan kakek bersorban sedang ada di depannya.

“Kakek, aku akan menjaga Kenanga dengan baik, akan membuatnya bahagia, jadi Kakek tidak usah khawatir ya?” kata Alvin yang kemudian mengusap air matanya yang tak urung menetes membasahi pipinya yang masih basah oleh hujan.

Sebelum berdiri, Alvin berjanji akan sering menjenguk makam kakek bersorban.

Guntur berbunyi, membuat keempatnya terkejut. Mereka mengira hujan akan turun, tapi tidak. Ketika mereka mendongak ke atas, langit bersih dan berwarna kebiruan. Alvin menoleh ke arah reruntuhan rumah, yang sudah tak berwujud. Ia yakin kotak obat itu sudah ikut dilalap api. Rupanya Kenanga tidak diijinkan membawa kotak itu kebawah, dan rupanya juga entah bagaimana, kakek bersorban seperti ingin agar Kenanga menjalani hidupnya dengan normal, bukan sebagai ahli obat seperti dirinya.

***

Ketika mereka sampai di bawah, orang-orang dusun mengerumuninya. Mereka mengatakan kalau Lurah lawas dan semua anak buahnya sudah ditangkap polisi. Mereka beramai-ramai melaporkan kelakuan pak Lurah lawas yang semena-mena. Mereka berharap agar dusun mereka kembali tenang, lepas dari kekejaman Lurah lawas yang dengan sesuka hatinya suka melakukan pemaksaan. Bahkan janda-janda muda juga menjadi korban kebejatannya.

“Oh iya Mas, mobil teman Mas masih dititipkan di rumah saya,” kata seseorang.

“Baiklah, nanti saya akan mengurusnya setelah pulang dulu. Teman saya itu sekarang juga sedang sakit.”

“Oh, baiklah Mas, saya akan menjaganya baik-baik, dan semoga dia cepat sembuh.”

“Aamiin, terima kasih ya Pak. Sebenarnya saya bisa saja membawanya pulang ke rumahnya, tapi saya kan tidak membawa kuncinya.”

“Baiklah, saya mengerti.”

***

Dengan tubuh masih basah kuyup mereka naik ke mobil. Tapi Alvin menyempatkan diri menelpon ke rumah, mengatakan kepada Kenanga tentang keadaan rumahnya.

Alisa merangkul Kenanga yang menangis tersedu-sedu mendengar apa yang dikatakan Alvin.

“Kenanga, mas Alvin sudah mengatakan kalau akan sering mengunjungi ayahmu. Jadi kamu masih selalu bisa ke sana. Dan kamu harus bersyukur karena yang namanya Lurah lawas dan anak buahnya sudah ditangkap polisi.”

“Tapi aku tidak punya rumah lagi.”

“Mengapa berkata begitu? Bukankah ini juga rumahmu?”

“Aku sangat merepotkan.”

“Tidak, kami senang melakukannya, kamu tidak usah bersedih.”

“Kotak obat itu hancur menjadi abu, berikut semua isinya. Itu adalah peninggalan bapak, agar aku bisa meneruskan upaya penyembuhan untuk sesama.”

“Kenanga, rupanya ayahmu memang tidak ingin kamu menjalani hidup seperti dulu. Dia ingin kamu menjadi keluarga kami, dan hidup dengan tenang.”

Kenanga masih terisak.

“Aku juga tidak bisa membantu mas Hasto.”

“Mas Hasto sudah ditangani dokter. Cepat atau lambat, dia akan bisa pulih.”

Kenanga akhirnya mengangguk, pasrah.

“Kamu jangan sedih lagi. Kamu sudah berada disekitar orang-orang yang mencintai kamu. Apa kamu tidak balas mencintainya, terutama kepada mas Alvin?” tanya Alisa, setengah menggoda. Pertanyaan itu membuat Kenanga tersipu, kemudian mencubit lengan Alisa pelan. Ada senyuman diantara matanya yang basah. Sekarang ia mengerti, mengapa almarhum ayahnya menitipkan dirinya kepada Alvin. Rupanya di sini dia menemukan orang-orang yang menyayanginya.

***

Ketika kemudian Alvin pulang, Kenanga terkejut Alvin memberikannya sebuah kotak. Kotak itu terbuat dari besi tipis, karenanya tidak ikut terbakar. Hanya bungkusnya yang ikut terbakar, tapi hanya sebagian.

“Hanya ini yang masih tersisa, aku belum membukanya. Entah isinya apa."

Perlahan dengan dibantu Alvin, karena kotak itu sangat kencang menutupnya, akhirnya Kenanga bisa membukanya. Agak heran mereka melihatnya. Kotak itu berisi sebuah buku. Buku yang tulisannya sangat aneh.

***

Besok lagi ya.

24 comments:

  1. Alhamdulillah eRKaDeBe_34 sdh tayang.
    Terima kasih mBak Tien.
    Salam SEROJA dan tetap ADUHAI.

    Salam dari Bandung.

    ReplyDelete
  2. πŸ›–πŸŽ‹πŸ›–πŸŽ‹πŸ›–πŸŽ‹πŸ›–πŸŽ‹
    Alhamdulillah πŸ™πŸ¦‹
    Cerbung eRKaDeBe_34
    telah hadir.
    Matur nuwun sanget.
    Semoga Bu Tien dan
    keluarga sehat terus,
    banyak berkah dan
    dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin🀲.Salam seroja 😍
    πŸ›–πŸŽ‹πŸ›–πŸŽ‹πŸ›–πŸŽ‹πŸ›–πŸŽ‹

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah, Suwun Bu Tien …🀝
    Sehat selalu ….

    ReplyDelete
  4. Assalamualaikum bu Tien, maturnuwun cerbung " Rumah Kenanga di Tengah Belantara 34" sampun tayang,
    Semoga ibu Tien serta Pak Tom dan amancu selalu sehat dan penuh berkah aamiin yra .. salam hangat dan aduhai aduhai bun πŸ€²πŸ™πŸ©·πŸ©·

    ReplyDelete
  5. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " RUMAH KENANGA DITENGAH BELANTARA ~ 34 " sudah tayang.
    Semoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah RUMAH KENANGA DI TENGAH BELANTARA~34 telah hadir.
    Maturnuwun, semoga Bu Tien tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga, serta selalu berada dalam lindungan Allah SWT.
    Aamiin YRA.🀲

    ReplyDelete
  8. Alhamdulilah episode yg ke 34 udah terbit. Terimakasih bunda. Sehat selalu

    ReplyDelete
  9. Matur nuwun mbak Tien-ku Rumah Kenanga Di Tengah Belantara telah tayang

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah
    Buku resep jamu
    Syukron nggih Mbak Tien❤️🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah, suwun mb Tien
    Smg sht sll, bahagia bersama kelg πŸ™

    ReplyDelete
  12. Mks bun cerbung nya kenanga sdh hadir....selamat malam bun sehat" sllπŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah mksh Bu Tien smg sekeluarga sll diberikan kesehatan aamiin

    ReplyDelete
  14. Mks bun er cerbung nya kenanga sdh hadir....selamat malam ...sehat" sllπŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah mksh Bu Tien smg sekeluarga sehat sll

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah sudah tayang
    Terima kasih bunda Tien
    Semoga sehat walafiat
    Salam aduhai hai hai

    ReplyDelete
  17. Alhamdullulah bundaaaas cerbungnya..slmt mlm dan slmt istrhat .slm seroja dan aduhaaaiii unk bunda sekeluargs πŸ₯°πŸ™πŸŒΉ❤️

    ReplyDelete
  18. Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu sekeluarga sehat wal'afiat.

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah, maturnuwun Bu Tien cerbungnya dah tayang,sehat dan bahagia selalu bersama Kel tercinta BuπŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  20. Terima kasih Bunda, serial baru cerbung Rumah Kenanga Ditengah Belantara....34...sdh tayang.
    Sehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
    Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedia kala. Aamiin

    Kirain bungkusan tsb ber isi....mas picis raja brana,
    buat kesejahteraan Kenanga. Tapi hanya berupa buku...tapi mungkin buku tsb berisi semacam kunci...untuk mendapatkan...harta karun yang tersimpan di dalam gua di bukit angker x ya..πŸ˜“πŸ˜₯

    ReplyDelete

RUMAH KENANGA DI TENGAH BELANTARA 34

  RUMAH KENANGA DI TENGAH BELANTARA  34 (Tien Kumalasari)   Alvin terkejut. Apakah itu kebakaran di rumah Kenanga? Ia segera mengajak tiga o...