BUNGA TAMAN HATIKU 28
(Tien Kumalasari)
Suasana lengang di kamar itu, Ratih masih tertelungkup di lantai, rambut yang belum selesai disisirnya tampak terjurai, awut-awutan, sebagian menutupi wajahnya yang pucat. Ratih sama sekali tak mengira. Memang benar, ia tahu Andri tidak mencintainya, tapi mereka sudah dijodohkan, dan bahkan sudah menikah secara resmi. Ratih berharap, dengan berjalannya waktu, dan cara dia melayaninya dengan penuh kasih sayang, maka cinta itu akan tumbuh. Ia sama sekali tak menyangka, sehari dilaluinya menjadi istri, tapi Andri telah mengucapkan ucapan yang sangat menyakitinya. Tidak cukup berkata-kata, dia kemudian membanting pintu sekeras-kerasnya dan membuatnya jatuh dan tak ingat apapun lagi.
Sementara itu Andri setelah keluar dari kamar, kemudian menghampiri ruang tengah, dan duduk di sofa dengan wajah muram. Ia bertekat akan menyiksa istrinya sehingga akhirnya dia pergi dari kehidupannya. Beruntung sang ibu menyuruhnya tinggal di villa selama masa pengantin baru, sehingga ia bisa berbuat sesuka hatinya terhadap Ratih yang dianggapnya terlalu berani menerima dirinya sebagai suami.
Tiba-tiba seseorang muncul. Wanita separuh baya berpakaian bersih, mendekat sambil menawarkan sesuatu.
“Tuan muda, apakah saya harus menghidangkan minuman hangat, atau dingin, untuk Tuan dan nyonya?”
“Siapa menyuruh kamu ada di sini? Bukankah kamu yang selalu melayani ibu?”
“Benar, Tuan muda, tapi nyonya sepuh meminta saya berada di sini untuk melayani Tuan bersama istri.”
“Tidak … tidak …aku tidak butuh dilayani.”
“Ap..apa, Tuan?”
“Kamu pergilah dari sini, dan jangan mengganggu. Pergi…”
”Maksud Tuan, saya harus kembali ke kota?”
“Tugasmu melayani ibuku, jadi kembalilah pada ibuku, atau pulang saja ke kampungmu sana, sekalian.”
“Lalu … siapa yang akan melayani Tuan?”
“Aku tidak butuh dilayani, jadi pergilah pada ibuku.”
“Tapi ini sudah tengah malam, Tuan.”
“Besok pagi-pagi sekali kamu sudah harus pergi,” katanya sambil mengibaskan tangannya.
“Baiklah, Tuan,” kata pembantu itu sambil mundur, lalu beranjak ke belakang. Dengan perasaan kesal.
Andri masuk ke dalam kamar, ingin tidur dengan mengusir istrinya agar keluar dari kamar itu, tapi sang istri masih terkulai ditanah, diam tak bergerak.
“Hei, apakah kamu mati?” katanya sambil menyentuh istrinya, dengan kaki.
“Kamu mati atau hidup? Bangunlah, jangan kamu kira ulahmu ini membuat aku jatuh iba sama kamu.”
Andri meletakkan satu jarinya ke depan hidung Ratih, dan merasa bahwa Ratih masih hidup. Ia membiarkanya, kemudian membaringkan tubuhnya di ranjang, tanpa peduli pada istrinya yang masih tergolek di lantai.
***
Bu Widodo, ibu Andri, terkejut melihat pembantunya kembali di pagi yang masih dini. Ada beberapa pembantu di rumah itu, sehingga tidak masalah kalau dia menyuruh salah satunya melayani Andri yang masih pengantin baru.
“Maaf Nyonya, tuan Andri tidak mau.”
“Tidak mau bagaimana?”
“Tidak mau ada pelayan di sana, saya disuruhnya pulang saja.”
“Oh ya?”
“Iya Nyonya, bahkan sebenarnya sejak semalam saya disuruh pulang, tapi mana berani saya pulang malam-malam? Kalau saya diculik orang bagaimana?” sungut si pembantu.
Bu Widodo tertawa, karena merasa bahwa jawaban bibik pembantu sangat lucu.
“Siapa yang akan menculik kamu itu Bik? Badanmu segede gajah, yang mau menculik malah ketakutan.”
“Iya sih Nyonya, tapi saya sungguh tidak berani pergi malam-malam. Jadinya tadi sehabis subuh saya memanggil taksi dan pulang kemari.”
“Ya sudah, tidak apa-apa. Rupanya Andri ingin agar di awal pernikahannya, tidak ada siapapun yang mengganggu.”
“Barangkali begitu, Nyonya.”
“Tidak apa-apa, biarkan saja, aku ingin segera punya cucu,” kata bu Widodo yang disambut tawa si bibik.
“Iya, Nyonya benar. Barangkali juga Tuan hanya ingin dilayani istrinya yang cantik itu.”
“Iya Bik, Ratih memang gadis yang sangat cantik. Andri yang semula menolaknya, pasti sudah klepek-klepek setelah berdekatan dengannya.”
“Bukan main cantiknya, Nyonya, beruntung sekali gadis itu menjadi menantu Nyonya, dan menjadi istri tuan Andri yang tampan.”
“Ratih gadis yang pantas dikasihani. Dia sudah tak memiliki orang tua sejak umurnya masih belasan. Ayahnya adalah sahabat ayah Andri. Kami sangat senang karena dia baik, lemah lembut dan pintar, sehingga kemudian mengambilnya sebagai menantu.”
“Dia akan menjadi istri dan menantu yang baik, bagi keluarga ini.”
“Ya sudah, ambilkan minumku, bawa kemari ya, msetelah itu aku mau jalan-jalan sebentar. Udara sangat cerah, semoga hari ini tidak hujan.”
“Hujan sudah jarang-jarang datang, Nyonya. Tampaknya musim kemarau akan segera tiba.”
“Kamu benar Bik. Cepat ambilkan minum aku.”
“Baik, Nyonya.”
***
Pagi sudah menjelang sejak tadi. Andri menggeliat di ranjangnya, lalu membuka matanya lebar-lebar. Istrinya yang semalam pingsan di lantai, tak ada lagi. Ia bangkit dan membuka kamar mandi, tapi sang istri tak ada di sana.
Ia membersihkan dirinya, kemudian keluar dari kamar, lalu duduk di atas sofa. Tak terbersit di hatinya untuk mencari sang istri. Matanya menerawang jauh ke langit-langit, dan berpikir, apa yang harus dilakukannya. Langsung mengantarkan Ratih pulang, pasti akan membuat ibunya murka. Jadi Andri bermaksud membiarkannya dulu selama sebulan dua bulan, setelah itu ia akan mengusirnya. Ah, tidak, sebulan dua bulan terlalu lama. Ia harus membuatnya tak kerasan, kemudian ia pasti akan pergi dengan sendirinya. Tapi bagaimana kalau dia menemui ibunya dan membuat ibunya marah kepadanya?
Tiba-tiba Andri mendengar langkah kaki, lalu ketika ia menoleh, dilihatnya Ratih membawa baki berisi minuman kopi yang masih mengebul.
Mata Andri terbelalak. Bukannya berterima kasih, ia malah menatapnya marah.
“Siapa yang menyuruh kamu membuat minum untuk aku? Memangnya kamu tahu, apa minuman kesukaan aku?”
Ratih menekan perasaan kesalnya, ia justru menampakkan senyuman manis sambil meletakkan gelas berisi kopi manis di meja.
“Ibu sudah memberi tahu, apa saja minuman dan makanan yang Mas sukai. Ini kopi, manis, dan roti bakar keju.”
“Huh, sekarang aku tidak suka itu semua.” hardiknya marah.
“Lalu Mas mau minum apa? Teh saja, atau kopi pakai susu? Atau coklat susu?”
“Apa kamu bekas pelayan rumah makan?”
“Apa Mas?”
“Kamu menawarkan banyak minuman, seperti pelayan rumah makan.”
“Anggap saja aku pelayan Mas, tidak apa-apa, asalkan Mas menerima layanan aku.”
“Huh, jangan sok jadi pahlawan. Yang jelas aku tidak suka sama kamu.”
“Benar, aku sudah tahu itu.”
“Hm, baguslah, kalau begitu bawa semua ini ke belakang, dan jangan lagi membuatkan minuman untuk aku.”
Ratih dengan sabar membawa kembali kopi manis dan roti bakar yang semula disajikannya untuk suami tercintanya, lalu meletakkannya di meja dapur. Ratih duduk di sana, dan meminum minuman itu, dan mencomot roti bakarnya. Sebenarnya Ratih masih merasa sakit, ketika semalam mendapat perlakuan menyakitkan dari Andri, Tapi Ratih bertekat akan terus bersabar, dan berharap Andri akan runtuh belas kasihannya pada dirinya.
Tapi Andri sama sekali menolak apapun yang disajikan Ratih. Bahkan ia membuat sendiri kopi dari wadah yang sama, dan membubuhkan gula dari wadah yang lain. Ia menuangkan air panas ke dalam cangkirnya.j
Ratih menatapnya dengan perasaan sakit. Ia kemudian berdiri, lalu beranjak ke dalam kamar. Ia bertekat akan sabar menghadapi kata-kata kejam dari suaminya, dan akan terus bersikap manis walau sakit menderanya.
Setelah mandi dan berganti pakaian, lalu berdandan secukupnya, dia keluar kamar lalu menuju ke arah dapur. Di dapur itu semua perlengkapan dan bahan-bahan masak tersedia lengkap. Rupanya ibu mertuanya membuat anak dan menantunya bisa hidup santai dan berkecukupan dalam menghirup madunya berpengantin baru. Ratih menghela napas. Tadi dia sudah menanak nasi, sekarang ia ingin membuat nasi goreng dengan irisan sosis. Ada taburan bawang goreng tersedia, pasti akan menambah nikmatnya nasi goreng itu. Ibu mertuanya juga mengatakan bahwa Andri setiap kali sarapan selalu minta nasi goreng.
Andri masih duduk di ruang tengah, sambil menghadapi kopi hangat dan roti bakar yang semuanya dibuatnya sendiri, bukan buatan istrinya.
Aroma nasi goreng membuat perutnya menggeliat. Ia hampir berdiri dan menuju ruang makan, tapi kemudian dihentikannya, ketika sadar bahwa pasti Ratih yang membuatnya. Andri tak sudi menyentuh apapun yang dibuat Ratih. Ia bahkan menekan perutnya yang lapar, lalu keluar ke arah depan. Perlahan ia berjalan ke arah gerbang, berharap ada warung yang menjual makanan, syukur-syukur ada yang menjual nasi goreng juga. Tapi rupanya vila itu berdiri agak terpencil dari rumah-rumah penduduk, yang terletak jauh diantara persawahan yang membentang di kiri kanannya.
Ia kembali ke arah rumah dengan perasaan frustasi. Begitu dekat rumah, aroma nasi goreng itu terus menggelitiknya.
Rasa ego yang membuatnya menahan lilitan rasa lapar diperutnya, membuatnya kemudian hanya duduk di teras sambil menutup hidungnya.
Tiba-tiba Ratih bergegas mendekatinya.
“Kalau mau nasi goreng, sudah aku siapkan di ruang makan. Ini, ponsel kamu berdering dari tadi.”
Andri menerima ponsel itu, dan wajahnya berseri ketika melihat wajah cantik Ristia di layar kecilnya.
“Ini kekasihku, wanita yang aku cintai,” katanya sambil mengangkat telpon dari Ristia.
Ratih menghela napas, menatap bagaimana wajah sang suami berseri ketika menjawab panggilan telpon itu. Ratih beranjak ke belakang, menikmati nasi goreng beraroma sedap itu, yang justru terasa hambar di mulutnya, karena suaminya mengacuhkan nasi goreng buatannya.
“Baiklah, bukankah aku memang harus bersabar?” gumamnya sambil menutup sisa nasi goreng di basi, dengan tudung saji. Ia masih berharap Andri akan menyentuhnya.
Ratih mencuci semua perabotan, lalu duduk di kebun belakang. Samar terdengar tawa renyah suaminya ketika bertelpon. Ratih ingat saat perhelatan pernikahannya malam itu, seorang wanita cantik tiba-tiba dirangkul oleh Andri, lalu Andri mengatakan bahwa dialah wanita yang dicintainya.
Ratih tak bisa membayangkan bahwa akhirnya Andri memang tak mempedulikannya. Ia menatap bunga-bunga cantik terawat rapi di halaman belakang rumah itu, dan merasa iri melihat seri cerah wangi yang memancar dari kelopaknya. Ingin dia berayun seperti tangkai bunga yang tertiup angin. Ingin ia bercanda dengan kupu-kupu cantik yang berterbangan lincah disekelilingnya.
Air mata Ratih menetes. Ia merasa salah telah menerima tawaran bu Widodo untuk menjadi menantunya. Andri yang tampan dan diharapkan bisa menjadi tambatan hatinya, ternyata adalah laki-laki kejam yang menolaknya dengan cara menyakitkan, yaitu setelah mereka benar-benar menjadi suami istri.
“Apakah sebaiknya aku pergi saja dari sini?” bisiknya pelan, berpadu dengan bisikan angin yang menggesek dedaunan menimbulkan suara seperti bisikan entah dari alam mana.
Tiba-tiba hidungnya mencium bau gosong. Ratih berlari ke arah dapur sambil mengingat-ingat, apakah dia menjerang sesuatu lalu lupa mematikan kompornya.
Begitu memasuki dapur, dilihatnya Andri sedang mengentas roti gosong ke keranjang sampah. Rupanya ia menghindari makan sarapan buatannya, dan ingin makan roti bakar buatannya sendiri, tapi karena membakar roti sambil bertelpon, maka gosonglah sang roti.
“Maukah aku yang membakar rotinya?” kata Ratih, hati-hati.
“Tidak, siapa menyuruhmu membakar roti?”
Lalu terlihat Andri mengambil lagi setangkap roti, mengolesinya dengan mentega, lalu menambahkan selai entah selai apa, Ratih tak ingin melihatnya. Ia kembali ke kebun dan duduk merenung di sana.
“Baiklah, aku selalu merindukan kamu,” sebuah teriakan penutup saat bertelpon terdengar begitu jelas, atau barangkali memang diperkeras agar dia bisa mendengarnya.
***
Ristia menatap Nijah yang membantu bibik membuat sarapan, dengan rambut basah. Ristia sudah tahu apa yang terjadi, tapi lagi-lagi dia menahan sakit hatinya dan berkata dengan manis.
“Apa yang bisa aku bantu?”
“Non duduk saja di situ, aku sedang membuat nasi goreng dengan irisan sosis.”
Ristia teringat saat beberapa hari yang lalu ia menelpon Andri di kamar. Andri mengatakan sangat ingin sarapan nasi goreng dengan irisan sosis, dan Ratih membuatnya, tapi Andri tak mau menyentuhnya.
Ristia tersenyum. Betapa konyolnya Andri, berduaan dengan istri di vila, tapi batinnya sangat tersiksa karena harus berduaan dengan wanita sebagai istri yang sama sekali bukan kehendaknya.
“Non, nanti setelah acara sarapan selesai, bibik mau belanja.”
“Aku ikut ya Bik,” kata Nijah.
“Bagus sekali, aku juga ikut,” seru Ristia bersemangat.
“Hanya belanja kebutuhan dapur, bibik ingin ke pasar di dekat situ saja.”
“Jangan, aku antar saja belanja ke mall, aku ingin beli sesuatu belum juga kesampaian.”
“Tunggu, ini hari ke berapa, kalau belum sepekan, Nijah belum boleh keluar,” kata bibik mengingatkan.
“Ini sudah hari ke lima, eh, ke enam. Boleh dong. Asyyyik, kita belanja bersama ya Jah,” kata Ristia dengan wajah berseri.
***
Besok lagi ya.
🌹🍃🌹🍃🌹🍃🌹🍃
ReplyDeleteAlhamdulillah BeTeHa 28
sudah tayang...
Matur nuwun Bu Tien
Tetap sehat & smangats
selalu yaa Bu...
Salam Aduhai 🦋💐
🌹🍃🌹🍃🌹🍃🌹🍃
Matur nuwun mbak Tien-ku Bunga Taman Hatiku telah tayang
ReplyDeleteTerimakasih mba Tien.
ReplyDeleteSalam sehat selalu aduhai
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteTrmksh
ReplyDeleteAndri sama Ristia tumbu oleh tutup.cucok Bunda Tien maju tiyus pantang mundur 🔥💪.....Maturnuwun 🙏👍
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteHayo para penggemar Cerbung Tien Kumalasari.
ReplyDeleteNovel Sang Putri SEGERA TERBIT.....
ukuran buku 14,5 x 20,5 cm / tebal 458 hal / isi Bookpaper 57 gram cetak 1 warna hitam / cover ArtCarton 230 gram cetak fullcolor laminasi DOFF.
Harga Rp. 150.000 dalam Jawa termasuk ongkos kirim.
Luar Jawa Rp. 160.000 termasuk Ongkir.
Hayo sahabat-2 cerbungku bantu bu Tien memasarkan novelnya, siapa lagi jika bukan kita-kita yang mempromosikan ???
Borong yuk ...... bisa untuk cinderamata ke handai taulan, hadiah ulang tahun, dll
Alhamdulillah bu Tien, cerita makin seru.....
ReplyDeleteSalam sehat selalu
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹
Wuik laris manis sing jaga gawang banyak......
ReplyDeleteDalam 1 menit yang masuk 9 orang
Tur nuwun Budhe Tien
Terima kasih, bu Tien...salam sehat. 🙏
ReplyDeleteMatur nuwun.bu Tien... sehat selalu nggih
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur sembah nuwun..mbsk Tien...sehat selalu..🙏
Aku ikut............
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien...
3 Menit 15 orang masuk komen....
ReplyDeleteHayuk yang mau pesan SANG PUTRI, silakan japri ke 085101776038 atau langsung ke Bu Tien Kumalasari 082226232364.
Semoga jangan terjadi yg tdk dinginkan terhadap Nijah.
ReplyDeleteMaturnuwun sanget Bu Tien...
ReplyDelete🙏🙏
Alhamdulillah, terimakasih bu Tien, salam sehat dan aduhaii dari mBantul
ReplyDeleteOrang baik pasti dapat jodoh yang terbaik.Satria Nijah dan Wibowo Ratih untuk Andri Ristia terserah Bunda Tien mau dikemanain ??? 😄 Nuwun
ReplyDeleteAlhmdllh... terima kasih mbu Tien... smga Ratih bertemu Pangeran Bowo... dan Nijal sllu trlindungi... makin pinisirn trs part berikutnya...
ReplyDeleteAlhamdulillah dah d baca makasih bunda
ReplyDeleteADUHAI .....
ReplyDeleteMatur nuwun, mbak Tien. Salam sehat selalu, nggih....
Alhamdulillah Be Te Ha sdh tayang
ReplyDeleteMatursuwun Bu Tien, semoga sehat dan bahagia selalu
Terima kasih Bunda
ReplyDeleteTerima kasih bu Tien ... BTH ke 28 sdh tayang ... Smg bu Tien & kelrg sehat n bahagia sll ... Terus semangat berkarya ... Salam Aduhai .
ReplyDeleteterima kasih Bu Tien.
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteAssalamualaikum Kakek Habi ... Saya mau ikut pesan Novel Sang Putri 2 piece ya ... Mau trfr kemana ? Atau trfr ke bu Tien aja ? ... Terima kasih .
ReplyDeleteNoted jeng Enny, soal transfer langsung ke bu Tien monggo. Jangan lupa kirim alamatnya ke 085101776038, nggih. Saya yang ngrekap daftar pesanan dan alamat kirimnya lengkaop nomor HP dan kode pos
DeleteTrm ksh bu Tien.. Semoga sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah, Matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat wal'afiat 🥰
Aduhaaii ,, seru.. Ratih pinter masak Ristia g bisa ,, jgn smp menyesal Andri
Ristia sukanya dg Satria ,
Andri...kejam nian dikau....teganya memperlakukan istri dgn bgtu bengisnya
ReplyDeleteMau nemu apa si kerbau ini
Untung Ratih msh sabar yah, tunggu saatnya aj deh
Org sabar juga ada batasnya, mana ada org di perlakukan macam itu hrs terima terus
Untung bibik udah di suruh plg coba msh ikut tinggal di villa pasti akan cerita dgn Nyonya
Wow drpd ber andai2 yuuk kita tunggu bsk yah kelanjutannya
Mksh bunda Tien sehat selalu doaku bunda dan ttp ADUHAI
Saking asyiknya ngobrol di pila lupa tadi antar bibik dipasar.
ReplyDeleteRatih bicara sama Ijah, kaget waktu andri bicara kasar sama ratih.
Jaraknya dari kota aja jauh, lupa nggak ingat.
Sampai bibik pulang sendiri, mama besar menegur Ristia; diajak kemana tadi.
Mulai curiga, mama besar akan ulah ristia karena tahu Ijah terlalu lugu dan mudah dibohongi.
Atawa mau menulari kebiasaan jelek.
Pura pura ngeprend bisa donk, tau tau diajari jawaban nggak jujur.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Bunga taman hatiku yang ke dua puluh delapan sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Semakin seruuu.
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Salam hangat selalu . Aduhai
Matur nuwun Bu Tien....semoga tetap sehat njih
ReplyDeleteHamdallah BTH ke 28 telah tayang. Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu tetap Sehat wal Afiat dan selalu Semangat dalam berkarya. Aamiin.
ReplyDeleteBibik mau belanja ke Pasar, Nijah ikut, Ristia juga ingin ikut, tapi mau di bawa belanja ke Mall. Hati2 ya Nijah, Ristia punya rencana jahat padamu. Jangan sampai nnt di Mall, kamu di paksa minum, minuman yng aneh aneh. Hanya gara2 udara di luar panas, trus alasan sekali kali mencoba minuman yng aneh, yng kamu tdk tahu, mungkin Ristia sedang menaruh sesuatu di minuman tsb ..
Waspada lah ..2 x...😁😁
Salam Hangat dan Aduhai dari Jakarta
Tolongin dong Nijah yaa pak Munthoni..
DeleteSemoga rencana jahat Ristia gatot .. gagal total krn ada bodygar suruhan Satria.
Seruu & semakin pinisiriin..
Alhamdulilah..
ReplyDeleteTks banyak bunda Tien..
Yg ditunggu sdh tayang...
Semoga bunda sehat" selalu..
Sip
ReplyDeleteIya benar Bu Hermina... Nijah hrs waspada dan klu kemana mana Satria hrs di konfirmasi, krn Satria skrng adalah suami nya. Satria sdh curiga berat sama Ristia.
ReplyDeleteJangan sampai terjadi insiden yng tdk di ingin kan. Krn biasanya penyesalan selalu ada di belakang alias tdk di depan. Waspada ya Nijah..h