CINTAKU BUKAN EMPEDU
31
(Tien Kumalasari)
Ada apa dengan mas Pinto? Dipanggil kok malah lari?
Padahal aku mau cerita banyak sama dia. Salahku apa ya?
Karena penasaran, Aliyah mendekat ke arah samping
rumah makan, lalu melongok ke dalam. Seorang karyawan mendekat.
“Ada apa ya Mbak?”
“Mau ketemu mas Pinto. Ada kan?”
“Mas Pinto? Dia sudah pulang.”
“Lhoh, tadi masuk ke dalam sini tuh.”
“Dia keluar lewat pintu belakang, Mbak.”
“Oh, baiklah, terima kasih.”
Aliyah membalikkan tubuhnya, melangkah pulang dengan
seribu satu pertanyaan memenuhi benaknya.
“Mengapa ya, mas Pinto menghindar? Apakah aku bersalah
sama dia? Harusnya aku samperin saja dia ke rumah kost nya. Ah, tapi nggak enak
ah, masa aku nyamperin ke rumah kost seorang pria. Dulu itu kan karena terpaksa,
aku lagi sakit hampir pingsan. Ya sudah lah, siapa tahu ada kali lain yang
lebih baik untuk bicara,” gumam Aliyah sambil terus melangkah.
Aliyah sangat merindukan rumah neneknya lagi. Sudah
berhari-hari dia tidak membersihkannya, sejak dia pulang diantar Farah, dan itu
juga dengan tergesa-gesa. Itu sebabnya dia bergegas melangkah, dan segera
melupakan kekecewaannya karena sikap Pinto yang dianggapnya aneh.
Beruntung Aliyah tak bertemu siapapun sampai dia
memasuki rumahnya. Tapi ia merasa ada yang aneh. Ada bekas gelas minum terletak
di meja, dan kamar neneknya sedikit terbuka.
“Siapa yang memasuki rumah ini? Memang sih, pasti tak
akan ada barang yang hilang, karena apa yang diharapkan, seandainya ada pencuri
masuk di rumah ini?” gumamnya perlahan.
Aliyah memasuki kamar neneknya, dan melihat ada
plastik keresek teronggok di lantai, berisi beberapa potong pakaian.
“Aneh, siapa memasuki kamar nenek dan meletakkan
baju-bajunya di sini? Haa, dia juga membuka almari nenek, sementara aku selama
hidup belum pernah membukanya, kecuali untuk memasukkan baju-baju nenek yang
telah aku cuci, waktu nenek masih hidup.”
Aliyah membuka lebar almari neneknya, dan melihat
sebuah kotak kayu yang diletakkan sembarangan di rak paling bawah.
Apa yang ada di dalam kotak itu? Aliyah menariknya
keluar, lalu dia duduk bersimpuh di sana.
“Tak mungkin ada berlian tersimpan di dalam kotak
nenek,” gumamnya sambil mengeluarkan isi kotak.
Seperti juga Narita, ia menemukan dua pasang kaos kaki
bayi, bersulan tulisan masing-masing sebuah nama.
“Aliyah, itu kan namaku, tapi satunya ini, Afifah…
siapa dia? Aku punya saudara?”
Aliyah menarik keluar sebuah amplop dengan tulisan
yang hampir buram, tapi masih jelas bisa terbaca.
Aliyah terbelalak membacanya sampai habis. Air matanya
pun bercucuran.
“Jadi aku punya saudara kembar? Apakah … apakah … “
Lalu ingatan Aliyah melayang ke arah beberapa minggu
yang lalu, saat dia ditangkap dan disiksa oleh Alfian, karena Alfian mengira
dia adalah Narita.
“Apakah Narita itu saudara kembar aku? Kami terpisah
saat ada bencana banjir. Aku dirawat oleh pembantu keluarga aku. Jadi nenek
Supi itu tadinya pembantu ayah ibuku? O, nenek, mengapa tidak sejak dulu nenek
mengatakan semua ini? Kemungkinan besar, saudara kembar aku itu masih hidup
nek, dia bernama Narita, bukan Afifah.”
Aliyah menangis sesenggukan.
“Aku harus mencari Narita, tapi ke mana aku harus
mencarinya? Dia dianggap penjahat oleh tuan Alfi, karena melarikan uang dan
perhiasan yang sangat banyak. Mengapa kamu begitu jahat, Narita?” isak Aliyah.
Aliyah membongkar semua isi kotak itu. Ternyata masih
ada sebuah amplop lagi. Aliyah menariknya, ada sebuah foto. Seorang laki-laki
ganteng dan perempuan cantik, memangku dua bayi yang baru bisa duduk, berwajah
persis sama.
“Inikah foto ayah ibuku? Dan ini adalah aku dan
Narita?”
Ada tertulis nama di belakang foto itu. Keluarga
Pambudi.
Hanya itu. Tapi Aliyah segera tahu. Dia dilahirkan
kembar, kembarannya bernama Afifah, ayahnya bernama Pambudi, dan nenek Supi
sebenarnya adalah membantu keluarganya.
Air mata Aliyah kembali bercucuran. Ia tak menyangka
keluarganya menjadi tercerai berai. Dan melihat pakaian yang dikenakan ayah
ibunya, ia tahu bahwa ayah ibunya adalah orang yang cukup berada.
“Semuanya sudah tak ada. Tapi aku masih memiliki
saudara kembar, Afifah atau yang sekarang bernama Narita. Tampaknya dia lebih
beruntung, karena ditemukan oleh orang kaya yang pastinya sangat memanjakannya.
Tapi mengapa dia begitu jahat? Siapa sebenarnya orang tua yang telah memungut
Afifah?
Aliyah menyimpan kembali barang-barang itu ke dalam tempatnya
semula, tapi ia mengambil foto itu untuk dibawanya nanti.
Aliyah segera mulai membersihkan rumah dan kamar
neneknya. Tapi ia heran melihat bungkusan baju wanita di kamar.
“Berarti ada yang masuk dan tinggal di rumah ini
sampai beberapa hari. Siapa dia? Dan mengapa ke rumah ini?”
Aliyah hampir selesai bersih-bersih, ketika sebuah
panggilan menyebut namanya, berteriak dari arah depan dan langsung masuk ke
rumah.
“Aliyah …. Aliyah sayang …”
Aliyah terkejut. Itu kan suara pak RT? Lancang sekali
dia, berani masuk ke dalam rumahnya. Pakai manggil ‘sayang’ pula? Wajah Aliyah
gelap karena kesal. Ia menatap pak RT yang tiba-tiba sudah ada di depannya.
“Aliyah, sedang apa kamu?”
“Mengapa pak RT masuk ke dalam rumah? Ini sangat tidak
pantas. Saya harap segera keluarlah.” Kata Aliyah sengit.
Sambutan dingin dan penuh amarah itu membuat pak RT
terkejut. Ia merasa, biasanya Aliyah menyambutnya dengan manis.
“Aliyah, ada apa kamu ini? Lihat, aku membawakan nasi
bungkus dengan lauk ikan goreng. Pasti enak. Lihatlah.”
“Pak RT, siapa yang minta makanan dari pak RT? Segera
keluarlah. Ini tidak pantas. Bukankah saya sudah pernah mengatakannya?” kata Aliyah sambil bergegas keluar rumah, maksudnya agar pak RT mengikutinya keluar.
Dan pak RT memang mengikutinya, sambil masih menenteng bungkusan di dalam
keresek hitam yang tadi dibawanya.
“Aliyah, ada apa kamu ini? Dengar. Istriku sedang
arisan di rumah bu RW, aku memerlukan beli makanan ini, dan aku sempat
menemukan lagi kartu ATM ku, nanti aku beri kamu uang.”
Kata-kata pak RT sangat tidak dimengerti oleh Aliyah.
Pak RT bersikap seakan sudah sangat akrab dengan dirinya.
“Aliyah, ini nasi nya, bisa untuk nanti malam juga.
Uangnya juga sudah aku siapkan. Kali ini aku beri kamu tigaratus ribu,” katanya
sambil merogoh saku celananya.
“Saya tidak mengerti apa yang pak RT katakan. Segera
pergi dari sini, atau saya berteriak, agar pak RT mendapat malu,” kata Aliyah
yang kemudian masuk ke dalam rumah, menutup pintunya rapat, dan menahannya
dengan sebuah palang pintu, karena kunci rumahnya tidak lagi berfungsi dengan
baik.
Pak RT terbelalak. Perubahan sikap Aliyah membuatnya
heran, sekaligus sedih. Sudah banyak rencana yang disusunnya, agar bisa selalu
berada di dekat Aliyah. Kalau perlu ia akan menceraikan istrinya. Bukankah yang
lebih muda dan segar akan lebih membuatnya senang? Tapi mengapa tiba-tiba
Aliyah berubah?
Pak RT melangkah keluar dari halaman, sambil membawa
bungkusan nasi lauk ikan, dan memasukkan lagi uang tigaratus ribu itu ke dalam
saku celananya.
***
“Oh ya, pasti tuan Alfi mencari aku ke rumah ini,
apakah mbak Farah membawakan baju-baju itu untuk aku? Tapi tidak, aku sudah
melihatnya. Memang baju-baju itu bagus, tapi bukan baju yang pernah diberikan
tuan Alfi untuk aku. Kalaupun mbak Farah mencari aku, ia pasti tak akan
berlama-lama berada di sini. Begitu tak
ada aku, pasti dia sudah kembali. Kasihan juga
ya. Apakah tuan Alfi memarahinya karena mbak Farah tidak menemukan aku?
Barangkali juga tuan Alfi tidak lagi peduli akan kepergianku. Aku bukan gadis
istimewa yang pantas diburu oleh seorang tuan muda seperti tuan Alfi. Ah,
sudahlah, aku tak mau memikirkannya lagi. Semoga tuan Alfi segera menemukan
gadis yang pantas untuknya, dan hidup berbahagia.”
Lalu Aliyah membiarkannya saja tentang siapa yang
tidur di rumah itu. Kalaupun ada yang mau tidur dirumah nenek Supi, ia tidak
keberatan, karena pasti orang itu tidak punya tempat berteduh, dan membiarkan
orang berteduh di rumahnya, tidak membuatnya kesusahan. Barangkali juga, kalau
nenek Supi masih ada, dia akan dengan suka rela membantu orang lain dengan
membiarkan orang berteduh di rumahnya. Toh tidak akan ada barang berharga yang
hilang, karena bukankah nenek Supi tidak punya harta yang akan membuat orang
tertarik untuk mencurinya?
Aliyah meninggalkan lagi rumahnya, bermaksud kembali
ke warung bu Siti, karena dia sudah berjanji akan membantunya. Pekerjaan itu
penting, untuk menyambung hidupnya, bukan?
Di depan rumah makan di mana Pinto bekerja, Aliyah
berhenti sejenak. Ia mengamati pelayan yang sedang malayani pelanggan, tapi ia
tak melihat bayangan Pinto. Mungkin Pinto bertugas pagi dan di sore hari
seperti ini pastilah dia sudah pulang.
Aliyah melanjutkan langkahnya. Masih ada sisa uang untuk
naik angkutan umum, supaya dia tidak kemalaman di jalan.
“Lain kali aku akan menemui mas Pinto dan menanyakan
sikapnya yang aneh. Dan aku juga ingin banyak bercerita sama dia.”
***
Farah sedang menerima telpon dari tuan Alfi, yang
mengatakan bahwa kepulangannya ditunda sampai besok, karena pembicaraan belum
selesai..
“Tapi begitu selesai, aku akan langsung pulang.
Bagaimana Aliyah? Dia baik-baik saja bukan?”
“Nyonya Aliyah baik-baik saja. Selama tiga hari ini,
nyonya sudah mau makan banyak.”
“Pasti dia masih rajin belajar masak sama kamu, bukan?”
“Sudah sejak Tuan pergi, nyonya Aliyah agak tidak
bersemangat membantu di dapur. Pasti dia sedih karena Tuan tidak ada.”
“Benarkah dia sedih?”
“Tentu saja Tuan. Saya melihat, bahwa nyonya sudah
mulai menyukai Tuan, bahkan sebelum tuan berangkat pergi.”
“Apa dia berbicara tentang hal yang menyakitkan
tentang ibuku?”
“Dia hanya menyatakan bahwa hatinya sakit. Tapi dia
sudah tahu, bahwa yang terpenting adalah Tuan.”
“Syukurlah, layani dia dengan baik, dan berikan apa
yang dia inginkan.”
Farah ingin mengatakan
tentang uang yang tujuh juta untuk membayar cincin itu, tapi
diurungkannya. Sesungguhnya dia juga tak ingin tuannya kecewa karena ‘Aliyah’
telah menggantikan cicin itu dengan yang lain.
“Baiklah, sebenarnya aku ingin bicara sama dia, tapi
kalau dia sedang tidur, biarkan saja.”
“Oh ya, nyonya kelihatannya kehilangan ponsel yang
tuan berikan.”
“Hilang bagaimana?”
“Dia bilang, lupa menaruhnya di mana. Saya sudah
mencari di kamarnya, tapi tidak ketemu.”
“Nanti saja kalau aku pulang, akan aku belikan lagi.
Dia kan tidak akan menelpon siapa-siapa kecuali aku, dan itu kan nanti, kalau
aku sudah bekerja kembali, lalu ingin bicara sama dia.”
Farah baru saja meletakkan ponselnya, ketika tiba-tiba
‘Aliyah’ muncul.
“Nyonya sudah bangun? Baru saja tuan Alfi menelpon.”
“Bukankah hari ini akan pulang?”
“Kepulangannya ditunda sampai besok, katanya belum
selesai, begitu.”
“O, belum pulang ya.”
“Apakah Nyonya sudah sangat kangen?” goda Farah.
Narita tentu saja kangen. Ia sudah sangat ingin bisa
benar-benar menjadi istri Alfian, dan berbahagia bersamanya.
“Kamu sedang apa, Farah?”
“Sedang menyiapkan makan malam. Nyonya ingin makan
apa?”
“Aku sebenarnya ingin makan gulai kambing, tapi kan
Alfi tidak suka daging kambing?”
Farah tercengang. Selama ini Aliyah tidak pernah
mengatakan keinginannya untuk makan sesuatu. Dia selalu bilang ‘terserah mbak
Farah’, tapi kali ini dia ingin makan gulai kambing? Dan herannya Farah,
darimana sang nyonya tahu bahwa tuan
Alfi tidak suka daging kambing?
“Oh iya, kok nyonya tahu sih, bahwa tuan tidak suka
daging kambing?”
Narita terkejut. Dia keceplosan. Dulu waktu sering
jalan-jalan, dan Narita ingin sate kambing, Alfian selalu menolak, karena tak
suka makan daging kambing. Sekarang dia bingung, mau menjawab apa.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeleteJeng Iin Jogja yang jaga gritaawang, disusul kemg Mimiet Cimahi, jeng Wiwik Jonegoro, sapa lagi ya?
DeleteSemua pebasaran, berhasil ngga ya, Narita mengelabubi keluarga Alfi????
Wah bnr2 penisirin bingitzs deh
DeleteNarita rasain loh ini senjata makan nonyah
Tunggu deh saatnya
Hadeeh bunda Tien begitu piawainya hati pembaca
Sehat selalu doaku bun
ADUHAI
Alhamdulillah....mtnuwun mbk Tien,Smg selalu sehat
DeleteMtrnwn
ReplyDeleteMatur nuwun
ReplyDeleteMatur nuwun bu Yien CeBeE_31 sdh hadir.
ReplyDelete_“Oh iya, kok nyonya tahu sih, bahwa tuan tidak suka daging kambing?”_
_Narita terkejut. Dia keceplosan. Dulu waktu sering jalan-jalan, dan Narita ingin sate kambing, Alfian selalu menolak, karena tak suka makan daging kambing. Sekarang dia bingung, mau menjawab apa._
*****
_Besok lagi ya._
Matur nuwun mbak Tien-ku CBE sudah tayang
ReplyDeleteAlhamdulilah..
ReplyDeleteTks banyak bu da Tien.. ππππ₯°
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak TienπΉπΉπΉπΉπΉ
Matursuwun mb Tien
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien sayang...sehat selalu ya...πππππ
ReplyDeleteMatur nuwun
ReplyDeletealhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulilah...suwun bunda Tien
ReplyDeleteLiku-liku perjalanan hidup yang asyik untuk disimak. Bagaimana Alfian menangkap Narita, apakah Aliyah kembali kepada Alfian, bagaimana pula Pinto...
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Bagaimana pula pak RT ???
DeletePak RT kecewa berat..
DeleteAki" tsb tdk punya harapan lg..
Semoga terbuang dari alur ceritanya.. πππ€
Maturnuwun sanget Bu Tien...
ReplyDeleteππ
Alhamdulillah
ReplyDeleteSdh hadir gasik
Matur nuwun bu
Sehat2 selalu nggeh
Skrg Aliyah & Narita sdh tau klo mereka punya saudara kembar..
ReplyDeleteAliyah juga skrg sdh punya foto ayah-ibunya,..dan skrg foto tsb dibw Aliyah..
Tambah penasaran..kpn ya mereka bs bertemu muka..
Tks bunda Tien..
Tunggu bsk lg.. π₯°πΉ
Alhamdulilah , bisa masuk dan komen lagi, matur nuwun Bunda Tien Kumalasari, salam sehat penuh semangat dari Pasuruan
ReplyDeleteMatur nuwun mbakyu Tienkumalasari sayang, sampun tayang epsd yg baru, salam kangen dari Tanggamus, Lampung
ReplyDeleteππππππππ
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE 30
sudah hadir...
Matur nuwun Bu Tien.
Sehat selalu & tetap
smangats berkarya.
Salam Aduhai π¦⚘
ππππππππ
Alhamdulilah cbe 31 sdh tayang, terima kasih bu tien ..makin seru dan narita sdh semakin banyak menampakkan aslinya ... salam sehat bu tien
ReplyDeleteAyo Farah, bilang ama tuan Alfi ,jangan berbohong, nanti dosa, katakan yg sebenarnya, biar tahu rasa Narita,
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteSeruu... Moga Aliyah berbahagia.
Jangan sampai Alfian terjebak oleh Narita.
Salam hangat selalu. Aduhai
Alhamdulillah yg ditunggu sdh hadir mksh Bu Tien, Taqoballahi Minna wa minkum.
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bu Tien
Alhamdulilah CBE sdh tayang. Suwun bu Tien..
ReplyDeleteAlhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteAduh, karakter nya Narita ini, licin bagaikan belut, dan kata2nya penuh bisa...
ReplyDeleteKapan yaa bakal terbongkar kedoknya..
Ngga sabar banget nungguin episode nya..
Sehat dan bahagia selalu ya Bu Tien.. ππ
Matur buwun bunda Tien...ππ
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nuwun, sehat dan bahagia selalu bunda Tien ..
ReplyDeleteAlhamdulillaah dah tayang
ReplyDeleteKapan terbongkarnya aliyah jadi jadian? Moga aliyah yg sebenarna bertemu alfiyan
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE- 31 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga bunda sehat dan bahagia selslu.
Aamiin
Salam Aduhai Bundaπ
Terimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteLhaah...lama2 pasti ketahuan ini belang si Narita.
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien
Salam sehat
Duh
ReplyDeleteSederhana sekali; nyatanya ngikutin pengasuh, jadi biasa yang di tuturkan pengasuh dan sampai tingkat tatanan santun kemandirian dikehidupan rupanya yang didapat, belum dikembangkan semaksimal mungkin, walau masih mampu.
Syukurlah, semoga di warteg Mak Siti ada teman bicara tentang ditemukan foto keluarga bisa sedikit membantu pencarian saudara kembarnya.
Farah heran nyonya nya tahu makanan yang tidak disukai tuan Alfin, Farah belum sempat melaporkan pada tuannya soal biaya penggantian cincin segala sudah ditutup telponnya.
Pinto yang nggondhok lewat pintu belakang pulangnya.
Ada apa sikap Pinto berubah, sampaikah ada pemikiran dan yang dilihat dirumah nenek Supi ada bekas di tempati orang.
Sikap aneh pak RT padanya, tersimpulkan? dengan temuan foto keluarga Pambudi.
Nggak lah Aliyah nggak lemot lemot amat, hanya nggak punya teman bicara untuk membantu memecahkan teka-teki dari perilaku sikap orang-orang yang di temuinya kali ini.
Bu RT kehilangan kartu ATM hΓ© hΓ© hΓ©, tapi lumayan babe bisa berbohong seolah perhatian pada istrinya; dibawakan nasi bungkus.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Cintaku bukan empedu yang ke tiga puluh satu sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
π
Alhamdulillah,,, matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat wal'afiat, π€π₯°
Sabaaaar Aliyah ya ,,π€
Nah smg farah cepat tersadar bahwa itu bulan Aliyah
Masih hangat
ReplyDeleteTerimakasih Bu Tien dg episode terbaru nya. Semoga panjenengan selalu sehat agar bisa terus berkarya.
ReplyDelete