Wednesday, March 8, 2023

SETANGKAI BUNGAKU 38

 

SETANGKAI BUNGAKU  38

(Tien Kumalasari)

 

Susana berhenti melangkah. Orang yang mendekatinya adalah satpam perusahaan di mana sebelum ini dia bekerja.

“Bu Susana mau ngapain?”

“Kamu di sini? Tidak bekerja?”

“Perusahaan sudah ditutup. Semua karyawan di rumahkan.”

“Oh, sejak kapan?”

“Sehari setelah bu Susana pergi.”

“Oh, lalu kamu bekerja apa?”

“Saya menunggu rumah ini.”

“Rumah ini milik siapa?”

“Milik pak Darsono. Tapi sudah dikontrak oleh tuan Mario.”

“Tuan Mario … ayahnya tuan Sony?”

Tiba-tiba bekas satpam itu meminta agar Susana mengikutinya, agak menjauh dari tempat Pratiwi berdiri.

“Ada apa?” tanya Susana heran.

“Ini rahasia. Saya mengatakannya, karena bu Susana adalah kepercayaan tuan Sony.”

Susana menelan salivanya. Rupanya si satpam tidak mengerti sepenuhnya pada apa yang terjadi, terutama hubungannya dengan dirinya yang sudah dimusuhi Sony. Tapi Susana bersyukur. Barangkali ada yang bisa didengarnya, lebih dari apa yang diketahuinya saat ini.

“Rahasia apa?”

“Tuan Mario sudah datang sejak beberapa hari yang lalu dari luar negri, tapi dia tidak pulang ke rumah tuan Sony ataupun di hotel.”

“Oh, lalu ?”

“Dia mengontrak rumah ini untuk bersembunyi. Saya diminta untuk menyembunyikan semua ini dan tidak boleh mengatakannya kepada siapapun. Bukankah bu Susan ingin menemuinya?”

Susana terkejut. Ini penemuan baru. Ayah Sony bersembunyi di sini, dan satpam yang lugu ini mengira bahwa kedatangannya adalah untuk mencari tuan besar nya.

“Saya akan mengantarkan Bu Susan menemuinya, tapi maaf, itu kan bu Pratiwi? Saya tidak berani. Jadi hanya Ibu saja. Bagaimana?”

“Begini. Karena aku sedang bersama bu Pratiwi, jadi tidak baik kalau aku menemuinya sekarang. Tapi dia jangan sampai tahu lebih dulu, bahwa aku ingin menemuinya. Takutnya dia akan kecewa. Nanti saja aku akan datang sendiri.”

“Jadi sebenarnya Bu Susan bukan untuk menemui pak Mario?”

“Aku sedang mencari tempatnya sebenarnya, tapi setelah tahu. Tolong jangan beritahu dia dulu. Aku akan mengantarkan bu Pratiwi pulang, baru aku mau kemari lagi.”

“Baiklah Bu.”

“Bener ya, jangan bilang dulu pada tuan Mario kalau aku sudah datang kemari, nanti dia bisa marah besar kalau aku tidak langsung menemui, sementara aku kan sedang bersama dia,” kata Susana sambil menunjuk ke arah Pratiwi.

Sang bekas satpam mengangguk, dan membiarkan Susana berlalu, kemudian dia duduk di teras rumah yang tampaknya kosong itu, tapi dibiarkan pintunya terbuka. Barangkali untuk mengelabui orang bahwa ada pelarian di dalam sana.

Susana segera menggandeng Pratiwi, diajaknya menjauh dari tempat itu. Ia kemudian menelpon polisi, ketika sang satpam sudah tidak bisa melihatnya lagi.

Pratiwi hanya diam dan keheranan, karena ia belum mengerti apa yang sebenarnya terjadi.

“Ada apa sebenarnya?”

“Ayo kembali dulu ke mobil, nanti aku ceritain. Hampir saja kita menemui bahaya,” kata Susana ketika sudah menjalankan mobilnya.

Lalu Susana menceritakan semuanya.

“Wah, untung sekali ya Mbak, bekas satpam itu tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, mengira Mbak Susan masih berada di pihak mereka.”

“Itulah. Kita sungguh beruntung. Besok saja kita cari lagi ke tempat lain.”

Tapi Susana tidak tahu. Mario bukan orang bodoh. Dia ada di dalam tidak sendirian. Ada anak buahnya yang mengawasi sekeliling tempat mereka bersembunyi, dan mereka tahu Susana mendatangi tempat itu. Segera si penjaga yang bekas tukang parkir itu dicecar oleh mereka, lalu mengatakan semua nya.

***

Susana hampir memasuki halaman rumah yu Kasnah, ketika tiba-tiba tiga orang menghadang di depan mobilnya. Tentu saja Susana kemudian menghentikannya.

Salah seorang yang berperawakan kecil, menghampiri Susana yang masih duduk di belakang kemudi, dan seorang lagi yang agak besar, menghampiri Pratiwi di sisi kiri nya.

“Turun!!” hardik keduanya hampir bersamaan.

Susana sangat terkejut.

“Hei, apa-apaan kamu ini?” pekik Susana, dan Pratiwi sudah merasa ketakutan karena orang yang berdiri di samping nya itu berwajah bengis mengerikan.

“Turun!! Atau aku ledakkan mobil ini. Aku membawa senjata,” ancamnya.

Susana terpaksa turun, demikian juga Pratiwi, karena pandangan mengerikan mereka membuatnya takut.

“Kalian ini siapa?” tanya Susana yang lebih berani. Ia sama sekali tak mengenal mereka.

“Jangan banyak omong. Ikut kami!” perintahnya.

“Tidak mau!” teriak Susana dan Pratiwi mulai meronta, karena laki-laki itu menariknya paksa.

“Heiii! Lepaskan.”

“Jangan berteriak, kalau ingin hidup!”

Tanpa daya Susana dan Pratiwi dimasukkan ke dalam mobil yang dibawa ketiga laki-laki itu.

“Awas, jangan berteriak, berani berteriak di jalanan, aku ledakkan kepala kalian!”

Susana terpaksa diam. Otaknya segera berpikir keras. Lalu Susana segera tahu, bahwa mereka adalah anak buah Mario, ayahnya Sony.

“Rupanya kedatanganku tadi diketahui oleh mereka. Ya Tuhan, semoga polisi segera bertindak setelah menerima laporanku,” kata batin Susana.

***

Nano mau keluar rumah karena ingin membeli cemilan. Tapi dia terkejut, melihat mobil Susana terparkir di sisi pagar, dalam keadaan pintu  sedikit terbuka. Rupanya Susana maupun Pratiwi tidak sempat menutupkannya.

Nano mendekati pintu dan membukanya, tapi tak ada siapa-siapa di dalam mobil itu. Ia melongok ke kiri dan kanan jalan, tapi tak melihat bayangan Susana maupun kakaknya.

“Kemana sih mereka? Pasti tidak jauh perginya, soalnya membiarkan pintu mobil terbuka,” gumam Nano, yang kemudian melanjutkan langkahnya ke warung. Tadi ia masih punya sisa uang jajan dari kakaknya dan ia sekarang ingin membeli kacang atau apa, untuk cemilan sambil belajar.

Tapi sampai Nano kembali dari warung, ia belum juga melihat bayangan kakaknya maupun Susana.

Nano langsung menuju rumah, barangkali mereka sudah ada di rumah. Tapi rumah masih sepi. Ibunya duduk di teras, sendirian.

“Bu, mbak Tiwi sudah pulang?” tanyanya.

“Belum. Ibu juga sedang menunggu.”

“Tapi mobil mbak Susana ada di luar.”

“Masa? Apa tadi mereka tidak naik mobil? Katanya sih naik mobilnya nak Susana.”

“Tadi perginya naik mobil. Nano melihatnya kok. Tapi kok sekarang mobilnya ada di depan, pintunya agak terbuka. Nano tidak melihat mereka di sana.”

“Sedang ke warung beli sesuatu, barangkali.”

“Nano dari warung, tidak ketemu tuh.”

“Ya sudah ditunggu. Kalau mobilnya ada, berarti mereka sudah datang. Kamu itu beli apa?”

“Beli kacang goreng. Ibu mau?”

“Nggak ah, keras. Nggak kuat, nanti gigi ibumu rontok semua.”

“Empuk kok Bu, nggak keras.”

“Itu kan menurut kamu. Gigi bocah. Lha ibu ini kan sudah tua. Sudah, makan saja sendiri, katanya sambil belajar. Ibu nungguin kakakmu di sini saja.”

“Ya, kalau Ibu butuh sesuatu teriakin Nano ya,” kata Nano sambil beranjak ke belakang.

Yu Kasnah menyandarkan tubuhnya, seperti nggak sabar menunggu kedatangan Pratiwi dan Susana.

“Kalau mobilnya sudah ada, kenapa orangnya nggak segera masuk?” gumamnya.

***

 Polisi yang datang atas laporan Susana, mendapati rumah yang ditunjuk sudah kosong. Tentu saja. Kalau sang bekas tukang parkir begitu lugu tidak tahu menahu tentang hubungan antara Susana dan Sony yang sudah berseberangan, tidak demikian dengan Mario, ayah Sony. Ia sudah tahu bahwa yang membuat anaknya ditangkap dalam pelariannya adalah Susana, maka kedatangan Susan mendekati tempat persembunyiannya, pasti lah membuatnya curiga. Apa lagi si penjaga mengatakan semuanya pada Susana. Beruntung Mario sedang memikirkan keselamatannya, sehingga ia hanya membawa si bekas satpam itu pergi, bukan menghajarnya karena telah membuka rahasia persembunyiannya.

Polisi kembali kehilangan lacak, karena ternyata Mario licin bagai belut.

Mario segera memberi tahu anak buah yang berhasil menculik Susana dan Pratiwi, kemana dia pergi. Kedua tawanan itu, pasti akan dijadikannya sandera demi menyelamatkan dirinya apabila keadaan mendesak.

***

Yu Kasnah yang gelisah menunggu, akhirnya memanggil Nano yang sebenarnya masih menekuni pelajaran sekolahnya.

“No, kamu masih belajar?” tanya sang ibu ketika Nano datang setelah dipanggilnya.

“Masih Bu.”

“Kakakmu kok belum datang ya.”

“Iya, Nano juga heran. Sudah sampai di rumah kok tidak segera masuk. Kira-kira ada apa ya Bu.”

“Coba kamu datang ke rumah keluarga Luminto, apakah kakak mu ada di sana.”

“Baiklah, Nano ke sana saja sekarang ya Bu. Pakai sepeda mbak Tiwi saja, biar cepat.”

“Terserah kamu saja, asalkan kamu hati-hati.”

Nano segera pergi mengendarai sepeda kakaknya, menuju ke rumah keluarga Luminto. Ketika sampai di sana, dilihatnya Ratna dan Sasmi sedang duduk di teras, tampaknya juga sedang menunggu keluarganya pulang kerja di sore hari itu.

“Nano? Kebetulan kamu kemari. Nanti bilang sama ibumu, aku mau dipijit ya?” kata Sasmi menyambut kedatangan Nano.

“Baik Bu. Tapi saya datang kemari karena mencari mbak Tiwi dan mbak Susan,” kata Nano yang sebetulnya sudah menduga kalau kakaknya tak ada di situ, karena tak kelihatan duduk bersama yang empunya rumah.

“Lho, kok dicari di sini? Apa tadi pamit mau datang kemari?”

“Tidak sih. Tapi saya melihat mobil mbak Susana sudah datang, setelah tadi mbak Tiwi  bepergian sama mbak Susan. Hanya saja keduanya kok lama tidak segera masuk ke rumah. Ibu jadi bingung.”

“Lho, tadi pergi naik mobil, terus kamu melihat mobilnya sudah datang, tapi orangnya belum, begitu?” tanya Ratna.

“Benar Bu. Ibu pikir mereka main kemari.”

“Tidak tuh. Ini kami juga sedang menunggu. Bapak baru saja pulang, tapi Roy dan Ardian belum datang juga.”

“Oh, ya sudah Bu, saya permisi.”

“Barangkali pergi ke tempat lain, tanpa menggunakan mobil,” kata Sasmi.

“Mungkin Bu, tapi ya entahlah. Saya permisi Bu.”

“Mudah-mudahan hanya pergi ke dekat-dekat situ No,” kata Ratna ketika Nano keluar dari halaman dengan sepedanya.

“Ada tamu siapa?” tiba-tiba pak Luminto muncul dari dalam, sudah mandi dan wangi.

“Bukan tamu. Nano barusan datang kemari, mencari kakaknya.”

“Kakaknya itu, Pratiwi?”

“Iya lah Pak, siapa lagi.”

“Memangnya tadi pamit kemari?”

“Tidak. Mereka hanya mengira, Pratiwi datang kemari. Tapi tidak kan, malah anak-anak kita juga belum sampai rumah, sudah sore begini.

“Kalau anak-anak, mungkin mampir ke mana, begitu. Mana coklat susu untuk aku?”

“Ini, sudah disiapkan. Katanya ingin duduk-duduk di teras,” kata Sasmi.

Suami isteri itu segera menikmati sore dengan minuman hangat yang sudah disiapkan, sambil menunggu anak mereka pulang. Tentang Pratiwi, tidak begitu mereka pikirkan, karena mereka mengira, paling-paling sedang mampir kemana lagi, tanpa membawa mobil.

***

Tapi sore itu sepulang dari kantor, Ardian dan Roy melihat Susana dan Pratiwi. Ketika mereka mau berhenti untuk menyapa, keduanya sudah masuk ke dalam mobil Susana dan menjalankannya. Karena itu mereka hanya mengikuti mereka dari belakang.

“Apa yang mereka lakukan di dekat kantor kita?” kata Roy.

“Entahlah, tampaknya sedang mencari sesuatu.”

“Coba kamu telpon Pratiwi.”

“Lagi di jalan, paling tidak diangkat. Kita ikuti saja mereka. Pasti ke rumah Pratiwi.”

“Ya sudah, terserah kamu saja,” akhirnya kata Roy, yang menurut apa kata Ardian, mengikuti mobil Susana.

Tapi ketika sampai di gang masuk ke arah rumah yu Kasnah, sebuah mobil lain menyalip mereka, dan mendahului masuk ke dalam gang. Roy kesal bukan alang kepalang.

“Siapa mereka?” tanyanya emosi.

“Orang lah. Nggak tahu mau ke mana.”

Roy kemudian juga masuk kedalam gang, tapi saat itu mereka melihat Susana dan Pratiwi dipaksa masuk ke dalam mobil yang menyalip mereka tadi. Mobil itu segera kabur dengan kecepatan kilat, padahal di sebuah gang kecil. Untung tidak ada anak kecil sedang main di gang itu.

“Mereka penjahat!”

“Kejar Roy!” teriak Ardian.

Gang itu tidak begitu panjang, sudah langsung masuk ke jalan raya berikutnya. Karena di dalam gang tadi Roy agak berhati-hati, maka dia ketinggalan agak jauh. Tapi di jalan raya ia segera memacu mobil nya, mengejar mobil yang membawa Susana dan Pratiwi.

“Siapa mereka?”

“Jangan kelamaan. Catat nomor mobilnya dan lapor polisi,” kata Roy.

Ardian segera mencatat nomor mobil itu, lalu melaporkannya pada  polisi.

***

Ternyata mobil yang membawa kabur Susana dan Pratiwi sudah dibuntuti polisi, karena melarikan mobilnya dengan ugal-ugalan, bahkan nyaris menyebabkan terjadinya tabrakan.

Ketika mereka berhenti di sebuah rumah, dua orang laki-laki segera menarik paksa Susana dan Pratiwi turun. Mereka membawanya ke rumah itu. Polisi yang dengan sigap mengancam sambil mengacungkan senjata, melihat kedua penjahat itu mempergunakan Susana dan Pratiwi sebagai tameng.

“Kalau Bapak mendekat, aku bunuh lebih dulu dua orang perempuan ini!”

***

Besok lagi ya.


50 comments:

  1. Replies
    1. Matur nuwun Mbak Tien sayang, salam sehat selalu.

      Delete
    2. πŸ₯¬πŸŒΉπŸ₯¬πŸŒΉπŸ₯¬πŸŒΉπŸ₯¬πŸŒΉ

      Alhamdulillah *eSBeKa_38 sdh hadir ditengah-tengah kita.*

      Terima kasih bu Tien, salam hormat, tetap sehat dan produktif.
      Tetap ADUHAI......

      πŸ₯¦πŸŒ·πŸ₯¦πŸŒ·πŸ₯¦πŸŒ·πŸ₯¦πŸŒ·

      Delete
    3. Tumben jeng Dewiyana ikutan balapan. Dan jadi juara 1 lagi.
      Selamat jeng Dewi, apa kabar?
      Lama nggak komen sampai bunda Tien kangen lho.......

      Delete
  2. Maturnuwun Bu Tien...
    πŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah, matur nuwun bunda Tien

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah masih siang sudah hadir.

    ReplyDelete
  5. Alhamdullilah tayang awal..terima ksih bunda Tien..slnt mlm dan slnt istrhat..slm sehat sll dan tetap aduhaiπŸ™πŸ˜˜πŸŒΉ❤️

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah...matur nuwun Bu Tien
    Pratiwi tayang gasik

    ReplyDelete
  7. Wah, tayang awal...tadi sudah mau saya tengok ga jadi, lihat jam belum waktunya...eh, sudah ada info di grup...lari ke sini kok sudah rame...makasih bu Tien...kula tumut crigis menika.πŸ˜šπŸ˜…

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah .... SB 38 masih sore sdh tayang
    Terima kasih bu tien, semoga bu tien sehat2 selalu

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah...
    Maturnuwun bu Tien, salam sehat selalu

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah, Matur nuwun bu Tien
    sehat wal'afiat selalu πŸ€—πŸ₯°

    Datsng lebih awal,,
    Ada polisi n 2 bersodara yg mengikuti
    Sabar ya ,,,🀭

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah SB-38 sdh hadir
    Ardian sm Roy kereen deh..
    Terima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  12. Matur nuwun mbak Tien-ku, Tiwi sudah mruput.

    ReplyDelete
  13. Cepat sekali si penculik terdeteksi, mungkin pelarian mereka yang akan lama baru tertangkap.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  14. Alhamdulilah, terima kasih bu tien. Makin seru aja sb nya... salam sehat bu tien

    ReplyDelete
  15. Alhamdulilah
    Terimakasih cerbungnya bunda Tien
    Semoga bunda Tien sekeluarga selalu sehat wal'afiat aamiin

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah, SETANGKAI BUNGAKU (SB) 38 telah tayang ,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu.  Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  17. Matur nuwun bunda Tien...πŸ™
    Salam Sehat Selalu dari kota Malang..

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah, matur nwn bu Tien, Salam sehat dari mBantuk

    ReplyDelete
  19. Wah seru. Semoga Susana dan Pratiwi selamat. Aamiin

    ReplyDelete
  20. Didoakan semoga bu T'ien sehat selalu. Terima kasih bu tien, ceritanya makin seru. Saya senang dgn cerita Roman ditektif.

    ReplyDelete
  21. πŸŒΈπŸƒπŸŒΈπŸƒπŸ¦‹πŸƒπŸŒΈπŸƒπŸŒΈ
    Alhamdulillah SB 38 telah
    hadir. Matur nuwun Bunda
    Tien. Salam sehat, bahagia
    dan tetap Aduhai...
    πŸŒΈπŸƒπŸŒΈπŸƒπŸ¦‹πŸƒπŸŒΈπŸƒπŸŒΈ

    ReplyDelete
  22. Makin mendebarkan..
    Tks bunda Tien..
    Lanjuuut teruus bun....
    Ayo semangat Roy, Adrian utk menyelamatkan Pratiwi dan Susana..
    Semoga bunda sehat dan berbahagia selalu
    Aamiin... πŸ™πŸ™πŸ™πŸŒΉ❤️

    ReplyDelete

  23. Alhamdulillah SETANGKAI BUNGAKU~38 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien πŸ™

    ReplyDelete
  24. Asyik
    Balapan
    Wiw jagoan neon ikutan ambil bagian, pasti bisik bisik tetangga sama polisi kalau ini kemungkinan ada hubungannya bos besar, yang kemaren pasien kasus penganiayaan yang kabur dari rumah sakit.
    Karena tahunya Pratiwi di jadikan sandera, yang juga Susana.
    Wau buser laporan sama unit, buat strategi pengepungan senyap.
    Keren, lha ini dua sukarelawan ini ada kesempatan jadi ambil peran negosiator sekaligus eksekutor.
    Bila diperlukan, berontak karena dipaksa dan lihat pahlawan mereka ada jadi ada pengharapan dan berani untuk berontak dari paksaan. Bisa terlepas?
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Setangkai bungaku yang ke tiga puluh delapan sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    πŸ™

    ReplyDelete
  25. Selamat malam bu tien apa kabar sdh lama nggak comen terima kasih cerbungnya

    ReplyDelete
  26. Alhamdulillah
    Terima kasih Bu Tien

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah. Matursuwun Bu Tien
    Salam sehat selalu... aduhai

    ReplyDelete
  28. Terimakasih Bunda Tien, sehat2 selalu ya Bun...
    salam aduhaiiii

    ReplyDelete
  29. Waah, pak satpam to ternyata? Makin seru nih...Roy & Adrian jadi pahlawan lagi...πŸ‘πŸ‘πŸ˜€

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 43

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  43 (Tien Kumalasari)   Arum terdiam. Ia tidak lupa pada waktu yang dijanjikan Listyo, tapi sungguh dia bel...