Thursday, March 9, 2023

SETANGKAI BUNGAKU 39

 

SETANGKAI BUNGAKU  39

(Tien Kumalasari)

 

Ada tiga orang polisi yang mengacungkan senjatanya, salah seorang sudah menelikung salah satunya yang tadi menjadi sopir. Tapi yang dua masih merengkuh tubuh Susana dan Pratiwi yang dipergunakannya sebagai tameng.

“Menyerah saja, kalau ingin selamat! Dan lepaskan dua gadis itu.”

“Biarkan kami pergi … kalau tidak, keduanya tak akan selamat,” dan tiba-tiba juga, keduanya sudah memegang belati yang diarahkannya ke leher Susana dan juga Pratiwi.

“Tembak saja dia pak, jangan hiraukan kami!” teriak Susana tiba-tiba.

“Aku bunuh kamu lebih dulu!!” ancam laki-laki itu sambil mempererat cengkeramannya dan menyentuhkan ujung belati yang berkilat-kilat ke leher Susana.

Tapi tiba-tiba terdengar lagi sirene, dan serombongan polisi datang, mengepung tempat itu.

Ardian dan Roy sudah turun dari mobil. Ia melihat sebuah pohon besar di rumah sebelah, yang beberapa dahannya melintang ke halaman, dimana ketegangan sedang terjadi.

Polisi sedang mengatur posisi, bagaimana cara menyergap ke dua orang yang mencengkeram dua gadis itu, dan sedang bergerak mundur mendekati rumah, sambil menyeret tubuh Pratiwi dan Susana.

Tiba-tiba terdengar tembakan dari dalam rumah, yang kemudian membuat salah seorang polisi terkena tembakan di lengannya. Tapi bersamaan dengan itu,  Susana bisa meronta, lalu menyikutkan sikunya ke perut laki-laki yang menawannya, membuat laki-laki itu terhuyung ke belakang, tapi dengan sigap dia mengayunkan belati ditangannya, ke arah tubuh Susana, mengenai pinggang kiri nya. Pratiwi menjerit melihat Susana roboh bermandikan darah. Tapi bersamaan dengan itu, dua tubuh laki-laki berayun di dahan pohon, dimana dahan itu berada tepat di atas terjadinya peristiwa. Mereka adalah Ardian dan Roy yang berhasil merayapi dahan pohon dari halaman samping. Dengan serta merta Ardian mengayunkan kakinya ke arah tengkuk penjahat yang memegangi Pratiwi, membuatnya tersungkur. Dan satunya menendang tubuh laki-laki didepan Susana yang siap mengayunkan lagi belatinya.

“Mbak Susana … Mbak Susana … “ Pratiwi menjerit-jerit sambil menubruk tubuh Susana yang terkulai lemah.

“Aku … tidak apa-apa,” rintihnya pelan.

Roy dengan cekatan menggendong tubuh Susana, dibawanya ke pinggir, sementara Ardian membawa Pratiwi menjauh.

Polisi dengan sigap meringkus kedua laki-laki penjahat itu, lalu merangsek masuk ke rumah. Namun ada perlawanan dari dalam rumah. Polisi harus berhati-hati karena tembakan dari dalam terdengar membabi buta.

“Tolonglah … Mbak Susana … sadar …”

“Roy, kita harus segera membawanya ke rumah sakit,” kata Ardian.

Roy mengangguk. Dengan menyusuri pinggiran tembok rumah, dia menggendong Susana, dibawanya ke mobil.  Pratiwi dan Ardian berlari mengikutinya.

Dari kejauhan terdengar Mario berteriak-teriak mengamuk, tapi dengan tangan sudah diborgol polisi.

“Bodoh kalian! Goblog semua!! Heiiii !!! Lepaskaaan!! Aku punya banyak uang!! Lepaskaaan!!”

Ardian menjalankan mobilnya, memacunya ke rumah sakit. Apa yang didengarnya, menunjukkan bahwa polisi berhasil meringkus penjahat itu.

***

Hari sudah malam, ketika keluarga Juwono sudah berada di rumah sakit. Bondan sudah terlelap, barangkali karena obat yang diberikan dokter kepadanya. Tapi keluarga merasa lega, karena tidak ada luka dalam di tubuh Bondan yang menghawatirkan.

Pak Juwono menyalakan televisi, dan terkejut melihat tayangan breaking news yang sedang menyiarkan berita tertangkapnya Mario.

“Ya, akhirnya tertangkap juga, dia,” gumam pak Juwono.

Tapi ada yang lebih mengejutkan lagi ketika narasi menyiarkan berita tentang seorang wanita yang berhasil melepaskan diri dari cengkeraman penjahat yang menyandera nya.

“Seorang wanita bernama Susana yang semula di sandera, berhasil meloloskan diri dari cengkeraman penyandera, dengan menyakitinya dan membuatnya terlepas. Tapi kemudian wanita itu terluka karena penjahat berhasil melukai pinggangnya dengan belati yang dibawanya.

“Itu kan Susana?” teriak bu Juwono.

“Kok bisa? “

Tayangan menunjukkan ketika Susana berada di rumah sakit dengan terkapar di atas brankar, dan darah membasahi bajunya, sementara Pratiwi menangis meraung-raung.

“Ada Mbak Pratiwi juga?” teriak Ratih.

Mendengar teriakan-teriakan itu, Bondan membuka matanya. Ia mendengar nama Susana di sebut-sebut.

‘Saat ini Susana masih dalam perawatan intensif di sebuah rumah sakit swasta karena lukanya yang cukup parah’

Buntut berita itu mengejutkan Bondan.

“Ada apa? Kenapa Susana? Kenapa kalian berteriak?” tanya Bondan panik.

“Susana dijadikan sandera dalam penangkapan pak Mario,” akhirnya Ratih yang menjawab.

“Bagaimana bisa terjadi?”

“Belum jelas, ada mbak Pratiwi juga,” lanjut Ratih.

“Mana ponselku,” kata Bondan yang segera meraih ponselnya.

“Dia lagi sakit, mana bisa menerima telpon kamu?” cela ayahnya.

“Aku menelpon Pratiwi,” jawab Bondan yang segera memutar nomor kontak Pratiwi. Kali ini, pak Juwono dan bu Jowono tidak memprotes. Rupanya pengorbanan Susana dalam penangkapan penjahat itu telah menyentuh hati mereka, menghilangkan kebencian yang semula melingkupi hati mereka. Demikian juga apa yang dirasakan Ratih.

Agak lama, tapi kemudian Pratiwi menjawabnya, masih dengan suara serak.

“Pratiwi,” sapa Bondan lebih dulu.

“Mas Bondan, mbak Susana …” lalu Pratiwi kembali terisak.

“Aku melihat sekilas berita di televisi, tapi tidak jelas. Katakan apa yang terjadi, dan bagaimana keadaan Susana.

Lalu dengan terbata-bata, Pratiwi menceritakan semuanya, mulai dari saat dirinya dan Susana mencari rumah untuk berjualan, sampai kemudian menjadi sandera dan membuat Susana luka parah sampai berdarah-darah.

“Mbak Susana luar biasa. Dia sangat berani. Bahkan tadinya menyuruh polisi-polisi langsung menembak saja penjahat itu, tanpa mempedulikan keselamatan dirinya.”

“Bagaimana keadaan Susana sekarang?”

“Masih dirawat. Dia mengeluarkan banyak darah. Untung, mas Roy dan mas Ardian segera melarikannya ke rumah sakit.

“Ini rumah sakit yang sama, di mana aku di rawat.”

“Benar Mas.”

“Aku akan melihat keadaannya.”

“Jangan dulu Mas, bukankah Mas Bondan juga masih sakit?”

“Aku tidak apa-apa. Hanya luka luar saja.”

“Tapi mbak Susana juga masih di ruang ICU, belum bisa dijenguk. Sabar lah Mas, nanti aku kabari kalau ada perkembangan.”

Bondan menutup ponselnya.

“Bagaimana?” tak urung Ratih juga ingin mengetahui terjadinya peristiwa itu.

“Temui Pratiwi. Mereka ada di rumah sakit ini. Tapi Susana masih di ruang ICU. Dia mengeluarkan banyak darah,” kata Bondan dengan gelisah.

“Mas Bondan sabar ya, biar aku ke sana dulu,” kata Ratih yang sedikit melegakan hati Bondan.

“Segera kabari aku,” pesannya ketika Ratih akan berlalu. Ratih hanya mengangguk, tapi kelihatan bahwa dia juga merasa prihatin atas kejadian itu.

Pak Juwono menyandarkan tubuhnya di sofa. Sedikitpun tak ada kata menentang ketika Ratih ingin pergi, dan ketika melihat Bondan sangat gelisah.

“Mario itu sangat kejam, ya kan?” gumam bu Juwono.

“Sebenarnya semua itu terjadi, hanya karena rasa sayangnya kepada Sony. Dia kan anak tunggalnya,” tukas suaminya.

“Sony terlalu dimanja, tapi dia lupa, bagaimana cara mendidik anak agar tahu mana yang pantas dilakukan, dan mana yang tidak. Bermain banyak wanita, itu kan tidak baik. Kenapa Mario tidak pernah mengingatkannya?”

“Hal itu terjadi ketika Sony ditinggalkan calon istrinya. Bukankah waktu itu mereka hampir menikah? Lalu calon istrinya lari dengan laki-laki bule, dan entah kemana sekarang dia berada. Setelah itu Sony jadi kehilangan kendali. Menganggap wanita hanyalah barang mainan.”

“Hal itu tidak bisa dilakukannya. Wanita kan harus dihormati?”

“Kalau saja dia waras. Tapi Sony kan tidak waras?”

Beberapa saatnya mereka berbincang tentang Mario, yang sesungguhnya sahabat mereka sejak masih sama-sama muda. Tapi tiba-tiba ponsel Bondan berdering. Segera Bondan mengangkatnya.

“Bagaimana keadaannya?”

“Mbak Susana kritis.”

“Apa? Aku mau ke sana.”

“Dia butuh donor darah.”

“Apa golongan darahnya?”

“O. Sedangkan aku bukan. Mas Ardian dan mas Roy juga bukan.”

“Kenapa?” sela pak Juwono yang tiba-tiba juga menaruh perhatian.

“Susana kritis. Dia butuh tranfusi darah. Golongan darahnya O.”

“Itu sama dengan darahku, aku mau ke sana,” kata pak Juwono yang langsung berdiri, dan bergegas keluar dari ruangan itu.

Bondan menghela napas panjang. Kegelisahannya belum sirna, kendati ayahnya sudah tampak bersimpati pada Susana.

***

 Pratiwi masih terpekur di kursi tunggu. Ada rasa lega ketika pak Juwono, ayah Bondan mau mendonorkan darahnya untuk Susana, walau begitu kecemasan masih membuatnya takut. Karena itulah dia diam.

Ardian mendekatinya. Ia berpikir tentang yu Kasnah, yang pasti akan cemas memikirkan Pratiwi yang tidak diketahui sedang pergi ke mana. Mereka meninggalkan mobil Susana begitu saja, tentu hal itu akan menimbulkan banyak pertanyaan di hati ibunya, dan pastinya Nano.

“Tiwi, apakah kamu ingin pulang?”

“Saya mencemaskan mbak Susana.”

“Apa kamu tidak memikirkan ibumu? Pasti dia bingung karena kamu tidak segera pulang, sementara mobil Susana sudah ada di depan rumah.”

Pratiwi terkejut. Ia ingat telah meninggalkan mobil Susana begitu saja, ketika dua orang memaksanya masuk ke dalam mobil anak buah Mario.

“Iya, pasti ibu bingung.”

“Bagaimana kalau kamu aku antar pulang dulu?”

“Bagaimana kalau saya menunggu mbak Susana sampai sadar?”

“Begini saja. Aku akan minta tolong ibu, agar bersedia mengabari yu Kasnah,” kata Roy, yang juga enggan pulang karena ada Ratih di tempat itu, yang memberi perhatian juga pada Pratiwi.

“Ah, nggak enak saya sama bu Sasmi dan bu Ratna,” kata Pratiwi.

“Ya sudah, aku saja yang pergi ke rumah Mbak Pratiwi, mengabari bu Kasnah bahwa mbak Pratiwi baik-baik saja.”

“Ide bagus. Aku akan mengantarkan kamu, Ratih,” kata Roy tiba-tiba. Ia melirik sekilas kepada Ardian yang tertawa tertahan karena sungkan, tapi sebenarnya sedang mentertawakan dirinya.

“Jangan begitu Ar, masa aku harus membiarkan Ratih pergi sendiri. Malam-malam pula,” kata Roy membela diri.

“Iya, aku tahu. Memangnya kenapa, aku kan tidak melarang kamu?”

“Ya sudah, ayo Tih, sekalian beli makanan buat kita-kita nih. Lapar kan, sejak sore belum makan apa-apa?”

“Iya Mas, cepatlah kalau begitu, kata Ratih yang tak sabar, kemudian mendahului berdiri. Ia menepuk bahu Pratiwi pelan.

“Aku ketemu Ibu ya, jangan khawatir.”

“Terima kasih, Ratih. Tapi hati-hati, tidak usah menceritakan yang serem-serem dan membuat ibu khawatir.”

“Aku tahu, tenang saja,” katanya kemudian berlalu, diikuti Roy.

***

Tapi di tengah jalan Roy ditilpun ibunya.

“Roy, kalian ada di mana?”

“Lagi di jalan Bu, ini lagi nganterin Ratih.”

“Jadi kamu ke rumah Ratih?”

“Tidak, ceritanya panjang, tapi Ibu tidak perlu khawatir, kami baik-baik saja.”

“Kamu tahu di mana Pratiwi? Tadi sore Nano ke rumah, dia bingung karena mobil Susana sudah datang, tapi Susana maupun Pratiwi belum pulang ke rumah.”

“Iya, ini ada hubungannya dengan mereka.”

“Ada apa sebenarnya? Apa kalian bertemu mereka?”

Tak urung, secara singkat kemudian Roy bercerita tentang apa yang terjadi, membuat Sasmi terkejut, dan juga khawatir.

“Gadis itu bagaimana?”

“Tadi sempat kritis. Dia kehilangan banyak darah. Tapi sudah tertolong. Ayah Ratih sudah mendonorkan darahnya. Belum tahu kalau nanti masih kurang.”

“Apa golongan darahnya?”

“O.”

“Itu sama dengan golongan darah ibu.”

“Benarkah?”

“Kabari ibu, kalau memang masih membutuhkannya.”

“Iya Bu, terima kasih. Sudah dulu, ini Roy sudah sampai di rumah yu Kasnah. Dia pasti cemas memikirkan Tiwi yang tidak segera pulang.”

“Baiklah. Hati-hati,” pesan Sasmi.

***

Yu Kasnah memang sedang kebingungan, dan karena itu pula, Nano juga tidak konsentrasi dalam belajar.

“Ini sudah sangat malam. Iya kan No? Jam beraa coba?”

“Sudah jam sembilan lebih Bu.”

“Apa yang terjadi? Mengapa kakakmu belum pulang juga?”

Tapi langkah-langkah kaki yang mendekat segera membuatnya lega.

“Tiwi?” tanya yu Kasnah.

“Bukan mbak Tiwi, Bu,” kata Nano.

“Apa?”

Tiba-tiba yu Kasnah merasa, seseorang merangkulnya. Ia mengenali rangkulan itu.

“Ini seperti nak Ratih ?”

“Iya Bu, tentu saja saya.”

“Mana Pratiwi?”

“Mbak Tiwi baik-baik saja. Dia sedang menunggui mbak Susan di rumah sakit.”

“Apa? Nak Susan sakit apa? Bukankah sore tadi sudah pulang, lalu pergi lagi?”

“Iya, Tampaknya lupa sesuatu, lalu pergi lagi, tapi kemudian mbak Susan jatuh dan terluka, sekarang mbak Tiwi menunggui di rumah sakit.”

“Parah, lukanya?”

“Tidak parah sekali, cuma harus dirawat.”

“Kenapa anak itu? Kasihan sekali.”

“Ibu mau bicara sama mbak Tiwi?”

“Iya, mau. Biar Ibu lega.”

Ratih mengirim pesan singkat pada Pratiwi, tentang alasan yang dikatakan pada ibunya. Tapi sebelumnya Pratiwi menjawab pesan Ratih, dan mengatakan bahwa Susana masih kritis.

***

Besok lagi ya.

 

40 comments:

  1. Replies
    1. Selamat juaranya priyantun Semarang..... Sugeng dalu jeng Iyeng.......

      Delete
    2. Sugeng ndalu pakdhe...alhamdulillah..

      Delete
    3. Juara 1 Jeng Iyeng
      Gas poll tadi ya Jeng?

      Delete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku, Tiwi sudah hadir.

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah...maturnuwun mbak.Tien sayang...seruuu

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah. Terimakasih bu Tien .

    ReplyDelete
  5. 🌸🍃🌸🍃🦋🍃🌸🍃🌸
    Alhamdulillah SB 39 telah
    hadir. Matur nuwun Bunda
    Tien. Salam sehat, bahagia
    dan tetap Aduhai...
    🌸🍃🌸🍃🦋🍃🌸🍃🌸

    ReplyDelete
  6. 🥬🌹🥬🌹🥬🌹🥬🌹

    Alhamdulillah *eSBeKa_39 sdh tayang.*

    Terima kasih bu Tien, salam hormat, tetap sehat dan produktif.
    Tetap ADUHAI......

    🥦🌷🥦🌷🥦🌷🥦🌷

    ReplyDelete
  7. Alhamdulilah tayang gasik, maturnuwun bu tien...salam sehat

    ReplyDelete
  8. Selamat mpm bunda Tien..terima ksih SB nya .slm seroja dan aduhaaidri skbmi🙏🥰🌹❤️

    ReplyDelete
  9. Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah tayang, matur nuwun bunda Tien, sehat2 selalu

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah terima kasih Bu Tien....
    Semoga Susana selamat jadi nanti,
    Susana dengan Bondan
    Ratih dengan Roy
    Pratiwi dengan Ardian.
    Pak Juwono dan istri merestui Bondan.
    Salam sehat selalu Bu Tien..

    ReplyDelete
  12. Akankah Susana diterima oleh keluarga Juwono? Mudah mudahan...
    Kalau demikian tiga pasangan sudah tidak ada masalah.
    Dan sudah mendekati akhir? Mungkin saja, tentunya sudah siap dengan cerita baru.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete

  13. Alhamdulillah SETANGKAI BUNGAKU~39 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  14. Waah...makasih, bu Tien...ngebut nulis ya, tayang awal.😀😘😘

    ReplyDelete
  15. Terima kasih mbak Tien. Cerita makin seru. Salam sehat selalu utk mbak Tien

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah, SETANGKAI BUNGAKU (SB) 39 telah tayang ,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu.  Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  17. Terima kasih Bu Tien
    Semoga Bu Tien sehat selalu.

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah, terima kasih mbak Tien, salam sehat

    ReplyDelete
  19. Alhamdulilah
    Terimakasih cerbungnya bunda Tien
    Semoga bunda Tien sekeluarga selalu sehat wal'afiat aamiin

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah SB-39 sdh hadir
    menegangkan sekali.. semakin seru ceritanya
    Terima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  21. Semoga Susana selamat.
    Makasih mba Tien.

    ReplyDelete
  22. Waduh pasar krempyeng yu Kasnah tutup, sudah jadi buah bibir penjualnya cantik cantik, sampai Bu Sasmi ikut menguatirkan Susana si kembang lambe, malah boyoké kejawil peso, semoga nggak dalem.
    Bola balio gede gombong biar kelihatan gede tetep waé kecamatan. Lho itu mau jadi kotatip lho.
    Beraninya sama orang yang nggak berdaya, malah kelihatan arogannya. Nyandera, kelihatan sekali kaya nggak pede, percuma besarnya sura sapar ruah malah ngetung bulan Jawa.
    Susana kok belum ada tanda-tanda kemajuan ya, ya kan pesonya itu masuk dalem apa tidak, dah bubar deh, kepercayaan orang kalau maen kasar gitu. Semoga cepat sembuh, itu kan sudah nggak punya siapa-siapa, makanya you Kasnah ikut prihatin.
    Bondan ancik ancik kendi, mingset mingset itu kan tarian.
    Pak Yuwono ikut suport pengorbanan Susana, sampai Mario tertangkap, masuk tv lagi, teman tapi sukanya ngasih kerjaan orang; nggak penting lagi, malah ngancam segala.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Setangkai bungaku yang ke tiga puluh sembilan sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  23. Alhamdulilah..
    Tks bunda Tien..
    Semoga bunda sehat selalu dan tetap Aduhaaiii.. 🙏🙏🌹🌹❤️

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah Matur nuwun bu Tien
    sehat wal'afiat selalu 🤗🥰
    Rame nih. ,,senangnya Bodan smg Susana sembuh ya

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah, suwun bu Tien, sehat sehat selalu

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 43

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  43 (Tien Kumalasari)   Arum terdiam. Ia tidak lupa pada waktu yang dijanjikan Listyo, tapi sungguh dia bel...