SETANGKAI BUNGAKU
38
(Tien Kumalasari)
Susana berhenti melangkah. Orang yang mendekatinya
adalah satpam perusahaan di mana sebelum ini dia bekerja.
“Bu Susana mau ngapain?”
“Kamu di sini? Tidak bekerja?”
“Perusahaan sudah ditutup. Semua karyawan di rumahkan.”
“Oh, sejak kapan?”
“Sehari setelah bu Susana pergi.”
“Oh, lalu kamu bekerja apa?”
“Saya menunggu rumah ini.”
“Rumah ini milik siapa?”
“Milik pak Darsono. Tapi sudah dikontrak oleh tuan
Mario.”
“Tuan Mario … ayahnya tuan Sony?”
Tiba-tiba bekas satpam itu meminta agar Susana
mengikutinya, agak menjauh dari tempat Pratiwi berdiri.
“Ada apa?” tanya Susana heran.
“Ini rahasia. Saya mengatakannya, karena bu Susana
adalah kepercayaan tuan Sony.”
Susana menelan salivanya. Rupanya si satpam tidak
mengerti sepenuhnya pada apa yang terjadi, terutama hubungannya dengan dirinya
yang sudah dimusuhi Sony. Tapi Susana bersyukur. Barangkali ada yang bisa
didengarnya, lebih dari apa yang diketahuinya saat ini.
“Rahasia apa?”
“Tuan Mario sudah datang sejak beberapa hari yang lalu
dari luar negri, tapi dia tidak pulang ke rumah tuan Sony ataupun di hotel.”
“Oh, lalu ?”
“Dia mengontrak rumah ini untuk bersembunyi. Saya
diminta untuk menyembunyikan semua ini dan tidak boleh mengatakannya kepada
siapapun. Bukankah bu Susan ingin menemuinya?”
Susana terkejut. Ini penemuan baru. Ayah Sony
bersembunyi di sini, dan satpam yang lugu ini mengira bahwa kedatangannya
adalah untuk mencari tuan besar nya.
“Saya akan mengantarkan Bu Susan menemuinya, tapi
maaf, itu kan bu Pratiwi? Saya tidak berani. Jadi hanya Ibu saja. Bagaimana?”
“Begini. Karena aku sedang bersama bu Pratiwi, jadi
tidak baik kalau aku menemuinya sekarang. Tapi dia jangan sampai tahu lebih
dulu, bahwa aku ingin menemuinya. Takutnya dia akan kecewa. Nanti saja aku akan
datang sendiri.”
“Jadi sebenarnya Bu Susan bukan untuk menemui pak
Mario?”
“Aku sedang mencari tempatnya sebenarnya, tapi setelah
tahu. Tolong jangan beritahu dia dulu. Aku akan mengantarkan bu Pratiwi pulang,
baru aku mau kemari lagi.”
“Baiklah Bu.”
“Bener ya, jangan bilang dulu pada tuan Mario kalau
aku sudah datang kemari, nanti dia bisa marah besar kalau aku tidak langsung
menemui, sementara aku kan sedang bersama dia,” kata Susana sambil menunjuk ke
arah Pratiwi.
Sang bekas satpam mengangguk, dan membiarkan Susana
berlalu, kemudian dia duduk di teras rumah yang tampaknya kosong itu, tapi
dibiarkan pintunya terbuka. Barangkali untuk mengelabui orang bahwa ada
pelarian di dalam sana.
Susana segera menggandeng Pratiwi, diajaknya menjauh dari tempat itu. Ia kemudian menelpon polisi, ketika sang satpam sudah tidak
bisa melihatnya lagi.
Pratiwi hanya diam dan keheranan, karena ia belum
mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
“Ada apa sebenarnya?”
“Ayo kembali dulu ke mobil, nanti aku ceritain. Hampir
saja kita menemui bahaya,” kata Susana ketika sudah menjalankan mobilnya.
Lalu Susana menceritakan semuanya.
“Wah, untung sekali ya Mbak, bekas satpam itu tidak
tahu apa yang sebenarnya terjadi, mengira Mbak Susan masih berada di pihak
mereka.”
“Itulah. Kita sungguh beruntung. Besok saja kita cari
lagi ke tempat lain.”
Tapi Susana tidak tahu. Mario bukan orang bodoh. Dia
ada di dalam tidak sendirian. Ada anak buahnya yang mengawasi sekeliling tempat
mereka bersembunyi, dan mereka tahu Susana mendatangi tempat itu. Segera si
penjaga yang bekas tukang parkir itu dicecar oleh mereka, lalu mengatakan semua
nya.
***
Susana hampir memasuki halaman rumah yu Kasnah, ketika
tiba-tiba tiga orang menghadang di depan mobilnya. Tentu saja Susana kemudian
menghentikannya.
Salah seorang yang berperawakan kecil, menghampiri
Susana yang masih duduk di belakang kemudi, dan seorang lagi yang agak besar,
menghampiri Pratiwi di sisi kiri nya.
“Turun!!” hardik keduanya hampir bersamaan.
Susana sangat terkejut.
“Hei, apa-apaan kamu ini?” pekik Susana, dan Pratiwi
sudah merasa ketakutan karena orang yang berdiri di samping nya itu berwajah
bengis mengerikan.
“Turun!! Atau aku ledakkan mobil ini. Aku membawa
senjata,” ancamnya.
Susana terpaksa turun, demikian juga Pratiwi, karena
pandangan mengerikan mereka membuatnya takut.
“Kalian ini siapa?” tanya Susana yang lebih berani. Ia
sama sekali tak mengenal mereka.
“Jangan banyak omong. Ikut kami!” perintahnya.
“Tidak mau!” teriak Susana dan Pratiwi mulai meronta,
karena laki-laki itu menariknya paksa.
“Heiii! Lepaskan.”
“Jangan berteriak, kalau ingin hidup!”
Tanpa daya Susana dan Pratiwi dimasukkan ke dalam
mobil yang dibawa ketiga laki-laki itu.
“Awas, jangan berteriak, berani berteriak di jalanan,
aku ledakkan kepala kalian!”
Susana terpaksa diam. Otaknya segera berpikir keras.
Lalu Susana segera tahu, bahwa mereka adalah anak buah Mario, ayahnya Sony.
“Rupanya kedatanganku tadi diketahui oleh mereka. Ya
Tuhan, semoga polisi segera bertindak setelah menerima laporanku,” kata batin
Susana.
***
Nano mau keluar rumah karena ingin membeli cemilan. Tapi
dia terkejut, melihat mobil Susana terparkir di sisi pagar, dalam keadaan
pintu sedikit terbuka. Rupanya Susana
maupun Pratiwi tidak sempat menutupkannya.
Nano mendekati pintu dan membukanya, tapi tak ada
siapa-siapa di dalam mobil itu. Ia melongok ke kiri dan kanan jalan, tapi tak
melihat bayangan Susana maupun kakaknya.
“Kemana sih mereka? Pasti tidak jauh perginya, soalnya
membiarkan pintu mobil terbuka,” gumam Nano, yang kemudian melanjutkan
langkahnya ke warung. Tadi ia masih punya sisa uang jajan dari kakaknya dan ia
sekarang ingin membeli kacang atau apa, untuk cemilan sambil belajar.
Tapi sampai Nano kembali dari warung, ia belum juga
melihat bayangan kakaknya maupun Susana.
Nano langsung menuju rumah, barangkali mereka sudah ada
di rumah. Tapi rumah masih sepi. Ibunya duduk di teras, sendirian.
“Bu, mbak Tiwi sudah pulang?” tanyanya.
“Belum. Ibu juga sedang menunggu.”
“Tapi mobil mbak Susana ada di luar.”
“Masa? Apa tadi mereka tidak naik mobil? Katanya sih
naik mobilnya nak Susana.”
“Tadi perginya naik mobil. Nano melihatnya kok. Tapi kok
sekarang mobilnya ada di depan, pintunya agak terbuka. Nano tidak melihat
mereka di sana.”
“Sedang ke warung beli sesuatu, barangkali.”
“Nano dari warung, tidak ketemu tuh.”
“Ya sudah ditunggu. Kalau mobilnya ada, berarti mereka
sudah datang. Kamu itu beli apa?”
“Beli kacang goreng. Ibu mau?”
“Nggak ah, keras. Nggak kuat, nanti gigi ibumu rontok
semua.”
“Empuk kok Bu, nggak keras.”
“Itu kan menurut kamu. Gigi bocah. Lha ibu ini kan
sudah tua. Sudah, makan saja sendiri, katanya sambil belajar. Ibu nungguin
kakakmu di sini saja.”
“Ya, kalau Ibu butuh sesuatu teriakin Nano ya,” kata
Nano sambil beranjak ke belakang.
Yu Kasnah menyandarkan tubuhnya, seperti nggak sabar
menunggu kedatangan Pratiwi dan Susana.
“Kalau mobilnya sudah ada, kenapa orangnya nggak
segera masuk?” gumamnya.
***
Polisi kembali kehilangan lacak, karena ternyata Mario
licin bagai belut.
Mario segera memberi tahu anak buah yang berhasil
menculik Susana dan Pratiwi, kemana dia pergi. Kedua tawanan itu, pasti akan
dijadikannya sandera demi menyelamatkan dirinya apabila keadaan mendesak.
***
Yu Kasnah yang gelisah menunggu, akhirnya memanggil
Nano yang sebenarnya masih menekuni pelajaran sekolahnya.
“No, kamu masih belajar?” tanya sang ibu ketika Nano
datang setelah dipanggilnya.
“Masih Bu.”
“Kakakmu kok belum datang ya.”
“Iya, Nano juga heran. Sudah sampai di rumah kok tidak
segera masuk. Kira-kira ada apa ya Bu.”
“Coba kamu datang ke rumah keluarga Luminto, apakah
kakak mu ada di sana.”
“Baiklah, Nano ke sana saja sekarang ya Bu. Pakai
sepeda mbak Tiwi saja, biar cepat.”
“Terserah kamu saja, asalkan kamu hati-hati.”
Nano segera pergi mengendarai sepeda kakaknya, menuju
ke rumah keluarga Luminto. Ketika sampai di sana, dilihatnya Ratna dan Sasmi
sedang duduk di teras, tampaknya juga sedang menunggu keluarganya pulang kerja
di sore hari itu.
“Nano? Kebetulan kamu kemari. Nanti bilang sama ibumu,
aku mau dipijit ya?” kata Sasmi menyambut kedatangan Nano.
“Baik Bu. Tapi saya datang kemari karena mencari mbak
Tiwi dan mbak Susan,” kata Nano yang sebetulnya sudah menduga kalau kakaknya
tak ada di situ, karena tak kelihatan duduk bersama yang empunya rumah.
“Lho, kok dicari di sini? Apa tadi pamit mau datang
kemari?”
“Tidak sih. Tapi saya melihat mobil mbak Susana sudah
datang, setelah tadi mbak Tiwi bepergian sama mbak Susan. Hanya saja keduanya kok lama
tidak segera masuk ke rumah. Ibu jadi bingung.”
“Lho, tadi pergi naik mobil, terus kamu melihat
mobilnya sudah datang, tapi orangnya belum, begitu?” tanya Ratna.
“Benar Bu. Ibu pikir mereka main kemari.”
“Tidak tuh. Ini kami juga sedang menunggu. Bapak baru
saja pulang, tapi Roy dan Ardian belum datang juga.”
“Oh, ya sudah Bu, saya permisi.”
“Barangkali pergi ke tempat lain, tanpa menggunakan
mobil,” kata Sasmi.
“Mungkin Bu, tapi ya entahlah. Saya permisi Bu.”
“Mudah-mudahan hanya pergi ke dekat-dekat situ No,”
kata Ratna ketika Nano keluar dari halaman dengan sepedanya.
“Ada tamu siapa?” tiba-tiba pak Luminto muncul dari
dalam, sudah mandi dan wangi.
“Bukan tamu. Nano barusan datang kemari, mencari
kakaknya.”
“Kakaknya itu, Pratiwi?”
“Iya lah Pak, siapa lagi.”
“Memangnya tadi pamit kemari?”
“Tidak. Mereka hanya mengira, Pratiwi datang kemari.
Tapi tidak kan, malah anak-anak kita juga belum sampai rumah, sudah sore begini.
“Kalau anak-anak, mungkin mampir ke mana, begitu. Mana
coklat susu untuk aku?”
“Ini, sudah disiapkan. Katanya ingin duduk-duduk di
teras,” kata Sasmi.
Suami isteri itu segera menikmati sore dengan minuman
hangat yang sudah disiapkan, sambil menunggu anak mereka pulang. Tentang
Pratiwi, tidak begitu mereka pikirkan, karena mereka mengira, paling-paling
sedang mampir kemana lagi, tanpa membawa mobil.
***
Tapi sore itu sepulang dari kantor, Ardian dan Roy
melihat Susana dan Pratiwi. Ketika mereka mau berhenti untuk menyapa, keduanya
sudah masuk ke dalam mobil Susana dan menjalankannya. Karena itu mereka hanya
mengikuti mereka dari belakang.
“Apa yang mereka lakukan di dekat kantor kita?” kata
Roy.
“Entahlah, tampaknya sedang mencari sesuatu.”
“Coba kamu telpon Pratiwi.”
“Lagi di jalan, paling tidak diangkat. Kita ikuti saja
mereka. Pasti ke rumah Pratiwi.”
“Ya sudah, terserah kamu saja,” akhirnya kata Roy,
yang menurut apa kata Ardian, mengikuti mobil Susana.
Tapi ketika sampai di gang masuk ke arah rumah yu
Kasnah, sebuah mobil lain menyalip mereka, dan mendahului masuk ke dalam gang.
Roy kesal bukan alang kepalang.
“Siapa mereka?” tanyanya emosi.
“Orang lah. Nggak tahu mau ke mana.”
Roy kemudian juga masuk kedalam gang, tapi saat itu
mereka melihat Susana dan Pratiwi dipaksa masuk ke dalam mobil yang menyalip
mereka tadi. Mobil itu segera kabur dengan kecepatan kilat, padahal di sebuah gang
kecil. Untung tidak ada anak kecil sedang main di gang itu.
“Mereka penjahat!”
“Kejar Roy!” teriak Ardian.
Gang itu tidak begitu panjang, sudah langsung masuk ke
jalan raya berikutnya. Karena di dalam gang tadi Roy agak berhati-hati, maka
dia ketinggalan agak jauh. Tapi di jalan raya ia segera memacu mobil nya,
mengejar mobil yang membawa Susana dan Pratiwi.
“Siapa mereka?”
“Jangan kelamaan. Catat nomor mobilnya dan lapor
polisi,” kata Roy.
Ardian segera mencatat nomor mobil itu, lalu melaporkannya
pada polisi.
***
Ternyata mobil yang membawa kabur Susana dan Pratiwi
sudah dibuntuti polisi, karena melarikan mobilnya dengan ugal-ugalan, bahkan
nyaris menyebabkan terjadinya tabrakan.
Ketika mereka berhenti di sebuah rumah, dua orang laki-laki
segera menarik paksa Susana dan Pratiwi turun. Mereka membawanya ke rumah itu.
Polisi yang dengan sigap mengancam sambil mengacungkan senjata, melihat kedua
penjahat itu mempergunakan Susana dan Pratiwi sebagai tameng.
“Kalau Bapak mendekat, aku bunuh lebih dulu dua orang
perempuan ini!”
***
Besok lagi ya.
Makasih bu...
ReplyDeleteApa kabar, jeng dokter
DeleteAlhamdulillah baik bu....
DeleteMatur nuwun Mbak Tien sayang, salam sehat selalu.
Deleteπ₯¬πΉπ₯¬πΉπ₯¬πΉπ₯¬πΉ
DeleteAlhamdulillah *eSBeKa_38 sdh hadir ditengah-tengah kita.*
Terima kasih bu Tien, salam hormat, tetap sehat dan produktif.
Tetap ADUHAI......
π₯¦π·π₯¦π·π₯¦π·π₯¦π·
Tumben jeng Dewiyana ikutan balapan. Dan jadi juara 1 lagi.
DeleteSelamat jeng Dewi, apa kabar?
Lama nggak komen sampai bunda Tien kangen lho.......
Maturnuwun Bu Tien...
ReplyDeleteππ
Alhamdulillah, matur nuwun bunda Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Indrastuti
ReplyDeleteMtrnwn
ReplyDeleteAlhandulillah
ReplyDeleteAlhamdulilah, matur nuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah masih siang sudah hadir.
ReplyDeleteAlhamdullilah tayang awal..terima ksih bunda Tien..slnt mlm dan slnt istrhat..slm sehat sll dan tetap aduhaiπππΉ❤️
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu
Alhamdulillah...matur nuwun Bu Tien
ReplyDeletePratiwi tayang gasik
Makiiin seru..... terima kash...
ReplyDeleteWah, tayang awal...tadi sudah mau saya tengok ga jadi, lihat jam belum waktunya...eh, sudah ada info di grup...lari ke sini kok sudah rame...makasih bu Tien...kula tumut crigis menika.ππ
ReplyDeleteAlhamdulillah .... SB 38 masih sore sdh tayang
ReplyDeleteTerima kasih bu tien, semoga bu tien sehat2 selalu
Alhamdulillah...
ReplyDeleteMaturnuwun bu Tien, salam sehat selalu
Alhamdulillah, Matur nuwun bu Tien
ReplyDeletesehat wal'afiat selalu π€π₯°
Datsng lebih awal,,
Ada polisi n 2 bersodara yg mengikuti
Sabar ya ,,,π€
Alhamdulillah SB-38 sdh hadir
ReplyDeleteArdian sm Roy kereen deh..
Terima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat selalu.
Aamiin
alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku, Tiwi sudah mruput.
ReplyDeleteCepat sekali si penculik terdeteksi, mungkin pelarian mereka yang akan lama baru tertangkap.
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Alhamdulilah, terima kasih bu tien. Makin seru aja sb nya... salam sehat bu tien
ReplyDeleteAlhamdulilah
ReplyDeleteTerimakasih cerbungnya bunda Tien
Semoga bunda Tien sekeluarga selalu sehat wal'afiat aamiin
Alhamdulillah, SETANGKAI BUNGAKU (SB) 38 telah tayang ,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Matur nuwun bunda Tien...π
ReplyDeleteSalam Sehat Selalu dari kota Malang..
Alhamdulillah, matur nwn bu Tien, Salam sehat dari mBantuk
ReplyDeleteWah seru. Semoga Susana dan Pratiwi selamat. Aamiin
ReplyDeleteAlhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteDidoakan semoga bu T'ien sehat selalu. Terima kasih bu tien, ceritanya makin seru. Saya senang dgn cerita Roman ditektif.
ReplyDeleteπΈππΈππ¦ππΈππΈ
ReplyDeleteAlhamdulillah SB 38 telah
hadir. Matur nuwun Bunda
Tien. Salam sehat, bahagia
dan tetap Aduhai...
πΈππΈππ¦ππΈππΈ
Makin mendebarkan..
ReplyDeleteTks bunda Tien..
Lanjuuut teruus bun....
Ayo semangat Roy, Adrian utk menyelamatkan Pratiwi dan Susana..
Semoga bunda sehat dan berbahagia selalu
Aamiin... ππππΉ❤️
ReplyDeleteAlhamdulillah SETANGKAI BUNGAKU~38 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien π
Terimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteAsyik
ReplyDeleteBalapan
Wiw jagoan neon ikutan ambil bagian, pasti bisik bisik tetangga sama polisi kalau ini kemungkinan ada hubungannya bos besar, yang kemaren pasien kasus penganiayaan yang kabur dari rumah sakit.
Karena tahunya Pratiwi di jadikan sandera, yang juga Susana.
Wau buser laporan sama unit, buat strategi pengepungan senyap.
Keren, lha ini dua sukarelawan ini ada kesempatan jadi ambil peran negosiator sekaligus eksekutor.
Bila diperlukan, berontak karena dipaksa dan lihat pahlawan mereka ada jadi ada pengharapan dan berani untuk berontak dari paksaan. Bisa terlepas?
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Setangkai bungaku yang ke tiga puluh delapan sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
π
Matur suwun Bu Tien
ReplyDeleteTrims Bu Tien
ReplyDeleteTrima kasih bu Tien
ReplyDeleteSelamat malam bu tien apa kabar sdh lama nggak comen terima kasih cerbungnya
ReplyDeleteSeruu..
ReplyDeleteMakasih mba Tien
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien
Alhamdulillah. Matursuwun Bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat selalu... aduhai
Lanjud
ReplyDeleteTerimakasih Bunda Tien, sehat2 selalu ya Bun...
ReplyDeletesalam aduhaiiii
Waah, pak satpam to ternyata? Makin seru nih...Roy & Adrian jadi pahlawan lagi...πππ
ReplyDeleteSeruuuuuuu.
ReplyDeleteAqu sukaaa...