CINTAKU BUKAN EMPEDU
09
(Tien Kumalasari)
Farah membuka pintu, dan melihat ‘Narita’ masih duduk
bersandar pada tembok. Ia tersenyum melihat nasi yang diberikan dimakannya
habis, berikut minuman yang ada di gelas.
“Non mau nambah?” tanya Farah.
Aliyah mengangkat wajahnya, melihat wajah manis itu
tersenyum ramah. Ada rasa lega menghinggapinya, karena Alfian punya pembantu
yang sangat baik, tidak suka membentak-bentak. Tapi Aliyah kurang senang dengan
cara pembantu itu memanggilnya.
“Non, mau nambah lagi, makannya?”
“Tidak, dan jangan memanggil aku Non,” kata Aliyah
sambil menyelonjorkan kakinya.
“Tidak bisa Non, saya selalu memanggil Non dengan
sebutan itu, nggak enak kalau berubah.”
“Mengapa kamu tidak percaya? Namaku Aliyah. A-li-yah,”
kata Aliyah dengan mengeja namanya pelan.
Tapi Farah hanya tersenyum. Majikannya sudah
mengatakan, bahwa dia tak boleh mempercayai apapun yang dikatakannya.
“Mengapa kalian menganggap bahwa aku adalah Narita?
Apakah wajahku sangat mirip? Lalu kalian mengira aku berbohong, melarikan
harta. Ya Tuhan, aku tidak mengerti semua itu, karena aku memang bukan Narita,
Aku mohon, percayalah, dan biarkan aku pergi. Aku hanyalah gadis miskin yang
sebatang kara, tidak punya siapa-siapa,” kata Aliyah sedih.
Tapi lagi-lagi Farah hanya tersenyum.
“Biarkan aku pergi, aku sedang di suruh bu RT belanja,
entah bagaimana nasib belanjaan itu, dan dompetku yang berisi uang kembalian,
bagaimana ini?”
“Sudahlah Non, lupakan semuanya. Sekarang mandilah.
Saya sudah bawakan peralatan mandi. Sabun, sikat dan sebagainya. Juga shampo
untuk rambut. Lalu ini baju ganti. Tidak bagus sih, hanya baju pembantu. Tapi
baju Non tampak kumal. Maaf, sebaiknya Non menggantinya dengan ini.”
“Aku tidak mau, biarkan begini.”
“Jangan begitu, nanti kalau tuan Alfi marah, Non akan
disiksa lagi. Kalau sedang marah dia bisa sangat kejam. Tapi sebenarnya dia itu
sangat baik. Bukankah Non tahu, bahwa tuan sangat mencintai Non?”
Aliyah menutup kupingnya. Apa itu sangat baik, apa itu
sangat mencintai, dan non … non … non… telinganya terasa sakit.
“Ada apa Non ini, apa saya harus menggendong Non ke
kamar mandi?” tanya Farah sambil bersiap menarik Aliyah. Aliyah terpaksa
berdiri, membiarkan Farah menggandengnya ke kamar mandi.
“Nah, itu, biar saya nyalakan airnya, akan saya
teteskan minyak aroma terapi, biar segar.”
“Mana gayungnya?” tanya Aliyah, yang menganggap bathup
itu adalah bak mandi, jadi dia membutuhkan gayung. Tapi disekeliling ruang itu
ia tak melihat gayung.
“Apa Non, gayung? Untuk apa?”
“Bukankah kamu menyuruh aku mandi? Bagaimana mengambil
airnya kalau tidak ada gayungnya?”
Farah heran, tapi kemudian dia ingat, bahwa ‘Narita’
sedang berpura-pura. Pasti dia pura-pura bodoh dan tak tahu bagaimana cara
mandi orang-orang kalangan atas.
“Non masuk saja ke dalam situ.”
“Apa? Memangnya aku bayi?”
Farah tertawa. Sungguh pintar sekali Non cantik ini
bersandiwara. Benar-benar seperti orang bodoh sungguhan.
“Iya Non, seperti biasa lah, masuk ke dalam situ.
Sekarang Non saya tinggal ya, baju ganti dan segala perlengkapannya saya
siapkan di sini,” kata Farah sambil meletakkan baju dan perlengkapannya diatas
meja yang ada di dalam kamar mandi itu.
Aliyah terbelalak.
Ia melihat air diisikan ke dalam bathup. Ia belum pernah melihatnya.
Sekarang sudah penuh, dan dia harus masuk ke dalamnya?
“Ya ampun, kamar mandi sebesar ini? Ini luasnya sama
dengan rumahku,” gumam Aliyah.
Rasa heran itu
membuatnya melupakan kesedihannya. Ia juga merasa gerah, dan barangkali mandi
adalah pilihan terbaik. Ancaman yang dikatakan Farah, membuatnya sedikit
khawatir. Laki-laki bernama Alfi itu memang sangat kejam. Kepalanya masih
terasa pedih karena dijambak tadi.
Perlahan Aliyah melepaskan semua pakaiannya, setelah
beberapa saat lamanya dia termangu. Ia mendekati kolam kecil yang kata Farah
dia harus menceburkan diri ke dalam situ. Aliyah memercikkan air dari bathup
itu ke kakinya, karena ia merasa kakinya kotor. Masa kaki kotor harus dibawa
masuk ke situ? Pikir Aliyah. Setelah merasa bersih, perlahan Aliyah masuk ke
dalamnya. Aroma segar segera tercium olehnya. Tubuhnya juga merasa segar oleh
kehangatan yang mengguyur seluruh tubuhnya.
“Apa boleh buat, kalau aku tidak mandi, maka tubuhku
akan terasa kotor. Aliyah juga mencuci rambutnya. Rambut sebatas bahu yang
berombak, yang sekarang diguyur dengan shampo wangi yang membuatnya kagum.
“Orang kaya memang berbeda,” gumamnya sambil
membersihkan tubuhnya.
Lalu Aliyah turun dari dalam bathup, tidak tahu harus
diapakan air itu. Ia berusaha mengangkatnya untuk membuang airnya, tapi tidak
berhasil. Padahal sebenarnya ia ingin membilas tubuh dan rambutnya dengan air
bersih, karena bukankah air itu sudah kotor karena dia menggosok-gosok rambut
dan tubuhnya disitu juga. Untunglah ia melihat keran yang ada di sana, ia
memutarnya, lalu air segera terguyur. Syukurlah. Aliyah membilas rambut dan
tubuhnya di bawah keran itu.
Ketika ia memakai pakaian yang disediakan Farah, ia
heran ketika Farah meminta maaf karena harus memberikan baju yang katanya tidak
pantas.
“Ini baju bagus banget. Baunya wangi pula. Padahal
hanya baju pembantu. Untunglah pas di tubuh aku. Aduh, mana sisir?” gumam
Aliyah tak henti-hentinya dalam segala kekaguman melihat kamar mandi itu. Ia
keluar sudah dengan pakaian yang disiapkan Farah.
Aliyah terkejut, ketika keluar dari kamar mandi itu,
ia melihat sebuah kasur yang sangat tebal, digelar di lantai. Sudah dilapisi seprei
berwarna pink, dan berbau harum. Ada bantal dengan sarung serupa.
“Mengapa disediakan kasur? Aku tidak mau bermalam di
sini. Pasti bu RT marah sama aku karena aku pergi sangat lama, dan entah di mana
barang-barang belanjaan yang aku beli. Ya Tuhan, bagaimana aku harus mengganti
uang bu RT. Mengapa nasibku seperti ini?”
Aliyah mencoba mendekati pintu, dan memutar gagangnya.
“Terkunci,” rintih Aliyah sedih.
Aliyah menjatuhkan tubuhnya di lantai, menangis
terisak-isak.
Tiba-tiba pintu itu terbuka, Aliyah berdebar, mengira
laki-laki kejam itu yang masuk, tapi tidak, lagi-lagi Farah. Kali ini dia
membawa segelas minuman lagi.
“Non, ini teh hangat. Maaf, terpaksa saya letakkan di
lantai, ya.”
Aliyah menatap Farah yang meletakkan gelas di atas
lantai.
“Mengapa Non duduk di lantai. Saya bawakan kasur yang
enak, buat Non tidur.”
“Mengapa aku harus tidur di sini? Aku mau pulang.
Biarkan aku pulang,” rintihnya.
“Ini sudah sore, tuan Alfi masih ingin bicara sama
Non.”
“Apa? Dia tidak percaya sama aku, aku bukan
Naritaaaaa!” kali ini Aliyah berteriak.
“Tenanglah Non, nanti Non bicara sendiri saja sama
tuan, Ya.”
Aliyah melihat Farah keluar dari pintu, dan lagi-lagi
Aliyah mendengar pintu itu dikunci.
“Toloonglaaaaah,” Aliyah berteriak lagi, tapi Farah
sudah tak mendengarnya lagi.
***
“Kamu melayani dia, seperti dia itu masih calon
istriku saja. Mandi wangi, kamu bawakan springbed, untuk apa? Biar dia
merasakan sakit, tersiksa, karena dia telah menyiksa aku juga,” omel Alfian
ketika tahu bahwa Farah menyuruh Kirman menaruh kasur ke dalam kamar kosong
itu.
“Memangnya kenapa kalau dia masuk angin? Peduli apa
aku?”
“Jangan begitu Tuan, bagaimanapun, dia juga manusia.
Kasihan kan. Sekarang dia sudah mandi, sudah wangi, kalau Tuan mau menemui dia,
pasti suasananya sudah lebih nyaman.”
“Farah. Kamu itu pembantu aku, atau pembantunya
Narita?” kata Alfian dengan mata menyala.
“Ya pembantu Tuan. Masa Tuan lupa sih?”
“Kalau kamu kasihan sama dia, kenapa tidak kasihan
sama aku? Dengar ya, aku sangat mencintai dia, bahkan sampai detik ini, cinta
itu masih ada. Tapi apa yang dia lakukan sama aku? Dia kabur yang pastinya
dengan laki-laki itu. Bukan hanya kabur, dia juga mengembat semua uangku,
perhiasan aku. Aku hancur Farah, kenapa kamu tidak kasihan sama aku?”
“Tuan, kalau saya kasihan sama Tuan, apa saya harus
bilang juga sama Tuan?”
“Kamu kasihan sama aku? Setiap hari kamu selalu
membantah apa yang aku katakan.”
“Ya nggak mungkin Tuan, masa pembantu membantah
perkataan tuannya?”
“Lha itu, dari tadi kamu menjawab apa yang aku
katakan, seperti tidak mau kalah sedikitpun. Namanya apa itu, kalau tidak membantah?”
“Tuan, kalau Tuan bisa bersabar sedikit saja, maka Tuan pasti akan merasa lebih tenang,” kata Farah sambil duduk bersimpuh di
hadapan tuannya.
Alfian menatap Farah dengan kesal.
“Aku tidak bisa bersabar. Orang yang aku benci sudah
ada ditanganku, aku siap membalasnya, membuatnya sakit yang lebih dari sakit.”
“Sebentar Tuan, saya kok bingung.”
“Kenapa bingung?”
“Tadi Tuan bilang sangat mencintai dia, kok sekarang
mengatakan benci?”
“Rasa benci aku lebih besar dari cinta itu, Farah.
Mengertilah, aku adalah korban kejahatan dan kelicikan perempuan itu. Perempuan
yang seharusnya aku cintai, tapi sekaraang cinta itu berubah menjadi benci.”
“Tuan.
“Sudah, pergi sana, kamu membuat aku muak.”
“Ya ampun Tuan, kalau begitu biar saya pergi saja.”
“Apa katamu?”
“Tuan bilang muak sama saya, kalau begitu saya mau
pergi.”
“Awas saja kalau kamu benar-benar melakukannya. Sudah
sana, pergi. Siapkan makan untuk aku, aku belum makan sejak siang, dan ini
sudah hampir malam.”
“Kan saya sudah menyiapkan makan untuk Tuan sejak tadi
siang. Tuan bilang nanti … nanti “
“Ya sudah Farah, siapkan sekarang. Setelah itu aku mau
menghajar perempuan itu lagi.”
“Tuan!”
“Pergi kamu, lakukan apa yang aku minta.”
Farah meninggalkan tuannya sambil mengomel pelan.
“Karena patah hati, jadi stress …”
***
Pinto heran, ketika sore hari itu dia mau pulang
karena waktu tugasnya sudah habis, dilihatnya pak RT berdiri di depan rumah
makan tempatnya bekerja.
Pinto menghampiri.
“Pak RT kok ada di sini.”
“Kamu sudah mendengar, bagaimana kabarnya Aliyah?”
“Kok pak RT bertanya pada saya. Justru saya sebenarnya
mau ke rumah pak RT untuk menanyakannya.”
Pak RT tampak mengeluh sedih.
“Aku menyesal, kenapa waktu istriku menyuruh ke pasar,
aku tidak mengantarkannya saja dengan sepeda motorku.”
“Yang membuat saya heran, mengapa Aliyah diculik.”
“Polisi juga belum mengabari apa-apa tentang Aliyah,”
keluh pak RT.
“Barangkali karena belum menemukan tanda-tanda tentang
siapa penculik itu. Bukankah orang-orang disekitar tak ada yang memperhatikan
mobil yang dikendarai penculik. Merknya apa, apalagi nomor polisinya.”
“Sepertinya susah," pak RT mengeluh lagi.
“Yang harus kita lakukan adalah berdoa. Semoga segera
ada titik terang tentang hilangnya Aliyah, dan polisi segera bisa menemukannya.”
“Nak Pinto mau ke mana?”
“Mau pulang Pak, tadi saya dinas pagi.”
“Ya sudah, pulang saja sana.”
“Bapak mau ke mana?”
“Jalan-jalan saja, siapa tahu aku bisa menemukan titik
terang tentang hilangnya Aliyah.”
“Iya Pak, saya pulang dulu dan mandi. Nanti saya susul
Bapak.”
“Benar ya, aku mau jalan di sekitar pasar, dimana
katanya Aliyah diculik.”
“Baik Pak.”
***
Pak RT terus saja berjalan, menyusuri jalanan yang
mulai remang. Ia harus mengakui, Aliyah adalah gadis yang membuatnya
tergila-gila. Hilangnya Aliyah membuat hatinya hancur, tak bersemangat. Merasa
bersaing dengan Pinto, yang tampaknya juga menyukai Aliyah, pak RT berharap
bisa memenangkan persaingan itu.
“Aku memang sudah tua, tapi kan belum terlampau tua?
Aku masih gagah dan ganteng. Dan aku punya uang. Kalau aku kalah dalam hal
penampilan dari Pinto, tapi aku menang karena aku punya harta lebih banyak.
Bukankah Aliyah ingin agar bisa tercukupi kebutuhannya? Aku yakin Aliyah nanti
akan mau menerima lamaranku. Tapi kapan dia kembali?”
Pak RT terus melangkah, bayangan wajah Aliyah tak bisa
lepas dari pikirannya.
Tiba-tiba ia merasa sangat lapar. Ia lupa, sejak siang
dia belum makan. Bahkan ketika istrinya sudah menyiapkan makan siangnya, dia
menolak dengan alasan masih kenyang.
“Kenapa sih, akhir-akhir ini Bapak sangat malas makan?”
Tapi pak RT tidak mengacuhkannya. Ketika istrinya
pamit pergi entah ke mana, pak RT malah ke rumah makan di mana Pinto bekerja.
Lalu sekarang berjalan-jalan tanpa tujuan.
Karena lapar itulah, maka pak RT menghampiri sebuah
warung makan di pinggir jalan. Walaupun hatinya sedih, dia harus makan.
Tapi baru saja dia mau duduk, seseorang melintas, tapi
tidak sendiri. Pak RT membelalakkan matanya.
“Aliyaaahh!” akhirnya berteriak.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeleteJuaranya priyantun Ngayojakarta
DeleteSelamat jeng Iin.
Alhamdulillah CBE_Eps 09 sudah tayang....
Matur nuwun bu Tien....
Lg nyoba seh dr kmrn error gak bs buka blog
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku CBE sudah tayang
ReplyDeleteHoree...sudah tayang awal. Makasih, bu Tien...🙏😘😘😀
ReplyDeleteAlhamdulillah udah tayang CeBeE 09
ReplyDeleteMksh bunda Tien sehat selalu doaku
Matur nuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulilah..
ReplyDeleteTks bunda Tien..
Selamat berbuka puasa
Semoga sehat selalu..
Alhamdulillah CINTAKU BUKAN EMPEDU~09 sudah hadir, terimakasih semoga tetap sehat bu Tien..🙏
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien...
ReplyDelete🙏🙏
Alhamdulillah
ReplyDeleteDatang gasik
Matur nuwun bu
Semoga sehat selalu
〰️🍃🌷🦋🌷🍃〰️
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE 09 sdh
tayang. Matur nuwun
Bu Tien. Sehat selalu
& tetap smangaats.
Salam Aduhai...
〰️🍃🌷🦋🌷🍃〰️
Mungkin pak RT melihat Narita ya... Tapi bagaimana mau menjelaskan kepada Alfian, tahu duduk persoalannya saja tidak.
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Mtrnwn
ReplyDeleteAlhamdulilah .matur nuwun mbakyu Tienkumalasari sayang, salam semangat dari Tanggamus, Lmpng
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah.
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien🌷🌷🌷🌷🌷
Ini ada orang mirip Aliyah dan dipanggilnya Aliyah..
ReplyDeleteNich ada Titik
Titik terang semoga ada pembicaraan kalau bapak ini sempat cerita; kalau Aliyah terlihat orang orang sekitar pasar diculik mobil hitam.
Tanggap kah si 'Aliyah' kw ini dan mau bekerja sama untuk mencari Aliyah yang asli, siapa tahu 'Aliyah' ini lupa lupa ingat nama itu, kan biar ngetrend jadi ganti nama Narita.
Begitulah bunyinya.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Cintaku bukan empedu yang ke sembilan sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Alhamdulillah sudah tayang.... Terima kasih Bu Tien.
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdullilah..makasih bunda Tien CBE sdh hadir..salamsehat sll unk bunda sekeluarga🙏😘🌹❤️
ReplyDeleteAlhamdulilah cbe 9 adh tayang..makin penasaran pembaca ... salam sehat bu tiem
ReplyDeleteAlhamdulillah, maturniwin, sehat dan bahagia selalu bunda Tien . .
ReplyDeleteTerima kasih mbak T'ien, salam sejahtera. Ada kembaran Aliyah rupanya.
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien....🙏🙏
ReplyDeleteTerima kasih mbak T'ien, salam sejahtera. Ada kembaran Aliyah rupanya.
ReplyDeleteReply
Alhamdulillah CBE-10 sfh hadir
ReplyDeleteTerima kadih Bunda Tien, semoga Bunda sehat selalu
Aamiin
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bu tien
Semoga bu tien sehat2 selalu
Pak RT ktm Narita tpi dipanggil Aliyah..seruuu tenan iki.
ReplyDeleteTurnuwun Bunda
ReplyDeleteAlhamdulillab sudah tayang. Trm ksh bu Tien. Smg sll sehat. Aamiin
ReplyDeletePak RT ketemu Narita...
ReplyDeleteKembar? Entahlah.. Yg tahu hanya bu Tien 😁
ReplyDeletekayaknya antara Aliyah sm Narita kembar y bunda..
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete