Saturday, April 1, 2023

CINTAKU BUKAN EMPEDU 10

 

CINTAKU BUKAN EMPEDU  10

(Tien Kumalasari)

 

Sejoli itu tidak berhenti, pak RT terus memburunya, sambil berteriak-teriak.

“Aliyah! Aliyah !””

Laki-laki teman wanita yang dipanggil Aliyah itu sudah memegang pegangan pintu mobil, heran melihat pak RT terengah mengejar.

“Aliyah,” pak RT memang terengah-engah.

“Bapak mau apa?”

“Aliyah, mengapa kamu bawa Aliyah?”

“Siapa yang Bapak maksud?”

“Itu .. Aliyah, mengapa kamu tidak pulang? Semua orang bingung mencari kamu. Ayo ikutlah aku, kami menunggu, Aliyah.”

Laki-laki itu sudah membuka pintu mobil, si wanita hampir masuk ke dalamnya, heran mendengar ocehan pak RT.

“Siapa Aliyah? Itu nama kampungan bukan?”

“Ya ampun Yah, setelah bertemu orang kaya, kamu jadi lupa?”

“Pak, wanita ini istriku, namanya Narita, bukan Aliyah,” kata si laki-laki.

“Apa? Mengapa Anda mengganti namanya?”

“Mas, ayo pergi, kita akan ketinggalan pesawat,” kata wanita itu yang langsung masuk ke dalam, dan si laki-laki berjalan berputar, untuk masuk ke sisi yang lain, dibelakang kemudi.

“Aliyah!!”

“Cepat Mas, aku takut. Dia orang gila. Dan kita tidak bisa berlama-lama di tempat umum seperti ini.”

Mobil itu berlalu, pak RT melongo dengan air mata bercucuran. ‘Aliyah’ nya diambil orang.

Dengan lunglai ia berjalan kepinggir, lupa pada rasa laparnya.

“Cepat sekali dia berubah. Gara-gara ada laki-laki tampan bermobil bagus,” gumamnya.

“Pak RT,” sebuah sapa mengejutkannya.

“Nak Pinto?”

“Ada apa? Mengapa Bapak menangis?” tanya Pinto heran.

“Aliyah.”

“Mana Aliyah?” Pinto menebarkan pandangannya ke sekeliling tempat itu, tapi tak ada Aliyah di sana.

“Dia sudah dibawa orang,” kata pak RT lesu.

“Dibawa orang? Mengapa Bapak tidak menghentikannya, supaya penculik itu ditangkap?”

“Kalau kamu melihatnya, pasti kamu heran. Aliyah berdandan sangat cantik, seperti artis. Dia menggandeng laki-laki tampan, yang kemudian mengakui Aliyah sebagai istrinya.”

“Apa?”

Lalu pak RT menceriterakan perihal pertemuannya dengan ‘Aliyah’.

“Ya Tuhan, apa itu benar? Jangan-jangan dia bukan Aliyah, Bapak salah lihat.”

“Aku ini biar sudah tua, tapi mataku masih awas. Dia bahkan juga mengganti namanya, bukan lagi Aliyah, Mungkin nama Aliyah dianggapnya kampungan.”

“Diganti nama apa?”

“Dia menyebutkan sebuah nama, tapi siapa, nggak jelas. Aku hanya mengawasi Aliyah yang seperti tidak peduli, langsung masuk ke dalam mobil. Kemudian mereka berlalu. Aku menangis, Nak, sedih sekali. Aliyah sudah pergi, tak mungkin kembali ke rumahnya lagi. Harta yang berlimpah membuatnya lupa.”

“Benarkah begitu?”

“Aku dengar mereka akan segera naik pesawat.”

“Berarti ke bandara? Ayo kita kejar ke sana.”

Pak RT menatap Pinto dengan bersemangat.

“Bagus, ayo kita kejar.”

***

Tapi bandara itu jauh dari tempat mereka sekarang ini, lagi pula sepeda motor Pinto bukan sepeda motor baru yang bisa melesat seperti terbang. Pak RT berkali-kali memukul punggung Pinto agar Pinto semakin mempercepat kendaraannya.

“Ini sudah pol, Pak. Tidak bisa lebih cepat lagi.”

“Kalau kelamaan kita tak akan bisa bertemu. Tapi Aliyah mengatakan bahwa mereka harus cepat, agar tidak ketinggalan pesawat.”

“Baiklah. Bapak sabar ya, kalau memang kita ditakdirkan untuk bertemu Aliyah, pasti kita akan bisa bertemu.”

“Padahal bandara masih jauh.”

“Benar, masih sepuluh an kilo meter dari sini.”

“Aduh, nggak bisa lebih cepat lagi ya?”

“Ini sudah pol Pak. Maklum, sepeda motor  saya ini kan sepeda motor tua.”

Tapi sebenarnya Pinto ragu-ragu. Apa benar yang dilihat pak RT adalah Aliyah? Bagaimana kalau bukan? Masa Aliyah setega itu, tidak mau mengenal pak RT. Jangan-jangan pak RT salah orang. Itu pula sebabnya, Pinto yang penasaran ingin sekali bisa melihat, seperti apa orang yang oleh pak RT dianggap Aliyah.

Akhirnya mereka memasuki bandara. Hari sudah sore. Setelah memarkir sepeda motornya, mereka segera bergegas memasuki lobi bandara, di mana masih banyak orang yang sedang cek in dan menunggu.

Mata pak RT mencari-cari, demikian juga Pinto. Tapi yang dicari tidak ketemu.

“Mana dia Pak?”

“Barangkali mereka sudah masuk, Nak. Tadi mereka tergesa-gesa,”

Pinto mendekati loket pendaftaran. Ia menanyakan apakah ada penumpang bernama Aliyah. Pastilah tidak ada. Lalu Pinto bertanya kepada pak RT, siapa nama ganti Aliyah? Pak RT kebingungan.

“Entahlah, aku tidak begitu memperhatikan.”

“Waduh, susah kalau begitu,” kata Pinto lalu menggandeng pak RT pergi.

“Tidak berhasil ya?”

“Harapan saya, tadi bisa melihat orangnya. Kalau benar Aliyah, saya akan mencoba membujuknya untuk kembali. Tapi ternyata kita tidak bisa menemukannya di sini.”

“Jadi bagaimana, Nak Pinto.”

“Ya sudah Pak, kita harus bisa menerima keadaan. Kalau benar dia Aliyah, dan sudah menemukan hidup enak, menjadi istri orang kaya, kita harus bersyukur. Ya kan Pak?”

Pak RT tidak mengangguk, juga tidak menjawab. Ia melangkah gontai mengikuti Pinto, yang lalu mengajaknya pulang. Tapi ditengah perjalanan, pak RT menyentuh bahu Pinto.

“Nak, sebenarnya saya sangat lapar. Bisakah berhenti sebentar di warung depan situ?”

“Oh, iya Pak, baiklah. Kenapa tidak mengatakannya dari tadi?”

“Bapak menunggu di warung, sementara saya akan shalat di masjid terdekat ya?”

“Ya, baiklah, nanti setelah makan aku menyusul, waktunya masih lama kan?”

“Harus segera Pak, soalnya dari Maghrib ke Isya itu tidak lama.”

“Ya, ya, aku tahu.”

***

Bu RT mondar mandir dijalanan, karena hari sudah malam, sang suami tercinta belum juga pulang. Ia sudah bertanya ke seluruh warga yang sekiranya dikenal baik oleh pak RT, tapi tak seorangpun mengetahuinya.

“Dasar laki-laki menjengkelkan. Selalu saja membuat bingung perempuan. Dari siang belum makan juga. Makanan yang disediakan tidak disentuh. Apa maunya, dia itu. Sejak Aliyah hilang entah ke mana, tingkahnya aneh. Makan kalau tidak dipaksa tidak mau. Malam saatnya tidur, hanya mondar mandir di depan rumah. O, iya, rupanya suamiku benar-benar tergila-gila pada Aliyah,” gumam bu RT kesal, sambil duduk di depan rumah, diatas sebuah bangku, di halaman.

Ketika kemudian sebuah sepeda motor memasuki halaman, bu RT mengerutkan dahinya. Sang suami datang dengan diboncengkan Pinto.

“Kok bisa sama nak Pinto sih?”

“Selamat malam Bu,” sapa Pinto.

“Lha iya, kok bisa bersama nak Pinto?”

“Tadi jalan-jalan sama pak RT. Sekarang saya pulang dulu ya Bu.”

“Tidak mampir dulu Nak, ini sudah malam, ayo makan di sini,” sapa bu RT ramah.

“Kami sudah makan tadi Bu. Permisi,” kata Pinto yang kemudian mengendarai sepeda motornya pulang.

“O, jadi tadi jalan-jalan sama nak Pinto? Terus pulangnya makan dulu di warung?”

“Iya, habis aku lapar sekali, dari tadi siang belum makan.”

”Salah sendiri, mengapa tidak makan dulu, bukankah semuanya sudah aku sediakan?”

“Sebenarnya tadi aku ketemu Aliyah.”

“Apa? Sudah ketemu? Berarti ini tadi pulangnya sama Aliyah juga? Dan sekarang dia sudah ada di rumahnya?”

“Tidak Bu, ketemu, tapi dia sudah bersama seorang laki-laki.”

“Lhoh, berarti laki-laki itu yang menculik.”

Lalu pak RT menceritakan semuanya, sampai mengejarnya ke bandara, tapi tidak berhasil.

“Bapak itu selalu begitu. Bertindak belum tentu benar, sudah merasa yakin kalau benar. Aku yakin, karena setiap hari memikirkan Aliyah, maka ketemu orang yang sedikit mirip, dikira benar-benar Aliyah,” omel bu RT.

“Kamu itu kalau dikasih tahu selalu menjengkelkan. Mataku ini masih awas Bu. Tidak mungkin keliru.”

Pak RT ngeloyor masuk ke rumah, jengkel karena sang istri tidak mempercayainya.

***

Farah sedang menyiapkan makan malam untuk majikannya. Ia hanya menatanya di meja makan, tapi tak berani memintanya makan.

“Suasana lagi kacau, bisa-bisa aku diterkam lalu dicincang habis,” gumam Farah. Lalu dia ingat, bahwa ‘Non Narita’ juga butuh makan malam ini.

“Ada apa? Farah?”

Farah terkejut, tiba-tiba Kirman sudah ada di dekatnya.

“Mas Kirman mau makan? Kalau makan, di dapur sudah aku siapkan, trus aku mau duduk-duduk saja sambil menonton teve.”

“Tuan Alfi marah-marah ya?”

“Kan sudah tahu, kalau sejak siang tadi dia marah-marah terus. Gara-gara non Narita itu, pura-pura jadi orang bodoh, pura-pura menangis, lalu mengaku bahwa namanya bukan Narita. Sepertinya dia menganggap semua orang itu bodoh apa? Sudah jelas dia non Narita, katanya namanya Aliyah, orang miskin. Huuh.”

“Tapi aku sebenarnya sedang berpikir. Untuk apa ya, non Narita belanja ke pasar, pakai menyamar jadi orang miskin?”

“Dia kan sedang menyembunyikan dirinya, tak ingin anak buah tuan Alfi ataupun siapa yang mengenalnya, kemudian melihatnya, dan dia dipaksa kembali ke rumah tuan Alfi. Bagaimana menurutmu Mas?”

“Ya, aku sependapat sama kamu, pasar kan tempat umum, bisa saja dia ketahuan, makanya dia menyamar. Tapi wajahnya kan tidak bisa ditutupi. Dia tetap saja non Narita. Buktinya tuan Alfi langsung mengenalinya kan?”

“Kasihan sebenarnya. Tuan Alfi sudah menghajarnya, dan menyekapnya di dalam kamar. Katanya kalau dia tidak mau mengaku, maka dia akan terus menyiksanya.”

“Tuan Alfi kalau sedang marah, bisa sangat kejam.”

“Benar. Sekarang makanlah, itu sudah aku siapkan?”

“Kamu tidak makan?”

“Belum lapar, aku sedang mau membawakan dia makan malam, sebenarnya. Berkenan tidak ya, tuan Alfi. Tidak disuruh sih. Tadi saja waktu aku minta mas Kirman memasukkan kasur ke dalam kamar itu, tuan marah-marah.”

“Kasih makan saja, kelihatannya tuan Alfi sedang ada di dalam kamar, sedang menerima telpon. Mungkin dari tuan sepuh.”

“Ya sudah, aku bawakan makan dulu ke kamarnya ya.”

Farah mengambil nasi dan lauk pauk, kemudian dibawanya ke kamar, dimana Aliyah disekap.

Tapi begitu dia membuka pintunya, tiba-tiba Aliyah menyerobot keluar, menabrak Farah sehingga piring berisi nasi itu berhamburan ke lantai.

“Eh, Non. Berhenti Non !!”

Farah meletakkan nampan di lantai begitu saja, lalu mengejar Aliyah yang dengan cepat lari keluar. Tapi dia bingung, di mana pintu keluar. Bukannya Aliyah lari ke depan, malah ke belakang, dan berbelok ke arah dapur. Kirman yang sedang makan terkejut.

“Non, mau ke mana?”

“Hentikan dia, mas Kirman!” teriak Farah.

“Tolong, aku harus pergi, biarkan aku pergi. Mana pintu ke luar?” pintanya memelas.

“Mengapa Non pergi? Ayo kembali saja ke kamar, nanti tuan Alfi bisa semakin marah.”

“Tapi aku bukan orang yang di maksud, dia salah. Mana pintu keluar?”

Tapi Kirman bukannya menunjukkan pintu keluar, malah menarik Aliyah agar berhenti. Farah yang sudah sampai di tempat itu segera memaksanya kembali ke kamar.

“Tolong lepaskan aku. Biarkan aku pergi, kalian salah orang,” teriaknya berkali-kali.

“Hati-hati, ada pecahan piring di depan pintu. Non sih, menabrak saya,” kata Farah yang tak peduli pada permintaan Aliyah, terus saja menariknya agar masuk ke dalam kamar.”

“Auuggh!” tiba-tiba Aliyah berteriak. Kakinya menginjak pecahan kaca. Darah berceceran di setiap langkahnya.

“Non sih, kan saya sudah bilang ada pecahan piring,” kata Farah yang terus menuntun Farah ke dalam, lalu mendudukkannya di kasur.

Aliyah terus merintih, pecahan itu menancap sangat dalam. Pecahan piring sudah dicabutnya, tapi darahnya tak berhenti mengalir.

“Tunggu, aku ambilkan obat, tahan sebentar ya,” kata Farah yang kemudian terburu-buru  keluar.

Diluar pintu, dilihatnya Kirman sedang membersihkan kaca dan kotoran bekas makanan.

“Non Narita luka parah. Tolong dulu ya Mas, aku mau ambil obatnya.”

“Ada apa ini, ribut-ribut?” tiba-tiba Alfian muncul.

“Apa yang kamu lakukan Man? Mana Farah?”

“Piring makan untuk non Narita pecah di sini Tuan.”

“Mengapa kamu yang membersihkan? Farah mana?”

“Sedang mengambil obat, kaki non Narita terluka.”

“Narita bisa menginjak pecahan piring itu? Apa dia keluar?” hardik Alfian marah.

“Sebenarnya dia mau melarikan diri, saya berhasil mencegahnya. Ketika lari itu, non menabrak Farah yang sedang membawa piring berisi makanan.”

“Bodoh, Farah! Siapa suruh dia memberi makan? Bukankah siang tadi sudah?”

“Ini sudah malam, tuan.”

Alfian tak menjawab. Ia menerobos masuk ke kamar, dan melihat darah berceceran.

“Apa yang kamu lakukan?”

“Mengapa Tuan begitu kejam? Aku bukan orang yang Tuan maksud. Tapi Tuan tidak mau mendengar. Aku ini Aliyah, orang miskin, bukan Narita.  Aku baru tahu bahwa Tuan seorang laki-laki yang kejam!!” teriak Aliyah dengan berani, sambil tangannya menuding ke arah Alfian.

Tiba-tiba Alfian terkejut. Ia melangkah mendekati ‘Narita’, menatap tangan yang menuding itu dan menangkapnya.

“Tuan mau apa?? Lepaskaaan!!”

Alfian tidak melepaskannya. Ia terus mengamati tangan Aliyah. Ada tanda lahir diatas pergelangan tangannya. Apa Narita juga punya? Sebuah ingatan tiba-tiba melintas.

***

Besok lagi ya.

 

32 comments:

  1. Alhamdulillah CBE_10 sudah tayang.
    Terimakasih bu Tien, tetap berkarya walau ada yang bernada sumbang....

    ReplyDelete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku CBE sudah tayang

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah, matur nuwun bunda Tien, sehat selalu

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah
    Sdh hadir gasik
    Matur nuwun bu
    Semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  5. Akhirnya...yg ditunggu2 tayang. Terima kasih, bu Tien. Sehat selalu ya...😘😘😀🙏

    ReplyDelete
  6. Slmt mlm bunda..terima ksih CBE 10 nya..smg bunda selalu sehat walafiat..salamseroja dan aduhaai dri skbmi🙏🌹😘❤️

    ReplyDelete
  7. 〰️🍃🌻🦋🌻🍃〰️
    Alhamdulillah CBE 10 sdh
    tayang. Matur nuwun
    Bu Tien. Sehat selalu
    & tetap smangaats.
    Salam Aduhai...
    〰️🍃🌻🦋🌻🍃〰️

    ReplyDelete
  8. Tanda lahir Narita, ternyata tidak ada di tangan Aliyah, semoga Alfian tidak menyekapnya lagi. Tetapi bagaimana jika orang tua Alfian memaksakan pernikahan?
    HM senengnya nebak2 yang akan datang....
    Salam sehat selalu Bu Tien

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah. .matur nuwun mbak Tien..sehat selalu.

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah CINTAKU BUKAN EMPEDU~10 sudah hadir, terimakasih semoga tetap sehat bu Tien..🙏

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah... terima kasih... makin aduuai trs....

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah
    Matur nuwun mbak Tien..

    ReplyDelete
  13. Terima kasih Bu Tien
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  14. Horeee tayang lebih awal...😍

    Matur nuwun bunda Tien...🙏

    ReplyDelete
  15. Nah... orang kembar juga punya ciri khas. Mudah mudahan Alfian menyadari itu.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah Maturnuwun Bunda.tetap semangat serta selalu sehat wal afiat.Aamiin

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah. .matur nuwun bu Tien..sehat wal'afiat selalu.
    Makin seru nih,,, ayo Alfian dingat lg tanda di narita 🤣🤭

    ReplyDelete
  18. Alhamdulilah, matur nuwun ya episode 10 tayang cepet, salam hangat dari Tanggamus, Lampung

    ReplyDelete
  19. Semoga tanda lahir di tangan Aliyah bs meredakan kemarahan Alfian..
    Minimal mau mengantar pulang Aliyah ke rumahnya, agar tahu kebenaran kondisi Aliyah yg berbeda dg Narita walaupun wajahnya sept pinang dibelah dua.. hehe pembaca ikut berharap

    Tks bunda Tien CBE 10 sdh tayang
    Semoga bunda sehat selalu..
    🙏🙏🌹🌹

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah, matur nuwun, sehat dan bahagia selalu bunda Tien . .

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah
    Terimakasih bu tien
    Semoga bu tien sehat2 selalu

    ReplyDelete
  22. Tangan nya mulus ya, nggak ada tahi lalat nya.
    Nada suaranya apa juga sama; beda kan.
    Emosi nggak bisa buat koreksi, wuah kalau dilepas dituntut balik tambah tekor nich, boncos.
    Bingung merasa salah, tapi ditutup tutupi biar keliatan sangar, maknya datang mau ikutan mlonco 'narita' .
    Semua masih saja mengira bener, tapi lama kelamaan pemberontakan demi pemberontakan, diajak bicara banyak, jadi baru terlihat ada bedanya.
    Kasep wis ajur awaké lagi, nah lho.
    Ngrayu biar bisa buat ganti, ich siapa yang mau orang kejam gitu, kaya seeh kaya, tapi gemblung nya itu kalau kumat, mana tahan.
    Kan masih berharap sama Pinto, terus pak RT;
    Wah kalau itu diluar area, atau sedang di alihkan
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Cintaku bukan empedu yang ke sepuluh sudah tayang
    Sehat sehat selalu
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah CBE-10 sdh hadir
    Terima kasih Bunda, semoga Bunda sehat selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  24. Terimakasih bunda Tien, karya cerbung yang menarik dan menghibur kami, selalu ditunggu untuk dinikmati, salam hangat dan sehat selalu untuk bunda Tien sekeluarga

    ReplyDelete
  25. Makasih mba Tien.
    Semakin seruu.
    Salam sehat selalu aduhai

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DARI PULAU SEBERANG 30

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  30 (Tien Kumalasari)     Ketika mbok Manis masuk kembali ke dalam rumah, hatinya terasa disayat melihat sa...