Friday, March 31, 2023

CINTAKU BUKAN EMPEDU 09

 

CINTAKU BUKAN EMPEDU  09

(Tien Kumalasari)

 

Farah membuka pintu, dan melihat ‘Narita’ masih duduk bersandar pada tembok. Ia tersenyum melihat nasi yang diberikan dimakannya habis, berikut minuman yang ada di gelas.

“Non mau nambah?” tanya Farah.

Aliyah mengangkat wajahnya, melihat wajah manis itu tersenyum ramah. Ada rasa lega menghinggapinya, karena Alfian punya pembantu yang sangat baik, tidak suka membentak-bentak. Tapi Aliyah kurang senang dengan cara pembantu itu memanggilnya.

“Non, mau nambah lagi, makannya?”

“Tidak, dan jangan memanggil aku Non,” kata Aliyah sambil menyelonjorkan kakinya.

“Tidak bisa Non, saya selalu memanggil Non dengan sebutan itu, nggak enak kalau berubah.”

“Mengapa kamu tidak percaya? Namaku Aliyah. A-li-yah,” kata Aliyah dengan mengeja namanya pelan.

Tapi Farah hanya tersenyum. Majikannya sudah mengatakan, bahwa dia tak boleh mempercayai apapun yang dikatakannya.

“Mengapa kalian menganggap bahwa aku adalah Narita? Apakah wajahku sangat mirip? Lalu kalian mengira aku berbohong, melarikan harta. Ya Tuhan, aku tidak mengerti semua itu, karena aku memang bukan Narita, Aku mohon, percayalah, dan biarkan aku pergi. Aku hanyalah gadis miskin yang sebatang kara, tidak punya siapa-siapa,” kata Aliyah sedih.

Tapi lagi-lagi Farah hanya tersenyum.

“Biarkan aku pergi, aku sedang di suruh bu RT belanja, entah bagaimana nasib belanjaan itu, dan dompetku yang berisi uang kembalian, bagaimana ini?”

“Sudahlah Non, lupakan semuanya. Sekarang mandilah. Saya sudah bawakan peralatan mandi. Sabun, sikat dan sebagainya. Juga shampo untuk rambut. Lalu ini baju ganti. Tidak bagus sih, hanya baju pembantu. Tapi baju Non tampak kumal. Maaf, sebaiknya Non menggantinya dengan ini.”

“Aku tidak mau, biarkan begini.”

“Jangan begitu, nanti kalau tuan Alfi marah, Non akan disiksa lagi. Kalau sedang marah dia bisa sangat kejam. Tapi sebenarnya dia itu sangat baik. Bukankah Non tahu, bahwa tuan sangat mencintai Non?”

Aliyah menutup kupingnya. Apa itu sangat baik, apa itu sangat mencintai, dan non … non … non… telinganya terasa sakit.

“Ada apa Non ini, apa saya harus menggendong Non ke kamar mandi?” tanya Farah sambil bersiap menarik Aliyah. Aliyah terpaksa berdiri, membiarkan Farah menggandengnya ke kamar mandi.

“Nah, itu, biar saya nyalakan airnya, akan saya teteskan minyak aroma terapi, biar segar.”

“Mana gayungnya?” tanya Aliyah, yang menganggap bathup itu adalah bak mandi, jadi dia membutuhkan gayung. Tapi disekeliling ruang itu ia tak melihat gayung.

“Apa Non, gayung? Untuk apa?”

“Bukankah kamu menyuruh aku mandi? Bagaimana mengambil airnya kalau tidak ada gayungnya?”

Farah heran, tapi kemudian dia ingat, bahwa ‘Narita’ sedang berpura-pura. Pasti dia pura-pura bodoh dan tak tahu bagaimana cara mandi orang-orang kalangan atas.

“Non masuk saja ke dalam situ.”

“Apa? Memangnya aku bayi?”

Farah tertawa. Sungguh pintar sekali Non cantik ini bersandiwara. Benar-benar seperti orang bodoh sungguhan.

“Iya Non, seperti biasa lah, masuk ke dalam situ. Sekarang Non saya tinggal ya, baju ganti dan segala perlengkapannya saya siapkan di sini,” kata Farah sambil meletakkan baju dan perlengkapannya diatas meja yang ada di dalam kamar mandi itu.

Aliyah terbelalak.  Ia melihat air diisikan ke dalam bathup. Ia belum pernah melihatnya. Sekarang sudah penuh, dan dia harus masuk ke dalamnya?

“Ya ampun, kamar mandi sebesar ini? Ini luasnya sama dengan rumahku,” gumam Aliyah.

Rasa heran  itu membuatnya melupakan kesedihannya. Ia juga merasa gerah, dan barangkali mandi adalah pilihan terbaik. Ancaman yang dikatakan Farah, membuatnya sedikit khawatir. Laki-laki bernama Alfi itu memang sangat kejam. Kepalanya masih terasa pedih karena dijambak tadi.

Perlahan Aliyah melepaskan semua pakaiannya, setelah beberapa saat lamanya dia termangu. Ia mendekati kolam kecil yang kata Farah dia harus menceburkan diri ke dalam situ. Aliyah memercikkan air dari bathup itu ke kakinya, karena ia merasa kakinya kotor. Masa kaki kotor harus dibawa masuk ke situ? Pikir Aliyah. Setelah merasa bersih, perlahan Aliyah masuk ke dalamnya. Aroma segar segera tercium olehnya. Tubuhnya juga merasa segar oleh kehangatan yang mengguyur seluruh tubuhnya.

“Apa boleh buat, kalau aku tidak mandi, maka tubuhku akan terasa kotor. Aliyah juga mencuci rambutnya. Rambut sebatas bahu yang berombak, yang sekarang diguyur dengan shampo  wangi yang membuatnya kagum.

“Orang kaya memang berbeda,” gumamnya sambil membersihkan tubuhnya.

Lalu Aliyah turun dari dalam bathup, tidak tahu harus diapakan air itu. Ia berusaha mengangkatnya untuk membuang airnya, tapi tidak berhasil. Padahal sebenarnya ia ingin membilas tubuh dan rambutnya dengan air bersih, karena bukankah air itu sudah kotor karena dia menggosok-gosok rambut dan tubuhnya disitu juga. Untunglah ia melihat keran yang ada di sana, ia memutarnya, lalu air segera terguyur. Syukurlah. Aliyah membilas rambut dan tubuhnya di bawah keran itu.

Ketika ia memakai pakaian yang disediakan Farah, ia heran ketika Farah meminta maaf karena harus memberikan baju yang katanya tidak pantas.

“Ini baju bagus banget. Baunya wangi pula. Padahal hanya baju pembantu. Untunglah pas di tubuh aku. Aduh, mana sisir?” gumam Aliyah tak henti-hentinya dalam segala kekaguman melihat kamar mandi itu. Ia keluar sudah dengan pakaian yang disiapkan Farah.

Aliyah terkejut, ketika keluar dari kamar mandi itu, ia melihat sebuah kasur yang sangat tebal, digelar di lantai. Sudah dilapisi seprei berwarna pink, dan berbau harum. Ada bantal dengan sarung serupa.

“Mengapa disediakan kasur? Aku tidak mau bermalam di sini. Pasti bu RT marah sama aku karena aku pergi sangat lama, dan entah di mana barang-barang belanjaan yang aku beli. Ya Tuhan, bagaimana aku harus mengganti uang bu RT. Mengapa nasibku seperti ini?”

Aliyah mencoba mendekati pintu, dan memutar gagangnya.

“Terkunci,” rintih Aliyah sedih.

Aliyah menjatuhkan tubuhnya di lantai, menangis terisak-isak.

Tiba-tiba pintu itu terbuka, Aliyah berdebar, mengira laki-laki kejam itu yang masuk, tapi tidak, lagi-lagi Farah. Kali ini dia membawa segelas minuman lagi.

“Non, ini teh hangat. Maaf, terpaksa saya letakkan di lantai, ya.”

Aliyah menatap Farah yang meletakkan gelas di atas lantai.

“Mengapa Non duduk di lantai. Saya bawakan kasur yang enak, buat Non tidur.”

“Mengapa aku harus tidur di sini? Aku mau pulang. Biarkan aku pulang,” rintihnya.

“Ini sudah sore, tuan Alfi masih ingin bicara sama Non.”

“Apa? Dia tidak percaya sama aku, aku bukan Naritaaaaa!” kali ini Aliyah berteriak.

“Tenanglah Non, nanti Non bicara sendiri saja sama tuan, Ya.”

Aliyah melihat Farah keluar dari pintu, dan lagi-lagi Aliyah mendengar pintu itu dikunci.

“Toloonglaaaaah,” Aliyah berteriak lagi, tapi Farah sudah tak mendengarnya lagi.

***

“Kamu melayani dia, seperti dia itu masih calon istriku saja. Mandi wangi, kamu bawakan springbed, untuk apa? Biar dia merasakan sakit, tersiksa, karena dia telah menyiksa aku juga,” omel Alfian ketika tahu bahwa Farah menyuruh Kirman menaruh kasur ke dalam kamar kosong itu.

 “Ya ampun, Tuan. Kamar itu kan dingin. Nanti kalau dia masuk angin, bagaimana?”

“Memangnya kenapa kalau dia masuk angin? Peduli apa aku?”

“Jangan begitu Tuan, bagaimanapun, dia juga manusia. Kasihan kan. Sekarang dia sudah mandi, sudah wangi, kalau Tuan mau menemui dia, pasti suasananya sudah lebih nyaman.”

“Farah. Kamu itu pembantu aku, atau pembantunya Narita?” kata Alfian dengan mata menyala.

“Ya pembantu Tuan. Masa Tuan lupa sih?”

“Kalau kamu kasihan sama dia, kenapa tidak kasihan sama aku? Dengar ya, aku sangat mencintai dia, bahkan sampai detik ini, cinta itu masih ada. Tapi apa yang dia lakukan sama aku? Dia kabur yang pastinya dengan laki-laki itu. Bukan hanya kabur, dia juga mengembat semua uangku, perhiasan aku. Aku hancur Farah, kenapa kamu tidak kasihan sama aku?”

“Tuan, kalau saya kasihan sama Tuan, apa saya harus bilang juga sama Tuan?”

“Kamu kasihan sama aku? Setiap hari kamu selalu membantah apa yang aku katakan.”

“Ya nggak mungkin Tuan, masa pembantu membantah perkataan tuannya?”

“Lha itu, dari tadi kamu menjawab apa yang aku katakan, seperti tidak mau kalah sedikitpun.  Namanya apa itu, kalau tidak membantah?”

“Tuan, kalau Tuan bisa bersabar sedikit saja, maka Tuan pasti akan merasa lebih tenang,” kata Farah sambil duduk bersimpuh di hadapan tuannya.

Alfian menatap Farah dengan kesal.

“Aku tidak bisa bersabar. Orang yang aku benci sudah ada ditanganku, aku siap membalasnya, membuatnya sakit yang lebih dari sakit.”

“Sebentar Tuan, saya kok bingung.”

“Kenapa bingung?”

“Tadi Tuan bilang sangat mencintai dia, kok sekarang mengatakan benci?”

“Rasa benci aku lebih besar dari cinta itu, Farah. Mengertilah, aku adalah korban kejahatan dan kelicikan perempuan itu. Perempuan yang seharusnya aku cintai, tapi sekaraang cinta itu berubah menjadi benci.”

“Tuan.

“Sudah, pergi sana, kamu membuat aku muak.”

“Ya ampun Tuan, kalau begitu biar saya pergi saja.”

“Apa katamu?”

“Tuan bilang muak sama saya, kalau begitu saya mau pergi.”

“Awas saja kalau kamu benar-benar melakukannya. Sudah sana, pergi. Siapkan makan untuk aku, aku belum makan sejak siang, dan ini sudah hampir malam.”

“Kan saya sudah menyiapkan makan untuk Tuan sejak tadi siang. Tuan bilang nanti … nanti “

“Ya sudah Farah, siapkan sekarang. Setelah itu aku mau menghajar perempuan itu lagi.”

“Tuan!”

“Pergi kamu, lakukan apa yang aku minta.”

Farah meninggalkan tuannya sambil mengomel pelan.

“Karena patah hati, jadi stress …”

***

Pinto heran, ketika sore hari itu dia mau pulang karena waktu tugasnya sudah habis, dilihatnya pak RT berdiri di depan rumah makan tempatnya bekerja.

Pinto menghampiri.

“Pak RT kok ada di sini.”

“Kamu sudah mendengar, bagaimana kabarnya Aliyah?”

“Kok pak RT bertanya pada saya. Justru saya sebenarnya mau ke rumah pak RT untuk menanyakannya.”

Pak RT tampak mengeluh sedih.

“Aku menyesal, kenapa waktu istriku menyuruh ke pasar, aku tidak mengantarkannya saja dengan sepeda motorku.”

“Yang membuat saya heran, mengapa Aliyah diculik.”

“Polisi juga belum mengabari apa-apa tentang Aliyah,” keluh pak RT.

“Barangkali karena belum menemukan tanda-tanda tentang siapa penculik itu. Bukankah orang-orang disekitar tak ada yang memperhatikan mobil yang dikendarai penculik. Merknya apa, apalagi nomor polisinya.”

“Sepertinya susah," pak RT mengeluh lagi.

“Yang harus kita lakukan adalah berdoa. Semoga segera ada titik terang tentang hilangnya Aliyah, dan polisi segera bisa menemukannya.”

“Nak Pinto mau ke mana?”

“Mau pulang Pak, tadi saya dinas pagi.”

“Ya sudah, pulang saja sana.”

“Bapak mau ke mana?”

“Jalan-jalan saja, siapa tahu aku bisa menemukan titik terang tentang hilangnya Aliyah.”

“Iya Pak, saya pulang dulu dan mandi. Nanti saya susul Bapak.”

“Benar ya, aku mau jalan di sekitar pasar, dimana katanya Aliyah diculik.”

“Baik Pak.”

***

Pak RT terus saja berjalan, menyusuri jalanan yang mulai remang. Ia harus mengakui, Aliyah adalah gadis yang membuatnya tergila-gila. Hilangnya Aliyah membuat hatinya hancur, tak bersemangat. Merasa bersaing dengan Pinto, yang tampaknya juga menyukai Aliyah, pak RT berharap bisa memenangkan persaingan itu.

“Aku memang sudah tua, tapi kan belum terlampau tua? Aku masih gagah dan ganteng. Dan aku punya uang. Kalau aku kalah dalam hal penampilan dari Pinto, tapi aku menang karena aku punya harta lebih banyak. Bukankah Aliyah ingin agar bisa tercukupi kebutuhannya? Aku yakin Aliyah nanti akan mau menerima lamaranku. Tapi kapan dia kembali?”

Pak RT terus melangkah, bayangan wajah Aliyah tak bisa lepas dari pikirannya.

Tiba-tiba ia merasa sangat lapar. Ia lupa, sejak siang dia belum makan. Bahkan ketika istrinya sudah menyiapkan makan siangnya, dia menolak dengan alasan masih kenyang.

“Kenapa sih, akhir-akhir ini Bapak sangat malas makan?”

Tapi pak RT tidak mengacuhkannya. Ketika istrinya pamit pergi entah ke mana, pak RT malah ke rumah makan di mana Pinto bekerja. Lalu sekarang berjalan-jalan tanpa tujuan.

Karena lapar itulah, maka pak RT menghampiri sebuah warung makan di pinggir jalan. Walaupun hatinya sedih, dia harus makan.

Tapi baru saja dia mau duduk, seseorang melintas, tapi tidak sendiri. Pak RT membelalakkan matanya.

“Aliyaaahh!” akhirnya berteriak.

***

Besok lagi ya.

 

 

 

37 comments:

  1. Replies
    1. Juaranya priyantun Ngayojakarta
      Selamat jeng Iin.

      Alhamdulillah CBE_Eps 09 sudah tayang....
      Matur nuwun bu Tien....

      Delete
    2. Lg nyoba seh dr kmrn error gak bs buka blog

      Delete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku CBE sudah tayang

    ReplyDelete
  3. Horee...sudah tayang awal. Makasih, bu Tien...🙏😘😘😀

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah udah tayang CeBeE 09

    Mksh bunda Tien sehat selalu doaku

    ReplyDelete
  5. Alhamdulilah..
    Tks bunda Tien..
    Selamat berbuka puasa
    Semoga sehat selalu..

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah CINTAKU BUKAN EMPEDU~09 sudah hadir, terimakasih semoga tetap sehat bu Tien..🙏

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah
    Datang gasik
    Matur nuwun bu
    Semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  8. 〰️🍃🌷🦋🌷🍃〰️
    Alhamdulillah CBE 09 sdh
    tayang. Matur nuwun
    Bu Tien. Sehat selalu
    & tetap smangaats.
    Salam Aduhai...
    〰️🍃🌷🦋🌷🍃〰️

    ReplyDelete
  9. Mungkin pak RT melihat Narita ya... Tapi bagaimana mau menjelaskan kepada Alfian, tahu duduk persoalannya saja tidak.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  10. Alhamdulilah .matur nuwun mbakyu Tienkumalasari sayang, salam semangat dari Tanggamus, Lmpng

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah.
    Syukron nggih Mbak Tien🌷🌷🌷🌷🌷

    ReplyDelete
  12. Ini ada orang mirip Aliyah dan dipanggilnya Aliyah..
    Nich ada Titik
    Titik terang semoga ada pembicaraan kalau bapak ini sempat cerita; kalau Aliyah terlihat orang orang sekitar pasar diculik mobil hitam.
    Tanggap kah si 'Aliyah' kw ini dan mau bekerja sama untuk mencari Aliyah yang asli, siapa tahu 'Aliyah' ini lupa lupa ingat nama itu, kan biar ngetrend jadi ganti nama Narita.
    Begitulah bunyinya.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Cintaku bukan empedu yang ke sembilan sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah sudah tayang.... Terima kasih Bu Tien.

    ReplyDelete
  14. Alhamdullilah..makasih bunda Tien CBE sdh hadir..salamsehat sll unk bunda sekeluarga🙏😘🌹❤️

    ReplyDelete
  15. Alhamdulilah cbe 9 adh tayang..makin penasaran pembaca ... salam sehat bu tiem

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah, maturniwin, sehat dan bahagia selalu bunda Tien . .

    ReplyDelete
  17. Terima kasih mbak T'ien, salam sejahtera. Ada kembaran Aliyah rupanya.

    ReplyDelete
  18. Matur nuwun bunda Tien....🙏🙏

    ReplyDelete
  19. Terima kasih mbak T'ien, salam sejahtera. Ada kembaran Aliyah rupanya.

    Reply

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah CBE-10 sfh hadir
    Terima kadih Bunda Tien, semoga Bunda sehat selalu
    Aamiin

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah
    Terimakasih bu tien
    Semoga bu tien sehat2 selalu

    ReplyDelete
  22. Pak RT ktm Narita tpi dipanggil Aliyah..seruuu tenan iki.

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillab sudah tayang. Trm ksh bu Tien. Smg sll sehat. Aamiin

    ReplyDelete
  24. Kembar? Entahlah.. Yg tahu hanya bu Tien 😁

    ReplyDelete
  25. kayaknya antara Aliyah sm Narita kembar y bunda..

    ReplyDelete
  26. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...