CINTAKU BUKAN EMPEDU
04
(Tien Kumalasari)
Pinto sudah membalikkan tubuhnya untuk pergi, tapi
kemudian ia ingat sedang membawa bungkusan nasi untuk Aliyah. Ia berhenti,
menoleh kepada pak RT yang ternyata masih tegak berdiri mengawasinya.
“Maaf pak RT, saya sebenarnya membawa makanan untuk
Aliyah. Bolehkah saya titipkan agar nanti Bapak memberikannya pada Aliyah?”
“Apa? Makanan? Tidak … tidak, nanti kalau dia pulang
sore bagaimana? Apa tidak basi? Lebih baik Anda bawa lagi saja dan dimakan
sendiri, sayang kalau basi.”
Pinto mengangguk.
“Baiklah, saya permisi,” katanya sambil berlalu.
Pak RT tersenyum licik. Ia masih saja berdiri di situ,
sampai Pinto menghilang dibalik tikungan.
“Paak, Pak!” tiba-tiba terdengar teriakan yang ternyata
adalah teriakan istrinya. Pak RT melangkah menuju rumah, di mana sang istri sedang
berdiri.
“Ada apa?”
“Kenapa Bapak berdiri di situ?”
“Tidak apa-apa, tadi ada orang menanyakan alamat
seseorang.”
“Siapa?”
“Entahlah, aku tidak tahu. Bukan orang sini kok.”
“Aku kira pergi ke mana. Sarapan sudah siap tuh.”
“Oh, iya. Sarapan apa pagi ini?”
“Hanya nasi goreng, soalnya nasi kemarin sore masih
banyak, sayang kalau tidak dimanfaatkan.”
“Basi dong nasinya?”
“Ya enggak dong Pak, masa aku memberikan makanan basi
untuk suami aku,” kata bu RT sambil masuk ke dalam rumah, diikuti pak RT.
Mereka sudah duduk di ruang makan.
“Baunya sedap.”
“Ada sisa udang kemarin sore.”
“Nasi gorengnya banyak bener?”
“Itu Bapak, sama aku. Kebanyakan ya?”
“Ini aku kebanyakan. Bagaimana kalau disisain sedikit
untuk Aliyah? Pagi-pagi begini pasti dia belum sarapan.”
“Ya nggak apa-apa, kalau tersisa. Tapi aku mau ke
pasar dulu, dan ini sudah kesiangan.”
“Biar aku yang memberikan. Kasihan dia.”
“Ya sudah, terserah Bapak saja. Nanti aku siapkan di
rantang, agar gampang Bapak membawanya.”
“Apa kamu ke pasarnya lama?”
“Ya nggak tahu, ke pasar kok ditanya lama atau tidak.
Kalau yang dicari cepet ketemu ya nggak apa-apa, bisa lebih cepat pulang.
Terkadang nyari sesuatu harus muter-muter dulu, baru ketemu.”
“Ya sudah, nggak apa-apa. Kalau pun lama, aku sabar
menunggu kok. Masak yang enak ya.”
“Cuma mau masak gudeg rebung. Nah, rebungnya itu terkadang
susah, kalau nggak ketemu ya diganti nangka muda saja.”
“Terserah kamu, aku kan percaya, bahwa masakan kamu
pasti enak.”
Bu RT tersenyum senang, istri mana sih yang tidak
senang kala suami memuji masakannya?
“Ini, ternyata masih sisa banyak, nasi gorengnya,”
kata bu RT lagi.
“Berikan semua saja, dari pada sisa, pasti tidak enak,
kalau dimakan nanti.”
“Ini, aku tempatkan di rantang ini, nanti Bapak
berikan sama dia ya.”
“Ya, itu krupuknya ditambahkan. Biar aku bantu
membungkus kerupuknya, ini ada plastik kosong.”
“Ya sudah Pak, aku bersihkan dulu semua, lalu
berangkat ke pasar. Bapak pengin dibelikan apa?”
“Nggak usah, pokoknya kamu belanja sesuka kamu dan
masak yang enak. Aku tidak ingin yang lain.”
***
Pak RT membawa rantang dan bungkusan kerupuk menuju ke
rumah Aliyah yang tidak jauh dari rumahnya. Ia mengelus rambutnya, karena lupa
tadi tidak merapikannya. Ia merasa, Aliyah harus melihat dia kelihatan rapi dan
tampak muda.
“Pak RT mau ke mana, kok membawa rantang?” sapa salah
seorang warga.
“Oh, ini Bu, mau memberikan makanan untuk Aliyah,”
katanya sambil berhenti mengelus rambutnya.
“Waduh, pak RT kok perhatian sekali sama Aliyah?”
“Hanya kasihan saja Bu, setelah neneknya meninggal,
dia kan tidak punya siapa-siapa. Ini tadi istri saya yang meminta agar saya
mengantarkan ke rumahnya.”
“Iya pak RT, memang kasihan dia,” katanya sambil
berlalu.
Pak RT melanjutkan langkahnya. Ketika dia memasuki
halaman, dilihatnya Aliyah sedang membuang sampah dari dalam rumahnya.
“Yah.”
Aliyah terkejut, melihat pak RT.
“Rajin banget, kamu ini.”
“Iya Pak, bersih-bersih. Membuang barang-barang nenek
yang sudah tidak terpakai.”
“Ini, aku bawakan makanan untuk kamu,” katanya sambil
mengulurkan rantang dan bungkusan kerupuk.
“Ini apa? Kenapa memberikan makanan ini?”
“Tadi ibunya anak-anak masak nasi goreng, agak banyak.
Ini sebagian aku kirimkan untuk kamu. Barangkali belum sarapan.”
“Terima kasih ya Pak, memang belum sempat sarapan, mau
bersih-bersih dulu.”
“Segera sarapan Yah, kalau telat makan, nanti kamu
sakit.”
“Ini baru selesai bersih-bersih, mau mandi dulu.”
“Ya sudah, mandi dulu sana, supaya lebih cantik dan
wangi.”
Aliyah kurang suka melihat cara pak RT memandangnya.
Ia merasa aneh, dan ingin segera beranjak pergi dari hadapannya.
“Ini saya bawa masuk dulu, sekali lagi terima kasih,”
kata Aliyah yang kemudian membalikkan tubuhnya, lalu memasuki rumah dan
menutupnya. Khawatir kalau pak RT mengikutinya.
Sebenarnya pak RT ingin mengikutinya, menunggu sampai
Aliyah selesai mandi, kemudian mengobrol ala kadarnya. Toh istrinya belum
pulang dari pasar. Tapi melihat Aliyah menutup pintu, pak RT kemudian
membalikkan tubuhnya dengan kecewa.
“Kenapa dia buru-buru pergi. Ah, dasar gadis yang
masih hijau, tidak bisa menangkap arti kebaikan aku,” gumamnya sambil menuju
pulang.
***
Aliyah mengembalikan sapu dan alat-alat yang tadi
dipergunakan, lalu meletakkan rantang yang diberikan pak RT, di meja makan. Ia
mencium bau sedap nasi goreng. Perutnya tiba-tiba terasa melilit.
“Bu RT sangat perhatian sama aku. Ada sisa makanan,
suaminya disuruh mengantarkannya kemari. Sebenarnya sungkan, dan aku tidak suka
cara pak RT memandang aku. Kenapa ya, matanya seperti tak pernah mau lepas
menatap aku...ihh. Kok agak menakutkan, begitu,” gumam Aliyah sambil bersiap
untuk mandi.
Aliyah mandi dan mengganti pakaiannya dengan pakaian
bersih, kemudian menikmati nasi goreng yang dibawakan pak RT.
“Lumayan, dan lebih irit, karena aku tidak usah
membeli makanan untuk sarapan. Ini juga lumayan banyak, bisa untuk makan siang
juga.”
Setelah selesai makan dan menggantikan sisa nasi
goreng ke piringnya sendiri, Aliyah mencuci rantang itu dan mengeringkannya.
Ia bermaksud mengembalikan rantang itu, tapi tiba-tiba ada rasa takut ketemu
pak RT kembali. Padahal dia kan harus mengembalikan rantangnya.
“Nanti saja ah, kalau kira-kira bu RT sudah pulang
dari pasar.”
Aliyah duduk menyelonjorkan kakinya di kursi panjang.
Ia merasa lelah setelah bersih-bersih dari pagi. Ditatapnya kamar bekas
neneknya yang tertutup, lalu ia seperti mendengar suara sang nenek
memanggilnya.
“Yah, tolong ambilkan aku minum.”
Aliyah mengibas-ngibaskan kepalanya. Kenangan tentang
sang nenek menimbulkan khayalan atau halusinasi seperti apa yang sering didengarnya.
“Yah …”
Aliyah terkejut. Yang ini bukan suara neneknya, karena
datang dari luar rumah. Ia bangkit dan bergegas keluar. Terkejut melihat Pinto
berdiri di depan rumah.
“Mas Pinto?”
“Kamu sedang apa?”
“Sedang duduk-duduk saja. Dari pagi bersih-bersih
rumah.”
Pinto melangkah masuk setelah Aliyah mempersilakannya.
“Tadi pagi kamu ke mana?”
“Tadi pagi? Aku tidak ke mana-mana tuh, dari pagi
bersih-bersih rumah.”
“Oh, begitu ya? Tapi tadi pagi aku datang kemari,
katanya kamu sedang pergi.”
“Kata siapa?”
“Pak RT.”
Aliyah tertegun. Kok pak RT bisa mengatakan kalau
dirinya pergi?
“Ke mana tadi?”
“Aku nggak ke mana-mana, bersih-bersih rumah.”
“Kok pak RT bilang begitu ya. Aku tadi juga membawa
nasi bungkus untuk kamu, tapi pak RT aku titipin nggak mau, takutnya kamu pulang
sore, gitu.”
“Aneh. Tapi mungkin karena pintu rumahku masih tertutup.
Kan aku bersih-bersih di belakang dulu,” kata Aliyah mengira-ira.
“O, mungkin saja. Trus ini tadi aku coba-coba kemari
lagi, barangkali kamu sudah pulang, ternyata malah nggak pergi.”
“Kok siang-siang datang kemari Mas? Nggak kerja?”
“Aku masuk nanti sore.”
“O, lha kok malah main kemari, apa nggak istirahat,
kan nanti pasti pulang malam?”
“Sudah dari pagi istirahat, maksudmu main kemari dulu,
siangnya istirahat, ini kebalik, aku tiduran saja di kamar sejak pagi.”
“Ya nggak apa-apa.”
“Kamu sudah makan?”
“Sudah tadi pagi. Dapat kiriman nasi goreng dari bu
RT.”
“Ini kan sudah siang?”
“Kalau makan siang, belum Mas, nanti sebentar lagi.”
“Makan di luar yuk.”
“Maksudnya apa, makan di luar?”
“Keluar, lalu makan. Aku traktir kamu, aku baru
gajihan,” kata Pinto sambil tersenyum.
“Nggak usah Mas, aku masih punya nasi goreng sisa pagi
tadi.”
“Nasi goreng sisa pagi, apa masih enak?”
“Ya enak lah Mas, masakan kalau belum basi ya masih
enak.”
“Maksudku, nasi goreng kalau sudah dingin, mana enak?”
“Bagi aku, makanan apapun itu enak. Nasi goreng panas
atau dingin, bahkan makanan lainnnya. Tidak harus panas atau hangat, kan?”
Pinto tersenyum haru. Mungkin karena kehidupannya yang
sederhana, Aliyah tidak pernah membedakan makanan yang bagaimana yang pantas
dinikmati. Misalkan nasi goreng enaknya hangat, soto atau sup enaknya panas,
dan sebagainya. Tapi Pinto tidak mau mencelanya. Barangkali nanti, dengan
berjalannya waktu, dia akan bisa membedakan, mana yang lebih nikmat, nasi
goreng hangat atau dingin, sup panas atau dingin.
“Jadi kamu tidak mau, makan keluar bersama aku,
sekarang?”
“Kalau sudah ada makanan, ngapain harus beli diluar.
Mas saja yang makan sendiri, aku sudah punya makanan.”
“Baiklah, tapi makan sendiri, tidak nyaman lho. Ayo,
aku ditemani. Mau ya?”
“Hanya menemani saja, bolehlah, sekalian aku mau
mengembalikan rantang bu RT ya,” kata Aliyah sambil berdiri.
“Baiklah, tidak apa-apa,” kata Pinto senang.
***
“Permisiii… “ Aliyah berteriak di luar pintu.
Ternyata pak RT dan bu RT keluar bersama.
“Aliyah?” seru bu RT.
“Iya Bu, mengembalikan rantang.”
“Owalah, kenapa buru-buru Yah?”
“Sudah saya makan, terima kasih sekali bu RT, tadi
repot=repot mengirimi makanan untuk saya.”
“Tidak apa-apa Yah, ada banyak kok. Ini siapa?” tanya
bu RT kemudian, ketika melihat Aliyah tidak sendiri tapi bersama Pinto.
“Ini, namanya mas Pinto, teman saya Bu.”
“Teman atau pacar?” goda bu RT, sementara pak RT
memandang dengan pandangan tak senang.
Aliyah tersipu.
“Teman Bu.”
Pinto dengan santun lalu mengulurkan tangannya ke arah
bu RT sambil memperkenalkan diri. Tapi kemudian pak RT menghilang di balik
pintu.
“Anak baik, aku kira pacaran.”
“Saya permisi Bu,” kata Aliyah.
“Ya. Mau kemana?”
“Mengantar mas Pinto, mau makan di luar.”
“O, iya Yah, besok hari Minggu aku boleh minta tolong
ya.”
“Minta tolong apa Bu.”
“Belanja ke pasar, karena aku harus masak-masak,
sorenya menerima arisan di rumah.”
“Oh, baik Bu.”
“Kalau begitu datanglah pagi-pagi, supaya tidak
kesiangan.”
“Baik. Sekarang saya permisi.”
“Hati-hati,” pesan bu RT ramah, sambil membawa masuk
rantang yang dikembalikan Aliyah.
“Siapa itu tadi?” tanya pak RT.
“Itu Aliyah, gimana sih Bapak. Ini lho, mengembalikan
rantang.”
“Satunya, anak laki-laki itu.”
“Katanya sih teman, tapi pantas ya, jadi pacar Aliyah,
Pinto itu gagah, ganteng, Aliyah cantik.”
“Masih bocah sudah pacaran,” omel pak RT kurang
senang.
“Eeh, bocah bagaimana sih Pak, Aliyah itu ya sudah
dewasa, kok bocah. Biarkan saja, kalau memang jodoh. Dan kalau nanti sudah
punya suami, Aliyah kan tidak usah bingung mencari kerja?” kata bu RT.
Pak RT pergi menjauh, kesal mendengar istrinya
memuji-muji anak laki-laki teman Aliyah, tidak peduli namanya Pinto atau siapa,
pak RT enggan menanyakannya.
***
Karena Pinto tanpa mengatakan apa-apa lalu langsung
memesan dua mangkuk soto, Aliyah terpaksa menerimanya, sambil mengerutu.
“Mas Pinto tuh, kan aku sudah bilang, kalau aku masih
punya nasi goreng?”
“Tidak apa-apa Aliyah, nggak enak kalau aku makan
sendiri.”
“Kan sudah aku temani?”
“Kalau menemani, ya harus ikut makan. Ayo makanlah,
enak kok. Ini warung soto langganan aku.”
“Nanti nasi goreng aku gimana dong? Kalau sore, masih
enak nggak ya?”
“Kalau kamu masih mau, nanti sore sebelum makan,
dipanasin lagi. Jadi lebih enak rasanya.”
“Begitu ya?”
“Nanti aku ajarin, bagaimana menghangatkan nasi goreng
kamu.”
“Benar?”
“Iya, sekarang makanlah.”
Aliyah meraih mangkuknya agar lebih dekat, dan
menyendoknya pelan.
“Masih panas.”
“Ditunggu sebentar saja, pasti sudah agak berkurang panasnya.
Soto itu, enaknya dimakan panas-panas.”
Aliyah mengangguk. Memang nikmat makan soto agak
panas-panas dikit. Pinto mengulurkan sehelai tissue ketika keringat di dahi
Aliyah meleleh. Aliyah menerimanya sambil tersenyum.
***
Pinto masuk ke dalam rumah Aliyah, ingin mengajarkan Aliyah,
bagaimana enaknya makan nasi goreng yang hangat dan tidak dingin.
Aliyah menyiapkan wajan, dan sedikit minyak, kemudian
memasukkan sisa nasi gorengnya. Pinto mengaduknya sebentar, kemudian kembali
meletakkannya di piring.
“Nah, nasi goreng ini sudah hangat, cobain, enak mana
dengan ketika kamu makan saat dingin.”
“Hm, iya … masih enak, dan lebih enak. Tapi aku makan
nanti sore saja.”
“Baiklah, nanti sore kamu bisa menghangatkannya lagi
kalau mau. Jadi artinya, setiap makanan itu ada beda saat menyantapnya. Ada
yang nikmatnya disantap panas, ada yang disantap dingin juga tidak apa-apa.
Aliyah mengangguk-angguk. Ia tahu, karena Pinto kan
bekerja di rumah makan.
“Lain kali aku akan belajar masak sama Mas, bisa kah?”
“Dengan senang hati.”
Tiba-tiba terdengar pintu diketuk sangat keras, dan
bertalu-talu.
Pinto dan Aliyah berlari keluar, dan melihat pak RT
berdiri di depan pintu dengan mata menyala.
“Tidak sopan!!” pekik pak RT sambil menuding ke arah
muka Pinto.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah CeBeE_04 sdh tayang, matur nuwun bu Tien.....
DeleteSalam SEROJA.
Mantap
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Aliyah sudah hadir.
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien...
ReplyDelete🙏🙏
Matur nuwun Bunda Tien, sehat selalu.
ReplyDeleteMaturnuwun bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulilah..
ReplyDeleteTks bunda Tien..
Semoga sehat selalu..
alhamdulillah... pulang tarawih dah muncul cb nya ,maturnuwun buTien
ReplyDelete🍁🌼🍁🌼🦋🌼🍁🌼🍁
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE 04 telah
hadir.Matur nuwun Bu Tien.
Semoga sehat selalu &
tetap smangaats.
Salam Aduhai...
🍁🌼🍁🌼🦋🌼🍁🌼🍁
Alhamdulilah..suwun bunda Tien...
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE - 04 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat selalu.
Aamiin
Alhamdulillah, matur nuwun, sehat dan bahagia selalu bunda Tien..
ReplyDeleteAlhamdulillah CINTAKU BUKAN EMPEDU~04 sudah hadir, terimakasih semoga tetap sehat bu Tien..🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien
Wah, dari awal sudah muncul 'konflik'nya...asyiik...ntar mesti diplintir-plintir ibu Tien supaya berliku-liku sampai ke ujungnya...👍👍😀
ReplyDeleteBenar sekali, tidak sopan.. apa lagi sudah punya istri menginginkan seorang gadis dengan sembunyi"...
ReplyDeleteAyo Pinto segera usahakan pekerjaan untuk Aliyah biar terhindar dari belas kasihan orang lain.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulilah aliyah sdh tayang terima kasih bu tien , salam sehat
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien...
Salam sehat selalu...
Terimakasih Bunda
ReplyDeleteAlhamdulillah, terima kasih bu Tien..
ReplyDeleteSalam sehat
Alhamdulillah. Suwun bu Tien
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteTerima ksih CBE nya bunda Tien..slm seroja dan tetap Aduhai dari skbmi🙏😘🌹❤️
ReplyDeleteBèn ketok sangar, bengak bengok kaya makelar Terminal, mung arep ngundang ngrewangi nggo arisan waé kokehan polah.
ReplyDeleteBingung ya, arep nggropyok mêngko malah kelangan, lha makan bersama lho masih siang lagi, kok dilarang mbok dimurahi.
Pinto santai to, yèn kokehan pikiran mêngko rak setruk déwé.
Lha itu; bar bêngok saja nafasnya sudah pas pasan, gitu kok arep reka reka double decker.
Layu sebelum berkembang tå yå..
ADUHAI
Terima kasih Bu Tien
Cintaku bukan empedu yang ke empat sudah tayang
Sehat sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Semakin seru.
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Salam sehat selalu aduhai
Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteSehat wal'afiat selalu
Pak Rtnya rada2 nih 🤭
Alhamdulillah.Tks bu.Sht2 Slalu bu tien
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur suwun bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat wal'afiat selalu
Saking gemesnya sama pak RT sampai lupa kalo ini hari Ahad, waktunya bunda Tien beristirahat 🤗🥰
ReplyDelete