Monday, March 27, 2023

CINTAKU BUKAN EMPEDU 05

 

CINTAKU BUKAN EMPEDU  05

(Tien Kumalasari)

 

Pinto terkejut, ketika umpatan itu meluncur begitu saja dari mulut pak RT. Aliyah mendahului keluar, diikuti Pinto.

“Apa-apaan kamu Aliyah?” hardik pak RT.

“Ada apa Pak?”

“Ada apa, katamu? Kamu itu seorang gadis, sendirian di rumah, bagaimana bisa kamu memasukkan seorang laki-laki ke dalam rumah? Itu tidak sopan, dan melanggar tata susila, tahu?”

“Maaf pak RT, teman saya ini hanya mengajari saya memasak, tidak lebih.”

“Kamu jangan membuat alasan. Laki-laki itu berbahaya kalau diberi hati.”

“Maaf pak RT, sungguh kami hanya memanaskan nasi goreng.”

“Memanasi nasi goreng saja pakai diajarkan. Aliyah, kamu bisa bertanya sama aku, kalau hanya memanaskan nasi goreng,” mata pak RT masih menyala.

“Tapi dia hanya mengajari saya, dan mengingatkan bahwa nasi goreng lebih enak dimakan hangat-hangat,” kata Aliyah polos.

“Tapi itu tidak pantas. Kamu gadis, dia laki-laki, tidak ada siapa-siapa di rumah ini. Bagaimana kalau dia bertindak yang tidak pantas sama kamu?”

“Pak RT, saya, jelek-jelek begini, juga mengerti tata susila. Tidak mungkin saya berbuat yang tidak pantas,” bela Pinto tak terima.

“Halaah, memuji-muji diri sendiri. Kamu tahu tidak, kalau ketahuan orang kampung, kamu bisa dihajar habis-habisan.”

“Baiklah pak RT, kami minta maaf. Lain kali tidak akan melakukannya lagi.”

“Ya sudah, kalau begitu kenapa tidak segera pergi?” kata pak RT sambil menuding ke arah wajah Pinto.

“Aliyah, aku pulang dulu ya, sebentar lagi harus masuk kerja.”

“Ya Mas, maaf ya. Dan terima kasih atas semuanya.”

Pinto melangkah pergi, setelah melambaikan tangannya.

Aliyah membalas lambaian itu, membuat hati pak RT bertambah panas.

“Siapa dia?”

“Teman saya. Kan saya sudah bilang dari kemarin,” kata Aliyah yang sebenarnya sangat kesal kepada pak RT yang bersikap kasar terhadap Pinto, yang sudah begitu baik padanya.

“Kerja di mana dia?”

“Di sebuah restoran.”

“Restoran mana?”

“Saya tidak tahu namanya. Tidak jauh dari sini. Dia sangat baik sama saya.”

“Sangat baik … sangat baik … kamu itu harus berhati-hati dalam bergaul. Laki-laki yang bukan siapa-siapa kamu, memasuki rumah kamu, itu tidak pantas.”

Aliyah tidak menjawab. Dia merasa sudah mengatakan alasannya tadi, dan tak ingin mengulanginya. Ia hanya berharap, pak RT segera pergi.

“Sekali lagi, kamu harus berhati-hati. Jangan sembarangan memasukkan orang asing ke dalam rumah.”

“Ya,” jawab Aliyah singkat.

“Hm, rumah kamu sudah bersih, kamu rajin sekali.”

Aliyah kesal. Kok sekarang membahas rumah bersih, dan tidak segera pergi. Aliyah tentu saja sungkan mengusirnya. Ia melihat pak RT melongok-longok ke dalam rumah. Mau apa lagi dia? Pikir Aliyah.

“ Bersih semua ya?”

“Ya. Tapi maaf pak RT, saya tadi sedang menjerang air, takut kompornya kehabisan gas,” kata Aliyah sambil membalikkan tubuhnya ke dalam rumah. Tapi tanpa diduga pak RT mengikutinya. Aliyah terkejut.

“Pak RT mau apa?”

“Kalau gas kamu habis, datanglah ke rumah, istriku punya stok gas beberapa tabung.”

“Ya, baiklah. Bukankah kata Bapak tadi, bahwa tidak pantas laki-laki memasuki rumah seorang gadis, apalagi sendirian?” sekarang Aliyah berani menyerang.

“Lhoh, aku ini berbeda. Satu, aku RT di sini, dua … aku kan maksudnya baik.”

“Gas saya masih banyak. Maaf, kalau habis saya akan beli sendiri,” katanya sedikit ketus, sambil beranjak ke depan rumah. Tentu saja pak RT mengikutinya keluar.

“Ya sudah, aku kan hanya ingin menolong,” kata pak RT sambil nyelonong pergi.

Aliyah menghela napas lega. Dia segera membalikkan tubuhnya, dan menutup pintu sekaligus menguncinya dari dalam. Sangat kesal dia. Sikap pak RT sungguh menyebalkan.

***

Pak Rt keluar dari halaman rumah Aliyah dengan wajah masam, tapi dia kemudian berpapasan dengan istrinya yang ternyata sedang mencarinya.

“Bapak dari mana saja sih? Dari tadi aku mencari-cari,” gerutu sang istri.

“Seperti anak kecil saja. Nggak kelihatan sedikit sudah dicari-cari.”

“Dari rumah Aliyah ya? Ngapain ?”

“Itu tadi, ada anak laki-laki di rumah Aliyah, aku menegurnya.”

“Memangnya kenapa kalau ada laki-laki di rumah Aliyah. Pasti itu temannya yang tadi datang ke rumah kita ketika Aliyah mengembalikan rantang. Ya kan?”

“Iya. Tapi aku tidak suka. Laki-laki itu masuk ke dalam rumah Aliyah, itu kan tidak pantas? Nanti kalau dia melakukan hal-hal yang tidak pantas, bagaimana? Aku sebagai ketua RT kan harus bisa menjaga semua warga.”

“Memangnya apa yang dilakukan mereka? Kalau hanya menemani berbincang kan tidak apa-apa. Pintu rumahnya terbuka atau tertutup?”

“Waktu itu sih terbuka, bagaimana kalau kemudian mereka menutupnya?”

“Bapak jangan berlebihan. Selama mereka masih dalam batas-batas kewajaran, ya tidak apa-apa. Terlalu berprasangka juga tidak baik.”

“Bukan berprasangka, aku hanya mengingatkan, supaya Aliyah berhati-hati. Laki-laki kalau diberi kesempatan bisa berbahaya lho Bu,” kata pak RT sambil mengikuti sang istri masuk ke rumah.

“Oh, begitu ya? Jadi aku harus khawatir dong sama Bapak, kalau Bapak tiba-tiba pergi tanpa pamit?”

“Lhoh, kok jadi aku?”

“Bapak kan laki-laki juga?”

“Ya tidak semua begitu. Ah, kamu itu ada-ada saja. Ya sudah, aku mau tidur dulu. Habis makan bawaannya ngantuk.”

“Kalau ngantuk kenapa pergi keluar?”

“Tadi pas ada di depan, melihat Aliyah masuk ke halaman dengan anak laki-laki itu, aku curiga, lalu aku ikuti dia.”

“Jadi orang kok curigaan, siang-siang begini waktunya tidur, istirahat, bukannya ronda,” kesal sang istri.

Pak RT tidak menjawab. Langsung masuk ke kamarnya.

***

Hari sudah malam, ketika Aliyah merasa sangat lapar. Ia ingat nasi goreng yang masih tersisa. Ia menghampirinya, lalu menyendoknya sedikit.

Nasinya sudah dingin, tapi masih bagus, karena ia menutupinya dengan piring, jadi tidak kering. Ia ingin melahapnya langsung, tapi kata Pinto nasi goreng enak dimakan hangat. Aliyah segera memanaskan wajan lalu memasukkan nasi gorengnya. Tidak usah ditambah minyak, agar tidak semakin berminyak, nanti malah jadi kurang enak. Sebentar saja, lalu Aliyah mengentasnya.

Sambil menikmati hangatnya nasi goreng itu, terbayang wajah Pinto yang sudah terlalu baik padanya. Bahkan soal bagaimana nikmatnya makan setiap makanan juga diajarkannya. Kalau makan ini, enaknya panas, makan itu enaknya hangat, kalau yang lain, dingin juga nggak apa-apa. Aliyah tersenyum. Lain kali dia ingin Pinto mengajarinya memasak. Dulu waktu neneknya masih ada, Aliyah juga tidak pernah memasak. Neneknya selalu membawa makanan dari majikannya. Paling tidak lauk-pauk. Hanya nasi yang memasak sendiri. Kalau neneknya kebetulan tidak bekerja, paling-paling beli. Kata nenek, karena hanya berdua, lebih baik beli saja.

Sekarang Aliyah ingin sekali bisa memasak.

Ia sudah menghabiskan sepiring nasi gorengnya, dan hampir membawanya ke tempat cucian piring, ketika terdengar ketukan pintu. Aliyah berdebar. Jangan-jangan pak RT lagi. Ia tak ingin membukanya.

“Aliyah …”

Aliyah merasa lega, itu suara bu RT. Bergegas ia beranjak ke depan, lalu membuka pintunya.

“Yah …”

“Bu RT? Kok malam-malam?”

“Kamu sudah tidur?”

“Belum Bu.”

“Sudah makan?”

“Sudah. Nasi goreng tadi pagi masih ada, baru saja saya makan, Bu,” kata Aliyah tersipu.

“Waduh, apa masih enak?”

“Masih kok Bu, kan saya angetin lagi.”

“Ini, aku bawakan nasi sama gudeg rebung, masih mau makan lagi kan?” kata bu RT sambil memberikan dua buah rantang.

“Wah, masih kenyang Bu, lagian ini banyak banget.”

“Diangetin saja Yah, buat sarapan besok. Tapi kalau nasinya sudah nggak enak untuk besok, buang saja. Ini nasi siang tadi. Kalau sekarang sih masih anget.”

“Baiklah, terima kasih banyak, Bu.”

“Sama-sama, Aliyah. Jangan lupa besok Minggu ya Yah, datang pagi-pagi ke rumah.

“Baik Bu, tapi kalau di suruh belanja, mohon saya diberi catatan ya Bu, takutnya ada yang terlupa.”

“Iya Yah, pasti akan saya berikan, catatannya,” kata bu RT sambil membalikkan tubuhnya, dan meninggalkan Aliyah yang masih berdiri di serambil sambil membawa rantang pemberian bu RT.

Aliyah masuk ke rumah dan kembali mengunci pintunya.

“Ya ampun, lauk gudeg satu rantang, ada ikan asin juga, dan serantang nasi. Bagaimana aku bisa memakannya, aku sudah kenyang. Tapi syukurlah, besok pagi ada yang bisa aku buat sarapan. Sekali lagi aku bisa menghemat pengeluaran makan untuk hari ini dan besok,” kata batin Aliyah yang terus menghitung-hitung sisa uangnya.

***

Pagi masih buta, seorang laki-laki menggedor-gedor rumah mungil yang pintunya tertutup rapat. Ia baru turun dari mobil dan bergegas mendekati rumah itu, diikuti oleh laki-laki gemuk yang tadi menjadi sopirnya.

“Kemana dia? Lampu rumahnya menyala, tuan. Pasti dia ada di dalam,” kata laki-laki gemuk, sang sopir.

“Masa dia tidak mendengar, pintu di dobrak demikian kuat?”

“Bel tamu ada kan, tuan?”

“Sudah aku pencet berkali-kali, tapi dia tidak keluar. Makanya aku mendobrak pintunya.”

“Tidurnya pulas sekali, barangkali.”

“Memangnya dia kerbau? Manusia yang bagaimanapun kalau mendengar suara gaduh juga pasti akan terbangun,” pekiknya kesal, lalu ia kembali menggebrak-gebrak pintunya.

“Mungkinkah dia benar-benar kabur?” tanya sang sopir.

“Kalau tidak, maka dia pasti akan menjawab telponku. Sudah tiga hari dia menghilang.”

“Sabar tuan, saya akan melongok dari samping rumah, siapa tahu dia ada dibelakang,” kata sang sopir sambil turun dari teras dan berjalan ke samping rumah.

Tapi tiba-tiba seorang laki-laki setengah tua mendekati mereka.

“Mengapa Anda menggebrak-gebrak pintu rumah saya?” tegur laki-laki itu kesal.

“Maaf Pak, ini rumah Bapak?”

“Ini rumah saya. Anda mencari siapa? Salah alamat, barangkali?”

“Saya mencari Narita.”

“Oh, Narita? Dia sudah pergi sepekan lalu. Kontrakannya sudah habis.”

Laki-laki muda itu adalah Alfian, dan sopirnya bernama Kirman.

“Apa?” Kirman dan Alfian berteriak.

“Mengapa Anda berteriak? Ini masih pagi, Anda bisa membangunkan seisi kampung. Jawaban saya sudah jelas, bukan? Narita sudah pergi, dan rumah ini sekarang kosong. Saya tinggal di samping situ, dan saya pemilik rumah ini,” terang laki-laki setengah tua itu.

“Kurangajar! Dia pembohong, dia bilang ini rumahnya,” omel Alfian.”

“Dia mengotrak rumah ini selama tiga tahun,” sambung si pemilik rumah.

Alfian segera menarik lengan sopirnya, lalu mengajaknya berlalu, dan masuk ke dalam mobil sambil mengomel panjang pendek.

Laki-laki setengah tua pemilik rumah itu geleng-geleng kepala dengan wajah kesal.

“Dasar tidak sopan!!” umpatnya.

***

“Sudah jelas dia penipu, Seminggu sebelum pesta pernikahan berlangsung, dia kabur,” omel Alfian.

“Bodoh sekali dia. Mau diperistri seorang konglomerat malah kabur.”

“Dia sudah menguras semua uangku, membawa kabur semua perhiasan yang aku berikan,” kesal Alfian lagi.

“Saya tidak habis pikir, tuan. Mengapa dia melakukannya? Kalau memang dia suka harta, seandainya dia sudah menjadi istri tuan, kan dia bisa memilikinya? Bahkan bisa lebih?”

“Aku juga tidak mengerti. Bapak pasti juga marah. Undangan sudah beredar, dan semua orang-orang penting, juga rekan-rekan bisnis bapak, diundang semua.”

“Kenapa ya dia melakukannya?”

“Setelah aku pikir-pikir, tampaknya dia selingkuh.”

“Selingkuh?”

“Aku pernah melihat foto seorang laki-laki di ponselnya. Laki-laki ganteng yang berpose sama dia dengan begitu mesra.”

“Tuan tidak menegurnya?”

“Dia bilang, laki-laki itu sepupunya yang baru datang dari luar negri.”

“Kenapa tuan tidak ingin berkenalan dengan sepupunya itu?”

“Katanya nanti akan diperkenalkan. Dia juga bilang, laki-laki itu yang akan menjadi wali nikahnya, karena dia sudah tak punya orang tua lagi.”

“Dan tuan percaya?”

“Tadinya … ya. Tapi sekarang aku curiga sama mereka. Tampaknya Narita hanya menjadi alat untuk menguras uangku,” geram Alfian.

“Lalu apa yang akan tuan lakukan? Lapor polisi saja.”

“Iya, benar. Tapi aku juga akan mencarinya dengan caraku.”

***

Hari Minggu itu, pagi-pagi sekali Aliyah sudah keluar rumah, menuju ke rumah bu RT. Ia sudah berjanji akan berbelanja untuk keperluan bu RT yang akan menerima arisan di rumahnya pada sore harinya.

Ketika Aliyah datang, yang menyambut bukan bu RT tapi pak RT. Aliyah sedikit kesal. Ia benci cara memandang pak RT kepadanya.

“Kamu bangun pagi sekali ya Yah?” sapa pak RT.

“Ya. Bu RT mana?”

“Yah, kamu sudah datang?” teriak bu RT dari dalam.

“Ya Bu.”

“Sini, aku sudah membuat catatannya,” kata bu RT.

Aliyah melangkah masuk, dan berjalan agak miring, karena pak RT tidak beranjak dari tempatnya berdiri, ditengah pintu. Tapi malang bagi Aliyah, kakinya tersandung keset, dan hampir saja terjatuh, kalau saja pak RT tidak menangkapnya.

***

Besok lagi ya.

35 comments:

  1. Alhamdulillah.....
    Sapa ya sing juara malam ini?

    Bu Tien cepat sembuh ya... Doa kami menyertaimu.
    La ba-'sa thohuurun In Shaa Allah......

    🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  2. Replies
    1. Lho...... Sdh bisa lari cepat jeng Lina?
      Bgmn hasil ctscannya? Japri ya.

      Delete
    2. Inggih kakek hasil ctscan sudah Lina japri kakek , matur suwun

      Delete
  3. Matur nuwun mbak Tien-ku CBE sudah tayang.

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah CINTAKU BUKAN EMPEDU~05 sudah hadir, terimakasih semoga tetap sehat bu Tien..🙏

    ReplyDelete
  5. Semoga lekas sembuh Bu Tien diangkat segala sakit penyakit, sembuh dan pulih seperti sedia kala Aamiin

    Matur suwun sudah tayang CBE 05
    Salam sehat dari bumi Arema Malang

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdullilah Bu tahap pemulihan , semoga kita semua senantiasa selalu di Paringi sehat dan selalu dalam lindungan Nya Aamiin

      Delete
  6. Alhamdulilah, udah tayang CBE , Matur nuwun sanget Bunda Tien Kumalasari

    ReplyDelete
  7. 🍃🪻🍃🪻🦋🪻🍂🪻🍃
    Alhamdulillah CBE 05 telah
    hadir.Matur nuwun Bu Tien.
    Semoga sehat selalu &
    tetap smangaats.
    Salam Aduhai...
    🍃🪻🍃🪻🦋🪻🍃🪻🍃

    ReplyDelete
  8. Bunda nembe Gerah njeh, mugi enggal dangan Bunda, sehat , puleh dan tetap bisa ber aktifitas menghibur kami

    ReplyDelete
  9. Mtrnwn mbak, mugi2 enggal dangan

    ReplyDelete
  10. Replies
    1. Bu Tien, semoga cepat sembuh dan dapat beraktifitas kembali ...waduh sempet juga bu tien menyuguhkan CBE walau kurang sehat. ..terima kasih ya bu tiem

      Delete
  11. Alhamdulillah
    Sdh datang
    Matur nuwun bu

    ReplyDelete
  12. Matur nuwun.. mugi bu Tien terjaga kesehatan lahir dan batin... aaamiin

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah CBE- 05 sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien..
    Syafakillah Bunda, semoga lekas sembuh dan sehat kembali.
    Aamiin Yaa Robbal' Aalamiin

    ReplyDelete
  14. Ada nama baru, Alfian dan Narita. Apa ya hubungannya dengan Aliyah...
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  15. Lhoo...bu Tien sedang kurang sehat to ini? Semoga bisa istirahat dan cepat sembuh, pulih kembali...terima kasih sudah terus berkarya untuk semua penggemar. Lemah teles nggih...🙏😘

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah Cintaku Bukan Empedu Eps. 05 sudah hadir menghibur. Matur nuwun mbak Tien.
    Salam hangat dan salam sehat selalu.

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah, matur nwn bu Tien,
    Salam sehat dari mBantul

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah... mbak Tien kalau sedang kurang sehat jangan dipaksakan, semampunya saja. Semoga cepat sembuh ya....

    ReplyDelete
  19. Makasih mba Tien.
    Moga cepat sembuh dan tetap sehat.
    Salam hangat selalu aduhai

    ReplyDelete
  20. Suwun bu Tien, smg selalu sehat. Salam Seroja

    ReplyDelete
  21. Terima ksih bunda..salam slm sht sll🙏😘🌹

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah, matursuwun bu Tien
    Semoga segera disehatkan lagi , salam sehat selalu

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 13

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  13 (Tien Kumalasari)   “Kamu tidak menjawab pertanyaanku, Tangkil? Apa yang kamu lakukan di sini?” Tangkil...