CINTAKU BUKAN EMPEDU
05
(Tien Kumalasari)
Pinto terkejut, ketika umpatan itu meluncur begitu
saja dari mulut pak RT. Aliyah mendahului keluar, diikuti Pinto.
“Apa-apaan kamu Aliyah?” hardik pak RT.
“Ada apa Pak?”
“Ada apa, katamu? Kamu itu seorang gadis, sendirian di
rumah, bagaimana bisa kamu memasukkan seorang laki-laki ke dalam rumah? Itu
tidak sopan, dan melanggar tata susila, tahu?”
“Maaf pak RT, teman saya ini hanya mengajari saya
memasak, tidak lebih.”
“Kamu jangan membuat alasan. Laki-laki itu berbahaya
kalau diberi hati.”
“Maaf pak RT, sungguh kami hanya memanaskan nasi goreng.”
“Memanasi nasi goreng saja pakai diajarkan. Aliyah,
kamu bisa bertanya sama aku, kalau hanya memanaskan nasi goreng,” mata pak RT
masih menyala.
“Tapi dia hanya mengajari saya, dan mengingatkan bahwa
nasi goreng lebih enak dimakan hangat-hangat,” kata Aliyah polos.
“Tapi itu tidak pantas. Kamu gadis, dia laki-laki,
tidak ada siapa-siapa di rumah ini. Bagaimana kalau dia bertindak yang tidak
pantas sama kamu?”
“Pak RT, saya, jelek-jelek begini, juga mengerti tata
susila. Tidak mungkin saya berbuat yang tidak pantas,” bela Pinto tak terima.
“Halaah, memuji-muji diri sendiri. Kamu tahu tidak,
kalau ketahuan orang kampung, kamu bisa dihajar habis-habisan.”
“Baiklah pak RT, kami minta maaf. Lain kali tidak akan
melakukannya lagi.”
“Ya sudah, kalau begitu kenapa tidak segera pergi?”
kata pak RT sambil menuding ke arah wajah Pinto.
“Aliyah, aku pulang dulu ya, sebentar lagi harus masuk
kerja.”
“Ya Mas, maaf ya. Dan terima kasih atas semuanya.”
Pinto melangkah pergi, setelah melambaikan tangannya.
Aliyah membalas lambaian itu, membuat hati pak RT
bertambah panas.
“Siapa dia?”
“Teman saya. Kan saya sudah bilang dari kemarin,” kata
Aliyah yang sebenarnya sangat kesal kepada pak RT yang bersikap kasar terhadap
Pinto, yang sudah begitu baik padanya.
“Kerja di mana dia?”
“Di sebuah restoran.”
“Restoran mana?”
“Saya tidak tahu namanya. Tidak jauh dari sini. Dia
sangat baik sama saya.”
“Sangat baik … sangat baik … kamu itu harus
berhati-hati dalam bergaul. Laki-laki yang bukan siapa-siapa kamu, memasuki
rumah kamu, itu tidak pantas.”
Aliyah tidak menjawab. Dia merasa sudah mengatakan
alasannya tadi, dan tak ingin mengulanginya. Ia hanya berharap, pak RT segera
pergi.
“Sekali lagi, kamu harus berhati-hati. Jangan
sembarangan memasukkan orang asing ke dalam rumah.”
“Ya,” jawab Aliyah singkat.
“Hm, rumah kamu sudah bersih, kamu rajin sekali.”
Aliyah kesal. Kok sekarang membahas rumah bersih, dan
tidak segera pergi. Aliyah tentu saja sungkan mengusirnya. Ia melihat pak RT
melongok-longok ke dalam rumah. Mau apa lagi dia? Pikir Aliyah.
“ Bersih semua ya?”
“Ya. Tapi maaf pak RT, saya tadi sedang menjerang air,
takut kompornya kehabisan gas,” kata Aliyah sambil membalikkan tubuhnya ke
dalam rumah. Tapi tanpa diduga pak RT mengikutinya. Aliyah terkejut.
“Pak RT mau apa?”
“Kalau gas kamu habis, datanglah ke rumah, istriku
punya stok gas beberapa tabung.”
“Ya, baiklah. Bukankah kata Bapak tadi, bahwa tidak
pantas laki-laki memasuki rumah seorang gadis, apalagi sendirian?” sekarang
Aliyah berani menyerang.
“Lhoh, aku ini berbeda. Satu, aku RT di sini, dua …
aku kan maksudnya baik.”
“Gas saya masih banyak. Maaf, kalau habis saya akan
beli sendiri,” katanya sedikit ketus, sambil beranjak ke depan rumah. Tentu
saja pak RT mengikutinya keluar.
“Ya sudah, aku kan hanya ingin menolong,” kata pak RT
sambil nyelonong pergi.
Aliyah menghela napas lega. Dia segera membalikkan
tubuhnya, dan menutup pintu sekaligus menguncinya dari dalam. Sangat kesal dia.
Sikap pak RT sungguh menyebalkan.
***
Pak Rt keluar dari halaman rumah Aliyah dengan wajah
masam, tapi dia kemudian berpapasan dengan istrinya yang ternyata sedang
mencarinya.
“Bapak dari mana saja sih? Dari tadi aku
mencari-cari,” gerutu sang istri.
“Seperti anak kecil saja. Nggak kelihatan sedikit
sudah dicari-cari.”
“Dari rumah Aliyah ya? Ngapain ?”
“Itu tadi, ada anak laki-laki di rumah Aliyah, aku
menegurnya.”
“Memangnya kenapa kalau ada laki-laki di rumah Aliyah.
Pasti itu temannya yang tadi datang ke rumah kita ketika Aliyah mengembalikan
rantang. Ya kan?”
“Iya. Tapi aku tidak suka. Laki-laki itu masuk ke
dalam rumah Aliyah, itu kan tidak pantas? Nanti kalau dia melakukan hal-hal
yang tidak pantas, bagaimana? Aku sebagai ketua RT kan harus bisa menjaga semua
warga.”
“Memangnya apa yang dilakukan mereka? Kalau hanya
menemani berbincang kan tidak apa-apa. Pintu rumahnya terbuka atau tertutup?”
“Waktu itu sih terbuka, bagaimana kalau kemudian
mereka menutupnya?”
“Bapak jangan berlebihan. Selama mereka masih dalam
batas-batas kewajaran, ya tidak apa-apa. Terlalu berprasangka juga tidak baik.”
“Bukan berprasangka, aku hanya mengingatkan, supaya
Aliyah berhati-hati. Laki-laki kalau diberi kesempatan bisa berbahaya lho Bu,”
kata pak RT sambil mengikuti sang istri masuk ke rumah.
“Oh, begitu ya? Jadi aku harus khawatir dong sama
Bapak, kalau Bapak tiba-tiba pergi tanpa pamit?”
“Lhoh, kok jadi aku?”
“Bapak kan laki-laki juga?”
“Ya tidak semua begitu. Ah, kamu itu ada-ada saja. Ya
sudah, aku mau tidur dulu. Habis makan bawaannya ngantuk.”
“Kalau ngantuk kenapa pergi keluar?”
“Tadi pas ada di depan, melihat Aliyah masuk ke
halaman dengan anak laki-laki itu, aku curiga, lalu aku ikuti dia.”
“Jadi orang kok curigaan, siang-siang begini waktunya tidur,
istirahat, bukannya ronda,” kesal sang istri.
Pak RT tidak menjawab. Langsung masuk ke kamarnya.
***
Hari sudah malam, ketika Aliyah merasa sangat lapar.
Ia ingat nasi goreng yang masih tersisa. Ia menghampirinya, lalu menyendoknya
sedikit.
Nasinya sudah dingin, tapi masih bagus, karena ia
menutupinya dengan piring, jadi tidak kering. Ia ingin melahapnya langsung,
tapi kata Pinto nasi goreng enak dimakan hangat. Aliyah segera memanaskan wajan
lalu memasukkan nasi gorengnya. Tidak usah ditambah minyak, agar tidak semakin
berminyak, nanti malah jadi kurang enak. Sebentar saja, lalu Aliyah mengentasnya.
Sambil menikmati hangatnya nasi goreng itu, terbayang
wajah Pinto yang sudah terlalu baik padanya. Bahkan soal bagaimana nikmatnya
makan setiap makanan juga diajarkannya. Kalau makan ini, enaknya panas, makan
itu enaknya hangat, kalau yang lain, dingin juga nggak apa-apa. Aliyah
tersenyum. Lain kali dia ingin Pinto mengajarinya memasak. Dulu waktu neneknya
masih ada, Aliyah juga tidak pernah memasak. Neneknya selalu membawa makanan
dari majikannya. Paling tidak lauk-pauk. Hanya nasi yang memasak sendiri. Kalau
neneknya kebetulan tidak bekerja, paling-paling beli. Kata nenek, karena hanya
berdua, lebih baik beli saja.
Sekarang Aliyah ingin sekali bisa memasak.
Ia sudah menghabiskan sepiring nasi gorengnya, dan
hampir membawanya ke tempat cucian piring, ketika terdengar ketukan pintu.
Aliyah berdebar. Jangan-jangan pak RT lagi. Ia tak ingin membukanya.
“Aliyah …”
Aliyah merasa lega, itu suara bu RT. Bergegas ia beranjak
ke depan, lalu membuka pintunya.
“Yah …”
“Bu RT? Kok malam-malam?”
“Kamu sudah tidur?”
“Belum Bu.”
“Sudah makan?”
“Sudah. Nasi goreng tadi pagi masih ada, baru saja
saya makan, Bu,” kata Aliyah tersipu.
“Waduh, apa masih enak?”
“Masih kok Bu, kan saya angetin lagi.”
“Ini, aku bawakan nasi sama gudeg
rebung, masih mau makan lagi kan?” kata bu RT sambil memberikan dua buah
rantang.
“Wah, masih kenyang Bu, lagian ini banyak banget.”
“Diangetin saja Yah, buat sarapan besok. Tapi kalau
nasinya sudah nggak enak untuk besok, buang saja. Ini nasi siang tadi. Kalau
sekarang sih masih anget.”
“Baiklah, terima kasih banyak, Bu.”
“Sama-sama, Aliyah. Jangan lupa besok Minggu ya Yah,
datang pagi-pagi ke rumah.
“Baik Bu, tapi kalau di suruh belanja, mohon saya diberi
catatan ya Bu, takutnya ada yang terlupa.”
“Iya Yah, pasti akan saya berikan, catatannya,” kata
bu RT sambil membalikkan tubuhnya, dan meninggalkan Aliyah yang masih berdiri
di serambil sambil membawa rantang pemberian bu RT.
Aliyah masuk ke rumah dan kembali mengunci pintunya.
“Ya ampun, lauk gudeg satu rantang, ada ikan asin
juga, dan serantang nasi. Bagaimana aku bisa memakannya, aku sudah kenyang.
Tapi syukurlah, besok pagi ada yang bisa aku buat sarapan. Sekali lagi aku bisa
menghemat pengeluaran makan untuk hari ini dan besok,” kata batin Aliyah yang
terus menghitung-hitung sisa uangnya.
***
Pagi masih buta, seorang laki-laki menggedor-gedor
rumah mungil yang pintunya tertutup rapat. Ia baru turun dari mobil dan
bergegas mendekati rumah itu, diikuti oleh laki-laki gemuk yang tadi menjadi
sopirnya.
“Kemana dia? Lampu rumahnya menyala, tuan. Pasti dia
ada di dalam,” kata laki-laki gemuk, sang sopir.
“Masa dia tidak mendengar, pintu di dobrak demikian
kuat?”
“Bel tamu ada kan, tuan?”
“Sudah aku pencet berkali-kali, tapi dia tidak keluar.
Makanya aku mendobrak pintunya.”
“Tidurnya pulas sekali, barangkali.”
“Memangnya dia kerbau? Manusia yang bagaimanapun kalau
mendengar suara gaduh juga pasti akan terbangun,” pekiknya kesal, lalu ia kembali
menggebrak-gebrak pintunya.
“Mungkinkah dia benar-benar kabur?” tanya sang sopir.
“Kalau tidak, maka dia pasti akan menjawab telponku.
Sudah tiga hari dia menghilang.”
“Sabar tuan, saya akan melongok dari samping rumah,
siapa tahu dia ada dibelakang,” kata sang sopir sambil turun dari teras dan
berjalan ke samping rumah.
Tapi tiba-tiba seorang laki-laki setengah tua
mendekati mereka.
“Mengapa Anda menggebrak-gebrak pintu rumah saya?”
tegur laki-laki itu kesal.
“Maaf Pak, ini rumah Bapak?”
“Ini rumah saya. Anda mencari siapa? Salah alamat,
barangkali?”
“Saya mencari Narita.”
“Oh, Narita? Dia sudah pergi sepekan lalu.
Kontrakannya sudah habis.”
Laki-laki muda itu adalah Alfian, dan sopirnya bernama
Kirman.
“Apa?” Kirman dan Alfian berteriak.
“Mengapa Anda berteriak? Ini masih pagi, Anda bisa
membangunkan seisi kampung. Jawaban saya sudah jelas, bukan? Narita sudah
pergi, dan rumah ini sekarang kosong. Saya tinggal di samping situ, dan saya
pemilik rumah ini,” terang laki-laki setengah tua itu.
“Kurangajar! Dia pembohong, dia bilang ini rumahnya,”
omel Alfian.”
“Dia mengotrak rumah ini selama tiga tahun,” sambung
si pemilik rumah.
Alfian segera menarik lengan sopirnya, lalu
mengajaknya berlalu, dan masuk ke dalam mobil sambil mengomel panjang pendek.
Laki-laki setengah tua pemilik rumah itu geleng-geleng
kepala dengan wajah kesal.
“Dasar tidak sopan!!” umpatnya.
***
“Sudah jelas dia penipu, Seminggu sebelum pesta
pernikahan berlangsung, dia kabur,” omel Alfian.
“Bodoh sekali dia. Mau diperistri seorang konglomerat
malah kabur.”
“Dia sudah menguras semua uangku, membawa kabur semua
perhiasan yang aku berikan,” kesal Alfian lagi.
“Saya tidak habis pikir, tuan. Mengapa dia
melakukannya? Kalau memang dia suka harta, seandainya dia sudah menjadi istri
tuan, kan dia bisa memilikinya? Bahkan bisa lebih?”
“Aku juga tidak mengerti. Bapak pasti juga marah.
Undangan sudah beredar, dan semua orang-orang penting, juga rekan-rekan bisnis
bapak, diundang semua.”
“Kenapa ya dia melakukannya?”
“Setelah aku pikir-pikir, tampaknya dia selingkuh.”
“Selingkuh?”
“Aku pernah melihat foto seorang laki-laki di
ponselnya. Laki-laki ganteng yang berpose sama dia dengan begitu mesra.”
“Tuan tidak menegurnya?”
“Dia bilang, laki-laki itu sepupunya yang baru datang
dari luar negri.”
“Kenapa tuan tidak ingin berkenalan dengan sepupunya
itu?”
“Katanya nanti akan diperkenalkan. Dia juga bilang,
laki-laki itu yang akan menjadi wali nikahnya, karena dia sudah tak punya orang
tua lagi.”
“Dan tuan percaya?”
“Tadinya … ya. Tapi sekarang aku curiga sama mereka.
Tampaknya Narita hanya menjadi alat untuk menguras uangku,” geram Alfian.
“Lalu apa yang akan tuan lakukan? Lapor polisi saja.”
“Iya, benar. Tapi aku juga akan mencarinya dengan
caraku.”
***
Hari Minggu itu, pagi-pagi sekali Aliyah sudah keluar
rumah, menuju ke rumah bu RT. Ia sudah berjanji akan berbelanja untuk keperluan
bu RT yang akan menerima arisan di rumahnya pada sore harinya.
Ketika Aliyah datang, yang menyambut bukan bu RT tapi
pak RT. Aliyah sedikit kesal. Ia benci cara memandang pak RT kepadanya.
“Kamu bangun pagi sekali ya Yah?” sapa pak RT.
“Ya. Bu RT mana?”
“Yah, kamu sudah datang?” teriak bu RT dari dalam.
“Ya Bu.”
“Sini, aku sudah membuat catatannya,” kata bu RT.
Aliyah melangkah masuk, dan berjalan agak miring,
karena pak RT tidak beranjak dari tempatnya berdiri, ditengah pintu. Tapi
malang bagi Aliyah, kakinya tersandung keset, dan hampir saja terjatuh, kalau
saja pak RT tidak menangkapnya.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah.....
ReplyDeleteSapa ya sing juara malam ini?
Bu Tien cepat sembuh ya... Doa kami menyertaimu.
La ba-'sa thohuurun In Shaa Allah......
🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹
Suwun
ReplyDeleteLho...... Sdh bisa lari cepat jeng Lina?
DeleteBgmn hasil ctscannya? Japri ya.
Inggih kakek hasil ctscan sudah Lina japri kakek , matur suwun
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku CBE sudah tayang.
ReplyDeleteAlhamdulillah CINTAKU BUKAN EMPEDU~05 sudah hadir, terimakasih semoga tetap sehat bu Tien..🙏
ReplyDeletealhamdulillah
ReplyDeleteSemoga lekas sembuh Bu Tien diangkat segala sakit penyakit, sembuh dan pulih seperti sedia kala Aamiin
ReplyDeleteMatur suwun sudah tayang CBE 05
Salam sehat dari bumi Arema Malang
Jeng Lina juga sudah sehat?
DeleteAlhamdullilah Bu tahap pemulihan , semoga kita semua senantiasa selalu di Paringi sehat dan selalu dalam lindungan Nya Aamiin
DeleteAlhamdulilah, udah tayang CBE , Matur nuwun sanget Bunda Tien Kumalasari
ReplyDelete🍃🪻🍃🪻🦋🪻🍂🪻🍃
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE 05 telah
hadir.Matur nuwun Bu Tien.
Semoga sehat selalu &
tetap smangaats.
Salam Aduhai...
🍃🪻🍃🪻🦋🪻🍃🪻🍃
Bunda nembe Gerah njeh, mugi enggal dangan Bunda, sehat , puleh dan tetap bisa ber aktifitas menghibur kami
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien...
ReplyDelete🙏🙏
Mtrnwn mbak, mugi2 enggal dangan
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bu tien, salam sehat ...
ReplyDeleteBu Tien, semoga cepat sembuh dan dapat beraktifitas kembali ...waduh sempet juga bu tien menyuguhkan CBE walau kurang sehat. ..terima kasih ya bu tiem
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSdh datang
Matur nuwun bu
Alhamdulillah...
ReplyDeleteAlhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteMatur nuwun.. mugi bu Tien terjaga kesehatan lahir dan batin... aaamiin
ReplyDeleteTrm ksh matur nuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE- 05 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien..
Syafakillah Bunda, semoga lekas sembuh dan sehat kembali.
Aamiin Yaa Robbal' Aalamiin
Ada nama baru, Alfian dan Narita. Apa ya hubungannya dengan Aliyah...
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Lhoo...bu Tien sedang kurang sehat to ini? Semoga bisa istirahat dan cepat sembuh, pulih kembali...terima kasih sudah terus berkarya untuk semua penggemar. Lemah teles nggih...🙏😘
ReplyDeleteAlhamdulillah Cintaku Bukan Empedu Eps. 05 sudah hadir menghibur. Matur nuwun mbak Tien.
ReplyDeleteSalam hangat dan salam sehat selalu.
Alhamdulillah, matur nwn bu Tien,
ReplyDeleteSalam sehat dari mBantul
Pak RT memang punya akal bulus
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah... mbak Tien kalau sedang kurang sehat jangan dipaksakan, semampunya saja. Semoga cepat sembuh ya....
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteMoga cepat sembuh dan tetap sehat.
Salam hangat selalu aduhai
Suwun bu Tien, smg selalu sehat. Salam Seroja
ReplyDeleteTerima ksih bunda..salam slm sht sll🙏😘🌹
ReplyDeleteAlhamdulillah, matursuwun bu Tien
ReplyDeleteSemoga segera disehatkan lagi , salam sehat selalu