CINTAKU BUKAN EMPEDU
06
(Tien Kumalasari)
Aliyah meronta, karena pak RT seperti sengaja
mendekapnya. Ketika berhasil melepaskan diri, Aliyah seperti terdorong, dan
kembali hampr jatuh, tapi untunglah ada bu Rt yang tiba-tiba menahan tubuhnya.
“Ada apa sih ini? Kenapa Aliyah? Bapak melakukan apa?”
“Maaf Bu, maaf,” kata Aliyah dengan napas terengah. Ia
merasa jijik karena pak RT bukan hanya menahan tubuhnya saat mau jatuh, tapi
juga memeluknya erat.
“Itu lho Bu, tadi Aliyah hampir jatuh karena
tersandung keset. Lalu aku berhasil menangkapnya."
“Lha sampai Aliyah mendorong-dorong Bapak begitu.
Bapak sengaja memeluknya ya?” tuduh bu RT curiga, melihat tatapan aneh
suaminya.
“Ibu ini kenapa. Kalau aku tidak menangkapnya, pasti
Aliyah sudah jatuh. Untung aku bisa memeluknya.”
“Untung bisa memeluknya? Jadi Bapak merasa beruntung
karena Aliyah hampir jatuh, lalu Bapak mendapat kesempatan memeluknya, begitu?”
“Waduh, pagi-pagi sudah menuduh yang bukan-bukan,”
katanya sambil ngeloyor pergi, tapi diam-diam dia nyengir menyebalkan, tapi
senang berhasil memeluk gadis kencur yang sudah sekian lama diincarnya.
“Bener juga, laki-laki kalau diberi kesempatan selalu
mempergunakannya dengan maksud yang tidak baik. Bapak sendiri yang mengatakan
bukan, dan itu terbukti,” omel bu RT. Pak RT sempat mendengarnya, tapi tak
peduli. Dia langsung masuk ke kamar, membayangkan nikmatnya berhasil mendekap
Aliyah. Ia berbaring di ranjang, memeluk guling.
Sementara itu Aliyah merasa sungkan karena bu RT
tiba-tiba uring-uringan sama suaminya. Ia ingin pulang saja, tapi sudah
berjanji mau membantu bu RT. Ia tak tahu harus berbuat apa.
“Yah, sudah, jangan dipikirkan. Ayo ke dapur, catatan
sudah aku siapkan,” kata bu RT sambil menggandeng tangan Aliyah.
“Maaf ya, perlakuan pak RT tadi? Aku yakin dia hanya
ingin menolong kamu,” kata bu RT berbohong, hanya untuk menenangkan hati
Aliyah, padahal dia tahu gelagat suaminya. Tadi ia sempat melihat sang suami
tidak sekedar menahan tubuh Aliyah, tapi juga sengaja memeluknya dan tidak
melepaskannya kalau Aliyah tidak meronta dan mendorongnya.
Aliyah diam saja. Ia menerima catatan yang diberikan
bu RT dan membacanya, barangkali ada yang tidak dimengertinya.
“Ini uangnya ya Yah, aku kira cukup kok. Nanti kalau
membeli daging, pilih yang bagus, jangan yang banyak lapisan-lapisan putihnya.”
“Tapi saya tidak pernah membeli daging, bagaimana
kalau_”
“Nanti kamu bilang saja sama penjualnya. Serat-serat
putih itu diminta agar dibuang saja. Begitu.”
Aliyah mengangguk.
“Kamu naik taksi saja, supaya cepat.”
“Saya jalan kaki saja Bu, kan pasarnya dekat. Saya sudah
sering ikut nenek ke pasar, ketika nenek ingin beli sarapan nasi urap,” kata
Aliyah jujur.
Bu RT tersenyum. Aliyah ini benar-benar masih polos,
selalu mengatakan apapun dengan terus terang, tanpa malu atau sungkan.
“Baiklah, tapi setelah belanja pasti bawaan kamu
berat, karena ini agak banyak. Naik taksi lebih enak.”
“Saya tidak tahu, bagaimana mencari taksi. Saya naik
becak saja.”
“Terserah kamu saja, yang penting kamu tidak keberatan.
Sudah kamu baca semuanya? Ada yang nggak jelas?”
“Sudah Bu, saya sudah mengerti.”
“Baiklah, berangkatlah sekarang.”
Sepeninggal Aliyah, bu RT masuk ke kamar, dan kesal
melihat suaminya meringkuk sambil memeluk guling.
“Bapak ini apa-apaan sih? Pagi-pagi tidur?” omelnya
sambil menarik guling yang didekapnya.
“Ibu apa-apaan juga sih.”
“Ini pagi, mengapa tidur?”
“Habis, kamu mengomel terus. Menuduh yang bukan-bukan,”
jawab pak RT sambil bangkit.
“Aku tuh punya mata ya Pak. Aku tahu bagaimana tadi
perlakuan Bapak. Menemukan kesempatan memeluk daun muda, seneng kan? Aku juga
melihat mata Bapak berkilat-kilat penuh nafsu.”
“Perempuan itu suka ngawur. Bicara semaunya, menuduh
semaunya.”
“Menuduh itu kan ya ada alasannya. Ada asap pasti ada
api lah Pak. Makanya, Bapak rajin ke rumah Aliyah. Nasi goreng, diantar sendiri,
Aliyah ada tamu laki-laki, dicurigai, tadi pas Aliyah mau jatuh, mendapat
kesempatan peluk-peluk. Hayo, mengelak!”
“Tuh kan, semakin ngawur,” kata pak RT sambil ngeloyor
pergi.”
“Mau ke mana?” pekik bu RT.
“Kan kamu mau ada tamu nanti sore, aku mau menata
kursi.”
Mendapat jawaban suaminya, bu RT diam. Ia memang butuh
dibantu dengan menata kursi untuk tamu-tamu nanti sore. Tapi ia tetap mencatat
kelakuan suaminya, dan merasa bahwa mulai sekarang sang suami harus selalu diawasi.
***
Aliyah berjalan
ke arah pasar, sambil mengingat-ingat pesan bu RT. Tapi pikirannya selalu
terganggu akan perlakuan pak RT kepadanya. Nanti ia harus kembali ke rumah itu,
dan pastinya ketemu pak RT lagi. Aliyah ingin menolak saja permintaan bu RT,
tapi sungkan. Bu RT selalu bersikap baik padanya. Aliyah merasa risih dan jijik
ketika tubuhnya disentuh pak RT. Sebenarnya ia ingin pulang terlebih dulu dan
mandi, tapi bu RT kelihatannya berharap dirinya bisa buru-buru kembali ke rumah
dengan membawa belanjaan. Akhirnya Aliyah harus bersabar. Tapi dia berjanji akan
mencuci tubuhnya bersih-bersih. Kalau perlu akan dihabiskan semua sabun
mandinya agar tak terasa lagi sentuhan laki-laki yang menjijikkan itu. Sekarang
ia sangat berharap agar segera bisa mendapatkan pekerjaan, sehingga ia tak
harus sering-sering pergi ke rumah pak RT, walau bu RT membutuhkan
pertolongannya.
“Aliyah!!”
Aliyah berhenti melangkah. Ia mengenal suara orang
yang memanggilnya. Rupanya dia melewati rumah makan, di mana Pinto bekerja.
“Mas Pinto?” panggilnya dengan wajah berseri. Pinto
seperti kakaknya, selalu menjaga dan memperhatikannya. Dengan Pinto, ia merasa
tak sendirian.
“Mau ke mana?”
“Ke pasar, bu RT meminta aku untuk belanja.”
“Jalan kaki saja?”
“Pasar kan tidak jauh? Pulangnya saja, karena membawa
belanjaan, aku mau naik becak.”
“Ya sudah, kamu hati-hati ya.”
“Tugas pagi Mas?”
“Iya. Sedianya nanti sore aku mau ke rumah kamu, tapi
sungkan sama pak RT.”
“Memangnya kenapa? Aku bukan anaknya. Dia tak berhak
melarang aku berteman dengan siapapun dong,” kata Aliyah kesal.
“Baiklah, kan kita tidak melakukan apa-apa?”
“Kita kan hanya bersahabat, dan Mas Pinto sudah aku
anggap sebagai kakak aku.”
Pinto kehilangan senyumnya. Mengapa dirinya hanya
dianggap kakak? Sebenarnya Pinto ingin lebih dekat sama Aliyah, bukan sekedar
sahabat, atau kakak dan adik. Ia ingin lebih. Aliyah yang lugu, tapi cantik dan
baik hati, adalah wanita yang diidamkannya. Ia harus mengakui, bahwa dia jatuh
cinta sama dia.
“Ya sudah Mas, nanti sore saja kita ketemu, soalnya
aku harus buru-buru.”
“Baiklah Aliyah, sama aku ingin mengabarkan sama kamu,
bahwa pembantu di dapur berkurang satu karena ibu pembantu itu sakit di
kampung. Aku sedang mengajukan kepada manager, agar kamu bisa diterima.”
Aliyah berjingkrak. Wajahnya berseri, matanya
berbinar.
“Benarkah?” dan karena kegembiraan itu, Aliyah
memegangi tangan Pinto, meremasnya erat, membuat Pinto berdebar kemudian dengan
halus melepaskan pegangan itu. Aliyah segera sadar diri.
“Maaf. Saking gembiranya aku, Mas.”
“Semoga permintaanku dikabulkan. Itu sebabnya aku
nanti sore bermaksud ke rumah kamu.”
“Iya Mas, sore nanti, aku pasti sudah ada di rumah.
Aku tunggu ya Mas,” kata Aliyah sambil berlalu.
Pinto menatap punggung Aliyah dengan mata meredup.
Dalam hati ia berharap, Aliyah tidak sekedar menganggapnya sebagai kakak.
***
Sebuah mobil mewat melintas, menyusuri jalanan yang
mulai ramai, karena di hari Minggu, banyak orang bepergian untuk berlibur.
“Tuan, kita mau ke mana lagi? Sudah sejak pagi buta
kita berputar-putar,” kata Kirman sang sopir, mengingatkan majikannya.
“Entahlah. Pikiranku kacau. Aku berharap bisa bertemu
Narita.”
“Tuan mencari non Narita? Menurut tuan, apakah dia
masih berada di kota ini? Kalau dia kabur, berarti dia sudah pergi jauh. Jadi
sebaiknya tuan menyerahkannya kepada polisi.”
Alfi, laki-laki ganteng yang menjadi majikannya, terdiam.
Wajahnya tampak gelisah.
“Man, apa kamu pernah jatuh cinta?” tanya Alfian
tiba-tiba.
“Mengapa tuan menanyakannya?”
“Hanya bertanya, kamu tinggal menjawab. Susah kah?”
“Tidak susah sih tuan.”
“Kalau begitu jawablah.”
“Ya, saya pernah jatuh cinta, sama gadis sekampung
saya.”
“Dilamar dong.”
“Sudah kedahuluan orang, tuan.”
“Bodoh. Kamu terlalu gemuk, jadi gerakan kamu kurang
lincah. Pantas kalau sampai kedahuluan orang lain.”
“Ya karena saya gemuk, lalu tidak tampan, maka kalah
sama yang badannya ramping, tubuhnya tinggi besar, ganteng, walaupun tidak
begitu kaya.”
“Kamu itu gemuk, tapi kamu kuat. Bukankah kamu pernah
jadi jago karate?”
“Iya sih tuan, tapi tidak bisa dong, melamar gadis
dengan menunjukkan sertifikat sebagai jago karate. Itu kan saya sertakan ketika
saya melamar menjadi sopir tuan.”
Alfian tertawa, lirih, merasa sedikit lucu. Tapi
kelucuan itu sama sekali tidak menghibur. Dia kehilangan. Bukan hanya harta
benda, tapi juga cintanya. Ia sadar bahwa dirinya sangat mencintai Narita.
Kehilangan dia, ia merasa separuh jiwanya sudah pergi, membuatnya tak
bersemangat. Tapi kepergian itu juga membuat kemarahannya memuncak. Marah
karena dikhianati, marah karena dibohongi. Bodohnya dirinya, karena terlalu
terbius oleh kecantikannya, kemudian lupa segalanya. Apapun yang diminta sang
kekasih, diberikannya. Karti kredit sudah dihabiskannya, perhiasan yang serba
mahal, sekotak penuh, sudah diberikannya, mobil? Sudah dibawanya pula. Sekarang
dimana? Di mana harta? Di mana cinta? Alfian menggaruk kepalanya dengan sedih
dan marah.
Kirman menoleh, menatap majikannya dengan iba.
“Tuan, mengapa tuan bersedih? Harta ayah tuan masih
berlimpah. Gadis cantik ada di mana-mana. Tuan tinggal memilih, siapa yang akan
menolak tuan?”
Alfian menghela napas dalam-dalam, dan
menghembuskannya kasar.
“Kamu tahu Man? Aku sangat mencintai Narita.”
“Banyak gadis lain yang lebih cantik tuan.”
“Cinta dan senang itu berbeda Man. Sulit menghilangkan
cinta. Tapi aku juga sangat membecinya. Dia penghianat busuk! Penipu jahat. Aku
menyesal telah jatuh cinta sama dia.”
“Ketika seseorang sakit, semuanya memang kemudian
terasa sakit. Tapi sakit itu perlahan akan sembuh dengan sendirinya.”
“Ini bukan sakit perut atau sakit kepala Man,” kesal
Alfian.
“Saya tahu, ini sakit cinta. Tapi cinta itu tak bisa
dikejar, tuan. Ketika gadis yang saya cintai memilih laki-laki lain, saya juga
merasa sakit. Tapi sekarang sakit itu telah sembuh. Saya sudah melupakannya. Cinta
itu seperti angin. Dia bisa datang, tapi juga bisa lewat begitu saja.”
Alfian tak menjawab. Kirman bisa mengatakannya, karena
dia tak terlibat dalam cinta itu. Yang jatuh cinta adalah dirinya, mana mungkin
Kirman bisa mengerti?
“Narita … Narita … “
“Kalau seandainya tuan bertemu dia, apa yang akan tuan
lakukan? Memaafkannya, dan menerima dia kembali?”
“Tidak.”
“Lalu.”
“Aku akan menghajarnya, menyiksanya, sampai dia
meminta ampun, lalu aku minta semua hartaku, kemudian menendangnya dari
kehidupan aku.”
“Katanya tuan cinta?”
“Cinta tidak mengenal penghianat. Walau cinta, tapi
penghianatan harus dibalas dengan kejam.”
“Tuan sadis sekali.”
“Apa katamu? Yang sadis itu si penipu, mengapa aku?”
“Iya sih, tapi kalau benar tuan melakukannya,
menyiksanya, bukankah itu kejam?”
“Dia juga berlaku kejam sama aku. Aku harus
membalasnya dengan kekejaman yang berlipat,” geram Alfian.
Kirman terdiam. Tuan ganteng majikannya sedang diamuk
kemarahan. Karena cinta yang dikhianati. Karenanya dia tak lagi menambah
komentar, agar sang tuan bisa mengendapkan perasaannya.
Tapi tiba-tiba Alfian berteriak.
“Man … Man … Berhenti Man!!”
Kirman mengerem mobilnya tiba-tiba, sehingga
mengeluarkan bunyi berderit yang mengejutkan orang di sekelilingnya.
***
Bu RT sedang meracik bumbu-bumbu, dan memasak apapun
yang bahannya sudah tersedia. Ia menoleh ke arah jam dinding.
“Jam sepuluh? Kenapa Aliyah belum kembali?”
Bu RT bergegas ke depan, di mana pak RT sedang
memasang taplak-taplak di meja yang sudah ditata.
“Pak, kok Aliyah belum kembali ya?”
“Kok tanya sama aku? Aku nggak ikutan, nanti kamu
marah lagi.”
“Tapi ini sudah jam sepuluh. Jam tujuh tadi Aliyah
sudah berangkat. Masa dia belum kembali?”
“Barangkali pulang ke rumahnya dulu.”
“Masa sih belanja untuk kita, dia malah pulang ke rumahnya
dulu?”
“Barangkali dia beli sesuatu dan meletakkannya di
rumah terlebih dulu. Biar aku lihat?” kata pak RT bersemangat.
“Tidak … tidak … biar aku saja. Bapak ke dapur dulu,
aku sedang menggoreng pisang, jaga dan entas kalau sudah warna kekuningan,
awas, jangan sampai gosong,” kata bu RT tanpa menunggu persetujuan suaminya. Pak RT kemudian beranjak ke dapur dengan lesu.
Bu RT sampai di rumah Aliyah, tapi rumah itu masih tertutup. Bahkan terkunci.
“Haah? Kemana Aliyah?”
***
Besok lagi ya.
Alamdulillah CeBeE_06 sdh tayang....
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien.
Mugi enggal dhangan padaranipun... Kersa dahar sing lahap gitu, lhoh.....
Salam SEROJA dan tetap berkarya....
Maturnuwun Bu Tien...
ReplyDelete🙏🙏
Matur nuwun
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien, mugi enggal dhangan
ReplyDelete🌷🌿🌷🌿🦋🌿🌷🌿🌷
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE 06 telah
hadir.Matur nuwun Bu Tien.
Semoga sehat selalu &
tetap smangaats.
Salam Aduhai...
🌷🌿🌷🌿🦋🌿🌷🌿🌷
Mtrnwn
ReplyDeleteAlhamdulilah terima kasih bu tien CBE 6 sdh tayang... semoga bu tien selalu sehat
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien cantiik.... semoga sehat sekeluarga dan lancar puasanya...
ReplyDeletealhamdulillah
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAlhamdulillah Maturnuwun.semoga selalu Sehat tetap semangat nggih Bunda
ReplyDeleteAlhamdullilah bunda..slmt mlm..KBE nya sdh tayang..slm seroja unk bunda..sht sll y bunda🙏😘🌹
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku CBE sudah tayang.
ReplyDeleteAlhamdulillah.... matur nuwun bunda Tien, smlt menjalankan iibadah saum Ramadhan smg sehat2 selalu
ReplyDeleteAlhamdulilah
ReplyDeleteMatur nuwun bu
Semoga sehat selalu
Dan tetap semangat
Waduh
ReplyDeleteAliyah diculik.
Ketemu orang gila lagi; semoga orang yang ada didekat Aliyah ada yang mbantu, dengar teriakan Aliyah minta tolong, mengejar penculik yang pakai mobil.
Nggak tahu tuh mau dibawa kemana, kasihan sengsara banget, baru sercercah harapan berharap dapat kerja, eh malah disamber orang gila dipinggir jalan, ini yang pusing tambah pusing.
Kemana dia..
Apa neneknya nggak cerita kalau Iyah punya kemiripan wajah pada salah satu saudaranya, waktu rumahnya kesapu banjir bandang yang kebetulan ditemukan orang laen.
Salah asuh lagi
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Cintaku bukan empedu yang ke enam sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku, jaga kesehatan.
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Alhamdulillah CINTAKU BUKAN EMPEDU~06 sudah hadir, terimakasih semoga tetap sehat bu Tien..🙏
ReplyDeleteAdakah orang yang melihat Aliyah diculik?? Mudah mudahan ada, terus lapor ke yang berwajib. Tapi kalau tidak ada yang peduli...
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Makasih bunda tayangannya
ReplyDeleteMatur nuwun Bunda
ReplyDeleteNah ini yg saya tunggu...bu RT mulai curiga dengan tingkah laku suaminya...😀
ReplyDeleteTrmksh bu Tien...pasti seru nih liku2nya.👍👍
Alhamdulillah CBE-06 sdh hadir
ReplyDeleteAliyah belum datang, jangan2 diculik Alfian
Terima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat selalu.
Aamiin
Matur nuwun mbak Tien, mugi enggal Dangan
ReplyDeleteReply
Terima kasih mbak Tien, salam sehat selalu.
ReplyDeleteAlhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteAlhamdulillah, matursuwun Bu Tien, salam sehat selalu.
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien
ReplyDeleteSemoga Bu Tien sehat selalu
Makasih mba Tien.
ReplyDeleteSalam sehat selalu
Alhamdulillah, Matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat wal'afiat
Aliyah diculik ,,,,😌
Terimakasih Bu Tien yang selalu setia memberikan bacaan kepada kami, sehat2 selalu ya Bu dalam menjalankan puasa Ramadhan, salam aduhaaiiiiii
ReplyDelete