Wednesday, March 29, 2023

CINTAKU BUKAN EMPEDU 07

 

CINTAKU BUKAN EMPEDU  07

(Tien Kumalasari)

 

“Kemana anak itu? Masa sih, dia mau menipu aku, melarikan uang belanja yang aku berikan? Masa, seandainya iya, dia sama sekali nggak takut, sementara rumahnya dekat rumahku? Tidak, pasti ada sesuatu,” gumam bu RT sambil melangkah pulang ke rumah.

“Ada kan?” tanya pak RT.

“Tidak ada. Rumahnya masih terkunci.”

“Lhah, dia pergi kemana?”

“Itulah yang aku tidak tahu. Kemana anak itu? Dia bilang oasarnya dekat, pasti ke pasar dimana aku selalu belanja. Perjalanan sambil berjalan kaki saja tidak sampai seperempat jam. Aku suruh naik taksi dia nggak mau, katanya mau naik becak saja.”

“Ini sudah hampir jam sebelas,” sambung pak RT.

“Maka dari itu. Pasti ada sesuatu. Aku akan menyusul ke pasar, barangkali dia masih di sana dan bingung bagaimana caranya pulang.”

“Bisa berangkat, masa nggak bisa pulang?” gumam pak RT.

“Mungkin ada sesuatu yang terjadi.”

“Aku tahu jawabannya.”

“Apa maksud Bapak?”

“Anak itu. Laki-laki bernama Pinto itu.”

“Maksudnya, Aliyah pergi ke sana?”

“Dia, laki-laki itu membawa lari Aliyah.”

“Mengapa juga dia membawa lari Aliyah? Tidak ada yang melarang dia mendekati Aliyah. Aliyah sudah dewasa, dan kalau Aliyah juga mau, siapa yang melarang?”

“Siapa tahu, dia merasa bahwa aku menghalangi niatnya, lalu saat dia membawa uang, dia ajak Aliyah kabur.”

“Uang cuma tiga ratus ribu. Masa uang segitu dipakai alasan untuk melarikan anak gadis?”

“Laki-laki itu bukan orang kaya. Hanya pegawai restoran. Paling juga pelayan. Uang tigaratus ribu itu bagi dia kan banyak.”

“Bapak ada-ada saja.”

“Percaya saja sama aku. Biar aku mencari ke tempat laki-laki itu.”

“Memangnya rumah dia di mana? Bapak tahu?”

“Kata Aliyah, dia bekerja di restoran dekat sini. Hanya ada beberapa restorah yang dekat dengan kampung kita, aku bisa bertanya-tanya,” kata pak RT sambil bersiap-siap. Dia berganti baju, lalu mengambil sepeda motornya.”

“Bapak yakin?”

“Sangat yakin. Pasti laki-laki itu menyembunyikannya, supaya bebas melakukan apa saja tanpa ada yang mengganggu,” kata pak RT lagi sambil keluar dari halaman dengan menuntun motornya, lalu mengendarainya menjauh.

“Suamiku itu pikirannya aneh-aneh saja. Aku kok malah berpikir, Aliyah mengalami kecelakaan. Ya Tuhan, kalau itu benar … tak seorang pun tahu di mana alamat Aliyah. Kecuali kalau Aliyah sadar dan bisa mengatakan di mana rumahnya. Tapi nyatanya tak ada yang mengabari ke mari. Kalau memberi kabar, pastinya ke rumah RT nya dulu, nyatanya tidak.  Kasihan anak itu, aku akan ke pasar sekarang juga.”

Bu RT memanggil taksi yang membawanya pergi ke pasar, menyusul Aliyah.

***

Sementara itu, Pak RT sudah bertanya-tanya tentang karyawan rumah makan yang ada di sekitar kampungnya, yang akhirnya menemukan Pinto, sedang melayani pelanggan. Pinto terkejut melihat pak RT datang. Ia mengira pak RT mau makan di rumah makan itu, tapi Pinto melihat dia hanya petentang-petenteng di depan pintu, sambil menatap ke arahnya. Begitu selesai melayani pembeli, Pinto segera menemuinya di luar.

“Pak RT mau makan?”

“Makan kepalamu itu,” makinya sangat kasar. Pak RT sangat membenci  Pinto yang dianggap saingannya dalam memperebutkan Aliyah..

Mata Pinto menyala mendengar umpatan kasar itu.

“Bisakah Bapak bicara lebih sopan?” kata Pinto sambil mengajaknya menjauh dari depan rumah makan itu,  di mana ada beberapa pelanggan yang sedang makan.

“Aku bisa bicara halus, tapi kepada orang yang mengerti tata krama. Kepada kamu, tak perlu aku berbasa basi. Mana Aliyah?”

Pinto tersentak.

“Bapak menanyakan Aliyah kemari? Aliyah belum mulai bekerja, saya baru akan mengabarinya sore nanti, bahwa dia diterima bekerja di rumah makan ini.”

“Apa maksudmu? Jangan berpura-pura menjadi pahlawan di depan aku. Bukankah kamu membawa lari Aliyah?”

“Membawa lari bagaimana maksud Bapak? Sejak pagi saya bekerja di sini. Saya tadi memang ketemu Aliyah yang lewat di depan sini, katanya mau belanja ke pasar, karena disuruh bu RT. Kenapa Bapak mengira saya membawa lari? Apa Aliyah belum kembali sejak ke pasar pagi tadi?” tanya Pinto yang tiba-tiba merasa khawatir.

“Kamu jangan banyak alasan. Aku bisa melaporkan kamu kepada polisi.”

“Laporkan saja. Sekarang, saya tunggu.”

Menyaksikan ada orang yang tampaknya ribut dengan karyawan rumah makan, Satpam yang sedang berjaga kemudian mendekatinya.

“Ada apa, Mas Pinto?”

“Bapak ini menuduh saya melarikan seorang gadis. Mas Satpam tahu kan, sejak pagi saya bertugas di sini dan tidak pergi ke mana-mana?”

“Iya. Mas Pinto ini bertugas sejak pagi, mengapa Bapak menuduhnya?” kata Satpam.

“Karena saya tahu gelagat yang tidak baik dari dia,” pak RT tetap bersikukuh menuduhnya.

“Dia mau melaporkannya pada polisi, saya persilakan. Saya tunggu di sini,” tantang Pinto, yang sebenarnya mengkhawatirkan Aliyah. Kalau pak RT menuduhnya membawa lari Aliyah, berarti Aliyah belum kembali sejak ke pasar tadi. Kemana dia? Pikir Pinto.

“Ayo, mengapa Bapak tidak segera pergi? Kantor polisi tak jauh dari sini. Saya tunggu. Dan jangan lupa, nama saya Pinto Rahmadi. Catat Pak.”

“Iya, lebih baik begitu. Kalau Bapak mau lapor, silakan lapor saja,” sambung satpam yang merasa kurang senang dengan sikap pak RT.

Tanpa menjawab sepatahpun, pak RT segera menaiki sepeda motornya, menuju ke arah kantor polisi. Padahal sebenarnya dia mulai ragu, karena dengan berani Pinto menantangnya. Apa berarti Pinto tidak melakukannya? Pikir pak RT.

Sementara itu Pinto melanjutkan tugasnya dengan pikiran dipenuhi rasa was-was. Ke mana Aliyah, sampai pak RT mencak-mencak menuduhnya melarikannya?

***

Ditengah jalan, pak RT bertemu sang istri yang sedang menaiki becak.

“Paaak … paaak, mau ke mana?”

Pak RT berhenti, lalu membalikkan motornya, menyeberang dan mengikuti becak yang ditumpangi sang istri.

Bu RT menyuruh pengemudi becak itu berhenti.

“Kamu dari mana?”

“Bapak yang dari mana saja, dan mau ke mana?” kesal bu RT karena sudah tahu kalau suaminya menuduh orang dengan membabi buta.

“Aku mau ke kantor polisi. Pinto, bocah itu, menantangku lapor polisi, akan aku lakukan.”

“Jangan gegabah, Bapak bisa dituduh melakukan laporan palsu. Bapak bisa dihukum, tahu.”

“Kamu kok malah memarahi aku sih, aku curiga pada laki-laki bernama Pinto itu.”

“Aku sudah tahu apa yang terjadi pada Aliyah. Seorang langgananku melihat Aliyah diculik oleh seorang pengendara mobil.”

“Apa? Aliyah diculik ?”

“Aliyah sedang membawa belanjaan, sedang mencari becak untuk pulang, tapi seorang pengendara mobil menariknya, memaksanya masuk ke dalam mobil itu. Kasihan Aliyah,” kata bu RT sedih.

Ia segera membayar becaknya, lalu meminta agar suaminya memboncengkannya pulang,

Disepanjang perjalanan, bu RT terus mengucapkan kata-kata penuh rasa kasihan kepada Aliyah.

***

 Pak RT menstandarkan motornya, lalu masuk ke dalam rumah. Sangat penasaran dia, mendengar Aliyah diculik. Siapa penculik itu?”

Bu RT yang mengikutinya masuk, langsung duduk di sofa, dengan wajah kusut.Pak RT mengikutinya, duduk di depan istrinya

“Jadi kamu tadi belanja lagi, untuk keperluan kamu?”

“Tidak, itu belanjaan Aliyah.”

“Kok bisa ?”

“Tadi tuh Aliyah sedang menunggu becak yang dipanggil, tiba-tiba seorang pengendara menariknya masuk ke mobil, belanjaannya berserakan, juga dompetnya. Tapi penjual buah yang ada di luar pasar kemudian mengambil semua belanjaan yang berserakan, juga dompet Aliyah. Ini di serahkannya sama aku. Karena aku bilang bahwa gadis itu aku suruh belanja. Dia mengatakan bahwa polisi sudah menanganinya, dan dompet Aliyah dibawa sebagai barang bukti. Tapi belanjaannya ditinggal di tukang buah, karena ada daging mentah segala, lalu tidak dibawa oleh polisi itu, atau entahlah, yang jelas tukang buah itu menyimpannya, berharap ada yang datang mencari Aliyah, baru dia menyerahkannya..”

“Apa tidak ada orang yang berteriak atau mencegahnya?”

“Kejadiannya begitu cepat, orang-orang hanya terkejut, lalu mobil itu sudah menghilang entah ke mana.”

“Kok aneh. Ya nggak mungkin kalau Aliyah punya musuh?”

“Ini membingungkan. Aliyah pasti sedih.”

“Pasti Aliyah akan dijual. Kan wajahnya cantik.”

“Aku menyesal menyuruhnya belanja.”

“Tahu begitu, tadi aku antar dia ke pasar. Aku kan bisa memboncengkan dia.”

“Bapak itu, dari tadi selalu memperhatikan Aliyah. Terus tadi Bapak mau ke kantor polisi ngapain. Orang tidak bersalah, tidak tahu apa buktinya kok melaporkan pada polisi. Apa Bapak kira polisi itu gampang menerima laporan? Bapak membawa bukti apa, coba? Polisi tak akan bertindak kalau tak ada bukti. Malah Bapak nanti bisa dituduh membuat laporan palsu. Bisa-bisa masuk penjara. Kalau bertindak itu dipikir. Tidak terburu nafsu. Gara-gara cemburu kan, sama Pinto, lalu sembarangan menuduh?”

“Kok jadi aku cemburu. Ngapain aku cemburu?”

“Memangnya aku ini bodoh? Cara Bapak memperlakukan Aliyah itu beda. Lebih-lebih cara memandangnya. Hm, dasar laki-laki tidak tahu diri. Ngaca pak, ngaca, Bapak itu sudah tua, sudah peot, mana mau Aliyah sama Bapak. Lha wong yang namanya Pinto itu ganteng. Dibandingkan sama Bapak, ya jauuh.”

“Ibu mengomel tidak karuan, dan ngawur. Ini permasalahannya kok merembet ke mana-mana. Malah aku yang dituduh macam-macam. Harusnya kita pikirkan, bagaimana dan apa yang harus kita lakukan.”

“Bapak lapor polisi saja sana. Aku juga sedih memikirkan anak itu. Tapi jangan membawa-bawa nama Pinto. Kalau nanti Pinto marah, Bapak dihajar, Bapak berani melawan?”

***

Bu RT memasak dengan perasaan tak menentu. Ia harus meminta tolong salah seorang tetangganya, untuk mempersiapkan segalanya, karena arisan yang akan diadakan sore harinya juga akan membahas soal penting. Maklum, bu RT adalah penggerak para wanita di kampung itu, dan sangat aktif dalam setiap aksi sosial.

Walau begitu hati bu RT merasa tidak tenang. Pak RT sudah pergi ke kantor polisi yang ada di sekitar pasar untuk mencari keterangan tentang Aliyah.

Ketika itulah, tiba-tiba Pinto datang. Bu RT menemuinya di teras depan.

“Bagaimana Bu, saya bingung ketika pak RT mencari Aliyah ke tempat kerja saya, bahkan menuduh saya membawa lari Aliyah, padahal sejak pagi saya bekerja,” kata Pinto yang minta ijin untuk bekerja setengah hari saja, karena hatinya merasa tidak tenang.

“Pak RT itu memang orangnya begitu. Tidak bisa berpikir panjang dalam bertindak. Padahal dia kan ketua RT yang harusnya lebih bijaksana. Biasanya dia tidak begitu, pasti karena hatinya diliputi rasa panas.”

“Lalu sebenarnya Aliyah pergi ke mana? Ibu sudah menemuinya? Tadi saya ke rumahnya, pintunya terkunci.”

“Memang Aliyah belum pulang, Ia mendapat musibah.”

“Kecelakaan?” tanya Pinto cemas.

“Bukan kecelakaan. Kata orang yang melihatnya, dia sedang menunggu becak, tapi tiba-tiba ada mobil berhenti, lalu seorang laki-laki dalam mobil itu menarik paksa Aliyah, langsung memasukkannya ke dalam mobil, lalu mobil itu kabur.”

“Ya Tuhan, siapa laki-laki itu?”

“Tidak ada yang tahu. Kejadian ini sangat membingungkan. Aku juga pusing memikirkannya, sekaligus kasihan sama Aliyah. Dia itu tidak pernah bergaul sama siapa-siapa, kok tiba-tiba diculik, dosa dia itu apa, coba.”

“Sudah lapor polisi?”

“Tampaknya setelah kejadian itu polisi juga datang dan orang-orang melaporkan apa yang terjadi. Tapi tak seorangpun bisa memberi keterangan tentang mobil itu. Maklum, orang-orang pasar, ditanya mobilnya merk apa juga tidak ada yang tahu, apalagi ketika ditanya berapa nomor polisinya. Yah, polisi juga bingung. Mereka hanya bilang, mobilnya warna hitam. Kejadiannya begitu cepat.”

“Saya sangat prihatin mendengar kabar ini. Kami bersahabat belum lama, tapi sudah sangat dekat.”

“Nak Pinto pacaran sama Aliyah?”

“Tidak Bu, atau belum, entahlah. Kami baru bersahabat saja.”

“Sekarang ini kita hanya bisa menunggu. Semoga polisi bisa menguak peristiwa ini dan Aliyah segera kembali,” kata bu RT dengan wajah prihatin.

***

Aliyah sedang menangis di sebuah kamar yang terkunci. Ia tidak mengerti mengapa dibawa ke tempat itu. Kamar itu tidak begitu besar. Kosong tak ada perabot di dalamnya, jadi Aliyah hanya duduk bersandar pada tembok sambil mengalirkan air mata, tak henti-hentinya.

“Tolong keluarkan aku, aku salah apa? Tolooong,” Aliyah berteriak-teriak sambil menangis.

Tapi suaranya hanya menimbulkan gema yang membuatnya pusing, karena sepertinya tak ada seorangpun yang mendengar jerit dan tangisnya.

Tiba-tiba pintu itu terbuka dengan kasar, lalu seseorang masuk, kemudian menutupkan pintunya dengan kasar pula.

Aliyah mengangkat wajahnya, seorang laki-laki berwajah tampan tapi bermata garang menatapnya sengit.

“Apa salahku? Biarkan aku pergi,” rintihnya.

Laki-laki itu mendekat, matanya seperti menyemburkan api. Aliyah sangat ketakutan.

***

Besok lagi ya.

43 comments:

  1. Replies
    1. Gak ada yang woro-woro, ternyata jeng Mimiet sdh ada di paling atas.

      Matur nuwun bu Tien
      Dalam seger kwarasan
      Tetap berkarya dan ADUHAI

      Delete
  2. Iseng2 ngungak, alhamdulillah mb Tien gasik tayang.
    Sehat sll mbak Tien .

    ReplyDelete
  3. Wajah tayang gasik , matur suwun Bu Tien

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waaduuh
      Nulis nya waaah kok jadi wajah hedewww

      Matur suwun Bu Tien salam sehat dari bumi Arema Malang

      Delete
  4. Alhamdulillah.
    Syukron nggih Mbak Tien .. semoga kita semua sehat Aamiin🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah cepet bu... Mau terawehan ya? 😀😀

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, jeng dokter, setelah 3 hari absen ke masjid

      Delete
  6. 🌸🍃🌸🍃🦋🍃🌸🍃🌸
    Alhamdulillah CBE 07 telah
    hadir.Matur nuwun Bu Tien.
    Semoga sehat selalu &
    tetap smangaats.
    Salam Aduhai...
    🌸🍃🌸🍃🦋🍃🌸🍃🌸

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah maaih sore audah tayang, terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  8. Asyiikk....tayang awal hari ini. Terima kasih, bu Tien...sehat selalu.🙏😘😘

    ReplyDelete
  9. Matur nuwun mbak Tien-ku CBE sudah tayang.
    Kok agak tersendat ya, bentar" nge-hang.

    ReplyDelete
  10. Pang ripto mumêt kon mbade arep crigiz waé ah.
    Rupanya ada yang mengikuti, lihat gelagat tidak baek, pengendara motor ndongkol ini berhenti mendadak di depan lagi, lho kok maen paksa masukin orang buru buru kaya bis bumel aja, ih berantakan lagi bawaannya.
    Hei buka kamera rekam tuh, iya ya..
    Ini siapa lagi kalau bukan kita nggak ada yang nolong, ikutin aja jangan deket deket asal tahu kemana itu taksi gelap berhenti.
    Nah lo masuk halaman lumayan luas, keren lagi rumahnya, ah sudahlah orang kita juga cuma bisa sampai sini; ngegeledah juga bukan hak nya. Dah ayo balik kita ceritakan aja apa yang kita lihat dah gitu titik. Sabar sih napa, masa kita lihat hal yang aneh nggak respek? dari pada bikin hoak ini nyata bro, coba kalau itu saudaramu gimana?
    Iya deh, bakal heboh nich konten kita di YouTube, lumayan tambah follower. Wow youtuber rupanya.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Cintaku bukan empedu yang ke tujuh sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  11. Rasanya sulit menemukan Aliyah. Tidak ada yang punya data akurat. Mungkin Pinto yang akan jadi pahlawan.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah
    Datang gasik
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  13. Alhamdulilah..Alyah sdh tayang
    Tks bunda Tien..
    Semoga sehat selalu..
    Aamiin.. 🙏🙏🥰

    ReplyDelete
  14. Matur nuwun bunda Tien..
    🙏🙏

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah Maturnuwun sanget.salam SEROJA CBE kian Aduhai.

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah, Matur nuwun Bu Tien.
    Mugi2 panjenengan tansah ginanjar kasarasan, kabegjan, karaharjan sahengga saget paring lelipur dumateng para sutrisno carita sambung.. 👃

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah CINTAKU BUKAN EMPEDU~07 sudah hadir, terimakasih semoga tetap sehat bu Tien..🙏

    ReplyDelete
  18. Saya bacanya deg2an .... sugeng ndalu poro sederek

    ReplyDelete
  19. MasyaAllah.

    Sdh dibuat deg2 an sama Bunda Tien...terimakasih bunda..sehat selalu

    ReplyDelete
  20. Matur nuwun Mbak Tien sayang. CBE 7 sudah hadir. Smoga Mbak Tien selalu sehat wal'afiat.

    ReplyDelete
  21. Matur nuwun bu Tien Cintaku Bukan Empedu 07 sdh tayang
    Moga bu Tien sekeluarga sehat sll
    Salam dari Bojonegoro

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah, matur nuwun, sehat dan bahagia selalu bunda Tien . .

    ReplyDelete
  23. Alhamdulilah bu tien... semoga sehat selalu ...

    ReplyDelete
  24. Terima kasih Bu Tien
    Salam sehat dan bahagia selalu

    ReplyDelete
  25. Matur suwun bunda Tien ...sehat2 selalu .

    ReplyDelete
  26. Terimakasih bunda Tien, Alhamdulilah sudah sehat kembali dan bisa melaksanakan ibadah di bulan penuh rahmat dan ampunan dengan lancar...

    ReplyDelete
  27. Alhamdulilah, matur nuwun mbakyu Tienkumalasari, cerbung udh tayang (hampir seminggu tdk bisa coment) kangen selamat menjalankan ibadah puasa sehat² sll inggih , wassalam dari Tanggamus, Lampung

    ReplyDelete
  28. Makasih mba Tien.
    Sehat selalu mba. Aduhai

    ReplyDelete
  29. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien ..... semoga bu tien sehat2 selalu

    ReplyDelete
  30. Alhamdulillah, matur nuwun, sehat dan bahagia selalu bu Tien
    Seruuuu,,,,kita tunggu selanjutnya 🤗🥰

    ReplyDelete
  31. Semoga aja wajahnya gak di mirip2 kan dgn Narita......

    ReplyDelete
  32. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
    sehat dan bahagia selalu bu Tien . .

    ReplyDelete

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...