KANTUNG BERWARNA EMAS
31
(Tien Kumalasari)
“Pusy, kamu mau kemana?” tanya Nurani yang terus
mengikuti Pusy ke arah belakang.
Pusy berhenti di depan pintu gudang. Tiba-tiba dia
melompat kearah pegangan pintu, dan entah bagaimana, pintu gudang itu terbuka.
Nurani merasa heran. Lalu dia teringat ketika ibu tirinya memukul Pusy, dia
mengatakan bahwa melihat Pusy di gudang, sedang tidur di atas tumpukan koper.
Pusy masuk sambil menoleh ke arah Nurani. Tampaknya
Pusy ingin agar Nurani mengikutinya. Nurani
masuk ke dalam gudang, melihat Pusy melompat ke atas tumpukan koper yang tak
terpakai. Nurani hanya menatapnya tak berkedip. Entah apa maksud si Pusy dengan
memintanya mengikutinya.
Dan dengan heran ia melihat Pusy membuka salah satu
koper di tumpukan paling atas.
“Apa kamu ingin bilang bahwa setiap hari, selama
bertahun-tahun, kamu tidur di dalam koper itu?”
“Meaauuuwww …”
Lalu tiba-tiba Pusy melompat ke bawah, mulutnya
menggigit sesuatu. Pusy mendekati Nurani.
“Apa yang kamu bawa ini Pusy?” Nurani mengambil
sesuatu yang digigit Pusy, ternyata sebuah kantung, berwarna emas.
“Kantung ?”
Nurani menatap kantung kuning emas itu tak berkedip,
yang berkilat-kilat karena cahaya lampu yang terus menyala di gudang itu.
Pusy menggesek-gesekkan tubuhnya ke kaki Nurani.
Kantung itu terasa sedikit berat. Artinya, ada isinya di dalam kantung itu.
Bukan sebuah benda yang besar atau sangat berat sih, Nurani merogohnya, dan ada
sebuah kotak kecil, dengan warna emas pula.
“Meauuuwww … “
“Ini apa Pusy?”
Pusy menggerak-gerakkan ekornya. Lalu Nurani membuka
kotak itu.
Nurani sangat terkejut. Kotak kecil itu berisi sebuah
leontin yang indah. Nurani mengambilnya, dan berteriak nyaring.
“Leontin in bermata indah, ada foto didalamnya.
Entah bagaimana membuatnya, tapi itu foto ayah dan
ibunya, merangkul dirinya saat masih kecil. Foto itu berada di dalam sebuah
kaca bening, berbingkai emas dikelilingi gemerlap menyilaukan, yang pastinya
adalah berlian.
“Ibuku ,,. Ini indah sekali …” bisik Nurani sambil
bersimpuh di lantai gudang. Air matanya membanjir tak terbendung. Tiba-tiba
rangkulan itu terasa seperti ada pada
dirinya dengan nyata. Begitu erat dan hangat. Nurani terisak pilu.
“Ibu, betapa kangen Nurani pada Ibu. Bukankah Ibu ada
di sorga? Ibu, ceritakanlah tentang sorga. Bukankah sorga itu indah? Kalau
boleh, Nurani ingin ikut bersama Ibu. Mengapa Ibu pergi begitu cepat?”
Pusy melompat ke pangkuan Nurani. Nurani masih
memegangi leontin itu, menatapnya dengan sendu. Alangkah bahagia ketiga sosok
yang ada di dalam leontin itu. Ayahnya begitu tampan, ibunya sangat cantik, dan
dirinya begitu imut serta lucu.
Pusy menarik tangan Nurani yang memegang leontin itu,
menempelkannya ke dadanya.
“Apa kamu ingin aku memakainya?” tanya Nurani sambil
mengusap air matanya.
Pusy menggaruk-garuk kotak perhiasan itu, dan ketika
Nurani membukanya lagi, ada rantai kalung tertinggal di kotak itu.
“Oh, ada rantainya?”
Nurani memasukkan gantungan leontin itu pada
rantainya, lalu dilingkarkannya ke lehernya. Pusy mengeong berkali-kali. Barangkali
dia akan mengatakan bahwa Nurani sangat cantik dengan leontin itu.
Nurani mendekapkan kedua telapak tangannya pada rantai
itu.
Ibu dan ayahku sangat dekat dengan jiwaku,” bisiknya
sambil berdiri, tak lupa memasukkan kotak perhiasan itu ke dalam kantung, lalu
membawanya keluar.
“Kalau kamu selalu tidur di sini? Bagaimana kamu
keluar, lalu kembali menutupkan pintunya?” tanya Nurani.
Pusy mendongakkan kepalanya ke atas.
“Oh, ya Tuhan … ada lobang angin di atas pintu, dan
itu ada di setiap kamar di rumah itu.
“Jadi kamu bisa keluar masuk di setiap ruang melalui
lobang-lobang itu?”
Pusy mengeong, kemudian mendahului Nurani yang lebih
dulu menutupkan pintu gudang.
***
Sepeninggal Andre dan Nurani, Siswati termenung di
dalam kamarnya. Kendati ibunya sudah menyanggupi akan membayar berapapun yang
dibayar Rian, hati Siswati tidak juga merasa tenang. Bukan karena uang itu
saja, yang sebenarnya ibunya juga bukan orang berada, yang pasti hal itu sangat
memberatkannya. Tapi Siswati juga kepikiran apa yang dikatakan Nurani. Bahwa
Rian merasa rendah karena saudaranya seorang narapidana. Bukan karena
merendahkan Siswati setelah Rian berhasil.
Kapan ya bisa ketemu Rian. Rian kan sudah jarang ke
kampus. Jadi dia harus datang ke rumah. Apakah Rian sudah mulai bekerja,
Siswati tidak tahu. Tadi juga lupa bertanya pada Nurani.
“Kalau begitu apakah besok pagi saja aku datang ke
rumahnya? Sungkan sebenarnya, tapi ini kan penting. Bukan hanya karena masalah
uang itu.”
Siswati juga harus mengingat perasaan hatinya. Kalau saudara
Rian seorang narapidana, haruskah dia mundur? Haruskah dia meninggalkan Rian?
Bukankah Rian tidak bersalah? Rian laki-laki baik dan bertanggung jawab. Dia
juga pintar. Kalau saudaranya dihukum, yang bersalah adalah saudaranya, bukan
Rian. Ya kan?
Ketika ibunya masuk ke kamar, ternyata Siswati belum
bisa memejamkan mata.
“Kok masih melamun, harusnya kamu istirahat.
Memikirkan apa?”
“Tidak Bu.”
“Kamu jangan memikirkan uang. Tidak baik berhutang
budi. Memang seharusnya kita membayarnya. Ibu tidak keberatan, walau uang ibu
tidak begitu banyak. Tapi ada. Lebih baik kita membayarnya, kamu tidak usah
khawatir,” kata ibunya yang mengira ibunya keberatan dengan uang itu.
“Iya Bu, itu benar.”
“Kalau begitu, tidur saja. Pasti badan kamu terasa
sakit semua.”
“Bu. Kalau mas Rian punya saudara yang berada di
penjara karena melakukan kesalahan, apakah Siswati harus menjauhinya?”
“Memangnya saudaranya salah apa?”
“Tidak begitu jelas, nanti Sis mau bertanya pada mas
Rian. Tapi bahwa dia punya saudara seorang narapidana, apakah kita harus
menjauhinya?”
“Selama nak Rian itu baik, mengapa harus menjauhinya?”
“Mas Rian memutuskan hubungan karena takut Sis kecewa
punya ipar seorang pesakitan.”
“Menurut kamu, nak Rian itu bagaimana?”
“Dia sangat baik, dan sangat perhatian. Siswati
menyesal marah sama dia karena dia memutuskan hubungan. Ya karena Sis lari dari
dia itulah, kemudian Sis terjatuh.”
“Ibu tidak akan ikut campur dalam hubungan kalian,
asalkan nak Rian benar-benar laki-laki baik dan bertanggung jawab. Keinginan
ibu, adalah kamu hidup terlindungi, dan bahagia.”
“Terima kasih Bu.”
Walaupun begitu, Siswati masih ragu-ragu menemui Rian.
“Kalau kamu sudah merasa lebih baik, temui dia dan
kembalikan uangnya. Kamu sudah tahu berapa jumlahnya?”
“Belum Bu.”
“Tanyakan dulu, atau bawa uangnya sekalian.”
“Siswati bisa bertanya pada pihak rumah sakit, saat
kontrol besok.”
“Baiklah, terserah kamu saja.”
***
Pagi hari itu, Rian dan Nurani kembali ikut ke kantor
ayahnya. Minggu depan Nurani sudah mulai kuliah, dan setelah wisuda Rian juga
harus mulai bekerja. Ayahnya meminta agar keduanya mengerti seluk belum usaha
ayahnya.
Tapi sebenarnya Nurani ingin mengatakan pada ayahnya
tentang leontin yang ditemukannya berada di dalam kantung emas, yang
ditunjukkan Pusy.
Begitu selesai berbincang dengan Andre, Nurani minta
waktu kepada ayahnya untuk bicara tentang leontin itu. Ia tak mau mengatakannya
saat di rumah, karena merasa nggak enak sama ibu tirinya.
“Bapak, Nurani ingin bicara sama Bapak, tidak apa-apa
kah kalau mas Andre mendengarnya?” tanya Nurani kepada ayahnya, karena Andre
berada satu ruang dengan ayahnya, untuk memudahkan komunikasi. Tidak apa-apa
kalau Rian mendengarnya, tapi Andre bukan keluarga kan?
“Andre bukan orang lain. Apakah itu sebuah rahasia?”
“Bukan sih.”
“Apakah hal yang memalukan?”
“Bukan, Pak.”
“Kalau begitu katakan saja, ada apa.”
Nurani menarik kalung yang semula tertutup rapat di
balik bajunya. Pak Candra terkejut sekali.
“Kamu menemukannya? Bertahun-tahun aku mencarinya.
Bukankah dia tersimpan di dalam sebuah kantung?”
“Iya, Pak. Ini kantungnya,” katanya sambil
mengeluarkan kantung kecil berwarna emas, yang disimpan di dalam tasnya.
Nurani kemudian melepas kalung itu, membuat Andre dan
Rian takjub melihatnya.
“Hei, cantik sekali. Itu ibu Nurani? Wajahnya persis
Nurani, ya kan Pak?” tanya Rian.
“Apakah kantung ini tadinya hilang?” tanya Andre.
“Ketika aku menikah dengan ibunya Rian, kantung ini
lenyap entah kemana. Semua tentang ibu Nurani, hilang tak berbekas, demikian
juga si Pusy.”
“Pusy?” tanya Rian.
“Mengapa Bapak tidak mencarinya?”
“Bapak sudah mencarinya, dibantu oleh ibunya Rian
juga, tapi tidak ketemu.”
“Apakah waktu itu Bapak mengira bahwa kantung berisi
kalung ini diambil oleh ibu saya?” tanya Rian dengan perasaan tak enak.
“Tidak. Bapak yakin tidak, karena waktu itu kantung
ini ada di dalam almari Bapak yang letaknya ada di kamar Nurani. Itu bekas
kamar dimana ibu Nurani menyimpan barang-barangnya. Ibumu belum pernah
masuk kesana.”
“Ternyata Pusy yang menyimpannya,” kata Nurani.
Semua orang terkejut.
“Pusy?” pekik mereka hampir bersamaan.
Lalu Nurani mengatakan semuanya, bagaimana si Pusy
meminta dia mengikutinya masuk ke gudang, lalu dibukanya sebuah koper tua, dan
kantung itu berada di dalamnya.
“Pusy bukan kucing biasa,” kata Rian.
“Benar. Dia sangat menjaga Nurani, bahkan benda yang
sangat berarti bagi Nurani,” sambung Rian.
Pak Candra menimang-nimang leontin itu, dan air
matanya merebak. Seperti juga Nurani, ingatan tentang istrinya membuatnya
sedih.
Tiba-tiba pak Candra mengutak atik leontin itu. Nurani
terkejut, ternyata leontin ibu bisa dibuka.
“Bisa dibuka?” pekik Rian dan Nurani bersama-sama.
“Kamu belum pernah membukanya, Nur?”
Nurani menggeleng.
“Baru kemarin sore Nur menemukannya, lalu memakainya.
Tidak tahu kalau bisa dibuka.”
“Ada sebuah pesan di dalam leontin ini,” kata pak
Candra yang kemudian menarik sesuatu dari dalam leontin itu. Seperti secarik
kertas yang sangat tipis.
“Apa itu Pak?” tanya Nurani penasaran.
“Kamu ingin membacanya?”
Nurani mengangguk.
Anakku Nurani,
Ketika kamu membaca surat ini, barangkali ibu sudah
tak ada lagi di dunia ini, karena penyakit yang diderita ibu tidak akan bisa
disembuhkan. Dan waktu itu kamu juga pasti sudah dewasa.
Leontin ini ibu buat sebagai kenangan, bahwa kita
pernah bersama-sama, sebagai sebuah keluarga yang berbahagia.
Sayang sekali dokter sudah memvonis ibu, bahwa ibu
hanya bisa bertahan selama setahun lagi saja. Perkiraan dokter itu ternyata meleset,
karena Sang Penentu Umur hanyalah Allah Yang Maha Kuasa. Sudah lebih setahun
ibu masih hidup. Ibu tidak tahu kapan persisnya ibu meninggalkan kamu, yang
jelas memang ibu harus meninggalkan kalian, orang-orang yang ibu cintai.
Ada satu pesan yang semoga Allah meridhoiNya, yaitu
sebuah keinginan ibu, agar kamu bisa menikah dengan seorang laki-laki baik,
anak sahabat ibu. Namanya Andre Ananda Pratama.
Selamat tinggal anakku, jadilah wanita berbudi luhur
berhati mulia. Jaga dan cintai ayahmu, seperti ibu menjaga dan mencintainya.
Dari ibumu, dengan penuh cinta,
Saraswati.
Gemetar tangan Nurani ketika melipat kembali surat
itu. Ia melirik ayahnya, yang tersenyum penuh arti sambil menatapnya
lekat-lekat.
Apa? Bukankah Andre Ananda Pratama adalah orang
kepercayaan ayahnya yang memang digadang-gadang oleh ayahnya agar bisa
mendampingi hidupnya?
Mengapa di dalam leontin indah itu ada pesan
perjodohan yang membuatnya gemetar. Sejauh ini Nurani belum pernah merasa jatuh
cinta kepada Andre. Nurani menanggapinya baik, karena Andre juga baik. Tapi
cinta? Aduhai.
Wajah Nurani tiba-tiba memerah.
“Surat apa sih? Boleh aku ikut membacanya?” tanya Rian
sambil mengulurkan tangannya.
“Tidaaak,” Nurani menyembunyikannya dalam genggaman.
“Kok tiba-tiba kamu jadi aneh begitu sih? Bapak, apa
isi surat itu?” tanya Rian.
“Kok tanya sama bapak, tanya sama yang barusan membaca
itu,” kata pak Candra sambil tertawa.
“Nggak usah. Ini surat buat aku.”
“Baiklah, itu surat buat kamu. Tapi yang tertulis di
dalam surat itu adalah amanah dari almarhumah ibumu. Jadi kamu harus
menjalaninya,” kata pak Candra.
Nurani melipat-lipat surat tipis itu kembali, dan memasukkannya ke dalam leontin. Wajahnya
memerah. Sedikitpun dia tak berani menatap Andre, yang sejak tadi memandanginya
penuh tanda tanya.
***
Hari itu Muhammad Rian Prabudi selesai di wisuda. Yang
hadir hanyalah pak Candra, Nurani dan Andre, karena ibunya tidak mau datang
menghadiri. Barangkali karena sikap Rian yang masih dingin terhadap ibunya,
entahlah.
Pak Candra memeluk hangat anak tiri yang disayanginya,
demikian juga Andre , dan Nurani yang memeluknya dengan air mata berlinang.
Sesungguhnya Nurani amat menyayangi kakak tirinya.
“Selamat ya Mas, aku bangga sama kamu,” kata Nurani
gemetar karena haru dan bahagia.
“Terima kasih, kamu adikku yang baik, aku juga bangga
sama kamu.”
Tapi ketika mereka sedang berbincang dengan riang, mata Rian menangkap sosok gadis yang berdiri di bawah sebuah pohon rindang, dengan mempergunakan kruk penyangga kaki kirinya.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulilah
ReplyDeleteAlhamdulillah....KaBeE eps_31 sdh tayang ...... mojok yukkk.
DeleteMatur nuwun bu Tien, sugeng dalu, sehat selalu dan selalu sehat. Salam SEROJA buat sahabat-2ku PCTK dimanapun Anda berada. Tetap semangat dan ADUHAI......
Alhamdulillah
ReplyDeleteMtrnwn
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteYes
ReplyDeleteHai ...
ReplyDeleteSugeng dalu
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDelete🌼🍃🌼 Alhamdulillah KBE 31 telah hadir. Matur nuwun Bunda Tien. Semoga sehat selalu dan tetap smangaaats...Salam Aduhai 🙏🦋🌻
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku, Kantung Berwarna Emas sudah tayang.
ReplyDeleteSurabaya menyapa ..
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMtnuwun mbk Tien
Alhamfulillah...
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien
🙏🙏
Alahamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun
Hore hore matur nuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien
Salam sehat selalu
Alhamdulillah...yg ditunggu akhirnya tayang juga..
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien...
Sehat selalu...🙏
Alhamdulillah tayang sugeng ndalu bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulilah, matur nuwun mbakyu Tienkumalasari sayang, salam aduhaai dan kangen dari Cibubur
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien..
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur tengkiu mbak Tien, salam sehat bahagia
ReplyDeleteAlhamdulillah, KANTUNG BERWARNA EMAS (KBE) 31 telah tayang,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien 🌷🌷🌷🌷🌷
Nurani - Andre sudah berjodoh, tinggal Siswati - Rian menunggu.
ReplyDeleteMasih adakah kisah bu Candra bersama anaknya..
Kita tunggu 'besok lagi ya '...
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatursuwun Bu Tien
Salam sehat selalu
Oh ternyata Nurani udah di jodohkan dari dulu sama Andre....trims Bu Tien sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteMatur nuwun Bunda Tien.
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteTetap sehat dan selalu aduhai
Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's, Mbah Wi, Tjoekherisubiyandono, Apip Mardin, Suprawoto, Beny Irwanto,
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch., Indrastuti,
Alhamdulillah KBE 31 Sudah tayang. ...
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien....
Moga Bu Tien sekeluarga sehat selalu....
Aamiin......
ReplyDeleteAlhamdulillah KANTUNG BERWARNA EMAS~31 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
Jadi ayahnya Nurani sdh tahu perjodohan itu Andre anak temannya huikk manteb..Makasih bu Tien...
ReplyDeleteTerima kasih Mbak Tien...
ReplyDeleteWo jadi kantung berwarna emas itu isiné kotak liontin sama ranté nya.
ReplyDeleteDibalik liontin itu bisa diisi pesan yang ditulis kertas tipis.
Yah semacam wasiat gitu tå, walah malah nyencang ati, yaitu kan kaya diharuskan, kasian Nurani, lha jejere perempuan, pesannya kaya gitu, egois tenan ortune, sakdongnya ya kalau anak lanang ya rada maklum walau biasané kêmênthus pingin nya pilihan nya sendiri gitu, lagian masih jauh nunggu selesai kuliah dulu ya Nur.
Ya dirahasiakan dulu tå lumayan buat bahan ujian pura pura nggak simpati gitu, nggak usah caper, cuwèk bèbèk, nanti kalau tertarik sama yang lain gimana, anggap aja nggak jodhoh rak uwis.
Umyeg
Ngomong énak, ini yang pesan ibunya yang dirindukan lho, sudah alm lagi.
Sing penting nggak ngganyik gitu waelah, gengsi donk owner.
Haduh Siswanti yang dapat pesan ibunya sudah merasa tegar, di tegar tegarin menemui Rian mau klarifikasi.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Kantung berwarna emas yang ke tiga puluh satu sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Alhamdulillah, matur nwn bunda Tien, Salam sehat dari mBantul
ReplyDeleteTumben ya ibu Tien kali ini cerita misteri dikit2...ga seperti biasanya drama keluarga saja. Tapi menarik juga sih...terima kasih bu...sudah memberi hiburan kepada kami. Semoga sehat selalu ya...🙏😀
ReplyDeletematur suwun bunda Tien..mkin seruu..ceritanya Dalam sht sll dan tetap aduhai..🙏🥰🌹
ReplyDeleteTerjadilah
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDelete