Tuesday, January 10, 2023

KANTUNG BERWARNA EMAS 31

 

KANTUNG BERWARNA EMAS  31

(Tien Kumalasari)

 

“Pusy, kamu mau kemana?” tanya Nurani yang terus mengikuti Pusy ke arah belakang.

Pusy berhenti di depan pintu gudang. Tiba-tiba dia melompat kearah pegangan pintu, dan entah bagaimana, pintu gudang itu terbuka. Nurani merasa heran. Lalu dia teringat ketika ibu tirinya memukul Pusy, dia mengatakan bahwa melihat Pusy di gudang, sedang tidur di atas tumpukan koper.

Pusy masuk sambil menoleh ke arah Nurani. Tampaknya Pusy ingin agar Nurani mengikutinya.  Nurani masuk ke dalam gudang, melihat Pusy melompat ke atas tumpukan koper yang tak terpakai. Nurani hanya menatapnya tak berkedip. Entah apa maksud si Pusy dengan memintanya mengikutinya.

Dan dengan heran ia melihat Pusy membuka salah satu koper di tumpukan paling atas.

“Apa kamu ingin bilang bahwa setiap hari, selama bertahun-tahun, kamu tidur di dalam koper itu?”

“Meaauuuwww …”

Lalu tiba-tiba Pusy melompat ke bawah, mulutnya menggigit sesuatu. Pusy mendekati Nurani.

“Apa yang kamu bawa ini Pusy?” Nurani mengambil sesuatu yang digigit Pusy, ternyata sebuah kantung, berwarna emas.

“Kantung ?”

Nurani menatap kantung kuning emas itu tak berkedip, yang berkilat-kilat karena cahaya lampu yang terus menyala di gudang itu.

Pusy menggesek-gesekkan tubuhnya ke kaki Nurani. Kantung itu terasa sedikit berat. Artinya, ada isinya di dalam kantung itu. Bukan sebuah benda yang besar atau sangat berat sih, Nurani merogohnya, dan ada sebuah kotak kecil, dengan warna emas pula.

“Meauuuwww … “

“Ini apa Pusy?”

Pusy menggerak-gerakkan ekornya. Lalu Nurani membuka kotak itu.

Nurani sangat terkejut. Kotak kecil itu berisi sebuah leontin yang indah. Nurani mengambilnya, dan berteriak nyaring.

“Leontin in bermata indah, ada foto didalamnya.

Entah bagaimana membuatnya, tapi itu foto ayah dan ibunya, merangkul dirinya saat masih kecil. Foto itu berada di dalam sebuah kaca bening, berbingkai emas dikelilingi gemerlap menyilaukan, yang pastinya adalah berlian.

“Ibuku ,,. Ini indah sekali …” bisik Nurani sambil bersimpuh di lantai gudang. Air matanya membanjir tak terbendung. Tiba-tiba rangkulan itu terasa seperti  ada pada dirinya dengan nyata. Begitu erat dan hangat. Nurani terisak pilu.

“Ibu, betapa kangen Nurani pada Ibu. Bukankah Ibu ada di sorga? Ibu, ceritakanlah tentang sorga. Bukankah sorga itu indah? Kalau boleh, Nurani ingin ikut bersama Ibu. Mengapa Ibu pergi begitu cepat?”

Pusy melompat ke pangkuan Nurani. Nurani masih memegangi leontin itu, menatapnya dengan sendu. Alangkah bahagia ketiga sosok yang ada di dalam leontin itu. Ayahnya begitu tampan, ibunya sangat cantik, dan dirinya begitu imut serta lucu.

Pusy menarik tangan Nurani yang memegang leontin itu, menempelkannya ke dadanya.

“Apa kamu ingin aku memakainya?” tanya Nurani sambil mengusap air matanya.

Pusy menggaruk-garuk kotak perhiasan itu, dan ketika Nurani membukanya lagi, ada rantai kalung tertinggal di kotak itu.

“Oh, ada rantainya?”

Nurani memasukkan gantungan leontin itu pada rantainya, lalu dilingkarkannya ke lehernya. Pusy mengeong berkali-kali. Barangkali dia akan mengatakan bahwa Nurani sangat cantik dengan leontin itu.

Nurani mendekapkan kedua telapak tangannya pada rantai itu.

Ibu dan ayahku sangat dekat dengan jiwaku,” bisiknya sambil berdiri, tak lupa memasukkan kotak perhiasan itu ke dalam kantung, lalu membawanya keluar.

“Kalau kamu selalu tidur di sini? Bagaimana kamu keluar, lalu kembali menutupkan pintunya?” tanya Nurani.

Pusy mendongakkan kepalanya ke atas.

“Oh, ya Tuhan … ada lobang angin di atas pintu, dan itu ada di setiap kamar di rumah itu.

“Jadi kamu bisa keluar masuk di setiap ruang melalui lobang-lobang itu?”

Pusy mengeong, kemudian mendahului Nurani yang lebih dulu menutupkan pintu gudang.

***

Sepeninggal Andre dan Nurani, Siswati termenung di dalam kamarnya. Kendati ibunya sudah menyanggupi akan membayar berapapun yang dibayar Rian, hati Siswati tidak juga merasa tenang. Bukan karena uang itu saja, yang sebenarnya ibunya juga bukan orang berada, yang pasti hal itu sangat memberatkannya. Tapi Siswati juga kepikiran apa yang dikatakan Nurani. Bahwa Rian merasa rendah karena saudaranya seorang narapidana. Bukan karena merendahkan Siswati setelah Rian berhasil.

Kapan ya bisa ketemu Rian. Rian kan sudah jarang ke kampus. Jadi dia harus datang ke rumah. Apakah Rian sudah mulai bekerja, Siswati tidak tahu. Tadi juga lupa bertanya pada Nurani.

“Kalau begitu apakah besok pagi saja aku datang ke rumahnya? Sungkan sebenarnya, tapi ini kan penting. Bukan hanya karena masalah uang itu.”

Siswati juga harus mengingat perasaan hatinya. Kalau saudara Rian seorang narapidana, haruskah dia mundur? Haruskah dia meninggalkan Rian? Bukankah Rian tidak bersalah? Rian laki-laki baik dan bertanggung jawab. Dia juga pintar. Kalau saudaranya dihukum, yang bersalah adalah saudaranya, bukan Rian. Ya kan?

Ketika ibunya masuk ke kamar, ternyata Siswati belum bisa memejamkan mata.

“Kok masih melamun, harusnya kamu istirahat. Memikirkan apa?”

“Tidak Bu.”

“Kamu jangan memikirkan uang. Tidak baik berhutang budi. Memang seharusnya kita membayarnya. Ibu tidak keberatan, walau uang ibu tidak begitu banyak. Tapi ada. Lebih baik kita membayarnya, kamu tidak usah khawatir,” kata ibunya yang mengira ibunya keberatan dengan uang itu.

“Iya Bu, itu benar.”

“Kalau begitu, tidur saja. Pasti badan kamu terasa sakit semua.”

“Bu. Kalau mas Rian punya saudara yang berada di penjara karena melakukan kesalahan, apakah Siswati harus menjauhinya?”

“Memangnya saudaranya salah apa?”

“Tidak begitu jelas, nanti Sis mau bertanya pada mas Rian. Tapi bahwa dia punya saudara seorang narapidana, apakah kita harus menjauhinya?”

“Selama nak Rian itu baik, mengapa harus menjauhinya?”

“Mas Rian memutuskan hubungan karena takut Sis kecewa punya ipar seorang pesakitan.”

“Menurut kamu, nak Rian itu bagaimana?”

“Dia sangat baik, dan sangat perhatian. Siswati menyesal marah sama dia karena dia memutuskan hubungan. Ya karena Sis lari dari dia itulah, kemudian Sis terjatuh.”

“Ibu tidak akan ikut campur dalam hubungan kalian, asalkan nak Rian benar-benar laki-laki baik dan bertanggung jawab. Keinginan ibu, adalah kamu hidup terlindungi, dan bahagia.”

“Terima kasih Bu.”

Walaupun begitu, Siswati masih ragu-ragu menemui Rian.

“Kalau kamu sudah merasa lebih baik, temui dia dan kembalikan uangnya. Kamu sudah tahu berapa jumlahnya?”

“Belum Bu.”

“Tanyakan dulu, atau bawa uangnya sekalian.”

“Siswati bisa bertanya pada pihak rumah sakit, saat kontrol besok.”

“Baiklah, terserah kamu saja.”

***

Pagi hari itu, Rian dan Nurani kembali ikut ke kantor ayahnya. Minggu depan Nurani sudah mulai kuliah, dan setelah wisuda Rian juga harus mulai bekerja. Ayahnya meminta agar keduanya mengerti seluk belum usaha ayahnya.

Tapi sebenarnya Nurani ingin mengatakan pada ayahnya tentang leontin yang ditemukannya berada di dalam kantung emas, yang ditunjukkan Pusy.

Begitu selesai berbincang dengan Andre, Nurani minta waktu kepada ayahnya untuk bicara tentang leontin itu. Ia tak mau mengatakannya saat di rumah, karena merasa nggak enak sama ibu tirinya.

“Bapak, Nurani ingin bicara sama Bapak, tidak apa-apa kah kalau mas Andre mendengarnya?” tanya Nurani kepada ayahnya, karena Andre berada satu ruang dengan ayahnya, untuk memudahkan komunikasi. Tidak apa-apa kalau Rian mendengarnya, tapi Andre bukan keluarga kan?

“Andre bukan orang lain. Apakah itu sebuah rahasia?”

“Bukan sih.”

“Apakah hal yang memalukan?”

“Bukan, Pak.”

“Kalau begitu katakan saja, ada apa.”

Nurani menarik kalung yang semula tertutup rapat di balik bajunya. Pak Candra terkejut sekali.

“Kamu menemukannya? Bertahun-tahun aku mencarinya. Bukankah dia tersimpan di dalam sebuah kantung?”

“Iya, Pak. Ini kantungnya,” katanya sambil mengeluarkan kantung kecil berwarna emas, yang disimpan di dalam tasnya.

Nurani kemudian melepas kalung itu, membuat Andre dan Rian takjub melihatnya.

“Hei, cantik sekali. Itu ibu Nurani? Wajahnya persis Nurani, ya kan Pak?” tanya Rian.

“Apakah kantung ini tadinya hilang?” tanya Andre.

“Ketika aku menikah dengan ibunya Rian, kantung ini lenyap entah kemana. Semua tentang ibu Nurani, hilang tak berbekas, demikian juga si Pusy.”

“Pusy?” tanya Rian.

“Mengapa Bapak tidak mencarinya?”

“Bapak sudah mencarinya, dibantu oleh ibunya Rian juga, tapi tidak ketemu.”

“Apakah waktu itu Bapak mengira bahwa kantung berisi kalung ini diambil oleh ibu saya?” tanya Rian dengan perasaan tak enak.

“Tidak. Bapak yakin tidak, karena waktu itu kantung ini ada di dalam almari Bapak yang letaknya ada di kamar Nurani. Itu bekas kamar dimana ibu Nurani menyimpan barang-barangnya. Ibumu belum pernah masuk  kesana.”

“Ternyata Pusy yang menyimpannya,” kata Nurani.

Semua orang terkejut.

“Pusy?” pekik mereka hampir bersamaan.

Lalu Nurani mengatakan semuanya, bagaimana si Pusy meminta dia mengikutinya masuk ke gudang, lalu dibukanya sebuah koper tua, dan kantung itu berada di dalamnya.

“Pusy bukan kucing biasa,” kata Rian.

“Benar. Dia sangat menjaga Nurani, bahkan benda yang sangat berarti bagi Nurani,” sambung Rian.

Pak Candra menimang-nimang leontin itu, dan air matanya merebak. Seperti juga Nurani, ingatan tentang istrinya membuatnya sedih.

Tiba-tiba pak Candra mengutak atik leontin itu. Nurani terkejut, ternyata leontin ibu bisa dibuka.

“Bisa dibuka?” pekik Rian dan Nurani bersama-sama.

“Kamu belum pernah membukanya, Nur?”

Nurani menggeleng.

“Baru kemarin sore Nur menemukannya, lalu memakainya. Tidak tahu kalau bisa dibuka.”

“Ada sebuah pesan di dalam leontin ini,” kata pak Candra yang kemudian menarik sesuatu dari dalam leontin itu. Seperti secarik kertas yang sangat tipis.

“Apa itu Pak?” tanya Nurani penasaran.

“Kamu ingin membacanya?”

Nurani mengangguk.

Anakku Nurani,

Ketika kamu membaca surat ini, barangkali ibu sudah tak ada lagi di dunia ini, karena penyakit yang diderita ibu tidak akan bisa disembuhkan. Dan waktu itu kamu juga pasti sudah dewasa.

Leontin ini ibu buat sebagai kenangan, bahwa kita pernah bersama-sama, sebagai sebuah keluarga yang berbahagia.

Sayang sekali dokter sudah memvonis ibu, bahwa ibu hanya bisa bertahan selama setahun lagi saja. Perkiraan dokter itu ternyata meleset, karena Sang Penentu Umur hanyalah Allah Yang Maha Kuasa. Sudah lebih setahun ibu masih hidup. Ibu tidak tahu kapan persisnya ibu meninggalkan kamu, yang jelas memang ibu harus meninggalkan kalian, orang-orang yang ibu cintai.

Ada satu pesan yang semoga Allah meridhoiNya, yaitu sebuah keinginan ibu, agar kamu bisa menikah dengan seorang laki-laki baik, anak sahabat ibu. Namanya Andre Ananda Pratama.

Selamat tinggal anakku, jadilah wanita berbudi luhur berhati mulia. Jaga dan cintai ayahmu, seperti ibu menjaga dan mencintainya.

Dari ibumu, dengan penuh cinta,

Saraswati.

 

Gemetar tangan Nurani ketika melipat kembali surat itu. Ia melirik ayahnya, yang tersenyum penuh arti sambil menatapnya lekat-lekat.

Apa? Bukankah Andre Ananda Pratama adalah orang kepercayaan ayahnya yang memang digadang-gadang oleh ayahnya agar bisa mendampingi hidupnya?

Mengapa di dalam leontin indah itu ada pesan perjodohan yang membuatnya gemetar. Sejauh ini Nurani belum pernah merasa jatuh cinta kepada Andre. Nurani menanggapinya baik, karena Andre juga baik. Tapi cinta? Aduhai.

Wajah Nurani tiba-tiba memerah.

“Surat apa sih? Boleh aku ikut membacanya?” tanya Rian sambil mengulurkan tangannya.

“Tidaaak,” Nurani menyembunyikannya dalam genggaman.

“Kok tiba-tiba kamu jadi aneh begitu sih? Bapak, apa isi surat itu?” tanya Rian.

“Kok tanya sama bapak, tanya sama yang barusan membaca itu,” kata pak Candra sambil tertawa.

“Nggak usah. Ini surat buat aku.”

“Baiklah, itu surat buat kamu. Tapi yang tertulis di dalam surat itu adalah amanah dari almarhumah ibumu. Jadi kamu harus menjalaninya,” kata pak Candra.

Nurani melipat-lipat surat tipis itu kembali, dan  memasukkannya ke dalam leontin. Wajahnya memerah. Sedikitpun dia tak berani menatap Andre, yang sejak tadi memandanginya penuh tanda tanya.

***

Hari itu Muhammad Rian Prabudi selesai di wisuda. Yang hadir hanyalah pak Candra, Nurani dan Andre, karena ibunya tidak mau datang menghadiri. Barangkali karena sikap Rian yang masih dingin terhadap ibunya, entahlah.

Pak Candra memeluk hangat anak tiri yang disayanginya, demikian juga Andre , dan Nurani yang memeluknya dengan air mata berlinang. Sesungguhnya Nurani amat menyayangi kakak tirinya.

“Selamat ya Mas, aku bangga sama kamu,” kata Nurani gemetar karena haru dan bahagia.

“Terima kasih, kamu adikku yang baik, aku juga bangga sama kamu.”

Tapi ketika mereka sedang berbincang dengan riang, mata Rian menangkap sosok gadis yang berdiri di bawah sebuah pohon rindang, dengan mempergunakan kruk penyangga kaki kirinya.

***

Besok lagi ya.

44 comments:

  1. Replies
    1. Alhamdulillah....KaBeE eps_31 sdh tayang ...... mojok yukkk.
      Matur nuwun bu Tien, sugeng dalu, sehat selalu dan selalu sehat. Salam SEROJA buat sahabat-2ku PCTK dimanapun Anda berada. Tetap semangat dan ADUHAI......

      Delete
  2. 🌼🍃🌼 Alhamdulillah KBE 31 telah hadir. Matur nuwun Bunda Tien. Semoga sehat selalu dan tetap smangaaats...Salam Aduhai 🙏🦋🌻

    ReplyDelete
  3. Matur nuwun mbak Tien-ku, Kantung Berwarna Emas sudah tayang.

    ReplyDelete
  4. Alhamfulillah...

    Maturnuwun Bu Tien
    🙏🙏

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah
    Terima kasih Bu Tien
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah...yg ditunggu akhirnya tayang juga..

    Matur nuwun bunda Tien...
    Sehat selalu...🙏

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah tayang sugeng ndalu bu Tien

    ReplyDelete
  8. Alhamdulilah, matur nuwun mbakyu Tienkumalasari sayang, salam aduhaai dan kangen dari Cibubur

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah
    Terima kasih Bu Tien..

    ReplyDelete
  10. Matur tengkiu mbak Tien, salam sehat bahagia

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah, KANTUNG BERWARNA EMAS (KBE) 31 telah tayang,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  12. Nurani - Andre sudah berjodoh, tinggal Siswati - Rian menunggu.
    Masih adakah kisah bu Candra bersama anaknya..
    Kita tunggu 'besok lagi ya '...
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah
    Matursuwun Bu Tien
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  14. Oh ternyata Nurani udah di jodohkan dari dulu sama Andre....trims Bu Tien sehat selalu

    ReplyDelete
  15. Makasih mba Tien.
    Tetap sehat dan selalu aduhai

    ReplyDelete
  16. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
    Wignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
    Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's, Mbah Wi, Tjoekherisubiyandono, Apip Mardin, Suprawoto, Beny Irwanto,

    ReplyDelete
  17. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch., Indrastuti,

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah KBE 31 Sudah tayang. ...

    Matur nuwun Bu Tien....

    Moga Bu Tien sekeluarga sehat selalu....

    Aamiin......

    ReplyDelete

  19. Alhamdulillah KANTUNG BERWARNA EMAS~31 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  20. Jadi ayahnya Nurani sdh tahu perjodohan itu Andre anak temannya huikk manteb..Makasih bu Tien...

    ReplyDelete
  21. Wo jadi kantung berwarna emas itu isiné kotak liontin sama ranté nya.
    Dibalik liontin itu bisa diisi pesan yang ditulis kertas tipis.
    Yah semacam wasiat gitu tå, walah malah nyencang ati, yaitu kan kaya diharuskan, kasian Nurani, lha jejere perempuan, pesannya kaya gitu, egois tenan ortune, sakdongnya ya kalau anak lanang ya rada maklum walau biasané kêmênthus pingin nya pilihan nya sendiri gitu, lagian masih jauh nunggu selesai kuliah dulu ya Nur.
    Ya dirahasiakan dulu tå lumayan buat bahan ujian pura pura nggak simpati gitu, nggak usah caper, cuwèk bèbèk, nanti kalau tertarik sama yang lain gimana, anggap aja nggak jodhoh rak uwis.
    Umyeg
    Ngomong énak, ini yang pesan ibunya yang dirindukan lho, sudah alm lagi.
    Sing penting nggak ngganyik gitu waelah, gengsi donk owner.
    Haduh Siswanti yang dapat pesan ibunya sudah merasa tegar, di tegar tegarin menemui Rian mau klarifikasi.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Kantung berwarna emas yang ke tiga puluh satu sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah, matur nwn bunda Tien, Salam sehat dari mBantul

    ReplyDelete
  23. Tumben ya ibu Tien kali ini cerita misteri dikit2...ga seperti biasanya drama keluarga saja. Tapi menarik juga sih...terima kasih bu...sudah memberi hiburan kepada kami. Semoga sehat selalu ya...🙏😀

    ReplyDelete
  24. matur suwun bunda Tien..mkin seruu..ceritanya Dalam sht sll dan tetap aduhai..🙏🥰🌹

    ReplyDelete

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 01

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  01 (Tien Kumalasari)   Arumi berlarian di pematang sawah sambil bersenandung. Sesekali sebelah tangannya men...