MELANI KEKASIHKU 40
(Tien Kumalasari)
Spontan bibik dan Melani menghambur ke ruang tengah, meninggalkan masakan yang beranjak mendidih.
“Ibu... ada apa bu?” tanya Melani cemas. Dilihatnya ibunya berdiri, seperti sedang mencari-cari.
“Mana Sasa... mana Sasa... perempuan itu.. perempuan itu.. membawanya lari.”
“Perempuan yang mana ibu?” tanya Melani sambil memeluk ibunya, sementara bibik terduduk di lantai, cemas.
“Dia... polisi sudah membawanya.. dokter Santi... dokter Santi .. mana Sasa.. tadi sudah aku gendong.. dibawa lagi pasti.. Sasaaa....” Anindita berteriak tak terkendali.
Melani dan bibik kebingungan, karena tidak tahu apa yang terjadi. Mereka melihat ke arah televisi, yang ada hanya iklan-iklan.
“Pasti tadi ada berita tertentu..” gumam Melani.
“Tidak ada dokter Santi bu, tidak ada Sasa... ayo duduklah kembali, ibu tenang ya,” bujuk Melani.
Bibik berdiri mengambilkan minum untuk majikannya.
“Ini bu.. diminum dulu..” kata bibik, tapi Anindita menepiskannya sehingga minuman itu tumpah.
“Sasa mana... Sasa... kasihan anak itu.. ibunya sangat kejam.. “
“Dimana Sasa bu?”
“Tadi aku gendong... mana dia...ibunya sudah ditangkap polisi..”
“Ibunya siapa?”
“Disitu... aku melihatnya.. dia ditangkap polisi... mana Sasaaa?”
Saat itulah tiba-tiba Laras muncul bersama Agus.
“Mana Sasa...? Kamu membawa Sasa kan? Ibunya sudah ditangkap polisi..” kata Anindita sambil menuding kearah Laras, lalu menuding lagi ke arah televisi.
“Sasa sedang bekerja, Dita.... Dita.. kamu ingat aku?” kata Laras sambil mendekat.
“Kamu membawa Sasa atau tidak?” tanya Anindita dengan wajah penuh kecemasan.
“Dita, Sasa sedang bekerja...”
“Sasa kecil... Sasa yang tadi aku gendong...aku melihat ibunya dibawa polisi.. dokter Santi.. penjahat itu..” teriaknya emosi.
Agus segera mengerti. Dia tahu hari ini Santi dipindahkan dari tahanan di Jakarta ke Solo. Pastinya polisi menayangkan berita itu dan Anindita melihatnya.
“Dita, itu masa lalu... sekarang Sasa sudah besar...”
Anindita mengatupkan mulutnya. Berkali-kali dia mendengar kata-kata itu. ‘Sekarang sudah besar, sekarang sudah besar..’
“Oh, maksud ibu... Sasa puterinya tante Laras?” tanya Melani.
“Benar, Melan... dulu Sasa bersama tantemu ini... ya Dita? Dilarikan dokter Santi lalu berkejar-kejaran dengan polisi.”
“Mengapa tiba-tiba ibu ingat mbak Sasa?”
“Tadi aku menggendongnya...” gumam Anindita pelan. Ia belum sadar sepenuhnya.
“Mungkin ada siaran di televisi yang mengabarkan tentang seorang narapidana yang dibawa dari Jakarta. Pastinya itu dokter Santi, lalu Dita melihatnya,” kata Agus.
“Ibu, apa tadi ibu melihat berita di televisi?”
“Penjahat itu .. sudah dibawa polisi.. tadi Sasa bersamaku... dimana dia?”
“Ibu, . ibu itu teringat kejadian yang sudah lama sekali... Sekarang yang namanya Sasa itu sudah besar.”
“Kamu selalu begitu,” gerutu Anindita.
“Seperti juga Melani yang dulu masih bayi kecil, sekarang sudah besar Bu. Sekarang, Sasa sudah besar.”
“Lebih besar dari Melani, Dita...” sambung Laras.
“Sekarang Sasa sudah besar... mengapa dia ditangkap polisi...” Anindita bingung.
“Dia melakukan kejahatan lagi Dita. Dia juga yang menculik Melani saat masih bayi.”
Anindita terperanjat. Ia jatuh terduduk. Melani mendekat dan duduk di sebelahnya.
“Melani bayi.. diculik ? Dia lagi?”
“Itu sebabnya dia ditangkap polisi Dita, baru sekarang ketahuan. Yang membuat kamu berpisah dengan Melani dan juga suami kamu.. juga dia...” kata Laras lembut. Merasa iba melihat Anindita tampak kebingungan.
“Ibu, nanti sebelum tidur, Melan mau bercerita sama Ibu. Cerita bagus. Nanti Ibu akan tahu banyak tentang kejadian yang telah lalu. Ibu juga akan mengenal simbok, orang yang membesarkan Melan. Ibu juga tidak boleh membenci bapak, karena yang jahat adalah dokter Santi,” kata Melani panjang lebar.
Anindita diam, mencoba mencerna apa yang dikatakan anaknya.
Tiba-tiba, Andra dan Sasa datang. Sebuah kebetulan yang membuat mereka terkejut dan senang.
“Bapak sama ibu ada disini?” sapa Sasa.
“Sasa... sini.. dekat sama ibu..” kata Laras sambil melambaikan tangan kearah Sasa.
Mendengar kata Sasa, Anindita tampak mencari-cari. Tapi yang dicarinya tidak ketemu. Gadis kecil ceriwis dengan ramput dikepang dua, yang lucu dan menggemaskan, mana dia.
“Dita, inilah Sasa yang kamu cari,” kata Laras sambil menyuruh Sasa agar berlutut didepan Anindita.
Anindita tampak bingung, ditatapnya Sasa yang berlutut di hadapannya.
“Dita, Sasa kecil, sekarang sudah besar. Dia tidak akan lupa sama kamu, karena kamulah yang telah menyelamatkannya,” kata Laras masih dengan kata-kata lembut.
Sasa seperti mengerti maksud ibunya. Ia mengangkat tangannya, lalu meremas kedua tangan Anindita. Ia lupa-lupa ingat tentang kejadian itu, tapi ada juga terlintas dibenaknya, seorang gadis cantik yang mati-matian membelanya, menyelamatkannya dari cengkeraman ibunya yang jahat, Sasa mencium tangan Anindita lembut, tak terasa air matanya berlinang.
“Gadis kecil lucu dan menggemaskan...”
“Saya sudah besar Tante,” bisik Sasa dengan suara bergetar. Iba melihat keadaan penolongnya seperti ini.
“Kamu Sasa yang sudah besar...” gumam Anindita, membiarkan tangannya menempel di pipi Sasa.
“Semua anak kecil sudah menjadi besar...” gumamnya lagi.
“Iya tante.. tapi tante masih tetap cantik...”
“Aku tidak bisa menjadi besar...”
Sasa tersenyum. Kedua tangan kurus itu masih digenggamnya.
“Ibumu dibawa polisi...” katanya lagi sambil menunjuk ke arah televisi.
Hati Sasa teriris, tapi dikuatkannya. Ia sudah mendengar berita itu dari ayahnya semalam.
“Ibu Sasa yang ini Tante,” kata Sasa sambil menunjuk ke arah Laras. Laras merangkulnya dengan rasa sayang.
Anindita menatap Laras. Sekilas demi sekilas, ada peristiwa berkelebat di benaknya. Lalu ia mengenal Laras. Ia mengelus kepala Sasa, sambil menatap kearah Laras.
“mBak Laras...”
“Iya Dita, senang kamu mengingat aku...”
“mBak Maruti...”
“Maruti itu sahabat kami, seperti juga kamu...”
Tiba-tiba Anindita berteriak.
”Bau apa bibiiik....”
Bibik yang sejak tadi mengelesot di lantai, langsung berdiri dan seperti terbang berlari kearah dapur.
“Oporku gosoooong...” teriak bibik.
“Waduh...” Melani ikut berlari ke arah dapur. Opor itu benar-benar telah gosong, berikut ayamnya yang juga lengket menghitam.
“Waduh... padahal tak ada lagi sisa ayamnya...” keluh bibik penuh sesal.
“Bibik... apa hari ini harus makan opor? Bolehkah menu hari ini diganti rendang daging? Kata Laras sambil menyerahkan rantang tiga susun yang tadi diletakkannya begitu saja.”
“Tante, itu kesukaan ibu...” pekik Melani lega. Tadi ia sudah berpikiran untuk pergi keluar untuk membeli opor diwarung.
“Bagus, kalau begitu sediakan untuk makan siang, aku juga membawa nasinya sedikit,” kata Laras. Simbok menerima rantang yang diberikan Laras, sedangkan Melani melangkah ke depan mendekati ibunya.
“Ibu, menu makan siang hari ini diganti rendang ya?”
Anindita menatap Melani.
“Rendang, mbak Maruti suka memasak rendang...”
“Kali ini yang memasak tante Laras. Mau ya bu, kita akan makan siang bersama-sama,” bujuk Melani.
Anindita mengangguk. Sasa berdiri untuk membantu bibik dan Melani menyiapkan makan siang. Meja makan dirumah itu tidak begitu besar. Biasanya hanya cukup untuk makan bertiga. Kali ini Melani menggelar tikar. Bibik menata nasi dan lauknya di meja.
“Bagus, enak sekali makan lesehan,” kata Andra yang kemudian duduk di tikar, diikuti Agus dan Laras.
“Om Agus sama tante Laras di atas saja menemani ibu, yang dibawah yang muda-muda. Melan, mbak Sasa sama mas Andra...”
Semuanya setuju. Anindita menatap Andra. Maruti pernah mengingatkan tentang Andra, bayi kecil yang pernah digendongnya.
“Semuanya sudah menjadi besar,” gumamnya lirih.
“Dita, waktu sudah berjalan lama, yang bayi.. yang kecil.. sudah menjadi besar. Yang dulu muda, sudah menjadi tua..” kata Laras sambil menyendokkan nasi untuk Anindita.
“Aku tidak menjadi besar ?”
“Kalau yang dulu muda, menjadi semakin banyak umurnya. Tapi kamu masih seperti dulu, cantik dan menyenangkan.”
Anindita tersenyum, mengelus pipinya pelan.
“Tuh, masih halus dan lembut kan?” kata Laras terus-terusan memuji Dita.
Mereka makan dengan nyaman, termasuk bibik yang dipaksa makan bersama mereka, duduk diatas tikar. Suasana terasa tenang, setelah sedikit demi sedikit Anindita menyadari semuanya. Belum semuanya, tapi setidak nya dia mau mendengar penjelasan dari semua orang.
“Aduuuh... aku ketinggalan nih...”
Semuanya terkejut. Ditengah pintu tiba-tiba Abi berdiri sambil tersenyum.
“Nak ganteng..” senyum Anindita merekah. Tampaknya nak ganteng selalu memberinya kesan baik dan diterima setiap kedatangannya dengan baik pula.
“Apa kabar Ibu?” tanya Abi sambil mendekati Anindita dan mencium tangannya.
“Makanlah... makanlah..” kata Anindita sambil menunjuk kearah meja.
Bibik berdiri untuk mengambilkan piring bagi nak ganteng.
“Ini nak ganteng.. silahkan makan.”
“Terimakasih bibik..” kata Abi yang kemudian duduk di dekat Andra.
“Apa kabar...” bisik Abi yang bermaksud mengganggu Andra. Tapi Andra meletakkan jarinya di mulut, sebagai tanda agar Abi tidak bicara.
Andra juga belum sempat menyerahkan bungkusan baju yang masih di letakkan di meja depan, karena tadi melihat suasana yang belum mengijinkan.
Tiba-tiba ponsel Andra berdering. Sasa meliriknya, hatinya mulai terusik. Tapi dia heran karena Andra mematikannya. Ketika dering itu terdengar lagi, maka Andra kembali mematikannya.
“Dari siapa? Kenapa nggak mau menerima?” tanya Abi yang duduk disampingnya.
“Nanti nikmatnya rendang ini berkurang...” katanya sambil terus menikmati makan siangnya.
Tapi sekarang yang berdering adalah ponsel Abi. Abi mengangkatnya, tapi kemudian ia berdiri dan menjauh.
“Hallo... Indi..? Kamu yang tadi menelpon Andra?”
“Iya, kok kamu tahu?”
“Aku duduk di sampingnya.”
“Kok dimatiin sih?”
“Lagi pada makan, sama aku juga. Ada apa?”
“Nggak, cuma heran saja Andra nggak mau menerima telpon aku.”
“Mungkin saat makan dia nggak bisa diganggu. Ada yang ingin disampaikan ?”
“Sebenarnya mau ngajakin makan siang.”
“Ini kami sedang makan bersama keluarganya Andra, ada bapak ibunya, tantenya, sepupunya.. banyak pokoknya.”
“Ya sudah, nanti saja aku menelpon lagi.”
Ketika Abi kembali duduk, Andra menatapnya.
“Dari Indi, dia heran kamu nggak mau menerima telponnya.”
Andra hanya mengangkat bahunya.
Tanpa sadar Andra melirik ke arah Sasa. Tapi gadis itu sepertinya tak memperhatikannya, asyik mengiris daging rendang dengan sendoknya. Atau mungkin hanya pura-pura tak memperhatikan, padahal telinganya mendengarkan.
***
“Mas, baru saja Laras menelpon, semua ada di rumah bibik,” kata Maruti ketika menelpon suaminya.
“Kamu juga mau kesana?” tanya Panji.
“Pengin, tapi mobilnya dibawa Sasa. Mas bisa pulang nggak?”
“Kantor lagi banyak urusan, sedangkan Andra sama Sasa pergi keluar.”
“Oh iya, Andra sama Sasa ada disana. Katanya Anggoro memberi hadiah gamis untuk isterinya, Andra dan Sasa yang memberikannya. Entah sudah diberikan atau belum. Laras dan Agus juga ada disana.”
“Kalau kamu kesana, naik taksi saja, sama simbok. Bukankah Melani kemarin bilang kalau kangen sama simbok ?”
“Oh iya mas, pasti simbok juga kangen sama anaknya. Aku ajak saja dia sekarang.”
“Nanti kalau aku sudah selesai, aku menyusul kesana.”
“Baiklah mas. Ya sudah, aku mau bilang dulu sama simbok.”
***
Ketika Maruti dan simbok datang, mereka sudah selesai makan, dan sedang asyik berbicang. Dilihatnya Melani dan Sasa duduk di samping Anindita, disebelah kiri dan kanannya. Anindita tampak tenang, mendengarkan celoteh tamu-tamunya. Sedangkan Andra dan Abi masih duduk di tikar.
“Selamat siaaang, Dita.. tamunya banyak sekali...” kata Maruti sambil mendekati Dita.
“Ini kakakku...” kata Anindita pelan.
“Tentu saja Dita. Lihat, semua orang menyayangi kamu. Mereka disini karena sayang sama kamu,” kata Maruti.
Begitu melihat simbok, Melani berdiri dan berlari menghambur ke pelukan simbok.
“mBok, Melani kangen sama simbok..”
“Simbok juga kangen sama kamu. Tapi simbok mengerti, kamu sedang mendekati ibumu.”
“Iya mbok, sini aku kenalkan sama ibu,” kata Melani sambil menarik simbok mendekat ke arah Anindita. Anindita menatap ke duanya, penuh curiga.”
“Ibu, ini simbok. Dia yang merawat Melani dari bayi sampai Melani menjadi besar.”
“Iya bu, senang melihat Melani sudah bertemu ibu kandungnya.”
Anindita hanya mengangguk. Ia belum bisa menangkap semuanya. Bagaimana Melani bisa dirawat oleh perempuan setengah tua ini.
Ketika bibik keluar, Melani juga memperkenalkan simbok kepadanya.
“Aduh, saya bersyukur, sampeyan merawat nak Melani dengan penuh kasih sayang. Nak Melani sudah menceritakan semuanya.”
“Semuanya sudah berakhir. Saya tadi melihat penjahat itu , dan benar bahwa dia yang dulu menyerahkan Melani kepada saya,” kata simbok pelan. Bibik mengangguk. Kalau dia bisa melihat fotonya pasti dia juga akan mengenali orang yang menculiknya.
Kemudian mereka berbincang sambil terkadang bercanda. Maruti senang melihat Anindita tampak menikmati riuh rendahnya tamu-tamu yang ada disekelilingnya.
Tiba-tiba Andra teringat bungkusan titipan dari Anggoro. Ia mendekati ibunya dan berbisik.
“Bu, apa titipan dari om Anggoro diserahkan sekarang?”
“Oh iya, belum ya? Mana, biar ibu saja yang menyerahkan.”
“Baiklah, tapi ibu serahkan saja dan jangan bilang dari siapa, om Anggoro masih takut tante Dita akan menolaknya kalau kita mengatakan pengirimnya.
Maruti mengangguk ketika Andra menyerahkan bungkusan itu, lalu ia mendekati adiknya.
“Dita, ada kiriman untuk kamu,” kata Maruti sambil menyerahkan bungkusan yang tampil cantik karena Sasa memang membungkusnya secantik mungkin.
“Kiriman ?”
“Iya, coba bukalah, siapa tahu kamu suka...”
Anindita membuka pita yang melingkari bungkusan itu.
“Bungkusannya bagus, sayang,” gumamnya.
“Siapa tahu isinya lebih bagus.. ayo bukalah, biar aku bantu ya,” kata Maruti sambil membantu membuka bungkusan itu.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeleteMb Wik ngebut mw jahit baju nih
DeleteBuat nanti ketemuan sama nak gantheng
DeleteAlhamdulillah MK tayang cepat.. bunda Tien sehat sll yaa . Kemaren ultah PCTK serruuu lho bun.. semua kita dpt hadiah.. Terimakasih para admin PCTK yg baik hati ..tetap Aduhaaaai ❤️😍😘
DeleteThis comment has been removed by the author.
DeleteHoreeee
ReplyDeleteTrmksh mb Tien
DeleteSalam sehat
ADUHAI SELALU
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien 🙏🙏🙏
𝐌𝐚𝐭𝐮𝐫 𝐬𝐮𝐰𝐮𝐧 𝐌𝐊40 𝐭𝐚𝐲𝐚𝐧𝐠 . 𝐒𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭 𝐬𝐞𝐥𝐚𝐥𝐮 𝐮𝐭𝐤 𝐁𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧 𝐝𝐚𝐧 𝐊𝐞𝐥𝐮𝐚𝐫𝐠𝐚.
ReplyDeleteAlhamdulillah, Terima kasih mbak Tien 😘😘
ReplyDeleteAlamdulillah...
ReplyDeleteYang ditunggu tunggu telah hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga bu Tien selalu sehat dan tetap semangat
Salam ADUHAI dr Cilacap
Alhamdulillah.. gasik datangnya.
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien
Hatur nuwun mbakyuku Tienkumalasari kangen kapan bisa ketemuan lagi ya, salam aduhaai n miss u muaach
ReplyDeleteSami2 jeng Sis, kangen juga nih. Love you muaach
DeleteAlhamdullilah bunda Tien.. MK sdh hadir.. Salamsehat dan Aduhai bund dri dukabumi😍😍
ReplyDeleteAlhamdulillah.... suwun ibu
ReplyDeleteMugi ibu tansah pinaringan sehat. Aamiin
Alhamdulillah MK40 sudah tayang , terimakasih bunda Tien ,semoga sehat selalu ,salam Aduhai dari Jakarta
ReplyDeleteMakasih untuk Melani 40 Bun.
ReplyDeleteMet malam dan met istirahat.
Salam ADUHAI dari kami
Alhamdulilah gasik tayangnya. Mksh Bu Tien
ReplyDeleteAlhmdllh... mkin asyiiik trs ceritanya... terima kash mbu tien
ReplyDeleteHallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Sastra, Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo,
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerimajasih MK 40 bunda Tien
Semoga bunda Tien selalu sehat
Salam sehat dan hangat
Matur nuwun mbak Tien-ku, Melani sudah sampai di rumahku.
ReplyDeleteIndi nganggur nih... bersaing dengan Sasa ya...
Syukurlah Dita mulai ingat satu persatu, segera normal yaa...
Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Alhamdulillah Melani hadir lebih awal lagi.. maturnuwun bu Tien..🙏
ReplyDeleteWow ... Tambah seru, terima kasih Bu Tien Melaninya, semoga sehat selalu.
ReplyDeleteWuik rame2 buka kado di Klrg PCTK & klrg MK.Makacihhh Bunda
ReplyDeleteAssalamualaikum wrwb
ReplyDeleteMbak Tien.. aduhai asyik..
Alhamdulillah ....
ReplyDeleteSuwun ibu
Semoga ibu tansah pinaringan sehat
Matur nuwun ibu....
ReplyDeleteMugi ibu tansah pinaringan sehat
Terima kasih mbak Tien
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien salam sehat selalu
ReplyDeleteTerimakasih mbak Tien, semakin seruuuu
ReplyDeletesehat selalu ya mbak Tien
salam aduhaiii
Alhamdululah terima kasih bu tien, semoga bu tien sekeluarga sehat wal afiat...salam aduhai dari pondok gede
ReplyDeleteAduhai,,,
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien,,
MK,a,,,
Kisah Anin Benar-benar bikin meleleh,,,😚
Waktu Andra naksir Indi, netizen kasian sama Sasa,,,
Eh eh eh Sekarang netizen,a senyum tuh Andra suka sama Sasa,,,👏👏👏
Pokok,a baper abis,,,👏👏🥰🥰
Sami2 ibu Jen.
DeleteSalam ADUHAI
Seberkas sinar terang sudah hadir di keluarga Melani..hem .indah dan haru.. mantab Bu cantik.. salam sehat selalu Bu cantik Amin YRA 🙏 mr wien
ReplyDeleteSalam ADUHAI Mr Wien
DeleteAlhamdulillah sudah tayang ...... Ingat nggak ya sama pengirim kadonya ....
ReplyDeleteMakasih bu Tien, semoga sehat selalu. Aamiin 🤲
Aamiin ibu Sri, matur nuwun
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien.. cerita eMKa angat menghibur sekali..
Sami2 ibu Swissti.
DeleteSalam ADUHAI
Alhamdulillah MK Eps 40 sudah tayang.
ReplyDeleteMatur nuwun dan salam sehat untuk mbak Tien Kumalasari
Sami2 mas Dudut
DeleteSalam sehat dan ADUHAI
Alhamdulillah...
ReplyDeleteIkut merasakan kebahagiaan
Salam.sehat mbak Tien
Aduhaiii...
Alhamdulillah,matur nuwun Bu Tien..
ReplyDeletetansah pinaringan sehat,Aamiin.
Aamiin.
ReplyDeleteSami2 ibu Rini
Wah ceritanya makin menarik.
ReplyDeleteTerima kasih bu tien
Sami2 pak Anton
DeleteAlhamdulillah,
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien
Terima kasih mbak Tien, ceritanya bagus sekali.
ReplyDeleteSalam sehat utk mbak Tien dan keluarga.
Sami2. Terimakasih pak Andrew,
DeleteSalam Aduhai
Terima kasih Bu Tien...salam sehat, bahagia dan sukses selalu...
ReplyDeleteAlhamdulilah sudah tayang matur nuwun Ibu Tien mugi tansah sehat.
ReplyDeleteCerita Anin semakin membaik...semoga kado diterima...bagaimana reaksinya kalau tahu itu dari Anggoro..
Semakin aduhai..dan penasaran..menunggu Anggoro ketemu Anindita lagi
Semangat ..sehat
Alhamdulillah, terima kasih Bu Tien....
ReplyDeleteSalam sehat selalu...🙏🙏
Salam sehat pak Prim.
DeleteADUHAI
Alhamdulillah.....
ReplyDeleteMtur nuwun Bun.....
Mugi2 tansah pinaringan rahayu wilujeng sedoyonipun.......
Sami2 wo
DeleteAamiin
Alhamdulullah MK 40 telah tayang
ReplyDeleteTerimakasih mbak Tien
Semoga mb Tien selalu sehat, dan tambah semangat, trm ksh telah menghibur kita semua dgn Melani Kekasihku.
Salam Aduhai
Sami2 ibu Pudya.
DeleteSalam ADUHAI
Dia merasa berterima kasih kepada pesaing beratnya karena mengundurkan diri, karena yakin gadis polos itu adiknya yang justru data tidak jelas itu datang dari dalang perkara pemaksaan penghilangan identitas, dia tahu mesti kalah karena pesaing nya banyak lebihnya; dari postur lebih ideal, tampang cakep, kalau mapan tentu.. anak bos perusahaan property, putra mahkota.
ReplyDeleteMana berani Andra menerima telepon dari Indi, bubar acara, ada yang nggak selera makan, apa lagi disana ada calon mertua lagi..
Abi merasa dan ingin membalas budi baiknya sebenarnya dengan mengenalkan pada Indira, wanita pebisnis yang sukses, cantik berpenampilan anggun sebagai tanda terimakasih hmm ..
Rupanya Indi tertarik juga, tiap kesempatan selalu ingin buat pedekate ada aja alasannya; meninjau calon rumahnya; agar sedikit di rubah sesuai seleranya, makan siang, menemani belanja berdua.
Kali ini Andra ganti menu rupanya, kaya kurang pede menghadapi Indi entah kalau dibelakang Sasa.. hati-hati suatu ketika ketahuan Roy(adiknya Sasa) bisa dihajar nanti.
Nggak terima, kalau kakak nya dipermainkan, ngeri juga ..
Takut ya, sama keluarga bumbu masak..
ADUHAI
Lho kok ada dua
Mungkin satu buat Anin satu lagi buat anaknya..
Dari siapa? Siapa lagi kalau bukan Anggoro
Dua potong gaun perempuan warna lembut kecoklatan, warna favorit nya..
"Benarkah dari Anggoro?"
Desahnya..
"Kapan dia keluar dari rumah sakit?" Itu yang akhirnya terlontar dari mulut Anindita.
Semua yang ada disitu memandang ke arah Anin..
Maruti memeluk Adiknya..
Bahkan ada yang mengacungkan dua jempol ..
Terimakasih Bu Tien,
Melani kekasihku yang ke empat puluh sudah tayang.
Sehat sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta 🙏
Nanang.... onoook ae...
DeleteTrmksh mb Tien MK 40 nya...smg semua keluarga Melani kembali bersatu. Mb Tien dan keluarga semoga selalu seroja begitu juga para pctk..🤲🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah makin seru makin aduhai bu Tien... Terimakasih
ReplyDeleteMK 40 udah tayang...trims Bu Tien sehat selalu
ReplyDeleteMaturnuwun mbak Tien MK40nyaa..
ReplyDeleteDuuh senang dan deg2an melihat perkembangan ingatan Dita..semoga segra pulih dan bahagia bersama keluarga yg utuh..
Pinisirin lanjutannya..besok lagii..
Salam sehat dan aduhaii banget mbak Tien..🙏😘🌹
Sami2 ibu Maria
DeleteSalam ADUHAI
Alhamdulillah. Matur nuwun Bu Tien. MK 40 sampun katampi.
ReplyDeleteSami2 pak Boediono.
DeleteMatur nuwun
Alhamdulillah MELANI sudah tayang, suwun mbak Tienku sayang
ReplyDeleteSalam sehat selalu
Sami2 ibu Umi, salam ADUHAI dan sehat
DeleteAlhamdulillah... Terima kasih Bu Tien... Semoga Bu Tien selalu sehat dan bersemangat dalam berkarya... Salam 🙏🙏🙏
ReplyDeleteSami2
DeleteAamiin.
Salam ADUHAI ibu Sri
Jeng Anin, cepat sembuh ya.... Aamiin....
ReplyDeleteAamiin
DeleteTerimakasih pak Petir
Pagi mbak Tien, sy penggemar cerita mbak Tien, tp baru menyapa hari ini, salam kenal buat mbak Tien dan semua pencinta cerita mbak Tien khususnya MK, salam...
ReplyDeleteSalam kenal kembali ibu atau bapak siapa. Bisakan unknown diganti nama anda ?
DeleteAssalamualaikum wr wb. Maturnuwun Bu Tien, telah berfungsi sebagai seorang Psikolog, yg dgn sabar, pelan dan telaten, untuk mengembalikan Anindita dari pengalaman masa lalu yg tdk mengenakkan kepada masa depan yg nyata dan menggembirakan Anindita. Semoga Bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin dan tetap semangat dlm berkarya. Aamiin Yaa Robbal'alamiin.. Salam sehat dari Pondok Gede...
ReplyDeleteWa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh
DeleteAlhamdulillah. Aamiin ya robbal alamiin.
Matur nuwun pak Mashudi
Makasih mba Tien.
ReplyDeleteSehat selalu dan tetap aduhai
Sami2 ibu Sul,
ReplyDeleteSalam ADUHAI
Alhamdulillah sdh tayang Nelani 40..semoga berunung ke muara kebahagiaan. Aamiin
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien ..
ReplyDeleteBanyak pelajaran yg bisa saya petik dari cerbung MK , antara lain bgmn cara mengembalikan ingatan seseorang yg sudah lama teraniaya.... bgmn kasih sayang bersaudara , menghormati orang tua/dituakan dll.....semoga mbak selalu sehat dan tetap berkarya.....
Mbak Tien,
ReplyDeleteMatur nuwun ......
Salam sehat, nggih ....😘
Alhamdulillah......MK 40 sdh tayang, terima kasih mbk Tien, smg selalu dibberi kesehatan, semangat trs utk berkarya....
ReplyDelete