Saturday, November 27, 2021

MELANI KEKASIHKU 37

 

MELANI KEKASIHKU  37

(Tien Kumalasari

 

Anindita terkejut bukan alang kepalang, ketika tiba-tiba Anggoro menubruknya dan memeluknya erat. Dengan terengah dia berusaha melepaskannya, tapi tiba-tiba dilihatnya ceceran darah, yang sebagian mengenai bajunya. Matanya terbelalak.

“Da_rah... da_raaah...” lalu didorongnya tubuh Anggoro dengan tangan gemetar.

Anggoro tak kuasa menahan tubuhnya yang masih lemah. Ia terkulai dan tak sadarkan diri. Darah berhamburan semakin banyak, sementara Melani berteriak teriak memanggil perawat jaga.

“Susteeer... susterr..”

Pada saat itu Panji masuk ke ruangan bersama Abi, sangat terkejut melihat keadaan Anggoro. Keduanya bersama-sama mengangkat Anggoro, bersamaan dengan datangnya dua orang perawat.

Semuanya panik. Maruti merangkul Anindita yang gemetar ketakutan, lalu mengajaknya duduk di sofa.

Anggoro sudah di baringkan. Perawat segera menangani keadaan Anggoro. Infus kembali dipasangkan, dan seorang cleaning servis segera membersihkan ceceran darah.

Anggoro terbaring lemas, matanya terpejam. Banyak darah yang mengalir, membuat semuanya ketakutan.

Tak lama kemudian keadaan sudah mulai tenang.

“Sudah selesai bu, pak Anggoro akan baik-baik saja. Lain kali jangan biarkan beliau bangun dulu ya bu..” pesannya kepada Melani yang berdiri dengan cemas disamping tempat tidur.

Melani mengangguk, lalu menatap iba ke arah wajah ayahnya yang pucat pasi.

Anindita tampak gelisah, sebentar-sebentar dia menengok ke arah tempat tidur, lalu menundukkan mukanya. Entah apa yang dipikirkannya.

“Dita, apa kamu ingin mendekat kesana?” tanya Maruti lembut, dan hati-hati, takut kalau tidak berkenan lalu Anindita berteriak-teriak.

Anindita menoleh ke samping, dimana Maruti terus menerus mendekap pinggangnya.

Maruti merasa lega, karena tak ada pancaran marah di mata adiknya. Semakin lega ketika melihat Anindita mengangguk, lalu perlahan berdiri. Maruti menuntunnya ke arah pembaringan. Melani mengambil sebuah kursi, merasa senang melihat ibunya berjalan mendekat.

Anindita duduk dikursi yang disediakan, Maruti tetap mendampingi.

Tak ada yang bersuara, senyap terasa, tapi Melani dan Maruti menatap wajah Anindita dengan cermat, ingin tahu apa yang sebenarnya diinginkannya.

Anindita menatap wajah yang terbujur lemah itu dengan tatapan aneh. Tiba-tiba sebelah tangannya diangkat, lalu diletakkannya diatas tangan Anggoro yang tertutup selimut.

Melani berdebar. Tapi seperti juga Maruti, ada rasa bahagia melihatnya. Rupanya masih ada cinta tersisa dihati Anindita. Sangat membencinya, tapi tak tega melihatnya sakit, lemah tak berdaya.

“Apakah dia sakit?” bisiknya sambil menoleh ke arah Melani.

Melani mengangguk sambil tersenyum.

“Apakah ibu sedih melihatnya?” tanya Melani hati-hati. Bagaimanapun dia masih ragu akan apa yang dipikirkan ibunya.

Tiba-tiba Melani melihat air mata ibunya berlinang. Melani merangkulnya.

“Bapak akan sembuh, asalkan ibu menyayanginya,” bisiknya ditelinga ibunya.

Tak ada jawaban dari mulut Anindita, tapi Melani merasa ibunya terisak. Melani mendekapnya erat. Maruti menghampiri Panji dan merangkulnya, terisak di pundaknya.

“Anindita akan pulih mas... “ isaknya. Ia tak ingin menangis disamping Anindita. Biarlah Melani yang menenangkannya.

Panji menepuk-nepuk punggung isterinya.

“Ia akan semakin baik, Maruti.”

Maruti mengangguk, lalu mengusap air matanya.

Abi yang duduk diam merasa terharu melihat adegan demi adegan yang disaksikannya. Ia bersyukur melihat Anindita bersikap sangat menyentuh ketika melihat suaminya terbaring tak berdaya. Itu bukan sikap seorang yang sakit jiwa.

Abi berdiri, mengambil beberapa botol minuman yang rupanya disediakan Andra disana, lalu diletakkannya di meja. Dua botol lagi diambilnya, diserahkannya kepada Melani dan ibunya.

Anindita menatap Abi, dan tersenyum tipis.

“Nak ganteng...” bisiknya sambil menerima botol minuman yang diserahkan Melani.

“Iya Ibu. Ibu jangan sedih ya? Semuanya akan baik-baik saja,” kata Abi sambil memegang tangan Anindita.

“Minumlah Ibu,  sni aku bukakan botolnya,” kata Melani.

“Biar aku yang membukanya,” kata Abi sambil mengambil botol dari tangan Anindita.

“Ibu, minumlah..”

Anindita meneguk air minum itu beberapa teguk, lalu menyerahkan sisanya kepada Melani.

Melani menatap Abi dengan tatapan penuh terimakasih, dan Abi membalasnya dengan senyuman yang selalu membuat hati Melani berdebar. Ia belum pernah mengatakan cinta pada Abi, tapi Abi menangkap rasa itu dari sinar matanya.

“Melani, kekasihku,” bisiknya pelan, tapi Melani mendengarnya. Ia menundukkan kepalanya, tersipu malu.

Anindita menatap kembali ke arah suaminya yang masih memejamkan mata.

“Ia akan sembuh?” tanyanya pelan.

“Kalau ibu menyayangi bapak, pasti bapak akan segera sembuh,” kata Melani sambil mengusap bibir ibunya dengan tisu.

Anindita tak menjawab, tapi kembali lagi matanya menatap ke arah pembaringan.

Cinta yang tersisa ternyata mampu melembutkan hatinya. Barangkali kemarahan akan segera sirna. Itulah yang dipikirkan dan tentu saja diharapkan Melani dan keluarganya.

***

 “Sasa, kok kamu belum berangkat? Tadi bapak sudah menyiapkan mobil kamu lho,”  kata Laras ketika melihat Sasa masih duduk di meja makan dan tak tampak bersiap untuk bekerja.

“Sasa nggak masuk hari ini bu,” kata Sasa yang masih menyuap sarapannya, pelan.

“Kenapa? Kamu sakit?”

“Sedikit.”

“Sakit sedikit itu maksudnya bagaimana? Pusing, atau apa? Sudah minum obat?” tanya ibunya khawatir.

“Sudah Bu, jangan khawatir, dengan istirahat nanti pasti sakitnya akan berkurang.”

“Benar, nggak apa-apa? Perlu ke dokter ?  Ibu antar?”

“Aduuuh, Ibu... tidak... kan cuma pusing sedikit,” kata Sasa sambil mengangkat piring-piring kotor untuk dibawa ke belakang.”

“Taruh saja disana, biar Ibu cuci.”

“Biar Sasa saja bu,” kata Sasa sambil menjauh. Laras mengikutinya.

“Katanya pusing. Itu kan dingin, nanti kamu tambah pusing.”

“Tidak Bu, kan cuma nyuci piring sedikit, sudah, ibu kesana saja, biar Sasa yang ngeberesin dapur.”

“Heran deh, bilang sakit tapi semuanya dikerjakan,” omel ibunya.

“Kan cuma sedikit bu.”

“Tuh, ponsel kamu berdering, jangan-jangan dari Andra..”

“Biarin saja bu.”

“Gimana sih,” kata Laras sambil menghampiri ponsel Sasa yang masih terletak di meja makan.

“Benar, dari Andra. Aku angkat ya,” teriak Laras sambil membuka ponselnya, tanpa menunggu persetujuan Sasa.

“Hallo..”

“Sasa ? Bukan ya? Tante Laras?”

“Iya Ndra, ini tante. Sasa lagi dibelakang tuh.”

“Oh, Sasa nggak apa-apa kan? Biasanya jam segini sudah sampai di kantor.”

“Iya Ndra, tadi bilang kepalanya pusing.”

“Oh, sakit ya? Mau diantar ke dokter?”

“Tidak, tante sudah menawarkan, tapi dia nggak mau. Katanya mau tidur saja, nanti sembuh.”

“Ya sudah tante, nggak apa-apa. Biar istirahat saja dulu, nanti kalau perlu ke dokter hubungi saya ya tante.”

“Iya Ndra. Maaf ya.”

“Tidak apa-apa tante, kalau memang lagi sakit memang harus istirahat kan.”

“Baiklah Ndra, terimakasih.”

Laras meletakkan ponselnya, lalu kembali ke dapur. Dilihatnya Sasa sudah selesai mencuci piring dan perabotan kotor.

“Sudah, sekarang kamu istirahat. Tadi Andra menelpon, kalau kamu butuh ke dokter, dia mau mengantarkan.”

Sasa hanya tersenyum, lalu mengelap tangannya dengan serbet.

“Sasa ke kamar ya bu.”

“Ya, nanti kamu mau di masakin apa?”

“Terserah Ibu saja. Nanti kalau Ibu memasak, Sasa mau bantuin ya.”

“Kalau lagi nggak enak badan, bagusnya yang anget-anget. Sup ayam saja ya.”

“Iya Bu.”

Sasa masuk ke dalam kamarnya setelah mengambil ponselnya. Sebenarnya dia tak tahu apa yang dirasakannya. Tiba-tiba sejak kemarin hatinya sangat gelisah. Wajah wanita cantik bernama Indira itu terus mengganggunya dan membuatnya tidak suka.

“Ya ampun, ada apa dengan hatiku? Salahkah dia? Bukankah dia sangat sopan, baik dan ramah? Apakah aku iri hati karena kalah cantik darinya? O, tidak, aku tidak pernah iri terhadap kelebihan seseorang. Aku juga tidak membenci Indira, tapi ada apa hatiku ini?” gumamnya sambil membaringkan tubuhnya.

Sasa ingin menenangkan dirinya dengan mencoba memejamkan matanya, bahkan menutupi wajahnya dengan bantal, tapi bayangan Indira terus mengusiknya.

“Aku benci perasaan ini. Bahkan aku seperti marah kepada Andra. Apa salah dia?”

Sasa masih gelisah dan tak mampu tidur walau sedetikpun, sampai ketika ibunya masuk kedalam kamarnya.

“Sa, kamu tidur ?” tanya Laras sambil memegang dahi anaknya.

Sasa membuka matanya.

“Tidak panas kan Bu, Sasa tidak apa-apa.”

“Makan yuk. Sup nya baru saja matang. Ada perkedel dan sambal tomat kesukaan kamu.”

“Tadi aku ingin membantu Ibu memasak.”

“Sudah, cuma masak sedikit, tiap hari Ibu memasak sendirian. Lagi pula kamu kan sedang tidak enak badan. Kamu boleh ikut memasak kalau kamu libur. Ini tidak bekerja, tapi kan sakit.”

“Cuma pusing, dan sudah berkurang kok Bu.”

“Ya sudah, ayo makan sekarang. Masih hangat dan pasti lebih menyegarkan badan kamu yang lagi sakit.”

Sasa bangun dengan malas. Ia tak ingin mengecewakan ibunya yang bersusah payah memasak untuk dirinya.

“Ibuku ini benar-benar ibu yang luar biasa. Bukan ibu kandung tapi menyayangi aku dengan cinta kasih seorang ibu,” kata batin Sasa sambil melangkah keluar mengikuti sang ibu.

Tiba-tiba Sasa teringat pada ibu kandungnya, yang pastinya sedang meringkuk didalam kamar tahanan. Ada sedih melintas. Bagaimanapun darah Santi mengalir di tubuhnya. Tapi kemudian dikibaskannya. Bukankah dia harus mengunduh buah yang ditanamnya?

“Sasa, tak ada yang harus kamu sesali. Kamu bahagia diantara bapak dan ibu Laras bukan?” itu kata ayahnya ketika melihat dia sedang termenung ketika mendengar pembicaraan ayah dan ibu Laras nya,

“Ayo, kok malah bengong disitu?” kata Laras ketika melihat Sasa masih terpaku didepan pintu.

“Iya bu,” katanya sambil duduk.

Laras menyendokkan nasi untuk Sasa, sebelum mengambil untuk dirinya sendiri.

Tapi sebenarnya Laras tahu, bahwa Sasa bukan sekedar pusing. Pasti ada sesuatu yang memberati pikirannya. Ia melihat Sasa juga tidak lahap makan, walau didepannya ada lauk kesukaannya.

 “Nggak enak ya, masakan Ibu ?”

“Oh, enak kok ..”

“Kok kamu makan tidak seperti biasanya. Kamu sedang memikirkan sesuatu?”

“Tidak, Sasa baik-baik saja.”

“Sebuah masalah tidak cukup hanya dipendam didalam hati. Berbagilah agar beban lebih berkurang.”

Sasa menatap ibunya. Wanita cantik berhati mulia ini selalu bisa meraba isi hatinya. Selalu berusaha menenangkannya. Haruskah ia mengatakan semua kegelisahannya? Tidak, Sasa sungkan mengatakan bahwa dia memikirkan Indira yang tampaknya sangat menarik dan mengenal Andra dengan baik. Ya Tuhan, Sasa baru sadar, ada sesuatu yang mengusiknya. Ada rasa yang tidak sewajarnya. Sesungguhnya dia takut kehilangan Andra. Apakah itu cinta?

***

Berhari-hari setelah kejadian Anggoro pingsan gara-gara melepaskan infusnya ketika melihat Anindita, Anindita tak mau lagi ikut setiap kali Melani membezoek bapaknya. Entah apa yang dipikirkannya, Melani tak tahu. Mungkin malu, sungkan, atau entahlah. Tapi dengan membiarkan Melani pergi tanpa dirinya, itu membuat Melani senang. Rasa takut kehilangan Melani sudah tak ada lagi. Biasanya Melani membezoek ayahnya dengan dijemput nak ganteng Abi. Tapi hari itu Abi tak bisa menjemputnya karena tak bisa meninggalkan pekerjaannya.

“Ibu, aku ke rumah sakit ya, ibu mau ikut?”

Dan seperti biasanya, Anindita menggeleng.

“Pergilah bersama bibik,” katanya singkat.

“Kalau aku bersama bibik, ibu sama siapa?”

“Tidak apa-apa sendirian.”

“Baiklah ibu, aku tidak akan lama.”

Ketika mereka pergi, Anindita duduk di ruang tengah sendirian.

Panji membelikan televisi yang dipasangnya di ruangan itu, dan Anindita mulai menyenangi duduk disana sambil melihat acara yang entah dimengertinya atau tidak. Tapi ia selalu tampak terhibur dengan televisi itu.

***

Anggoro sudah lebih baik setelah seminggu kemudian. Ia tak pernah lagi menanyakan isterinya, karena menganggapnya masih membencinya, ketika di didorong sampai terjatuh sehingga dia pingsan ketika itu.

Tapi Melani selalu mengatakan bahwa ibunya sudah berubah, dan tampak sedih melihat ayahnya sakit.

“Sudahlah Melani, jangan menghibur Bapak dengan kata-kata itu lagi. Bapak sudah bisa menerima keadaan ini. Dan bapak akan menjalaninya dengan ikhlas. Nanti setelah sembuh bapak akan kembali ke Jakarta, mengurus usaha bapak yang sudah lama bapak serahkan ke orang lain.”

“Bapak, janganlah berkata begitu. Itu benar bahwa ibu sudah berubah. Dulu ibu tidak akan membiarkan Melani pergi sendiri, tapi akhir-akhir ini tidak. Bahkan tadi ibu menyuruh bibik menemani. Dan itu berarti ibu juga memperhatikan sakitnya Bapak.”

Anggoro tak menjawab. Sungguh dia sudah tak akan memikirkannya dan selalu menganggap Melani hanya menghiburnya.

“Nak Melan, ini saya letakkan di piring ya,” kata simbok sambil membawa bungkusan.”

“Iya bik, aduh, aku lupa.”

Tak lama kemudian bibik mendekat dengan membawa sepiring kroket. Anggoro menatapnya sambil tersenyum.

“Bibik masih ingat makanan kesukaan aku.”

“Pak, itu tadi ibu yang menyuruh bibik membuatnya,” kata bibik sambil mengambil piring kecil dan meletakkan dua buah kroket diatasnya.

Anggoro tidak serta merta menerima piring kecil itu walau itu makanan kesukaannya. Ia agak terkejut mendengar bahwa Anindita yang menyuruh membuatnya.

“Apa?”

“Tadi pagi, ketika nak Melan bilang sama ibu bahwa ingin membezoek bapak, Bu Dita menyuruh bibik memasak kroket, untuk dibawa ke rumah sakit,” terang simbok.

Melani mengangguk lalu mengambil piring kecil itu, dan dengan garpu disuapkannya pada ayahnya.

Anggoro meminta piring itu dengan tangan gemetar. Isterinya masih ingat kesukaannya? Lalu air matanya merebak. Masih dengan gemetar ketika ia menyuap sendiri kroket yang sejak lama tidak pernah disantapnya.

***

Besok lagi ya.

85 comments:

  1. Replies
    1. Aku udh ngeliyep td mba lin.. Terimakasih bunda Tien sayang.. udah ga sabar mau bagi ke grup sodata dkk❤️😘

      Delete
    2. Lagi² sang juaranya dari Ngayojakarta.....
      Matur nuwun bu Tien. Sugeng dalu Salam ADUHAI.

      Delete
    3. Ucapan terimakasih & penghargaan yang setinggi-tingginya, kepada :

      1. Ibu Rosen Rina (blogger);
      2. Ibu Nina Setianingsih (blogger/PCTK);
      3. Ibu Enny Rose (blogger);
      4. Ibu Yati Sri Budiarti (blogger);
      5. Ibu Farida Zubir (blogger;
      6. Troeno Danardana (blogger);
      7. Ibu Yetty Srijeti (blogger);
      8. Ibu Maria Christina (bu Sukardi) (blogger);
      9. Ibu Idayati (blogger);

      Atas partisipasinya yang telah ikut membantu biaya untuk perbaikkan laptop bu Tien Kumalasari, yang terbakar mainboardnya, melalui rekening *BCA 0780131454* an Ibu
      R. Ayu Sudartini.

      Semoga amalan Bpk²/ibu² dibalas Allah dengan rezeki yang lebih banyak dan berkah.
      Aamiin ya Robbal' Alamiin.

      Delete
    4. Ucapan *_Terimakasih & Penghargaan setinggi-tingginya_* kepada:

      1. Ibu drg. Isdarmirah Daly;
      2. Ibu Enchi Sri Rahayu;
      3. Ibu Umi Iswardono;
      4. Bpk. Antonius Sarjo;
      5. Ibu Marheni;
      6. Ibu Nani Nur'aini Siba;
      7. Bpk. Djoko BS;
      8. Ibu Iyeng Santoso;
      9. Bpk. Bambang Subekti;
      10. Ibu Kusumawati Prayogo;
      11. Ibu Jalmi Rupindah;
      12. Ibu Eny Libra (PCTK);
      13. Ibu dr. Dewiyana Sp.P (K) (PCTK);
      14. Ibu Roesmiyati (PCTK);
      15. Ibu Tingting Hartinah (PCTK);
      16. Ibu Salamah (PCTK);


      Atas partisipasinya ikut membantu biaya perbaikkan LAPTOP ACER (cindera mata WAG PCTK ke bu Tien) yang terbakar mainboardnya, via rekening BRI 014001006493532 a.n Ibu Hj. Nur'Aini.

      Semoga Allah mengganti dengan
      rezki yang lebih banyak dan berkah. Aamiin ya Robbal'alamin.

      *_siapa menyusul_* ???

      Delete
    5. Maturnuwun infonya Kek...dan smg berkah
      Lanjuuuut....

      Delete
  2. 𝓐𝓵𝓱𝓪𝓶𝓭𝓾𝓵𝓲𝓵𝓵𝓪𝓱

    ReplyDelete
  3. Replies
    1. Sasa ada apa dengano dirimu? Cemburu??
      Jangan2 Anindita melihat tayangan dr Santi
      Di TV ???
      Aduhai mbak Tien salam sehat dari Susy Kamto Bali ,,🥰🥰🙏🏻

      Delete
    2. Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh.
      Nuwun ibu Susi

      Delete
  4. Alhamdulilah tks bu tien mk telah tayang salam aduhai dari pondok gede

    ReplyDelete
  5. MK 37 sdh tayang

    Trmksh mb Tien smg sehat sll

    Salam ADUHAI

    ReplyDelete
  6. Malam bunda Tien...terima kasih MK sudah hadir..salam Aduhai Bunda

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah,matur nuwun bu Tien MK 37 nya
    Salam sehat wal'afiat semua,,in syaa Allah dibaca,,🤗🙏

    ReplyDelete
  8. Alhamdulilah MK 37 sudah hadir. Matur nuwun B Tien semoga selalu sehat wal'afiat Bu Tien Sklg dan bahagia terus..

    ReplyDelete
  9. Matur nuwun buu..
    Selamat beristirahat

    ReplyDelete
  10. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
    Wignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
    Sastra, Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo,

    ReplyDelete
  11. Trima kasih Bu Tien, salam sehat slalu

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah MK37 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah, makasih bu Tien.
    Salam sehat selalu.

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah
    Melani sdh tayang 🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  15. Terimakasih bunda Tien MK 37
    Semoga bunda Tien selali sehat
    Salam sehat dan aduhai dari Purworejo

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah MK 37 tayang, maturnuwun Bu Tien 🙏,salam ADUHAI ,tetap semangat dan sehat, Sugeng istirahat

    ReplyDelete
  17. Mksh bu Tien,setiap hari selalu menunggu sambungan cerita yg penuh warna dan teladan kehidupan, bu Tien sungguh hebat, salam sehat selalu dan aduhai

    ReplyDelete
  18. Matur nuwun mbak Tien-ku, Melani sudah sampai di rumah.
    Bagus ini Dita makin sadar, tinggal pemulihan.
    Cuma yang gawat Sasa, jangan sampai 'penyakit' ibunya menurun kepadanya.
    Salam sehat penuh semangat mbak Tien yang selalu ADUHAI.

    ReplyDelete
  19. Terimakasih bu Tien..
    Melani sdh hadir mlm ini.
    Salam aduhai..

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah.. Terimakasih mbak Tien Kumalasari, MK Eps 37 sudah tayang.
    Semoga mBak Tien tetap sehat, bahagia sejahtera bersama keluarga, dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin YRA.
    Salam sehat dan salam hangat dari Karang Tengah Tangerang.

    ReplyDelete
  21. Alhamdulilah MK 37 sudah tayang, matur nuwun Ibu Tien mugi Ibu tansah sehat.
    Anggoro sudah pasrah..dan sadar atas apa yang sudah dilakukan....makanan kroket menjadi penyemangat ?

    Makin aduhai..hari2 penasaran

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah...
    Semoga kebahagiaan d kesembuhan terus menyelimuti Anindita
    Salam sehat nih mbak Tien cantik...
    Salam Aduhaiii...

    ReplyDelete
  23. Matur nuwun Bunda Tien MK 37 sampun tayang.
    Mugi ² Bunda Tien sekelluarga tansah sehat.
    Salam ADUHAI .

    ReplyDelete
  24. Ma kasih Bunda untuk MELANI 37
    Sukses selalu
    Met malam dan met istirahat

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah, makasih Bu Tien....
    Salam sehat selalu....

    ReplyDelete
  26. Alhamdulillah sudah tayang,terima kasih bu Tien
    Salam sehat selalu untukibu Tien
    Adubai bikin haru.....

    ReplyDelete
  27. Trimakasih mbak Tien MK37nyaa..

    Aduhaii bangeet..
    Dita sedikit2 udh mulai luluh..semoga segra pulih betul dan bs menerima Anggoro kembali..bahagianyaa..👏👏

    Salam sehat dan aduhaiii mbak Tien..🙏😘🌹

    ReplyDelete
  28. Besok tayang ya mbak Tien, jangan libur ya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau minggu ya biarin Mbak Tien istirahat to... kasihan tiap hari sudah menulis terus pdhl usianya sudah cukup sepuh.

      Delete
  29. Matur nuwun Mbak Tien uyk MK 37 nya. Tapi jadi tambah penasaran... gimana nih kabarnya Santi? Santi benar2 sakit jiwa. Smoga dibukakan hatinya agar insyaf dan menjadi manusia yg baik.
    Salam sehat dan Aduhai selalu dari Semarang.

    ReplyDelete
  30. Alhamdulillah... Terima kasih Bu Tien... Semoga Bu Tien selalu sehat dan bersemangat dalam berkarya... Salam 👍👍🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  31. Alhamdulillah.....
    Mtur nuwun Bun....
    Mugi2 tansah pinaringan rahayu wilujeng sedoyonipun.....

    ReplyDelete
  32. Alhamdulillah, matursuwun mbak Tien
    Salam sehat selalu,tetap semangat menghibur penggemarnya dengan karya2nya

    ReplyDelete
  33. MK 37 sudah hadir...
    Matur nuwun bu Tien...Semoga ibu dan keluarga selalu sehat,
    Aamiin yaa Robbal’alamiin
    Salam SeRoJa.... ADUHAI....

    ReplyDelete
  34. Seruu..
    Makasih mba Tien.
    Salam sehat dan selalu aduhai

    ReplyDelete
  35. Alhamdulilah Melani udah hadir trims Bu Tien sehat selalu

    ReplyDelete
  36. Matuemnuwun MKn37nsdhndibaca, tks mbak Tien, salam ADUHAO

    ReplyDelete
  37. Alhamdulillah... sepertinya anindita sudah mulai mau menerima anggoro.
    Aduhai! Makin muantab pol bun...
    Semoga bunda dan keluarga selalu diberikan kesehatan. Dan senantiasa dalam lindungan Allah SWT.

    ReplyDelete
  38. Alhamdulillah..... Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  39. Assalamualaikum wr wb. Alhamdulillah pelan tapi pasti, Anindita semakin sehat lahir dan batin dan ternyata masih ada sisa cinta di hatinya. Anggoro juga sdh pulih kesehatannya. Semoga ke depan mereka Dita, Anggoro dan Melani sdh menyatu cintanya dlm keluarga yg harmonis. Maturnuwun Bu Tien, ceritanya semakin menarik saja, semoga Bu Tien beserta keluarga senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede...

    ReplyDelete
  40. Wa'alaikum salam warahmatullaho wabarakatuh.
    Matur nuwun pak Mashudi
    Aamiin ya robbal alamiin

    ReplyDelete
  41. Replies
    1. Duh jian nrenyuhaké, måtå yuyu jéw..

      tujuné dudu yuyu kangkang hé hé hé hé hé

      Delete
    2. Dongèngé niku lho jian nrenyuhaké

      Delete
  42. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  43. Hati beku bagaikan es seakan mulai mencair dihati Anindita.
    Terima kasih dan salam sehat mbak Tien. MK 37

    ReplyDelete
  44. Alhamdulillah,terima kasih Bu Tien..
    Sehat- sehat selalu nggih,Aamiin.

    ReplyDelete
  45. Terima kasih Bu Tien...salam sehat selalu...semangatttt

    ReplyDelete
  46. Sami2 ibu Rosen
    Salam sehat dan ADUHAI

    ReplyDelete
  47. Terima ksih bunda Tien MK nya.. Slmtberhari minggu bersm keluarga.. SlmAduhai dri sukabumi🥰🥰

    ReplyDelete
  48. Matur nuwun, Mbak Tien.
    Salam aduhai, semoga sehat selalu. Aamiin.

    ReplyDelete
  49. Sami2 ibu Purwani
    Aamiin.
    Salam ADUHAI

    ReplyDelete
  50. Aduh saya ketinggalan cerbung Melani K, Terima kasih Bu, ternyata menarik sekali, salam dr bandung dan para Lansia

    ReplyDelete
  51. Tersebutlah pemuda mapan anak Cokro Sasmitå bernama Abisatya menolong anak seorang ibu yang terpeleset ditangga rumah sakit, kejadian tak terduga menyiratkan sebuah cerita yang mirip dituturkan mbok Karti, disini dia mendapatkan nick name 'nak ganteng' terbawa perasaan betapa berat keterpisahan ibu yang dipisahkan paksa dengan bayinya.
    Jadilah nak ganteng(tapi bukan kecambah lho ya) ikut larut dalam drama keluarga kekasih tercinta bahkan mengambil peran lebih, dalam memperdaya berkumpulnya kembali keluarga yang terserak karena sebuah vonis keputusan emosional, apalagi dibumbui cukup pedas berbalut kuah kebencian sudah merata tersiram saling curiga, berantakan..
    Sampai saling kecurigaan menerpa dua pemuda mapan bersahabat menemukan gadis remaja sederhana yang menyentuh hati mereka untuk saling mendekati, sampai² orang terkasih mereka pun terkena varian virus kecurigaan yang berbeda.
    Tuh pandemi datang mulai saling jaga jarak; terasa ada yang aneh dirasakan Sasa setelah kedatangan Indira wanita cantik tampil elegan yang hanya mau bicara dengan Andra saja dan akan menyusulnya ke rumah sakit, Sasa sendiri juga nggak ngerti, varian virus kecurigaan datang dari negeri mana ini ..
    Yang jelas menjadikan rasa ini panas dingin tidak bersemangat


    ADUHAI


    Wo .. Sasa lårå bråntå .. gitu kata simbah saya, hé hé hé hé ånå ånå waé .. marakaké gègèr sêpèi


    Maturnuwun
    Terimakasih Bu Tien,
    Melani Kekasihku yang ke tiga puluh tujuh sudah tayang.
    Sehat sehat selalu doaku Bu Tien, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta 🙏

    ReplyDelete
  52. Anindita sdh mulai sadar ..cepat kumpul deh semoga semua bisa kumpul dan Sasa n Andra menjadi cinta sejati

    ReplyDelete
  53. Maturnuwun bu Tien,dr kelp kami lansia benar2 ikut hanyut dlm alur cerita,shg rasanya tdk fitinggaljan MK,walaupun sehari. Smg buTien sehat sll,berbahagia bersama kelg....
    Ditunggu MK 38

    ReplyDelete
  54. Alhamdulillah Mk ke 37 sudah tayang makasih bu tien semoga sehat selalu

    ReplyDelete

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...