Wednesday, December 10, 2025

HANYA BAYANG-BAYANG 09

 HANYA BAYANG-BAYANG  09

(Tien Kumalasari)

 

Saat jam istirahat, Srikanti menunggu Priyadi, karena tuan Sanjoyo mengatakan kalau pada jam istirahat Priyadi boleh pulang. Srikanti ingin mengajaknya bepergian. Tetapi sudah lewat jam istirahat, Priyadi belum tampak batang hidungnya. Srikanti sudah mondar mandir ke depan dan ke belakang untuk mengisi rasa jenuhnya dalam menunggu, tapi Priyadi belum juga datang. Ia sudah menelponnya berkali-kali tapi Priyadi tidak menjawabnya. Panggilan terakhir yang dipencetnya, ponsel Priyadi malah mati.

“Ada apa orang ini? Mengapa tidak segera pulang?”

Srikanti menelpon ke kantor sang suami, tapi jawaban yang diterimanya justru mengejutkannya.

“Kamu menanyakan Priyadi? Dia sudah pulang dua jam yang lalu. Masa belum sampai rumah?”

“Apa? Dua jam yang lalu? Dia belum sampai. Berkali-kali aku menelpon, tapi tak ada jawaban. Sekarang ponselnya malah mati.”

“Aneh, ke mana orang itu?”

“Aku kesal sekali nih, padahal aku mau keluar sebentar, menunggu dia nggak segera kembali.”

“Jangan-jangan ada halangan di jalan. Ini aku sedang rapat, nanti saja kamu menelpon. Coba hubungi lagi Priyadi.”

Tuan Sanjoyo sudah menutup ponselnya, membuat Srikanti semakin kesal. Di rumah tak ada orang, bik Supi juga belum kembali. Menambah wajah Srikanti semakin gelap.

Akhirnya Srikanti menutup pintu rumahnya dan pergi sendiri dengan mobilnya. Tapi baru saja dia masuk ke dalam mobil, ponselnya berdering, dari Priyadi.

Srikanti langsung menyemprotnya.

“Kemana saja kamu? Aku menelpon berkali-kali tidak kamu angkat, yang terakhir ponsel kamu mati, padahal tuan Sanjoyo mengatakan bahwa kamu sudah pulang dua jam yang lalu.”

“Maaf Sri, sebentar, jangan marah dulu. Ini aku ada di bengkel. Mobil tiba-tiba ngadat.”

“Mengapa kamu tidak mengabari aku sehingga aku tidak begitu panik?”

“Ini juga kebetulan musibah Sri, ketika mau menelpon kamu, ponsel aku mati, jadi aku membawanya ke tukang servis untuk membetulkan ponselku.”

“Sekarang kamu ada di mana?”

“Masih di bengkel, nih.”

“Bengkel mana? Langganan? Aku mau ke sana saja.”

“Tidak Sri, bukan di bengkel langganan. Ini bengkel yang aku belum pernah tahu.”

“Lha iya, bengkel apa namanya, letaknya di mana, biar kamu aku samperin , tinggalkan saja mobilnya di situ.”

“Eh, tidak usah, ini sudah hampir selesai, percuma kalau kamu kemari, aku juga pasti sudah membawa mobilnya pulang.”

“Ya ampuun, hari ini mengapa aku sedemikian kesal? Semua-semua membuat aku kesal, bibik belum kembali, kamu juga menjengkelkan!”

“Sabar Sri, namanya halangan.”

“Ini aku sudah ada didalam mobil, aku akan pergi ke rumah kita yang sedang dibangun itu.”

“Jangan Sri, tidak usah ke sana dulu, tunggu aku, sebentar pasti sampai. Jangan cepat marah dong Sri, nanti cantiknya hilang bagaimana?”

“Hm, memangnya aku cantik?”

“Kamu adalah wanita tercantik di dunia ini. Bidadari dari kahyangan lewat,” kata Priyadi merayu nyonya majikan yang menjadi kekasihnya. Dan itu membuat wajah kusut Srikanti menjadi sumringah.

“Ya sudah, aku kembali saja, kalau begitu?”

“Iya. Jangan menyetir sendiri, nanti kalau tuan Sanjoyo tahu aku yang kena marah.”

“Baiklah, aku tunggu di rumah, jangan lama-lama.”

“Siap, bidadariku.”

Srikanti memutar mobilnya untuk kembali pulang sambil senyum-senyum sendiri. Perempuan mana yang tidak suka dipuji cantik?

***

Sementara itu Priyadi terkekeh senang. Disampingnya, di dalam mobil tuan Sanjoyo, seorang perempuan cantik sedang menggelendot di pundaknya. Mereka baru selesai makan siang di sebuah restoran, lalu Nilam minta dibelikan baju baru beberapa potong. Ketika semuanya sudah selesai, barulah Priyadi menelpon Srikanti, mengatakan kalau mobilnya ngadat, ditambah ponselnya yang juga rewel. 

Ketika Srikanti menunggu di rumahnya, Priyadi sedang mengantarkan Nilam ke rumah kostnya, menyuruhnya istirahat.

Nilam turun dari mobil, lalu membawa bungkusan-bungkusan pakaian dan cemilan yang tadi dibelinya untuk mengisi rasa sepi ketika menunggu Priyadi pulang nanti.

***

Ketika Srikanti sedang menunggu itu, tiba-tiba bik Supi datang. Begitu ia turun dari becak, Srikanti sudah memasang wajah gelap dan mata menyala penuh amarah.

“Bagus sekali Pi, kamu aku beri ijin sehari, tapi kamu pamit sampai tiga hari.”

“Maaf Nyonya, anak saya belum bisa ditinggal.”

“Anak sakit itu biasa bermanja-manja, tapi kamu kan harus bekerja. Kamu tahu, nanti gaji kamu aku potong karena pulangnya molor.”

“Iya Nyonya, terserah Nyonya. Sekali lagi saya minta maaf.”

“Ya sudah, masuk ke rumah dan bersih-bersih. Keterlaluan kamu itu.”

Bik Supi mengangguk, lalu melangkah masuk ke rumah.

“Hei, bawa apa kamu itu. Lihat, ada kotorannya jatuh ke lantai.”

“Oh iya, ini ketela pohon dari kebun sendiri.”

“Tapi itu mengotori lantai.”

"Iya Nyonya, maaf. Nanti saya bersihkan.”

Kemarahan Srikanti berhenti ketika melihat mobil yang dibawa Priyadi masuk ke rumah.

“Ya sudah, aku mau pergi dulu, kamu harus bersih-bersih rumah terlebih dulu. Kaki kamu yang bau kampung itu mengotori rumahku,” omelnya sambil turun dari teras, langsung menghampiri mobil, di mana Priyadi masih nongkrong di dalamnya.

Bibik menatapnya sambil geleng-geleng kepala. Bagaimana ada wajah cantik tapi punya mulut setajam sembilu? Kalau tidak karena  sangat membutuhkan uang untuk anaknya, bibik tak mungkin kuat bertahan.

***

Srikanti duduk di samping kemudi, tapi hidungnya seperti mencium bau yang tak enak. Ia menoleh ke belakang, barangkali Priyadi membawa sesuatu yang menimbulkan bau. Tapi tak ada. Srikanti melihat ada keripik berceceran di bawah.

“Pri, mobil ini bau apa, dan mengapa lantai mobilnya kotor sekali?”

“Kotor? Oh itu, aku makan keripik tadi, ada yang tumpah sedikit. Nanti aku bersihkan.”

“Bau tak enak ini bau apa ya?” tanya Srikanti sambil mengendus-endus.

“Bau tak enak? Masa iya.”

“Iya, ini seperti bau … apa ya, ih … kamu tadi bawa ikan mentah ya? Siapa belanja ikan di mobil ini? Ada bau amis-amis gitu, atau apa nih?”

“Ya ampun Sri, masa aku beli ikan mentah? Sebentar, spray pewanginya habis, kita mampir dulu untuk beli ya?”

“Hm,” kata Srikanti sambil menutup hidungnya.

Priyadi menghentikan mobilnya di sebuah toko, sambil berpikir bahwa dirinya dan Nilam sangat ceroboh. Bukan karena pewangi mobil itu habis sebenarnya sih. Priyadi tersenyum kecut sambil membawa pewangi baru, yang begitu masuk lalu disemprotkan ke seluruh ruangan di dalam mobil.

“Mungkin ini bau tubuh tukang bengkel tadi. Mereka juga masuk-masuk kemari sih.”

“Tinggalkan saja mobilnya di tempat cuci mobil Pri, nggak tahan aku baunya.”

“Baiklah, begitu lebih baik.”

“Sambil menunggu mobil dibersihkan, kita bisa makan siang, cari rumah makan yang enak. Aku baru ingat kalau aku belum mekan.”

“Tapi aku tadi ….”

Priyadi hampir keceplosan kalau tadi dia sudah makan bersama Nilam. Untung ia bisa mengerem mulutnya.

“Kamu tadi apa?”

“Aku tadi itu … melihat warung nasi pecel yang sangat laris,” jawab Priyadi sekenanya.

“Aku nggak mau nasi pecel, cari rumah makan yang bagus, makanannya enak, jangan masakan kampungan seperti itu.”

“Baiklah.”

Srikanti lupa, bahwa dirinya juga berasal dari kampung, dari keluarga miskin yang karena sebuah keberuntungan maka menjadi seorang nyonya kaya yang tidak kekurangan.

***

Puspa senang sekali melihat bik Supi sudah pulang. Ia bergegas menemuinya yang sedang bersih-bersih kebun di belakang.

“Bibik, kapan pulang?”

“Sudah tadi non, agak siangan sih. Sudah selesai bersih-bersih rumah. Ini lagi bersih-bersih kebun, sebentar lagi mau masak untuk makan malam.”

“Ya ampun, Bibik pasti capek, mengapa bersih-bersihnya tidak besok saja?”

“Tidak apa-apa Non, ini juga sudah hampr selesai.”

“Bagaimana keadaan anak Bibik?”

Pertanyaan yang kelihatannya wajar, tapi sesungguhnya Puspa mengkhawatirkan keadaan Nugi. Sakitnya apa, seberat apa … tentu itu menjadikan Puspa kepikiran juga.

“Sudah baik Non, anak saya hanya kecapekan, selama tiga hari setelah pulang sekolah dia membantu membetulkan rumah pak lurah.”

“Mengapa begitu, apa tidak capek?”

“Nugi hanya ingin mencari tambahan uang, agar tidak terlalu memberatkan simboknya ini.”

“Anak baik. Terharu saya mendengarnya.”

“Tapi saya sudah melarangnya Non, Nugi harus hanya memikirkan sekolahnya saja, tidak perlu bekerja. Kalau sakit kan bibik juga yang ikut susah?”

“Benar Bik, syukurlah kalau Bibik sudah melarangnya.”

“Non mau makan sekarang? Tapi bibik belum masak?”

“Tidak usah Bik, tadi sudah makan soto di warung depan kampus.”

“Non makan di pinggir jalan?”

“Enak kok. Awalnya dulu kan aku diajak makan oleh …. eh, oleh teman aku, ya di warung pinggir jalan itu. Sebenarnya sih bukan warung. Penjualnya itu bawa gerobag, lalu jualan di pinggir jalan. Tapi enak. Itu sebabnya mengapa dulu itu saya minta Bibik membuatkan soto.”

“O, jadi itu karena Non sudah makan di warung gerobag itu, lalu pengin bibik membuatnya?”

“Iya, aku minta agar bawa bekal soto itu ..  juga karena aku ingin makan bersama teman aku itu. Dialah yang mengajak aku makan soto di warung gerobag itu.”

“Wah, ternyata ada ceritanya ya, ketika bibik mendapat tugas masak soto itu?”

Puspa tertawa. Terkenang olehnya ketika Nugi menolak diajak makan dengan membawa mobilnya, malah mengajak makan di tukang soto yang membawa gerobag itu. Ternyata banyak hal baru yang dipelajarinya dari laki-laki sederhana nan pintar itu.

“Ya sudah, aku mau mandi dulu, Bibik segera istirahat, jangan kecapekan, nanti sakit seperti … Nug … Nugi.”

“Iya Non, ini sudah hampir selesai, setelah ini saya buatkan minuman untuk Non.”

Puspa berlalu, dan bibik terus memikirkan sikap Puspa yang aneh akhir-akhir ini. Semuanya tampak baik. Dia menjadi ramah, peduli, dan banyak cerita sama  dirinya. Entah kenapa, bik Supi tak bisa menjawabnya.

***

Akhirnya karena putar-putar, mencuci mobil, dan makan berdua, Srikanti baru pulang saat sore. Tuan Sanjoyo menelponnya berkali-kali, barulah Priyadi menjawabnya lalu bergegas menjemputnya di kantor.

“Maaf Tuan, saya benar-benar minta maaf,” kata Priyadi sambil mengantar majikannya pulang.

“Tadi nyonya juga menunggu kamu lama sekali. Apa karena adanya anak kamu yang katanya datang kemarin?”

“Tidak, Tuan. Tadi mobilnya agak rewel, jadi saya harus membawanya ke bengkel.”

“Apanya yang rusak?”

“Itu Tuan … sepertinya rem atau apa, dan olie juga harus diganti.”

“Semuanya beres, sekarang?”

“Beres, Tuan.”

“Uang siapa untuk membayar bengkel?”

“Tadi saya sudah minta pada nyonya.”

“Ya sudah. Lalu bagaimana dengan anakmu? Nyonya baru bercerita sedikit kemarin.”

“Iya Tuan, sekarang beban saya bertambah karena anak saya ikut saya. Kemarin nyonya bilang, akan mencarikan pekerjaan di kantor Tuan, tapi saya tidak memaksa, hanya kalau bisa saja.”

“Akan aku lihat dulu bagaimana dia bekerja. Bisakan besok kamu bawa dia ke kantor?”

“Bisa Tuan, besok akan saya ajak bersama saya sekalian. Tapi sungguh jangan sampai Tuan terpaksa menerimanya. Nanti akan saya carikan pekerjaan lain.”

“Tidak apa-apa, besok bawa dia ketemu aku di kantor.”

“Baik, Tuan.”

Saat pulang, tuan Sanjoyo minta agar Priyadi berhenti di apotek, karena dia butuh obat gosok. Dia lupa berpesan kepada istrinya tadi.

Ketika Priyadi turun itu, tiba-tiba ponsel Priyadi yang ditinggal berdering. Berkali-kali berdering, sehingga terusik keinginan tuan Sanjoyo untuk mengambilnya. Ia melihat si penelpon, dengan tulisan ‘sayangku’.

***

Besok lagi ya.

21 comments:

  1. πŸŽ‹πŸͺ΄πŸŽ‹πŸͺ΄πŸŽ‹πŸͺ΄πŸŽ‹πŸͺ΄
    Alhamdulillah πŸ™πŸ¦‹
    Cerbung HaBeBe_09
    telah hadir.
    Matur nuwun sanget.
    Semoga Bu Tien dan
    keluarga sehat terus,
    banyak berkah dan
    dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin🀲.Salam seroja 😍
    πŸŽ‹πŸͺ΄πŸŽ‹πŸͺ΄πŸŽ‹πŸͺ΄πŸŽ‹πŸͺ΄

    ReplyDelete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku Hanya Bayang-Bayang telah tayang

    ReplyDelete

  3. Alhamdullilah
    Matur nuwun bu Tien
    Cerbung *HANYA BAYANG BAYANG 09* sdh hadir...
    Semoga sehat dan bahagia
    bersama keluarga
    Aamiin...



    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah "Hanya Bayang-Bayang 09" sdh tayang. Matur nuwun Bu Tien, sugeng dalu πŸ™

    ReplyDelete
  5. πŸŒŸπŸ’πŸŒ²πŸͺ΄πŸŒ²πŸ’πŸŒŸ

    Alhamdulillahi Robbil'alamiin....
    HaBeBe_09 sudah tayang.

    Matur nuwun mBak Tien, salam sehat penuh semangat.
    πŸ€πŸ€πŸ™

    πŸŒŸπŸ’πŸŒ²πŸͺ΄πŸŒ²πŸ’πŸŒŸ

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah HANYA BAYANG-BAYANG ~09 telah hadir.
    Maturnuwun Bu Tien πŸ™
    Semoga tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga, serta selalu berada dalam lindungan Allah SWT.
    Aamiin YRA..🀲

    ReplyDelete
  7. Alhamdulilah Cerbung HBB 09 sampun tayang .... maturnuwun bu Tien, semoga ibu sekeluarga selalu sehat dan bahagia .. salam hangat dan aduhai aduhai bun πŸ™πŸ©·πŸŒΉπŸŒΉ

    ReplyDelete
  8. Mks bun HBB 09 sdh hadir.....smg bunda Tien sklrg sll sehat bahgia....

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien❤️🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  10. Hehe siapa ya "sayangku" itu...
    Bu Tien memang ada sj ceritanya. Matur nuwun, semoga Ibu sekeluarga sehat wal'afiat...

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda Tien
    Semoga sehat walafiat
    Salam aduhai hai hai

    ReplyDelete
  12. Terima kasih Bunda, serial cerbung : Hanya Bayang Bayang 09 sampun tayang.
    Sehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
    Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedia kala. Aamiin

    Barang busuk klu di simpan terus, lama lama bau busuk nya...kemana mana..dong Priyadi. Sampai tuan Sanjoyo merasa ada bau busuk di hp mu ya...halo...sayang ku..😁😁

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah, HANYA BAYANG-BAYANG (HBB) 09 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah, maturnuwun nuwun Bu Tien cerbung HBB ke 9, yg ceritanya makin menarik.πŸ™

    ReplyDelete
  15. Tidak ada kebohongan yang sempurna...
    Terimakasih Mbak Tien..

    ReplyDelete

HANYA BAYANG-BAYANG 09

  HANYA BAYANG-BAYANG  09 (Tien Kumalasari)   Saat jam istirahat, Srikanti menunggu Priyadi, karena tuan Sanjoyo mengatakan kalau pada jam i...