HANYA BAYANG-BAYANG 08
(Tien Kumalasari)
Wajah Srikanti gelap seperti mendung. Wanita itu masih muda dan cantik. Begitu Priyadi dekat, mereka langsung berpelukan. Bahkan wanita cantik itu meneteskan air mata.
Srikanti urung turun dari mobil. Mengawasi keduanya dengan darah mendidih. Barangkali kepalanya sudah mengepulkan asap panas karena marahnya.
Ia memejamkan mata, tak ingin melihat pemandangan itu.
Gemuruh didadanya sudah menyerupai guntur saat hujan, hampir membuatnya meledak. Ia tidak mengira, Priyadi yang disayanginya selama bertahun-tahun, tega menghianatinya. Ia bahkan sudah mengeluarkan uang segunung untuk kekasihnya itu agar tak pernah meninggalkannya. Sekarang apa? Dengan enaknya dia berpelukan dengan perempuan muda, bahkan bertangis-tangisan.
Susah payah Srikanti meredam gelegak darah yang hampir membakar seluruh urat darahnya, ketika Priyadi mengetuk kaca jendela mobilnya. Srikanti menatapnya dengan wajah gelap. Segelap alam tanpa rembulan dan hanya mendung yang melingkupinya.
“Sri, turunlah. Aku kenalkan kamu dengan Nilam.”
Mata Srikanti menyala, bahkan ia akan diperkenalkannya dengan gadis itu? Namanya Nilam? Srikanti menggeleng keras.
“Sri, kamu harus mengenalnya.”
“Tidak sudi!!! suara itu hampir menyerupai sebuah jeritan, seperti hatinya yang menjerit ketika merasa dikhianati.
“Sri, ayo turun dulu.”
Priyadi membuka pintu mobilnya, kemudian menarik Srikanti agar segera turun.
“Ada apa?”
“Aku kenalkan kamu.”
“Tidak sudi! Berkenalan dengan selingkuhan kamu?”
“Sri, jangan dulu menuduh. Dia bukan selingkuhan aku.”
“Lalu siapa? Berpelukan tak kenal malu?”
“Dia anakku.”
“Anakmu?” mata Srikanti membelalak tak percaya.
“Iya benar. Sejak kecil dia ikut ibunya, tapi kemudian ibunya meninggal, sehingga dia hidup sendiri. Lalu dia mencari ayahnya, dan ketemu di sini.”
“Jadi dia anakmu?”
“Iya, ayolah turun, kamu bisa berkenalan dengan dia. Kalau kamu tidak keberatan, jadikan dia anakmu.”
Srikanti perlahan turun dari mobil, lalu menghampiri gadis itu, yang masih sibuk mengusap air matanya. Begitu melihat Priyadi dan Srikanti, dia bangkit, lalu mencium tangan Srikanti.
“Kamu manis sekali,” kata Srikanti.
“Terima kasih Bu, nama saya Nilam.”
“Iya, ayahmu sudah memberi tahu kalau namamu NIlam.”
“Saya minta maaf kalau mengganggu,” katanya lembut.
Srikanti senang, Nilam sangat santun dan menghormatinya.
“Dia sudah tak punya ibu, maukah kamu jadi ibunya?” kata Pri sambil merangkul pundak Srikanti, untuk memperlihatkan bahwa dirinya sangat mengasihi Srikanti. Tentu saja Srikanti senang. Dia sangat tergila-gila pada Priyadi, yang menurut Srikanti, laki-laki itu bisa menyenangkannya.
“Kamu selama ini tinggal di mana?”
“Setelah ibu saya meninggal, saya tidak punya tempat tinggal,” katanya sambil menundukkan kepalanya.
“Maukah kamu ikut bersamaku?”
Nilam menatap Priyadi, sepertinya minta pertimbangan.
“Kalau ibu Srikanti mau mengambilmu sebagai anak, kamu harus ikut bersamanya. Kalau bisa Sri, katakan pada tuan Sanjoyo, agar Nilam diberi pekerjaan di kantornya,” kata Priyadi.
“Nanti aku bilang pada tuan. Nilam sekolah apa?”
“Dia hanya sekolah SMK, tidak sampai sekolah tinggi, tapi dia pasti bisa bekerja.”
“Saya pernah bekerja di sebuah perusahaan transportasi, saya bisa mengerjakan pembukuan dan lain-lain.”
“Baiklah, nanti aku bilang pada tuan Sanjoyo, semoga kamu diterima. Untuk sementara kamu tinggal di sini dulu, atau tinggal bersama ayahmu, nanti kalau tuan Sanjoyo sudah setuju, kamu boleh tinggal di rumahku.”
“Kalau memang dia bisa bekerja di kantor tuan Sanjoyo, biar dia tidur di rumahku saja. Nanti merepotkan. Karena dia bekerja seharian, dengan demikian kan tidak bisa membantu-bantu pekerjaan di rumah kamu, jadi lebih baik pulang ke rumahku saja. Nanti kalau rumah ini jadi, kita akan tinggal di sini bersama-sama.”
“Bagaimana Nilam, kamu setuju?”
Nilam mengangguk sambil mengucapkan terima kasih.
***
Malam hari itu, Srikanti merayu suaminya sambil memijit-mijit kakinya, dan bersuara lembut mendayu dayu, ia menceritakan tentang Nilam anak Priyadi.
“Priyadi punya anak? Mengapa dulu dia tidak mengatakan apa-apa? Dia bilang tidak punya keluarga kan? Ibunya saja yang tinggal di kampung.”
“Anaknya itu selama ini ikut bersama ibunya, tapi ibunya sudah meninggal, jadi kemudian dia mencari ayahnya.”
“O, begitu.”
“Mas, Priyadi kan sudah lama mengabdi pada kita.”
“Iya, tentu saja sudah lama.”
“Bagaimana kalau Mas mengijinkan Nilam bekerja di kantor Mas?”
“Dia bisa apa?”
“Dia hanya lulusan SMK sih, tapi dia pernah bekerja juga. Bagaimana kalau Mas menerimanya? Mas bisa mencobanya dulu, siapa tahu dia bisa bekerja.”
“Besok suruh dia menemui aku di kantor.”
“Benar ya Mas, kasihan anak itu. Aku malah ingin mengangkatnya sebagai anak.”
“Mengangkatnya sebagai anak?”
“Iya Mas, kasihan. Priyadi juga akan kerepotan merawat anak gadisnya sendirian, jadi kalau Mas setuju, kita jadikan dia anak kita. Bagaimana? Yah, sebagai imbalan atas kesetiaan Priyadi kepada kita.”
“Aku belum tahu anak itu. Kita lihat saja nanti.”
“Aku sudah melihatnya. Dia cantik kok. Kulitnya agak hitam, tapi manis. Kelihatan kalau anaknya rajin.”
Srikanti begitu bersemangat merayu suaminya, hanya karena ingin menyenangkan hati Priyadi. Padahal dia belum tahu, siapa sebenarnya Nilam. Bagi Srikanti, Priyadi yang walau tidak muda lagi, tapi tubuhnya yang tegap dan gagah, membuatnya takut kehilangannya.
***
Pagi hari itu seperti biasa, begitu tuan Sanjoyo duduk di ruang tengah, sudah siap di meja minuman hangat. Bik Supi belum kembali karena Nugi masih ingin ditunggui sang ibu. Puspa yang sudah berjanji pada bik Supi akan melakukan semua pekerjaan bik Supi, memang menepati janjinya. Pagi-pagi bangun, membuat minuman untuk ayah ibunya, dan untuk dirinya sendiri. Dia juga sudah menyapu, sekedar membersihkan rumah agar tidak kelihatan berdebu.
“Puspa pintar sekali,” puji tuan Sanjoyo.
“Tapi ini bik Supi sudah keterlaluan. Aku beri dia ijin sehari, tapi nyatanya dia belum pulang sampai pagi ini. Kesenangan dia, kalau Puspa terus yang menggantikan pekerjaannya,” omel Srikanti.
“Mungkin anaknya masih sakit. Baru dua hari, biarkan saja.”
“Biarkan saja bagaimana sih Pak, kita beri dia gaji yang besar, supaya dia bekerja dengan baik. Bukan seenaknya seperti ini.”
“Dia bukannya seenaknya Bu, mungkin benar apa yang Bapak katakan, anak bik Supi belum sembuh.”
“Jadi sampai kapan kita harus menunggu? Awas ya, kalau hari ini nanti dia belum kembali juga, akan aku pecat dia.”
“Ibu jangan begitu.”
“Jangan terlalu kejam Sri, alasan kepulangannya kan anaknya sakit, bukan untuk bersenang-senang. Ya kita tunggu lagi dua tiga hari mendatang.”
“Enaknya, berarti berapa hari dia ijinnya? Nanti aku akan potong gajinya,” ancam Srikanti dengan bersungut-sungut.
“Ayo sarapan, bapak harus ke kantor pagi nih," kata tuan Sanjoyo untuk memangkas kemarahan sang istri.
“Oh iya, sarapan sudah siap. Sebentar. Puspa lihat lagi,” kata Puspa sambil bergegas ke belakang.
“Anak itu sikapnya tiba-tiba aneh.”
“Aneh bagaimana? Tiba-tiba rajin, bisa membuat minuman setiap pagi dan sore, serta membuat sarapan enak?”
“Kecuali itu dia sering seenaknya.”
“Seenaknya bagaimana? Aku malah senang Puspa mau bekerja di rumah. Memasak dan mengatur rumah itu kan pekerjaan perempuan. Dia sudah dewasa, sebentar lagi menikah, pasti dia harus bisa mengurus rumah tangganya dong.”
“Hmh, bapak tidak tahu bagaimana kesalnya aku sama dia. Apa yang aku katakan dia berani membantahnya.”
“Masa? Tentang apa, maka dia berani membantah perkataan ibunya?”
”Banyak. Tidak bisa mengatakannya sekarang, nanti Mas kesiangan.”
“Ya sudah, ayo kita lihat apa yang sudah disiapkan Puspa.”
Tuan Sanjoyo memutar kursi rodanya, tapi kemudian Srikanti mendorongnya.
“Apa sarapan kita pagi ini, Nak?” tanya sang ayah.
“Ini Pak, sudah siap,” kata Puspa sambil menunjukkan semangkuk besar mie dengan telur dan sayuran.
“Apa ini? Kamu masak mie instan?” pekik ibunya.
“Iya, kelamaan kalau harus masak sayur. Kan Bapak mau berangkat pagi,” kata Puspa enteng. Ia memang hanya membuat mie instan, biar cepat jadi.
Kalau ibunya merengut, tuan Sanjoyo terkekeh senang.
“Baunya sedap sekali. Sudah lama aku tidak makan mie, ayo, ambilkan mie nya di piring bapak,” katanya dengan wajah berseri.
Puspa dengan gembira meletakkan mie di piring sang ayah, yang segera menyendoknya pelan.
“Hm, enak.”
Walau ikut makan, tapi Srikanti menikmatinya dengan wajah cemberut. Dan akhirnya semangkuk besar mie habis dimakan mereka bertiga.
“Lhah Priyadi dikasih makan apa tadi?” tiba-tiba Srikanti ingat tentang kekasihnya.
“Sudah aku tawarkan, tapi dia tidak mau, katanya sudah sarapan di rumah.”
Srikanti segera ingat, ada Nilam di rumah Priyadi, mungkin anaknya sudah menyiapkan makan pagi untuk bapaknya.
***
Begitu ayahnya berangkat, Puspa membersihkan dapur, membuat sang ibu geleng-geleng kepala. Menurutnya seorang majikan tidak harus bekerja sekeras itu. Ia merasa sang anak telah merendahkan dirinya, gara-gara Bik Supi, dan bik Supilah yang akhirnya di salahkan.
“Ini gara-gara bik Supi, kamu jadi bekerja keras.”
“Tidak apa-apa Bu, Puspa senang melakukannya.”
“Kamu benar-benar sudah seperti pembantu. Apa kamu belajar menjadi pembantu dari Supi?”
“Puspa tidak belajar menjadi pembantu, tapi belajar untuk bekerja mengatur rumah tangga.”
“Dan karena itulah maka dia pulang seenaknya, karena sudah tahu kalau kamu bisa menggantikannya.”
“Ada apa Ibu ini?
“Puspa, mumpung kamu masih di rumah, ibu mau ngomong lagi tentang pekerjaan itu.”
“Pekerjaan apa Bu?”
“Kamu harus menggantikan ayahmu menjalankan semua usahanya.”
“Mengapa Ibu memaksakan kehendak? Puspa akan bekerja sendiri, bukan bekerja di perusahaan bapak.”
”Kamu ini bodoh atau apa sih Puspa?”
“Bu, tolong jangan memaksa Puspa. Keberhasilan karena orang tua dan karena berusaha sendiri itu rasanya beda.”
“Omong kosong!”
“Sudahlah Bu, Puspa mau mencuci piring-piring ini dulu, lalu segera masuk kuliah. Takut terlambat,” kata Puspa sambil mengacuhkan ibunya yang masih mengomel panjang pendek.
***
Nilam masih berada di rumah kost Priyadi. Benarkah Nilam adalah anaknya? Setelah Priyadi berangkat bekerja, Nilam tiduran di ranjang, dan bermalas-malasan. Ketika ponselnya berdering, Nilam baru bangkit dari ranjang.
“Nilam, kamu sedang apa?” suara Priyadi dari seberang.
“Sedang tiduran lah Mas, aku harus ngapain? Bosan aku di rumah sendirian. Bagaimana kalau aku jalan-jalan?”
“Terserah kamu saja. Nanti saat istirahat aku akan berusaha pulang sebentar. Kamu kan masih punya uang cukup?”
“Ada Mas, tapi nanti aku mau minta lagi. Percuma kalau menjadi simpanan nyonya kaya tapi tidak bisa memberi aku uang lebih untuk belanja-belanja.”
“Nilam, kamu harus terbiasa memanggil aku bapak, jangan Mas, nanti Srikanti mendengarnya, dia bisa curiga.”
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeleteNuwun jeng Ning
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteNuwun jeng In
DeleteYesssss, tayang
ReplyDeleteMatur nuwun, mBak
Sami2 mas Kakek
DeleteTerimakasih bunda.
ReplyDeleteSehat slalu
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteTerima kasih bapak Endang
ππͺΈππͺΈππͺΈππͺΈ
ReplyDeleteAlhamdulillah ππ
Cerbung HaBeBe_08
sampun tayang.
Matur nuwun Bu, doaku
semoga Bu Tien selalu
sehat, tetap smangats
berkarya & dlm lindungan
Allah SWT. Aamiin YRA.
ππͺΈππͺΈππͺΈππͺΈ
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteTerima kasih jeng Sari
Alhamdulillah HBB 08 dah tayang, maturnuwun Bu Tien,π ditunggu para pecinta cerbung,semoga Bu Tien tetap sehat semangat, bahagia bersama Kel tercinta.....❤️
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteTerima kasih ibu Tatik
Alhamdulillah, suwun mb Tien
ReplyDeleteSami2 Yangtie
Delete
ReplyDeleteAlhamdullilah
Matur nuwun bu Tien
Cerbung *HANYA BAYANG BAYANG 08* sdh hadir...
Semoga sehat dan bahagia
bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteTerima kasih pak Wedeye
Alhamdulillah HANYA BAYANG-BAYANG ~08 telah hadir.
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien π
Semoga tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga, serta selalu berada dalam lindungan Allah SWT.
Aamiin YRA..π€²
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteTerima kasih pak Djodhi
Alhamdulilah Cerbung HBB 08 sampun tayang .... maturnuwun bu Tien, semoga ibu sekeluarga selalu sehat dan bahagia .. salam hangat dan aduhai aduhai bun ππ©·πΉπΉ
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteTerima kasih ibu Sri
Aduhai.. aduhai
Matur suwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteTernyata benar bukan anaknya, tertipu Sri Kanti.....
ReplyDeleteTerima kasih perhatiannya ibu
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Hanya Bayang-Bayang telah tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteAlhamdulillah sudah tayang
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Semoga sehat walafiat
Salam aduhai hai hai
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteTerima kasih ibu Endah
Alhamdulillah, HANYA BAYANG-BAYANG (HBB) 08 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteTerima kasih ibu Uchu
Mks bun HBB 08 sdh tayang....mks, selamat malam....sehat"ya bun
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteTerima kasih ibu Supriyati
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien ❤️πΉπΉπΉπΉπΉ
Sami2 jeng Susi
DeleteAlhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " HANYA BAYANG BAYANG ~ 08 " ππΉ
ReplyDeleteSemoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteTerima kasih pak Herry
Matur nuwun Bu Tien. Semoga sehat selalu
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteTerima kasih ibu Anik
Hoooo ternyata Priyadi punya simpanan. Hehe lucu ya simpanan yg punya simpanan.
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien, semoga Ibu sekeluarga sehat wal'afiat.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteTerima kasih ibu Reni
Terima kasih Bunda, serial cerbung : Hanya Bayang Bayang 08 sampun tayang.
ReplyDeleteSehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedia kala. Aamiin
Priyadi...nambah selingkuhan lagi ya. Kanti harta nya di peras, tetapi hasil jerih payah nya akan di peras Nilam..gadis simpanan Priyadi.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteTerima kasih pak Munthoni
Mampus Srikanti ..
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Hihiii... prof ada2 saja.
DeleteNuwun prof
Terima ksih bunda HBB nya..slm sht sll unk bundaππ₯°❤️πΉ
ReplyDeleteSami2 ibu Farida
DeleteSalam sehat juga
Wkwk...seru nih, Srikanti ternyata dikerjain simpanannya.π
ReplyDeleteIbu Tien adaaa aja idenya. Tetima kasih, bu. Sehat2 selalu ya...ππ»ππ»ππ»
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteTerima kasih ibu
Semoga mbak Tin sehat selalu
ReplyDelete