Thursday, January 2, 2020

DALAM BENING MATAMU 77

DALAM BENING MATAMU  77

(Tien Kumalasari)

Bu Susan menatap Adhit dengan pandangan tajam. Ada kemarahan disana, sementara bu Broto segera memegang lengan bu Susan.

"Jeng, sabar jeng, nggak bagus menuduh yang bukan-bukan," katanya menenangkan.

"Ini bukan sekedar tuduhan bu, ini benar. Saya pernah melihat mereka berdua, berpandangan mesra sekali, ketika baru turun dari mobil dan mengeluarkan barang dari bagasi.

"Adhit, ap itu benar?" tegur bu Broto.

Adhit menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Tidak eyang, itu tidak benar."

"Mana ada maling mengaku? Lihat sekarang, anakku menderita seperti ini," hardik bu Suan semakin keras.

"Ketika itu aku sudah memberi tau isteri kamu, tapi dia bilang nggak apa-apa. Dia bilang itu atas sepengetahuan dia. Tapi aku tau dia bohong. Dia menyembunyikan aib suaminya. Dia membelanya walau hatinya tertekan."

"Adhit !!" bu Broto menatap tajam cucunya.

"Tidak eyang, itu tidak benar."

"Ah, mana ada maling mengaku sih? Begini saja, kalau memang kamu tidak suka sama dia, ceraikan saja, biar dia kembali bersama mamanya."

"Tidak ma, tidak ada yang akan menceraikan dia, jangan begitu."

Tapi mendengar suara gaduh itu tiba-tiba mata Anggi terbuka. 

"Mama..." panggilnya.

Mendengar panggilan itu, bu Susan menghentikan umpatannya. Ia mendekati ranjang, lalu merangkul anaknya.

"Anakku, apa kamu menderita?" bisiknya. Cukup keras, sehingga semua orang bisa mendengarnya.

"Mengapa mama berkata seperti itu?Anggi bahagia disini, tak ada yang menderita."

"Biarpun suami kamu tidak mencintai kamu tapi mencintai perempuan lain?"

"Mama bicara yang tidak-tidak."

Anggi berusaha bangkit, dibantu ibunya, lalu dia duduk ditepi ranjang..

"Masih pusing?" tanya Adhit sambil mendekat.

"Nggak mas, aku sudah merasa baik. Obat itu sungguh mujarab.kata Anggi sambil tersenyum. Adhit mengelus kepalanya pelan, lalu keluar dari kamar. Bu Broto yang masih penasaran mengikutinya.

"Adhit..." katanya sambil duduk disebelah cucunya.

"Ya eyang."

"Eyang tidak percaya kamu melakukan semua itu."

Adhit merangkul neneknya erat, seperti butuh kekuatan dari pelukan itu.

"Do'akan yang terbaik untuk Adhit ya eyang."

Tapi itu bukan kata-kata yang diharapkan bu Broto. Perempuan tua yang rambutnya sudah memutih bagai kapas itu butuh pengakuan Adhit, atau penyangkalan atas tuduhan itu.

"Apa yang terjadi pada dirimu?"

"Nanti pada suatu hari Adhit akan bicara banyak sama eyang."

"Apa tuduhan mertua kamu itu benar?"

"Tidak seluruhnya benar eyang."

"Maksudmu, ada benarnya bahwa kamu mengadakan hubungan dengan perempuan bekas sekretarismu itu?"

"Tidak eyang."

"Katakan dengan jelas, agar eyang mengerti."

"Adhit tidak selingkuh sama dia eyang, tapi bahwa... bahwa..."

"Bahwa apa?"

"Bahwa Adhit mencintai dia, itu benar."u Broto melepaskan pelukan cucunya. Dipegangnya kepala Adhit, dipandanginya wajahnya lekat=lekat.

"Mengapa kamu lakukan itu Adhit? Kamus sudh menikahi Anggi.. kemauan kamu sendiri.. mengapa kamu berkata begitu? Mengapa bukan dia yang kamu nikahi, tapi Anggi..?"

"Eyang, Adhit tidak menyadari perasaan itu. Ma'af eyang, sungguh terasanya baru setelah Adhit menikah."

"Lalu bagaimana? Kamu akan menceraikan isteri kamu?"

"Tidak eyang, Adhit sama sekali tak punya keinginan untuk itu. Tidak.."

Bu Broto menghela nafas.Tak tau apa yang harus dikatakannya.

"Eyang akan menelpon bapakmu."

"Jangan eyang, Adhit mohon, jangan bilang sama bapak, atau sama ibu. Jangan eyang."

 Bu Broto hanya terdiam, dan terus menatap wajah cucunya sambil menggeleng gelengkan kepalanya..

***

 Anggi memang pintar menutupi semua derak derita yang disandangnya. Ia berusaha tegar dan tampak suka bahagia. Ia meladeni suaminya seperti layaknya seorang isteri. Menyiapkan teh hangat, melayani ketika makan, tapi tidak untuk melayani ditempat tidur. Adhit sendiri trauma akan kejadia beberapa hari yang lalu. Begitu takut memulainya, dan akhirnya membuatnya tak ingin melakukannya. 

Tapi jangan dikira Adhit merasa baik-baik saja. Hampir setiap ada waktu untuk bicara, selalu dimintanya suaminya melamar Mirna. Aduhh.. Adhit tak pernah menjawabnya.

Apakah aku sejahat itu? Tidak, ia tak ingin menodai pernikahan yang memang sejak awal diinginkannya. Tapi alangkah sulit menghilangkan bayang-bayang Mirna. 

Siang itu dengan tak disangka, Dewi datang bersama Mirna. Anggi menyambut mereka dengan sangat ramah. ia bahkan menggandeng tangan Mirna untuk diajaknya duduk berdekatan dengannya.

"mBak Dewi, terimakasih sudah menjengukku. Tapi aku kan tidak sakit.. lihatlah, aku sangat sehat." kata Anggi dengan wajah riang.

"Syukurlah Nggi, mbak senang kamu sehat. Habisnya, waktu itu ketika ada Adhit, mbak dengar kamu pingsan."

"Oh, iya mbak, memalukan, mungkin karena Anggi belum makan dari pagi, jadi terasa lemas."

"Tapi Adhit bilang tensi kamu lumayan tinggi."

"Iya, hanya waktu itu mbak, sekarang sudah baik kok."

"Syukurlah."

"mBk Mirna apa kabar?" sapa Anggi kepada Mirna.

"Baik bu. Semoga ibu selalu sehat ya."

"Iya mbak," jawab Anggi samb il memeluk pundak Mirna.

Yu Supi keluar sambil membawa nampan berisi gelas sirup yang nampak segar dan sepiring kue-kue. Ia meletakkannya dimeja, dan sa'at itu bu Broto keluar.

"Ayo, anak-anak, diminum siupnya," kata bu Broto.

"Terimakasih bu, terimakasih eyang, jawab Mirna dan Dewi hampir bersamaan.

"Ini.. nak Dewi kan? Ini...Mirna ?" dan ketika menyebut nama Mirna itu, bu Broto menatapnya tajam.

"Cantik," gumam bu Broto pelan, sambil terus menatap Mirna., membuat Mirna sedikit tersipun. Diakah yang dibilang cantik? Ada perasaan heran mengapa bu Broto menatapnya sangat lama. 

"Ayo silahkan diminum," Anggi mempersilahkan tamu-tamunya minum, sementara dia sendiri kemudian mengambil satu gelas diantaranya.

Dewi dan Mirna mengikuti minum. 

"Itu, kue-kue dihabiskan ya," kata bu Broto sambil beranjak kebelakang.

"mBak, kita tidak bisa lama-lama kan?" tiba-tiba Mirna berkata.

"Iya, sebentar lagi menjempit Bima."

"Mengapa buru-buru?" tegur Anggi.

"Kami harus menjemput Bima Nggi, jawab Dewi.

"Kalau begitu, mbak Dewi menjemput Bima dulu, biar mbak Mirna menunggu disini. Aku juga lama nggak melihat Bima." kata Anggi, tapi Mirna buru-buru meggamit lengan Dewi.

"Tidak bu, saya harus ikut karena banyak pekerjaan di toko yang belum saya selesaikan."

"Lho, hanya sebentar saja kok."

"Lain kali kami pasti akan datang kemari."

"Baiklah, sirup dan kue-kue sudah kami makan, sekarang kami pamit ya."

"Yaaa.... cuma sebentar, Anggi masih ingin omong-omong banyak,"kata Anggi kecewa.

"Lain kali kami kemari lagi, yang penting kamu sehat. Ya kan Nggi." kata Dewi sambil berdiri.

"Baiklah, kapan-kapan Anggi main ketoko mbak Dewi ya."kata Anggi yang sangat membuat Mirna khawatir. Takut dia kalau nanti Anggi berbicara so'al pernikahan itu lagi.

"Pamitkan eyang ya Nggi, kami agak ter buru-buru nih."

***

Sesungguhnya Mirna sedang cuti seperti permintaannya beberapa hari lalu. Dewi nyamperin kerumahnya karena Mirna juga ingin menjenguk Anggi. Itulah sebabnya sebelum menjemput Bima DEwi mengantarkannya dulu ke rumah kontrakan Mirna.

"Mirna, Anggi menahan kamu agar tinggal dulu disana, kok kamu kayak orang ketakutan begitu?"

"Bener mbak Anggi ketakutan kalau sampai mbak Mirna bicara yang tidak-tidak lagi. Nanti saya bisa bertambah stress.."

"Iya aku tau.Tapi tampaknya dia nekat betul. Pasti tadi mau ngomong so'al itu lagi."

"Aduh mbak, sebaiknya nggak usah ketemu dulu ah, bener-bener takut saya."

"mBak juga heran, tadi mbak lihat bu Broto menatap kamu terus menerus, dan sempat tercetus kata-kata memuji kamu."

"Ah, Mirna juga merasa aneh."

"Dia bilang kamu cantik... ya kan?"

"Apa itu pujian untuk saya?"

"Ya iya lah Mir, siapa lagi? Kan kamu yang dipandanginya terus menerus."

"Tapi kenapa ya?"

"Mungkinkah Adhit pernah bercerita pada neneknya tentang kamu?"

"Ya ampun... itu membuat saya bertambah takut."

"Sudahlah, jangan difikirkan. Tuh, kita sudah sampai, istirahat dan tenangkan pikiranmu, jangan terlalu hanyut oleh perasaan," pesan Dewi sebelum Mirna turun dari mobilnya.

Namun begitu memasuki kamarnya, Mirna berfikir tentang ingin pergi dari kota ini.

"Mungkin itu lebih baik, dan lebih bisa membuat aku tenang," bisik Mirna sambil membuka almari untuk mengambil pakaian gantinya.

***

Namun beberapa hari kemudian Anggi kembali jatuh sakit. Ia tak lagi bisa ber pura-pura karena benar-benar tak kuat menyangga tubuhnya.

Adhit membawanya kerumah sakit, agar mendapat pemeriksaan yang lebih teliti.  Semula Anggi menolaknya dan selalu bilang nggak sakit, tapi Adhit memaksanya.

Namun dari hasil pemeriksaan, tak ditemukannya suatu penyakit apapun. Jantung, ginjal, sgpt sgot.. bagus semua, lalu apa yang membuatnya tak berdaya?

Dokter menyarankan Anggi opname agar bisa dilakukan pemeriksaan yang lebih teliti.

"Mengapa mas, aku ingin pulang saja, bukankah dokter mengatakan bahwa aku tak sakit apapun?"

"Jangan begitu Anggi, nyatanya tubuh kamu lemas, berjalan saja kamu nggak bisa. Apa itu namanya sehat?"

"Anggi hanya merasa mual, dan nggak doyan makan mas, barangkali cukupdiberi obat nafsu makan,"

"Anggi, kamu bukan dokter, menurut saja apa kata dokter ya."

"Mas, kalau disini aku merepotkan mas, dan juga semua orang, aku mau pulang saja."

"Tidak.. tidak.. dan tidak. Menurutlah kata dokter, kalau besok ternyata pada pemeriksaan lanjutan kamu benar-benar sehat, oke.. aku akan membawa kamu pulang."

Anggi menghela nafas panjang. Tak ada yang bisa dilakukan, karena Adhit memintanya agar tinggal dulu dirumah sakit.

Namun kembali tak ditemukannya penyakit apapun.

"Tuh mas, aku sehat."

"Tapi mengapa tubuhmu lemas?"

"Pulang saja mas, tapi sebelum pulang aku ingin sesuatu."

"Katakan apa itu, makanan kesukaan kamu? Atau kamu ingin apa, pasti akan ms penuhi."

"Mas, tolong panggilkan mbak Mirna kemari."

Adhit terkejut, wajahnya berubah seketika. Ditatapnya wajah Anggi yang tampak semakin pucat.

"Mas, mas mendengar kata-kataku bukan?"

"Mengapa Anggi? Sudahlah...."

"Tolong mas, Anggi ingin ketemu mbak Mirna sekarang. Tolong.."

Adhit menghela nafas, kemudian ditilponnya Dewi.

"Hallo Wi..."

"Ada apa Dhit? Anggi masuk rumah sakit? Memangnya sakit apa?"

"Kata dokter nggak ditemukan adanya suatu penyakit, entahlah, aku juga bingung."

"Nanti aku kesana, agak sorean begitu."

"Wi, Anggi minta ketemu Mirna, bisakah kamu mengajaknya?"

"Aduh Dhit, seharian ini aku lagi bingung. Mirna kan cuti kira2 sepuluh hari, harusnya hari ini dia masuk. Tapi nggak datang, aku menelpon, hape nya nggak aktif, aku kerumahnya, baru saja pulang, tapi Mirna tak ada lagi disana."

"Apa katamu?" tiba-tiba tangan Adhit gemetar. Ia merasa seperti kehilangan sesuatu yang sangat berharga.

"Mirna pergi entah kemana Dhit."

*** 

besok lagi ya

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

19 comments:

  1. Akhirnya makasih bu, Ye.....makin seru ceritanya

    ReplyDelete
  2. Lagi mbak tien.. makin penasaran nih

    ReplyDelete
  3. Bu tien sangat pinter membolakbalikan perasaan pembaca.... Ditunggu lanjutannya... Makin penasaran

    ReplyDelete
  4. Kadang2 mbak Tien keliru nama...harusnya Mirna yg ngomong, tp ditulis Anggi...
    Tapi kami paham kok....lanjut ep 78 nya ya....

    ReplyDelete
  5. Mirnaaa... good choice !!
    Biarkan mereka kebingungan mencari dan yg terpenting beri kesempatan Anggi utk memperbaiki kehidupan berumah tangganya..... kalo memang Mirnalah jodohnya Adit nti pasti ada saja jalan Allah utk mempertemukannya
    Lanjut mbak Tien...... gas pol !!!

    ReplyDelete
  6. Mba tien bikin penasaran nich, tks ya 🤗🤗

    ReplyDelete
  7. Mbak tirn....pinter bamget bikin kami penadaran.....
    Semogaaa happy ending ya mbak...

    ReplyDelete
  8. Anggi mual²... Hamilkah??
    Hmm.. mungkin aja kaan... Keajaiban Tuhan

    ReplyDelete
  9. Replies
    1. Jamnya Disini 7,58AM loh

      ??? Beda zona waktu ya?

      Delete
  10. Mba Tien ojo lali part 78 ditunggu yooo penasaran lho

    ReplyDelete
  11. Iya nih ahir nya gimana?
    Memang judoh itu Di tangan yg kuasa

    ReplyDelete
  12. Mba lajutin dong yg 78 dan selanjutnya

    ReplyDelete
  13. Saya pingin endingnya mirna jodoh ma Adithama ,,kasian Mirna sedih mulu..

    ReplyDelete
  14. Maaf saya sangat kepingin mendapatkan kiriman langsung dari ibu, cerita ibu sangat saya kagumi.
    Dari 73 ke 74 kelihatannya kurang nyambung, terimakasih.

    ReplyDelete
  15. Saya dapat kiriman dari teman sayangnya episode 75&76 tidak ada dari sononya... sononya berarti ibu kan? Please Bu....

    ReplyDelete
  16. Numpang promo ya gan
    kami dari agen judi terpercaya, 100% tanpa robot, dengan bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% segera di coba keberuntungan agan bersama dengan kami
    ditunggu ya di dewapk^^^ ;) ;) :*

    ReplyDelete

BULAN HANYA SEPARUH

BULAN HANYA SEPARUH (Tien Kumalasari) Awan tipis menyelimuti langit Lalu semua jadi kelabu Aku tengadah mencari-cari Dimana bulan penyinar a...