Friday, October 25, 2019

DALAM BENING MATAMU 32

DALAM BENING MATAMU  32

(Tien Kumalasari)

Suasana menjadi kaku, semuanya tak mengerti penyebabnya, kecuali Galang dan Putri, yang bingung menghadapi tamu2nya, yang tampak tersinggung.

"Begini Jo, jangan salah faham, ini bukan masalah pantas atau tidak pantas, kita kan sudah menjadi keluarga sejak sebelum kita berkeluarga? Jadi tak ada yang tak pantas diantara kita. Cuma, ini pembicaraan tentang Raka dan Ayud, jadi marilah kita bicara tentang anak-anak ini dulu."

"Saya tau mas, tapi kan kami kan hanya bercanda, ya bercanda tapi juga ada harapan dalam canda itu, lhah aku lihat kok mas Galang menangkapnya serius amat." kata Raharjo.

Galang mencoba mencairkan suasana itu dengan tertawa.

"Jo, mungkin kelihatannya begitu, baiklah, aku minta ma'af, anakku kan perempuan, jadi agak gugup juga ketika ada yang melamarnya. Maklum, belum pernah dilamar, dulu kan aku melamar, bukan dilamar?" kata Galang mencoba bercanda.

Beruntung candaan itu agak mengena, dan membuat masing-masing tersenyum, bahkan ikut tertawa. Walau sesungguhnya ada juga ganjalan dihati Raharjo, sejak ketika dia menelpon Galang kemarin sorenya. Ada nada penolakan keras ketika dia bicara so'al Adhit dan Dinda. 

Namun suasana itu segera mencair ketika Raka dan Ayud mengajak mereka jalan-jalan, makan diluar dan mengunjungi tempat-tempat yang dulu pernah menjadi kenangan mereka bersama sebelum berpisah.

***

"Mas, rasanya kita tidak boleh begini terus menerus," kata Putri ketika tamu-tamunya sudah kembali ke Medan keesokan harinya, dan Raka serta Ayud juga sudah kembali ke Solo.

"Maksudmu?"

"Keadaan ini sungguh menyiksa aku mas, rahasia ini tidak bisa selamanya kita pendam. Nggak kuat aku mas," kata Putri nyaris terisak.

Galang segera memeluk isterinya.

"Tenanglah Putri, itu bisa kita pikirkan nanti, yang penting kan kita akan menikahkan Ayud lebih dulu. Setelah itu baru kita pikirkan bagaimana sebaiknya."

"Benar mas, tapi jangan lagi menyembunyikan rahasia ini."

"Maksudmu kita akan membukanya? Berterus terang bahwa Adhit bukan anakku?" sahut Galang pilu.

"Tadinya kita ingin begitu mas, tapi Tuhan pasti berkehendak lain. Hal itu tidak selamanya bisa menjadi rahasia. Terbukti Adhit jatuh cinta pada adiknya sendiri. Itu kehendak Yang Maha Kuasa agar kita tidak selamanya menyimpan rahasia."

"Apa kamu siap menerma ini semua?"

"Siap atau tidak, ini adalah dosaku mas, aku akan memikulnya," lalu meledaklah tangisnya, dan Galang semakin erat memeluknya.

"Baiklah, tapi seperti kataku tadi, kita selesaikan dulu pernikahan Raka dan Ayud, nanti kita bicarakan lagi bagaimana caranya."

"Terimakasih mas Galang selalu bisa mengerti aku, mencintai aku dengan segala kekuranganku, dosaku, cacatku, aibku...."

"Stop Putri, hentikan, kamu tidak boleh berkata begitu lagi. Kamu adalah isteriku yang aku sayangi, aku banggakan dan tak ada cacat celanya bagiku. Kamu isteriku yang sempurna, tak akan berubah selamanya."

"Terimakasih mas.." dan tangis itu semakin tak terbendung, dan Galang semakin mendekapnya erat. Alangkah indah hidup ini.

***

Hari itu Dinda tampak sangat gembira. ia diterima disebuah universitas favorit di kota Solo. Ia merangkul bu Broto yang lebih dulu ditemuinya, yang disambut dengan ciuman manis oleh bu Broto. Kamudian dia menelpon Raka, neneknya dan juga Ayud serta Adhit. Semuanya menerima berita itu dengan gembira.

Siang itu bu Broto hanya makan berdua dengan Dinda. Dinda makan dengan sangat lahap, dan merasa bahwa ini adalah makan siangnya yang paling enak.

"Eyang, Dinda boleh nambah lagi kan? Ini enak sekali, sungguh eyang," katanya sambil menyendok lagi nasi dan sayur, tanpa menunggu jawaban bu Broto. Bu Broto  tersenyum dan mengangguk angguk.

"Habiskan saja, eyang suka kalau kamu mau makan banyak."

"Bener eyang?"

"Bener, ayo nambah lagi.."

"Ah, eang bener eyang, mana muat perut Dinda kalau harus nambah lagi. Tapi bener lho, hari ini Dinda pengin makan banyak."

"Itu karena hati kamu lagi seneng."

"Iya eyang, mungkin bener kata eyang."

"Dinda, dulu kan eyang pernah bilang.."

"So'al apa eyang?" tanya Dinda sambil menyendok lagi nasinya."

"Kalau kamu kuliah, kan jauh tuh tempatnya dari sini. Nah, eyang usul.. apa nggak sebaiknya kamu kost saja ditempat yang dekat dengan kuliah kamu."

"Oh, iya eyang, Dinda masih ingat."

"Kamu jangan salah terima, bukannya eyang nggak suka kalau kamu tinggal disini, tapi eyang tuh kasihan, gadis mungil seperti kamu, kulahnya jauh, pasti capek. Ya kan?"

"Iya eyang, nanti Dinda mau bilang sama mas  Raka supaya mencarikan tempat kost yang dekat dengan tempat kulian Dinda."

"Tapi sekali lagi, kamu nggak boleh salah terima lho Dinda, eyang katakan ini karena eyang sayang sama Dinda."

"Iya eyang, Dinda tau."

"Ya sudah, ayo nambah lagi makannya."

"Sudah ah, kali ini perut Dinda sudah nggak muat lagi nih," kata Dinda sambil menutup sendok garpunya, lalu minum segelas air.

"Oh ya eyang, nanti sepulang mengajar, mas Raka mau menjemput Dinda kemari, sekalian Dinda mau ke rumah simbah ya."

"Oh ya, baiklah.. jam berapa Raka selesai mengajar?"

"Nggak tau eyang, mungkin sebentar lagi. Dinda bersihkan dulu meja makannya ya eyang, " kata Dinda sambil berdiri, lali membantu membersihkan meja maan, dengan membawa piring-piring kotor kebelakang.

Bu Broto menghela nafas panjang.

"Dinda gadis yang baik, seandainya tak ada ikatan darah diantara mereka, aku pasti suka punya cucu menantu seperti dia. Ya Tuhan, mengapa jadi begini." keluh bu Broto dalam hati. Ia segera berdiri ketika yu Supi mengambil sisa makanan diatas meja untuk dibawa kebelakang juga.

***

"Bagaimana keadaan bapak kamu, Mirna?" tanya Adhit ketika siang itu selesai makan siang bersama Ayud.

"Sudah pulang ke rumah pak, maksud saya, kerumah pondokannya."

"Oh, syukurlah, penabrak itu bertanggung jawab bukan?"

"Ya pak, dia membayar semua beaya pengobatan dirumah sakit, bahkan memberi uang juga untuk bapak.

"Syukurlah kalau dia bertanggung jawab. Tapi dia belum mulai lagi bekerja kan?"

"Belum pak, biar istirahat dulu beberapa hari."

"Kamu benar, seorang mandor bangunan itu pekerjaannya berat. Memang tidak mengusung pasir atau bata atau semen.. tapi dia bertanggung jawab atas semuanya."

"Sebetulnya saya sudah melarang bapak bekerja lagi, tapi bapak memaksa."

"Biasanya seorang tua susah dilarang berhenti bekerja. Biarkan saja semampu dia."

"Ya pak."

Tiba-tiba pembicaraan berhenti karena Dinda nyelonong masuk, dan langsung menggelendot dibahu Adhit. Mirna membuang muka, ada rasa tak suka melihat sikap Dinda kepada bos gantengnya. Tapi dilihatnya Adhit menyambutnya dengan wajah berseri.

"Kok tiba-tiba kamu sampai kemari?"

"Aku sama mas Raka, tapi dia sedanag ketemu mbak Ayud, ya sudah, aku kemari saja."

"Mm.. gitu ya, mau kemana kalian? Jangan bilang kamu mau minta hadish ke kakak kamu karena kamu diterima kuliah disana."

"O, enggak lah, aku mau minta hadishnya sama mas Adhit." kata Dinda seenaknya. Ia kemudian duduk dihadapan Adhit, dan memegang tangan Adhit seenaknya. Membuat hati Adhit kebat kebit tak menentu. 

"Iya atau nggak? Eh.. dikasih atau enggak?" lanjut Dinda.

"Memangnya kamu mau minta hadish apa?" tanya Adhit sambil mengacak acak rambut Dinda.

"Apa saja boleh?"

Adhit mengangguk.

"Mm.. apa ya? Kalau begitu kita pergi saja yuk, nanti Dinda mau memilih apa yang Dinda inginkan."

"Aku tau apa yang kamu mau."

"Apa?"

"Paling es krim."

"Haaa.. iya... es krim.. sama sesuatu deh, ayo mas..bisa keliar nggak, biarin kita tinggalkan mas Raka sama mbak Ayud."

Dinda mengelus rambutnya yang acak-acakan, lalu berdiri dan menarik Adhit keluar ruangan itu. Hari sudah menjelang sore, sebentar lagi kantor tutup.

"Mirna, aku langsung pulang ya."

Karena gembiranya Dinda lupa berpamit pada Mirna, padahal sudah saling kenal.

"Selamat sore pak," sambut Mirna dengan wajah kecut. Bagaimanapun sikap Dinda dan Adhit membuat dadanya panas. 

"Iih.. kolokan amat..." gumamnya sambil membenahi barang-barangnya.

Tiba-tiba Ayud masuk bersama Raka, yang kemudian celingukan karena yang dicari nggak kelihatan.

"Mana dia?" tanya Ayud.

"Pak Adhit sudah pulang bersamaa....dik Dinda.." jawab Mirn.

"Ya ampun Ka.. lihat kelakuan adik kamu, malah dia kabur bersama mas Adhit."

"Ya sudah kita susul saja dia, coba kamu telephone mereka kemana," kata Raka.

"Bener-bener deh..." keluh Ayud yang kemudian memutar nomor telephone kakaknya.

***

Sore itu disebuah rumah makan, Dinda dan Adhit sedang menikmati is krim dengan riangnya. Dinda tertawa-tawa ketika Adhit tak mau mengatakan dimana dia sedang berada, ketika Ayud menelponnya.

"Mas Adhit jahat, kenapa mas Adhit bilang kita ke mal? Kan kita cuma makan es krim disini?"

"Biar saja mereka men cari-cari, supaya mereka nggak mengganggu kita," jawab Adhit enteng.

"Memangnya kalau ada mereka kita akan terganggu? Huh, kayak kita ini orang yang lagi pacaran saja," kata Dinda sambil menjilat jilat es krim dari sendoknya.

"Memangnya kita tidak pacaran?"

"Wuaaaa... masa aku pacaran sama orang tua?"

"Haaah? Apa kamu bilang? Aku orang tua?"

Dinda ter tawa-tawa senang merasa bisa membuat jengkel Adhit. Ia terus menjilati es krim dari sendoknya dan it membuat Adhit semakin gemas.

"Iya kan jauh lebih tua dari pada aku?"

"Nggak boleh ya?"

"Nggak boleh," jawab Dinda sekenanya.

"Emang kenapa? Apa aku kurang ganteng?"

"Bukan, aku tuh besok kalau punya pacar.. pengin yang gantengnya kayak mas Adhit.."

"Kok nggak pilih mas Adhit saja?"

"Hm... diam lah mas, aku lagi menikmati es krim nih... "

Tapi tiba-tiba pandangan Dinda mengarah kearah jalan dan matanya terbelalak.

"Mas... itu,, itu..." tangan Dinda menunjuk nunjuk kearah jalan.

"Itu apa?" tanya Adhit sambil matanya juga menatap kearah jalan. 

"Itu... yang membawa lari ponsel Dinda.." teriak Dinda, yang kemudian membuat Adhit berdiri dan berlari kearah jalan.

***

besok lagi ya


15 comments:

  1. bagus sekali cerbungnya..sy suka membacanya..dan sll ingin membaca endingnya..

    ReplyDelete
  2. Iya geregetan baca nya gak sabar tunggu lanjutannya

    ReplyDelete
  3. Sama saya jg hrs sabar menunggu ending nya....klo pingin beli buku nya gmn cr nya...apa ada di gramedia...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Belum ada. Tapi ada lho.. buku2 novel saya sebelumnya. Mau ??

      Delete
    2. Mauuu..mohon maaf klo boleh tau judul nya apa saja.....maturnuwun 🙏🙏

      Delete
    3. Ada sa'at hati bicara dan Sepenggal Kisah. Kalau mau hub. WA 082226322364

      Delete
    4. Sepenggal Kisah dan Sa'at Hati Bicara. Kalau mau hub. WA 082226322364

      Delete
    5. Sepenggal Kisah dan Sa'at Hati Bicara. Kalau mau hub. WA 082226322364

      Delete
    6. Sepenggal Kisah dan Sa'at Hati Bicara. Kalau mau hub. WA 082226322364

      Delete
  4. Jng lama2 donk lanjutannya..penasaran ni

    ReplyDelete
  5. Jng lama2 donk lanjutannya..penasaran ni

    ReplyDelete
  6. Terima kasih cerbung nya bagus sekali semoga success selalu

    ReplyDelete
  7. Dulu baca yg sekeping cinta dan baru tau kalo ada kelanjutannya.. suka bangeeett cerbungnya

    ReplyDelete

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...