Saturday, October 26, 2019

DALAM BENING MATAMU 33

DALAM BENING MATAMU  33

(Tien Kumalasari)


Adhit sudah sampai dipinggir jalan, ia melihat kesana kemari, namun orang yang ditunjuk Dinda tak lagi kelihatan. Memang tadi ada perempuan bercadar yang berjalan kearah selatan, bajunya biru gelap, demikian juga cadarnya, tapi mengapa bisa sangat cepat hilangnya? 

Adhit masih melongok kesana dan kemari, barangkali perempuan itu bersembunyi dibalik pohon atau ada dibelakang mobil yang berderet disana.

"Mencari siapa pak?" seorang tukang parkir bertanya ketika melihat Adhit dan Dinda tampak men cari-cari.

"Tadi saya melihat seorang perempuan, baju biru gelap, pakai cadar lewat kearah selatan, kok tiba-tiba menghilang ya?"

"O, perempuan itu? Tadi langsung naik becak pak," jawab tukang parkir itu.

"Naik becak? Kearah mana?"

"Kesana pak, baru saja, sebelum bapak keluar tadi."

"Dinda,.. ayo cepat," Adhit menarik Dind menuju ke mobil,  lalu keluar dari area parkir itu, tapi sayang sekali jalanan itu satu arah. Adhit menelpon polisi . Kemudian ia mengendarai mobilnya, mencari tikungan yang bisa menembus kearah jalan yang arahnya disebelah selatan rumah makan tadi.

"Jadi deg-deg an aku."

"Benarkah ia perempuan yang merebut ponselmu?"

"Aku ingat tas yang dibawanya, persis yang dibawa perempuan itu ketika ia minta aku mengantarnya masuk ke gang. Jalannya juga agak miring-miring kekiri gitu. Kalau wajahnya sih aku nggak tau. Habis tertutup cadarnya terus."

"Ini sudah sampai disebelah selatannya rumah makan itu, kemana ya becak itu membawanya? Coba kamu tengok setiap becak yang kita lampaui Din.."

"Udah nih, aku udah me longok-longok terus."

"Dia itu apa punya ajian belut putih ya?" gumam Adhit.

"Apa tuh?"

"Ajian yang bisa membuat dia menghilang, susah ditangkap."

"Oh ya, aku mau ah.. punya ajian seperi itu."

"Waaah, jangan... nanti kalau aku pengin nangkap kamu jadi susah.."

"Memangnya mas Adhit mau nangkap aku? Aku ini kan bukan kupu-kupu.. bukan kelinci.. bukan... apa lagi ya....."

"Bukan.. kamu bukan semua itu, kamu adalah bidadari kecil yang nakal."

"Haaa.... aku suka dibilang bidadari, kan bidadar itu cantik, tapi aku nggak mau dibilang nakal. Masa aku nakal sih?" Dinda cemberut, mulut kecilnya yang manyung justru membuat Adhit bertambah gemas. Dengan tangan kiringa ia mencubit pipi Dinda.

"Auuw.. Iih, mas Adhit genit.. " teriak Dinda.

Telephone Dinda berdering, Dinda mengangkatnya sambil tertawa. Mas Raka nih, pasti dia marah-marah.

"Hallo mas," jawabnya nyaring.

"Dinda, kalian itu dimana? Kata mas Adhit di mal,. mal mana?"

Dinda tertawa.

"Mas Adhit nggak mau kasih tau supaya nggak nggangguin mas Raka sama mbak Ayud.

"Ya ampuun...kalian memang pasangan orang nakal ya. Ini aku sama Ayud mau ke rumah simbah, buruan kesana."

"Nanti dulu mas, nih lagi jadi ditektif."

"Ditektif apa?"

"Itu, ketemu orang yang dulu ngrampas ponselku, tapi ilang.."

"Nggak ketemu...?"

"Udah dilaporin ke polisi juga, nggak tau .. ini aku sama mas Adhit lagi nyari, tapi kayaknya nggak berhasil deh, kata mas Adhit dia tuh punya ajian belut putih."

"Kamu itu ada-ada saja, ya sudah ke rumah simbah ya."

Dinda masih ter senyum-senyum ketika menutup ponselnya.

"Marah kakak kamu?"

"Nggak, mana bisa mas Raka marah sama Dinda. Tapi dia kerumah simbah, mas Adhit mau ya nganterin Dinda kerumah simbah?"

"Baiklah, kita kesana sekarang."

***

Sepulang dari kantor Mirna langsung kerumah kontrakan ayahnya. Dilihatnya sang ayah sudah mandi dan rapi. Mirn tersenyum lalu mencium tangannya.

"Bapak kelihatan segar dan lebih muda."

Kadir tertawa.

"Itu karena kamu sudah membuang semua baju butut bapak, dan menggantikannya dengan baju-baju bagus."

"Iya pak, habis baju-baju sudah bulukan gitu masih bapak pakai juga."

"Kalau bapak jadi bersih itu ya buat siapa nduk, orang cuma hidup sendiri,"

"Sekarang bapak kan tidak sendiri, ada Mirna yang akan selalu memperhatikan bapak."

 "Iya benar, bapak merasa hidup lagi sekarang."

"Ayo kita jalan-jalan pak."

"Sekarang?"

"Ya sekarang, nanti kita belu keperluan bapak lagi, atau makan mie kesukaan bapak dulu."

"Hahaaa... kamu masih ingat nduk?"

"Dulu kan kalau bapak pas punya uang , pasti ngajak Mirna dan ibu Widi makan mie diwarung dekat rumah."

"Iya benar."

"Ayo berangkat sekarang.Hari sudah mulai gelap."

Tapi ketika Kadir dan Mirna sedang menunggu taksi on line yang dipesan Mirna, sebuah mobil berhenti didepan mereka. Kadir menarik Mirna agar sedikit mundur karena mobil itu berhenti terlalu minggir.

"Itu taksi yang kamu pesan?" tanya Kadir.

Tapi seseorang turun dari mobil itu, dan Kadir serta Mirna terkejut.

"Selamat sore pak, sore Mirna.." sapanya ramah.

"Ini kan... nak.. Aji.. ya?"

"Ya pak,  bapak sama Mirna mau kemana?"

"Mirna ngajak bapak jalan-jalan. Kok nak Aji sampai disini juga?"

"Saya memang mencari alamat pak Kadir, syukurlah ketemu."

"Oh ya, ada perlu kah?"

"Nggak pak, hanya ingin tau keadaan pak Kadir, sudah lebih sehat rupanya?"

"Ini atas budi baik nak Aji, jadi bapak cepat sehatnya."

"Alhamdulillah apk, saya ikut senang."

Tiba-tiba taksi yang mereka pesan sudah datang.

"Ini taksi kita pak."

"Nak Aji, bagaimana ini, bapak sudah mau pergi, taksinya sudah datang."

"Nggak apa-apa pak, lain kali saya akan kemari lagi, silahkan kalau mau pergi."

"Terimakasih nak, ayo Mirna."

"Ma'af mas, kami pergi dulu.."

Dan ketika taksi online itu meluncur, mobil Aji mengikuti dibelakangnya.

***

"Menurut Mirna, mas Aji itu terlalu baik," kata Mirna ketika sudah berada didalam taksi.

"Ya, bapak juga berfikir begitu, dia memperhatikan kesehatan bapak, sampai setelah pulang pun dia masih juga menanyakan keadaan bapak."

"Biasanya kalau sudah merasa membayar atau mengganti biaya perawatan, ya sudah, kan merasa sudah memenuhi kewajibannya."

"Benar. Jangan-jangan dia suka sama kamu."

"Ah, bapak ada-ada saja. Menurut Mirna dia itu sudah punya isteri. Masa umur segitu, kaya, cakep, belum juga punya isteri."

Dan tiba-tiba Mirna teringat kepada bos gantengnya. Bukankah Adhit itu juga sudah berumur, sukses, ganteng, tapi belum juga punya isteri? Tapi mengapa ya, si bos ganteng itu bisa menggetarkan hatinya, sedangnya si penolong ganteng ini menurutnya biasa-biasa saja?

"Tapi sepertinya kamu juga memikirkannya," pancing pak Kadir.

"Ah, bapak ini ada-ada saja. Nggak lah pak, biasa saja..."

"Iya nduk, kamu kan hanya anak mandor bangunan, mana pantas memimpikan menjadi isteri seorang pengusaha."

"Eeh, bapak jangan begitu. Mengapa jadi merendahkan diri sendiri? Jadi buruh, jad mandur, jadi oengusaha itu kan hanya karena memang sudah digariskan jadi begitu. Aku bangga jadi anak bapak, dan tak akan merasa rendah diri."

Kadir mengangguk, tapi orang tua mana yang tak ingin anaknya hidup mulia?

Ketika mereka makan disebuah warung mie setelah belanja semua keperluan mereka, Kadir merasa sangat bahagia. Waktu itu Mirna masih kecil,sepiring mie juga nggak habis dimakan sendirian, Kadirlah yang menghabiskannya. Tapi mereka sama-sama suka makan mie.

"Apa kamu tau dimana ibumu sekarang?" tanya Kadir tiba-tiba.

"Maksud bapak, ibu Widi? Nggak tau pak, karena jadi buron, mungkin juga bersembunyi disuatu tempat. Entahlah, sampai sekarang polisi belum berhasil menangkapnya.

Kadir menghela nafas.Dua orang wanita yang dicintainya sama-sama melukai hatinya. Yang satu lari bersama laki-laki lain, satunya menjadi cacat karena kemarahannya.

"Bapak nggak usah mengingat masa lalu. Bukankah bapak pernah bilang kalai sekarang ini bapak merasa bahwa hidup bapak baru dimulai?"

"Iya benar. "

Mereka menghabiskan waktu malam itu di warung mie.

Hari sudah malam, dan Kadir memaksa mengantarkan Mirna pulang ke tempat kost nya, sementara dia akan pulang sendiri. Tapi lagi-lagi sebuah mobil berhenti didekat mereka. Kali itu mereka belum sempat memanggil taksi.

"Nak Aji ?" kata Kadir tertahan.

Aji turun dari mobil, menghampiri mereka berdua. 

"Sudah selesai belanja dan makannya?

Kadir dan Mirna heran, Aji bisa tau apa yang mereka lakukan. 

"Saya kebetulan melihat bapak sama Mirna belanja, dan kebetulan juga melihat kalian makan di warung mie itu. Ingin ikut masuk, tapi takut mengganggu.

"Sebetulnya ya nggak apa-apa nak."

"Sekarang mau pulang?"

"Saya mau mengantar Mirna dulu ke tempat kostnya, mari nak," kata Kadir lalu menarik tangan Mirna.

"Biar saya antar saja pak."

"Jangan nak, aduuh, kami itu sudah banyak merepotkan nak Aji."

"Nggak apa-apa, biarkan saya mengantar Mirna lebih dulu, baru bapak."

Tapi tiba-tiba Mirna berteriak.

"Itu ibu Widi !!"

Seorang wanita yang kebetulan lewat menoleh, lalu tiba-tiba berlari dan langsung menyeberang jalan. Rem mobil berderit keras, dan sebuah jeritan ngeri terdengar.

***

besok lagi ya

2 comments:

  1. Halo yg episode 34 belum masuk ya....
    Berapa hari sekali tayangnya...???

    ReplyDelete
  2. Sama saya di Sby jg nunggu cz alur crt nya bagus...

    ReplyDelete

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...