Saturday, October 19, 2019

DALAM BENING MATAMU 27

DALAM BENING MATAMU  27

(Tien Kumalasari)

Mirna mengikuti sampai ke rumah sakit. Wajah lelaki setengah tua itu seperti pernah dikenalnya. Laki-laki tinggi besar dan gagah, siapa dia... siapa dia.. siapa dia... dimana pernah melihat wajahnya...Mirna terus ber-tanya-tanya.

Ketika lelaki itu dimasukkan ke ruang UGD, Mirna menunggu diluar, dengan pertanyaan masih memenuhi benaknya.

Beruntung si penabrak yang masih muda itu mau  bertanggung jawab, ia membayarkan sejumlah uang untuk perawatan korban, dan memberikan KTP nya pada Mirna. Ada nomor telephone ditempelkan di KTP itu.

"Kalau ada apa-apa, hubungi saya," katanya sebelum pergi.

Mirna hanya mengangguk, tapi ia belum beranjak dari tempat duduknya.

Seorang perawat mendekat, Mirna menunggu dengan ber debar-debar,  jangan-jangan lelaki setengah tua itu meninggal.

"mBak... keluarganya?"

"Mm.. eh.. buk..kan.. kenapa?" jawab Mirna bingung.

"Dia belum sadar, tapi dia kehilangan banyak darah. Kalau bisa segera saja mbak carikan."

"Apa golongan darahnya?"

"AB..."

"Oh, golongan darah saya juga AB, ambillah untuk menyelamatkannya, kata Mirna mantap..

"Baiklah, mari ikut saya."

Mirna mengikuti perawat itu, yang setelah memeriksa golongan darahnya kemudian Mirna siap diambil darahnya untuk laki-laki itu.

Ada dua kantung darah diambil dari tubuh Mirna. Mirna merasa pusing. Mungkin karena dia baru sembuh dari sakit. Perawat mempersilahkan Mirna untuk tetap berbring, lalu memberikan obat untuknya.

***

Seorang lelaki masuk dengan ter gesa-gesa, mendekati perawat jaga.

"Selamat sore mbak, apa ada pasien bernama Kadir?"

"Kadir? Alamatnya pak? Kapan dia masuk ?"

"Dia korban kecelakaan, baru saja."

"Oh, ya.. belum bisa bicara, jadi belum dicatat namanya. Ada seorang gdis membawanya kemari, tadi bersama orang yang menabraknya."

"Oh, bagaimana keadaannya?"

"Tadi kehabisan banyak darah, tapi gadis itu telah mendonorkannya."

"Oh, dimana dia."

"Masih diruangan itu pak, mungkin masih sedikit pusing."

"Boleh saya menemuinya?"

"Silahkan pak,"

Laki-laki itu kemudian memasuki ruangan dimana tadi Mirna diambil darahnya. Dilihatnya seorang gadis cantik terbaring sambil memejamkan matanya.

Tapi ketika mendengar langkah mendekat, Mirna membuka matanya.

"mBak, apakah mbak yang membawa teman saya kemari setelah kecelakaan itu?"

"Iya pak, saya kebetulan melihatnya. Barusan saya mendonorkan darah karena dia membutuhkan banyak darah."

"Terimakasih banyak mbak telah menyelamatkan jiwanya."

"Sama-sama pak. Oh ya, ini KTP dan no tilpun orang yang menabraknya. Dia juga sudah menitipkan uang di kasir untuk beaya perawatannya.  Kalau ada apa-apa bapak bisa menghubungi melalui no tilpun ini. Untunglah dia baik dan bertanggung jawab. Dia bilang akan menanggung semua beaya perawatannya."

 "Oh, baiklah, terimakasih mbak."

 Mirna merasa lebih baik, ia kemudian bangun, sambil memijit-mijit kepalanya.

"Pusing ya mbak?"

"Nggak pak, sudah lebih baik, saya mau pulang, karena sudah ada bapak yang kerabatnya."

"Oh ya, bolehkah tau siapa nama mbak?"

"Sudah didata tadi, tapi baiklah, saya Mirna pak."

"Oh, terimakasih mbak Mirna, saya Supri."

***

Mirna sampai dirumah kost yang baru hari ini mau ditempatinya. Barang-baranngnya masih terserak dilantai. Memang nggak banyak, hanya beberapa baju, peralatan makan dan mandi yang kemudian ditatanya sekenanya. Kepalanya masih terasa pusing. Lalu ia merasa bahwa lebih baik ia berbaring dulu beberapa sa'at lamanya.

Ketika kemudian Ayud menelponnya, Mirna masih tergolek ditempat tidur. Ada obat dan vitamin yang tadi diberikan fhak rumah sakit untuk diminumnya, tapi masih tergeletak dimeja.

"Hallo buAyud..." sapa Mirna setelah membuka ponselnya.

"Mirna, kamu tadi kemana? Aku menyusul ke tempat kost kamu, tapi katanya kamu belum sampai. Aku menelponmu beberapa kali lho."

"Oh ya, ma'af bu, Mirna baru saja pulang dari rumah sakit."

"Kamu sakit?" tanya Ayud tekejut.

"Bukan bu, saya baru saja mendonorkan darah untuk pasien kecelakaan."

"Kamu? Bukankah kamu baru saja sembuh dari sakit? Mengapa berani mendonorkan darah?"

"Nggak apa-apa bu, saya kasihan. Ada seorang laki-laki setengah tua yang tertabrak mobil didepan rumah kost ini, ketika saya baru masuk ke pekarangan."

"Ya ampuun Mirna, kamu kenal dia?"

"Enggak bu, tapi Mirna kasihan melihatnya. Tadi ketika saya pulang dari rumah sakit, sudah ada kerabatnya yang datang kok."

"Lalu bagaimana penabrak itu?"

"Dia bertanggung jawab, bersedia membayar semua beaya pengobatannya."

"Syukurlah.. sekarang kamu lagi ngapain?"

"Tadi merasa pusing bu, jadi belumberes-beres. Sekarang sudah mendingan."

"Mau dibantuin? Ada yang pengin ngajak jalan-jalan nih, Mau aku ajak kesini aja kalau kamu nggak keberatan."

 "Nggak bu,hanya beberapa baju, nanti malah merepotkan."

"Ya sudah kalau begitu. Kamu istirahat saja dulu kalau masih pusing."

"Ya bu, terimakasih banyak."

***

Ternyata akhirnya Dinda pergi bertiga. Bukan bersama Adhit, tapi Raka. Entah bagaimana, Dinda nggak bilang-bilang dulu sama Ayud bahwa dia juga megajak Raka.

"Lho, kalau sudah ada kakak kamu ya sudah, pergi berdua saja nggak apa-apa kan?"

"mBak Ayud kok gitu, Dinda tuh penginnya jalan sama mbak Ayud, tapi yang nanti besedia bayar kalau Dind pengin apa=apa kan mas Raka."

"KalauAyud nggak mau pergi juga sama aku, ya sudah aku pulang saja," kata Raka pura-pura ngambeg.

"Ee... bukan begitu, mm.. baiklah, kita pergi bertiga."

"Mas Adhit mana?"

"Lagi males tuh, tiduran dikamar dari tadi."

"Hm, pekerja keras sih..." guman Raka.

"Raka, kamu yang bawa mobilnya ya, "

"Siap... mana kuncinya, biar aku yang keluarin."

"Aku duduk dibelakang ya, mbak Ayud menemani mas Raka didepan." seru Dinda sambil menarik tangan Ayud.

***

Ternyata sore itu mereka ingin membeli ponsel untuk Dinda. Dinda boleh memilih yang dia suka karena itu kan uang dari ibu. Dinda mencibir ketika mengetahui bahwa itu kiriman uang dari ibunya.

"Hm, kirain uang mas Raka.."

"Aku nggak minta kok, ibu sendiri yang kasih." sahut Raka.

"Iya, makanya nggak apa-apa kan sedikit mahal, kalau uang mas Raka aku minta yang murahan juga nggak apa=apa."

"Benar Dinda, kan mas Raka lagi mau nabung nih.."

"Nabung buat apa mas?"

"Buat cari jodoh lah, jawab Raka sambil melirik Ayud.."

Yang dilirik bukannya tak tau, tapi ia mengalihkan pandangannya kearah lain.Mengapa juga Raka pakai melirik kearahku? Pikir Ayud. Tapi tak urung ada getar yang terasa aneh didadanya. Mengapa tiba-tiba begini?

"Sekarang aku sudah dapat ponsel, ayuk makan..." ajak Dinda dengan wajah berseri.

"Ayuk, Ayud nggak keberatan kan?"

Ayud yang biasanya tak kalah cerewet dari Dinda sore itu merasa amat canggung. Ia hanya mengangguk meng iyakan. Lalu mereka makan disebuah rumah makan terdekat atas pilihan Ayud. 

Namun ketika mereka sudah duduk dibangku lalu memesan makanan, Dinda tiba-tiba berdiri.

"Sebentar ya, aku mau kesitu."

"Kemana ?"

"Aku butuh membeli sesuatu, kalian disini saja, nanti capek, karena aku kalau memilih barang lama sekali, mungkin harus ber-putar putar,"kata Dinda sambil melangkah pergi.

Raka dan Ayud berpandangan, tapi membiarkan Dinda berlalu.

"Kok dari tadi diam sih?" kata Raka ketika menunggu pesanan.

"Lha aku harus ngomong apa, semua omongan sudah diborong oleh Dinda."

Raka tertawa. Memang Dinda kelewat cerewet, dari tadi ada saja yang dibicarakan.

"Iya, cerewet dan ceroboh anak itu. Kemarin ibu juga bilang, sebenarnya berat melepas Dinda, khawatir merepotkan semua orang.bahwa katanya

"Nggak, Dinda menyenangkan kok.Aku suka punya adik dia."

"Kalau kamu suka punya adik dia, harus menikah sama kakaknya dong," kata Raka tiba-tiba, tapi kemudian kata-kata itu disesalinya. Dilihatnya Ayud tersenyum simpul, lalu memandang ka erah lain.

"Eh, ma'af.. ma'af.. jangan marah ya?' kata Raka yang tiba'tiba menyesali ke lancangannya.

"Nggak apa-apa.. aku tau kamu suka bercanda..." jawab Ayud sambil menahan debaran jantungnya.

"Kalau aku  bukan bercanda?"

"Apa maksudnya?"

Pelayan datang menghidangkan minuman. Ayud segera mengambilnya dan menghirupnya perlahan. Ia ingat kata-kata Adhit,  bahwa Raka menyukai dirinya. Dan selalu dijawabnya bahwa dirinya lebih tua dari Raka..

"Ma'af ya..." ulang Raka yang mengikuti Ayud menghirup minuman pesanannya.

"Dari tadi minta ma'af melulu.."

"Aku takut kamu marah.."

"Karena...?"

"Karena bicaraku yang ngelantur itu tadi, jadi aku minta ma'af."

"Jadi kamu itu tadi ngelantur? Bukan bicara serius?" lalu Ayud juga menyesal mengatakannya, se akan-akan dia menantang Raka untuk bicara terus terang. Adduuh.. bagaimana ini.

"Ayud, kalau ini tidak berkenan, ma'afkanlah aku. Tapi aku serius." kata Raka yang merasa sudah kepalang tanggung, dan siap apapun resikonya.

Tapi Ayud tidak menjawab. Ia lebih suka menenangkan hatinya dengan meneguk habis semua minuman yang ada di gelasnya.

***

besok lagi ya

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

1 comment:

ADA MAKNA 37

  ADA MAKNA  37 (Tien Kumalasari)   Reihan menatap kakaknya tak berkedip. Tak yakin akan apa yang diucapkannya. Tapi sambil tersenyum-senyum...