Wednesday, October 16, 2019

DALAM BENING MATAMU 24

DALAM BENING MATAMU  24

(Tien Kumalasari)

 

Mirna meronta, tapi salah satu tangan Widi menekan tubuhnya. Widi hanya bisa membelalakkan matanya dengan penuh rasa takut.

"Kamu pikir bisa mengalahkan aku ? Hahh?" Desis itu terdengar seperti derit pintu besi karatan yang bertahun tahun tak pernah terbuka. Mirna mencoba menunjuk nunjuk kearah mulutnya yang tertutup oleh tangan kasar itu, ia bermaksud ingin bicara.

"Mmmh... mmh... mmmmmmmh..."

"Awas kalau sampai kamu berteriak !!" ancam Widi yang kemudian melepaskan tangannya.

"Ibbu.. apa ssall..lahkuu??

"Kamu masih bertanya apa salahmu? Lihat, apa yang aku bawa  ini."

Tiba-tiba Widi mengeluarkan sebuah bungkusan serbuk putih dari dalam saku bajunya. Ia menuangkan serbuk itu kedalam gelas berisi minuman yang ada di meja didekat Mirna berbaring. Mirna melihatnya tak mengerti.

"Ini akan mengakhiri semuanya. Dengar, anak setan, kamu bukan darah dagingku, kamu anak laki-laki yang telah merusak wajahku, aku besarkan kamu karena aku ingin menjadikanmu alat untuk membalas dendam, pada musuhku.. orang yang aku benci, sekalipus pada laki-laki busuk yang telah membuat wajahku seperti ini, Harusnya kamu mampus bersama Adhitama kalau saja kamu bisa melaksanakan perintahku. Jadi dendamku pada dua-duanya terlampiaskan.  Tapi kamu justru akan mencelakai aku," desis Widi sambil membuka cadar yang semula menutupi wajahnya. Mirna sudah sering melihat wajah itu, tapi siang hari itu ia melihatnya dengan rasa ngeri, seakan baru melihat setan. Atau iblis, entahlah, karena Mirna belum pernah melihatnya.

"Ib..bu... " rintihnya, hampir menangis..

"Bodoh!! Aku bukan ibumu !! Sekarang minumlah ini..." kata Widi lagi sambil mengambil gelas yang telah dibubuhi serbuk putih, lalu mendekatkannya ke mulut Mirna.

"Jangan bu.. app..paa  ini.. mmm.. ibuuu..."

"Karena kamu gagal melaksanakan perintahku, bahkan kamu ingin mencelakai aku, maka kamu harus mati lebih dulu, dendamku pada Galang akan aku lakukan sendiri pembalasannya. Ini.. pembalasanku pada laki-laki busuk yang aku pendam selama puluhan tahun. "

"Ibbu... aku tidak mencelakai ibu...

"Bohong!! Kamu melaporkan aku pada polisi sehingga polisi memburu aku...!!"

"Tidak bu... aku tidaaaakkk.."

"Mangap kamu!! Minum ini !!"

"Tt..tiddak.. mmmmh... jangan bu..."

"Mangaaapp..!! 

Tiba-tina Widi menindih tubuh Mirna, lalu tangannya membuka mulutnya, dan menuangkan cairan itu kedalamnya. Mirna gelagapan, beberapa cairan terteguk kedalam perutnya, walau sebagian tumpak membasahi baju dan alas tidurnya.

"Aaaghhhh... aaaughhh...."

Mirna ber-guling-guling, lalu jatuh ke lantai. Widi mengenakan kembali cadarnya, lalu berjalan kearah pintu, dan membukanya. Ia keluar seakan tak pernah terjadi sesuatu. Tiba-tiba ia melihat Adhitama mendekati kamar Mirna. Widi yang sudah lama menyelidiki keadaan anak-anak musuhnya tentu saja mengenalinya. Ia ingin lari tapi diurungkannya. Ia tak boleh membuat orang curiga.

Adhitama melhat perempuan bercadar itu, dan yakin bahwa dia adalah ibunya Mirna.

"Ibunya Mirna ya?" sapanya sambil berhenti melangkah.

"Ya.. tolonglah, lihat Mirna, aku mau menemui dokternya, dia kesakitan," katanya sambil berjalan cepat kearah depan, meninggalkan Adhitama yang kebingungan. Ia mempercepat langkahnya kekamar Mirna, membuka pintunya dan terkejut melihat Mirna terkapar dilantai, sedangkan tiang penyangga infus tergeletak begitu saja.

"Toloong... susteeer... dokteeer..." teriak Adhitama.

Beberapa suster berhamburan mendekat, dan seseorang memanggil dokter. Tak lama kemudian Mirna yang tak sadar dilarikan ke ruang perawatan darurat.

Adhitama kemudian berusaha mengejar keluar untuk menemui Widi tapi tak berhasil menemukannya. Widi lenyap ditelan bumi. Ia kemudian melaporkannya pada polisi. 

***

Adhitama masih menunggu. Polisi segera memeriksa ruang dimana terjadi penganiayaan itu, dan juga mengambil sisa minuman yang tercecer dilantai, juga serbuk yang berhamburan disekitar meja. Polisi juga bertanya pada Adhitama tentang peristiwa itu, namun ia tak bisa mengatakan banyak hal. Ia hanya mengatakan bertemu dengan ibunya Mirna yang kemudian menghilang. Polisi segera melakukan pencarian terhadap wanita bercadar yang telah memaksa meminumkan racun kapada Mirna. Memang, menurut pemeriksaan, Mirna telah menelan cairan beracun, dan beruntung dokter segera bisa menanganinya.

Ayud yang mendengar peristiwa itu segera menyusul ke rumah sakit, menemui Adhitama yang sedang duduk termangu.

"Bagaimana mas ?"

"Pusing aku..."

"Bagaimana dia bisa tau bahwa Mirna dirawat disini ?"

"Entahlah, mungkin dia mengikutinya ketika Raka membawanya ke rumah sakit, atau entah bagaimana, tampaknya dia memang asli seorang penjahat. Bisa memburu korbannya dan dengan mudah mencelakainya."

"Menurut bapak.. yang menelpon mas tadi...mas Adhit atau aku harus ber hati-hati bukan? Jangan-jangan setelah berusaha membunuh anaknya lalu dia mengancam kita."

"Mungkin, tapi polisi sedang memburu wanita itu. Mudah-mudahan segera bisa tertangkap."

"Aku takut mas, kita nggak usah pergi ke mana-mana dulu ya."

"Benar Yud, sepertinya memang sekarang perempuan itu sedang mencari kesempatan untuk mencelakai kita."

Dering ponsel Adhit berbunyi, ternyata dari Galang.

"Hallo, bapak," jawab Adhit.

"Kamu lagi dimana ?"

"Dirumah sakit pak, Widi berusaha membunuh Mirna dengan racun."

"Ya Tuhan, Bagaimana dia bisa tau rumah sakit dimana Mirna dirawat?"

"Adhit juga nggak tau pak, tampaknya memang dia terus me mata-matainya."

"Seperti apa kata bapak, kamu dan adikmu Ayud harus ber-hati-hati."

"Ya pak, ini Ayud juga ada disini, dia tampak ketakutan sekali.?

"Mana dia, biar bapak bicara."

"Hallo bapak, Ayud takut sekali," kata Ayud setelah menerima telphone dari kakaknya.

"Kamu nggak usah takut, teruslah berdo'a memohon keselamatan bagi kita semua."

"Tadi Ayud menelpon ibu. Kata ibu, perempuan bernama Widi itu ter gila-gila pada bapak sampai melakukab hal=hal yang tidak pantas."

"Sudahlah, itu jangan dibahas lagi, orang bisa saja membenci kita dengan berbagai alasan."

"Bapak ganteng sih.. makanya Widi ter gila-gila."

"Hush, kamu itu.. kalau bapak nggak ganteng ibumu mana mau sama bapak?" canda Galang dari seberang sana.

"Iya bapak benar.." kata Ayud sambil tersenyum.

"Ya sudah, tetaplah ber hati-hati dan jangan jauh dari kakakmu ya."

"Baik bapak, Ayud pengin ke Jakarta, kangen sama bapak sama ibu."

"Bapak sama ibu juga kangen sama kalian. Mungkin malah bapak sama ibu yang mau ke Solo."

"Ahaaa... benarkah ?" teriak Ayud gembira.

"Mudah-mudahan bisa segera. Ya sudah, bapak mau melanjutkan pekerjaan dulu, sekali lagi hati-hati ya nak."

Ketika pembicaraan itu berhenti, Ayud belum juga merasa tenang. 

"Apa kamu bilang, tadi kamu menelpon ibu?"

"Iya, Ayud bertanya pada ibu, mengapa Widi membenci bapak, kata ibu karena Widi ter gila-gila sama bapak."

"Oh, baru tau aku,"

Pembicaraan itu berhenti ketik seorang perawat keluar dari ruang ICU. Adhit berdiri menyambutnya karena perawat itu seperti sedang mencari seseorang.

"Keluarganya ibu Mirna?"

"Ya, bagaimana keadaannya?"

"Racun itu sudah dibersihkan dari tubuhnya. Dia sudah sadar, apakah bapak ingin menemuinya?"

"Ya, kalau boleh."

"Silahkan tapi hanya sebentar ya pak."

Adhitama melambaikan tangannya kearah Ayud, mengajaknya masuk kedalam.

Ayud yang melihat keadaan Mirna, tak urung merasa iba. Wajah yang masih penuh baret-baret luka itu masih tampak pucat. Selang infus masih tertsambung di tangan kirinya.Tapi ia tersenyum ketika melihat Adhitama dan Ayud mendekat.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Adhit.

"Lebih baik, hanya merasa lemas."

"Dokter sudah merawat kamu, nanti kamu akan segera pulih."

"Terimakasih, pak Adhit, bu Ayud, saya sudah menyusahkan bapak dan ibu," bisik Mirna lirih, air mata tampak mengambang dipelupuknya.

"Jangan pikirkan apa-apa dulu. Bisakah kamu cerita,mengapa ibumu ingin membunuh kamu?"

"Ternyata saya bukan anaknya, saya anak bapak saya yang telah menyiramkan air keras ke wajah ibu Widi."

"Oh...ya?"t."

"Baru saja dia mengatakannya, dia ingin membunuh pak Adhit dan juga saya, untuk melampiaskan dendamnya, kepada pak Galang, dan juga kepada bapak saya. Dia membesarkan saya hanya untuk membalas dendam, yang akhirnya saya juga akan dicelakainya."

Mirna ter isak. Ayud yang merasa iba me nepuk-nepuk tangannya untuk menenangkannya.

"Kamu tau Mirna, ketika kamu cuti, polisi mencari kamu."

"Polisi?"

"Seseorang yang menjambret tas kamu, menemukan serbuk putih didalam tas itu yang kemudian diminumnya, mungkin dikiranya sebangsa narkotika atau apa. Lalu orang itu meninggal."

"Oh, tidak... " Mirna menangis lagi.

"Mirna, tenanglah, kamu tak usah khawatir kalau kamu tak bersalah."

"Serbuk putih didalam botol itu, serbuk yang diberikan ibu agar saya mencampurkannya kedalam minuman pak Adhit."

Adhitama dan Ayud terkejut.

"Saya mohon ijin tiga hari karena ingin tau mengapa ibu dendam kepada pak Galang. Saya harus tau penyebabnya, dan kalau ibu Widi yang salah, saya harus menentangnya.

***

Dinda sedang menunggu Raka yang sedang mengambil kendaraan di tempat parkir. Mereka baru saja berbelanja barang-barang kebutuhan Dinda, dan juga titipan dari neneknya. Setelah dari belanja Dinda minta agar Raka mengantarkannya pulang ke rumah Bu Broto lagi.

"Huuh, mas Raka lama bener sih, mana panasnya bukan main disini."

Tiba-tiba dilihatnya toko didekat dia berdiri itu juga menjual es krim kesukaannya. Dinda berjalan kearah toko itu. 

 "Hm, sedap.. pasti mas Raka juga suka, oh iya .. aku juga harus beli untuk mbak Ayud. Kalau begitu ambil kotak besar saja ah..." gumam Dinda sambil mendekat kearah penjual.

Ketika Dinda menjinjing tas berisi beberapa macam es krim itu, disudut tangga ditoko itu dilihatnya seorang perempuan memakai caping besar, didepannya ada kaleng berisi koin hasil dari pemberian orang-orang yang mengasihaninya. Dinda yang merasa kasihan segera mendekati perempuan itu, dan mengambil selembar uang lima ribuan.

Ketika itulah Raka sudah ada didepan toko itu dan berteriak.

"Cepat Dinda, mas Adhit baru saja menelpon."

"Oh ya mas, sebentar, Dinda juga beli es krim untuk mbak Ayud kok." kata Dinda sambil mengulurkan uang lima ribuan itu kepada perempuan bercaping itu. Perempuan itu mendongakkan kepalanya begitu mendengar dua nama disebut. Itu nama-nama yang dikenalnya. Perempuan itu juga sempat mengamati wajah Dinda, yang kemudian dicatatnya dalam benaknya. 

"Mas Adhit menelpon kenapa?"

"Dia ada dirumah sakit, kita kesana dulu, mungkin Ayud menunggu kamu untuk diajaknya pulang bersama."

Kedua remaja itu berlalu sambil berboncengan, sementara perempuan itu terus mengawasinya. Tapi Raka sempat melihat, perempuan itu memakai cadar diwajahnya.

***

besok lagi ya

 

 

 

 

 

 

 

"


No comments:

Post a Comment

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 15

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  15 (Tien Kumalasari)   Wanita itu mempercepat langkahnya. Ia mengenal suara itu, tentu saja. Tapi gerimis ...