Tuesday, October 15, 2019

DALAM BENING MATAMU 23

DALAM BENING MATAMU  23

(Tien Kumalasari)

"Tunggu mas.. lapor polisi ? Bagaimana dengan Mirna?" Tukas Raka dalam perjalanan pulang dari rumah Mirna.

"Sudah jelas ini penganiayaan, bahkan percobaan pembunuhan." Kata Adhit

"Tapi Mirna belum bicara jelas apa penyebabnya. Dia baru bilang disiksa oleh ibunya, sebaiknya kita bicara dulu sama Mirna, karena bagaimanapun ia adalah ibunya."

"Seorang ibu yang tega menyiksa anaknya? Benarkah dia seorang ibu?"

"Ya, pasti ada penyebabnya."

"Aku bingung tentang Mirna. Kemarin dia dipanggil polisi, mestinya besok aku baru akan mengatakannya ketika di kantor."

"Dipanggil polisi kenapa?"

"Beberapa hari yang lalu tas nya dijambret orang dijalan. Kemarin polisi mengatakan, didalam tas itu ada sesuatu, entah apa.. yang ketika diminum maka orang itu meninggal."

"Itu barangnya Mirna?"

"Aku belum sempat bicara sama dia. Entah sesuatu itu milik dia atau milik orang lain yang kebetulan dimasukkan kedalam tas itu."

"Begini saja, kita tunggu sampai Mirna tenang, lalu kita tanya dia tentang semuanya."

"Baiklah kalau begitu, kita tunggu sampai besok saja."

Tapi ketika kembali ke rumah sakit, dilihatnya Mirna masih pulas. Mungkin pengaruh obat, lalu mereka meninggalkannya.

***

Ketika nyamperin Ayud, ternyata Ayud dan Dinda juga sedang tidur dikamar Raka.

"Heiii... ada gadis tidur dikamar perjaka nih?" teriak Adhit yang kemudian membuat keduanya terbangun.

Ayud tersipu melihat Raka juga berdiri didepan pintu.

"Ma'af ya, kamar tidur kamu jadi acak-acakan," kata Ayud sambil membenahi rambutnya, lalu melangkah menuju pintu.

"Dinda yang ngajakin, habis kalian lama sekali," sahut Dinda sambil masih terbaring ditempat tidur.

"Hei.. bangun, ayo buatin kami minum," tegur Raka.

Mereka keluar dari kamar dan duduk diruang tamu, sedangkan Dinda mmbuat minuman buat mereka.

Tiba-tiba Ayud berteriak karena melihat bekas darah dibaju Raka.

"Lihat, baju kamu terkena darah ."

Raka melihat kearah baju didadanya.

"Oh, iya... "

"Hm.. habis menggendong gadis pingsan ..?"

"Iya, aku kekamar mandi dulu dan ganti baju ya," Raka berdiri lalu melangkah kebelakang.

"Kok ada nada cemburu waktu kamu mengatakan itu?" celetuk Adhit mengejutkan Ayud.

"Apa mas? Cemburu ? Ah... tidaaaak..." sahut Ayud sambil cemberut, membuat Adhit tertawa geli.

"Bagaimana tadi? Ketemu ibunya Mirna?"

"Nggak ada, rumah terbuka, dalamnya acak-acakan, seperti  habis ada orang mengamuk disana. Tapi rumah itu kosong. Nggak tau ibunya pergi kemana."

"Lalu mas tinggalkan rumah itu begitu saja?"

"Ya iyalah, masa aku harus menunggu disana. Belum tentu juga dia akan pulang. Lagian aku belum tau sepenuhnya apa yang terjadi."

"Keluarga macam apa sebenarnya mereka? Bisa main kasar semaunya."

"Tadi dia belum bisa diajak bicara banyak. Besok aku mau menanyai dia lagi."

"Dan ada panggilan polisi tentang orang yang meninggal itu, mas sudah katakan?"

"Belum, kayaknya dia masih stress.."

"Harus ada keterangan di kantor polisi tentang keadaannya."

"Besok aku akan menjelaskan kesana."

"Gara-gara dia kita jadi repot."

"Jangan begitu Ayud, kamu harus menghilangkan rasa tidak sukamu yang tidak beralasan itu sama dia."

"Minuman datang..." tiba-tiba Dinda berteriak sambil membawa nampan berisi minuman dingin.

"Terimakasih cantik.." kata Adhit sambil melirik kearah Dinda, yang dilirik hanya memeletkan lidahnya, membuat Adhit semakin gemas melihatnya.

Raka yang sudah berganti pakaian bersih juga lagsung bergabung disana..

"Kok sepi, simbah belum pulang dari warung?" tanya Adhit.

"Hari ini libur, kayak kantoran. Tapi sekarang lagi tidur. Dinda, jangan keras-keras ngomongnya, nanti simbah terbangun." Kata Raka.

"Nggak, aku pelan ngomongnya kok."

"Tapi kalian mau pergi kan, aku sama Ayud mau pulang aja."

"Eit, jangan, kita cuma mau jalan-jalan, itu, si centhil minta dibeliin sesuatu, ikut aja yuk," ajak Raka.

Dan mau tak mau keempat remaja itupun sepakat untuk jalan bersama.

***

Belum lama Galang duduk dikursi kerjanya, didengarnya dering telephone. Rupanya pak Haris sudah datang juga dan memanggilnya.

Galang bergegas melangkah keruangan pak Haris, yang rupanya sudah menunggu diruangannya.

"Selamat pagi pak," sapa Galang.

"Pagi Galang, silahkan duduk."

"Terimakasih."

"Anak itu sudah pulang?"

"Kemarin pagi pak, penerbangan pertama."

"Syukurlah. Kamu tau siapa dia?"

"Dia anaknya..mm.. anaknya Widi?"

"Dia entah anak angkat atau anak tiri, aku nggak tau, Mirna sendiri juga baru tau kalau dia bukan anak kandungnya Widi."

"Ya, itu benar."

"Kasihan anak itu. Cerita apa saja sama kamu?"

"Nggak banyak pak. Saya juga nggak mau terlalu mendesak. Dia cuma bilang ingin tau masa lalu ibunya, lalu sudah didapatnya dari bapak. Dia juga bilang bahwa sebelumnya sudah ketemu Retno dan Raharjo di Medan."

"Dan ternyata dia sekretaris anakmu kan?"

"Benar pak, ngomongnya tentang itu juga ketika dia mau berangkat ke airport. Jadi saya sama Putri juga agak kaget,"

"Lalu apa lagi?"

"Nggak ada lagi pak, saya juga sungkan untuk mendesak karena merasa bukan urusan saya."

"Kalau kamu tau semuanya, pasti kamu nggak akan bilang begitu, karena itu juga urusan kamu."

Galang menatap pak Haris, tak mengerti.

'"Mengapa tiba-tiba seorang anak ingin tau tentang masa lalu ibunya, dengan melakukan hal yang tidak mudah, harus menyeberang dari pulau ke pulau, lalu terus mengejarnya.. apa kamu tidak memikirkannya? Dan dari penyelidikan itu dia mengetahui bahwa dia bukan anak kandung Widi karena Widi tak mungkin punya anak? Kamu pernah mendengar cerita itu kan?"

Galang mengangguk angguk, menunggu apa lagi yang akan dikatakan pak Haris.

"Dia dipaksa ibunya untuk membalas dendam."

"Dendam? "

"Dendam itu ditujukannya pada kamu."

Galang terkejut bukan alang kepalang.

"Widi memendam dendam karena menurutnya kamulah yang menyebabkan dia terbuang dari perusahaan ini, dari keluarganya sehingga hidup ter lunta-lunta. Bahkan sekarang dia cacat dan selalu memakai cadar ke mana-mana."

"Ya Tuhan.."

"Harusnya penderitaan itu dipergunamkannya untuk menyesali diri, tapi tidak.Justru dia ingin menghancurkan kamu, melalui Mirna."

"Melalui Mirna?"

"Itulah sebabnya dia bekerja diperusahaan anakmu. Widi memerintahkan Mirna untuk membunuh anakmu."

Galang terhenyak di tempat duduknya. 

"Tapi kamu jangan khawatir. Mirna justru datang kemari karena ingin tau duduk perso'alannya. Dia tak akan melakukan perintah ibunya setelah aku membuka kedok Widi selama disini. Dia pulang dengan janji akan menyadarkan ibunya agar menghapus dendam itu dan justru bertobat."

Galang menghela nafas lega. Ia memang tak menemukan niyat jahat dimata Mirna. Dan ia berharap semoga Mirna benar-benar menyadari kesalahan ibunya dan tak melampiaskannya pada anaknya.

"Sungguh kamu tak usah merasa khawatir Galang, dan percayalah bahwa kebenaran adalah mulia. "

***

Diruangannya Galang segera menelpon Adhitama. Bagaimanapun ia harus berpesan kepada Adhit bahwa ia harus ber hati-hati terhadap sekretarisnya.

"Hallo bapak," suara Adhitama dari seberang ketika Galang menelponnya.

"Apa Mirna sudah masuk kantor?"

"Belum pak, ada peristiwa buruk terjadi."

"Peristiwa buruk apa?" tanya Galang khawatir. Bayangan Mirna berusaha membunuh anaknya segera terlintas dibenaknya.

Lalu Adhitama menceriterakan peristiwa dimana Mirna dihajar ibunya sampai terluka parah dan sekarang dirawat dirumah sakit, sedangkan ibunya kabur entah kemana.

"Oh, ya ampuun... Adhit, bapak ingin mengingatkan ke kamu sama adikmu Ayud," kata Galang setelah berkurang rasa cemasnya.

"Iya, mengingatkan bagaimana pak?"

"Ini ada hubungannya dengan kedatangan Mirna ke Jakarta. Ibunya Mirna menaruh dendam sama bapak, lalu ia menyuruh Mirna untuk mencelakai kamu, atau mungkin juga Ayud."

"Dendam sama bapak? Bapak kenal ibunya Mirna?"

"Ya, kenal, namanya Widi dulu bekerja sekantor dengan bapak. Banyak peristiwa terjadi sehingga dia harus keluar dari sana. Entah bagaimana kelanjutannya kemudian dia menjadi cacat dan punya anak Mirna, tapi sebenarnya Mirna bukan anaknya. Entah anak siapa Mirna sendiri nggak tau."

"Jadi bagaimana Adhit harus bersikap sama dia pak? Dia saya pecat saja dari perusahaan?"

"Bukan begitu, justru Mirna itu ke Jakarta ingin tau tentang masa lalu ibunya, setelah tau bahwa ibunya yang bersalah, dia berjanji akan menyadarkan ibunya. Tapi mungkin ibunya justru marah lalu menghajar Mirna.. sehingga dia harus dirawat?"

"Belum tau semuanya pak, siang ini harusnya juga dipanggil ke kantor polisi."

"Kenapa?"

Dan Adhit juga mengatakan tentang tas Mirna yang dijambret lalu ada sesuatu didalam tas itu yang kemudian diminum oleh seseorang kemudian meninggal.

"Ya Tuhan, mungkin benar, Mirna menaruh racun atas perintah ibunya, untuk mencelakai kamu Adhit. Tapi kemudian tas itu ditemukan seseorang yang kemudian meminum racun itu."

"Ohh, begitu kah?"Ya ampun bapak, Adhit jadi bingung. Sekarang Adhit mau ke rumah sakit dulu barangkali Mirna sudah bisa diajak bicara, barangkali semua itu ada rentetan peristiwa tentang dendam itu."

"Baiklah Adhit, sekali lagi bapak ingatkan agar kamu dan Ayud ber hati-hati."

***

Siang itu Mirna sudah sedikit lebih tenang. Ia ingat seseorang yang menolongnya, dia adalah Raka, yang sesungguhnya keponakan misan ibunya. Tapi Mirna sadar dia bukan apa-apanya karena dia kan bukan anak ibunya. Ia juga merasa lebih tenang karena Adhit pasti juga akan mengurusnya selama dia dirumah sakit.

Mirna masih saja memikirkan ibunya, dan tidak mengerti mengapa tiba-tiba ibunya mengamuk membabi buta. Ia hanya menceritakan sekilas peristiwa itu pada Adht dan Raka, karena memang dia tidak tau apa sebabnya ibunya mengamuk. Ia ingin bertemu ibunya dan menanyakan apa sebabnya, dan kalau mungkin akan mengingatkan agar ibunya menghenntikan kebenciannya pada Galang.

Seseorang meng endap-endap memasuki ruangan dimana Mirna terbaring. Kemudin mengunci pintunya. Seseorang dengan cadar dimukanya. Tak ada yang mencurigakan karena banyak orang bercadar di mana-mana.

Tapi bayangan bercadar itu kemudian mendekat kearah mana Mirna sedang terbaring. Mirna hampir menjerit melihat sinar mata dibalik cadar itu menyala bagai menyemburkan api. Mirna tau itu ibunya, entah darimana ibunya tau bahwa Mirna dirawat disitu.  Sungguh Mirna hampir menjerit melihat pandangan kebencian memancar dari sorot mata kemerahan itu, ketika tiba-tiba ibunya  mendekap mulutnya.

***

besok lagi ya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


No comments:

Post a Comment

CINTAKU JAUH DARI PULAU SEBERANG 30

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  30 (Tien Kumalasari)     Ketika mbok Manis masuk kembali ke dalam rumah, hatinya terasa disayat melihat sa...